Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

ISOTERM ADSORPSI

Oleh :
Kelompok 3
Brian Pakpahan 1707113773
Mawaddah 1707111258
Nadila Aulia 1707111284
Yosi Febri 1707114099

Program Studi Sarjana Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Riau
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adsorpsi adalah gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan suatu zat pada zat lain, sebagai akibat dari ketidak jenuhan gaya-gaya
pada permukaan zat tersebut.adsorpsi sering juga disebut dengan gejala
permukaan. Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana
adsorbat adalah substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan
adsorben adalah suatu media penyerap yang berupa senyawa karbon aktif.
Peristiwa adsorbsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada pada
permukaan zat padat atau zat cair,mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena
tidak ada gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini ini menyebabkan
zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi.berdasarkan sifatnya, adsorpsi
dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia. Adsorpsi fifik yaitu
berhubungan dengangaya Van der Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik
apabila daya tarik menarik antara zan terlarut dengan pelarutnya maka zat yang
terlarut akan teradsorpsi pada permukaan adsorben sedangkan adsorpsi kimia
adalah dimana adsorben dan adsorbat terjadi ikatan kimia.
Dewasa ini proses penjernihan air menggunakan karbon aktif sebagai
pengadsorpsi atau adsorben pada kotoran yang terdapat dalam air penyebab keruh
dan warna pada air sumur atau air sungai yang disebut juga dengan proses
koagulasi-flokulasi. Selain itu untuk mengurangi keringat pada ketiak digunakan
deodoran. Prinsip kerjanya yaitu dengan mengadsorpsi keringat yang keluar dari
dalam tubuh pada bagian ketiak secara berlebihan. Berbagai adsorben anorganik
maupun organik dapat dijadikan sebagai adsorpsi seperti aluminium, bauksit,
maknesia, magnesium silikat, kalsiun hidroksida, silikat gel, dan timah
diatome.diantara adsorben prganik yang sering digunakan adalah arang, gula dan
karbon aktif.
1.2 Tujuan Percobaan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi
asam asetat pada arang.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Karbon Aktif


2.1.1 Pengertian Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan padatan yang berpori dimana mengandung karbon
sekitar 85% - 95%. Bahan-bahan yang mengandung karbon dapat menghasilkan
karbon aktif dengan cara memanaskan pada suhu tinggi sehingga pori-pori pada
karbon aktif tersebut dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Karbon aktif dapat
ditingkatkan daya adsorpsinya melalui proses aktivasi, dimana pada proses ini
terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air dari permukaan karbon sehingga
terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Di samping itu pada proses aktivasi
juga terbentuk pori-pori baru karena adanya pengikisan atom karbon melalui
pemanasan. Pada karbon aktif bubuk, semakin luas permukaan pori adsorben
maka daya adsorpsinya juga akan semakin besar. Karbon aktif dengan luas
permukaan yang luas dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yaitu sebagai
penghilang warna, penghilang rasa, penghilang bau, pemurni dalam industri,
proses pemurnian air baik dalam proses produksi air minum maupun dalam
penanganan limbah (Arif, 2014).
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf yang dapat dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif bersifat
hidrofobik, yaitu molekul pada karbon aktif cenderung tidak bisa berinteraksi
dengan molekul air. Karbon aktif diperoleh dengan proses aktivasi.
Luas permukaan (surface area) adalah salah satu sifat fisik dari karbon aktif.
Karbon aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar 1,95x106 m 2 /kg, dengan
total volume pori-porinya sebesar 10,28x10-4 m 3 mg−1 dan diameter pori rata-rata
21,6 Ao , sehingga sangat memungkinkan untuk dapat menyerap adsorbat dalam
jumlah yang banyak. Semakin luas permukaan pori-pori dari karbon aktif, maka
daya serapnya semakin tinggi (Allport, 1997).
Aplikasi karbon aktif komersil dapat digunakan sebagai penghilang bau dan
resin, penyulingan bahan mentah, pemurnian air limbah, penjernih air, dan dapat
digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi bahan yang berasal dari cairan
maupun fasa gas (Kvech dkk., 1998 dan Worch, 2012). Daya serap karbon aktif
itu sendiri ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat
menjadi lebih tinggi jika terhadap karbon aktif dilakukan aktivasi dengan
aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.
Dengan demikian, karbon aktif akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan
kimia.

2.1.2 Sifaf Adsorpsi Karbon Aktif


Sifaf adsorpsi yang khas dari karbon aktif secara signifikan dipengaruhi
oleh gugus-gugus fungsi, dimana oksigen yang paling dominan membentuk gugus
fungsional seperti karbonil dan hidroksil. Karbon aktif biasanya terdiri dari unsur
karbon bebas dan masing-masing berikatan kovalen, dengan demikian permukaan
karbon aktif bersifaf non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga
adalah faktor yang penting karena struktur pori berhubungan dengan luas
permukaan, sebab semakin kecil pori-pori karbon aktif maka luas permukaan
semakin besar. Daya adsorpsi dapat ditentukan dengan luas permukaan partikel
dan kemampuan adsorpsinya akan semakin baik jika dilakukan aktivasi dengan
menggunakan aktivator bahan kimia ataupun dapat melalui pemanasan dengan
suhu tinggi (Wirawan, 2012).
Senyawa yang mudah terserap karbon aktif umumnya memiliki nilai
kelarutan yang lebih kecil daripada karbon aktif. Kontaminan dapat masuk ke
dalam pori-pori karbon aktif dan terakumulasi di dalamnya, apabila kontaminan
terlarut di dalam air dan ukuran pori kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan
ukuran pori karbon aktif.
Bahan kimia yang dipergunakan dalam proses aktivasi yaitu bahan yang
akan menempel pada permukaan karbon aktif. Bahan kimia tersebut antara lain
zink klorida (ZnCl2), asam posphat (H3PO4), kalsium klorida (CaCl2), natrium
klorida (NaCl) dan lain sebagainya. Sebelum ditambahkan bahan kimia sebagai
aktivator, karbon tersebut masih kaku dan belum dapat disebut sebagai karbon
aktif. Kualitas karbon aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku, bahan
pengaktifan dan cara pembuatannya.

2.1.3 Proses Aktivasi


Proses Aktivasi adalah suatu perubahan fisika dimana permukaan karbon
aktif menjadi jauh lebih banyak karena hidrokarbon yang terkandung dalam
karbon dihilangkan. Untuk memperoleh karbon yang berpori dan luas permukaan
yang besar dapat diperoleh dengan cara mengaktivasi bahan. Menurut Rozanna
pada tahun 2010, Ada dua cara dalam melakukan proses aktivasi yaitu:
1. Aktivasi Fisika
Proses aktivasi ini dilakukan dengan mengalirkan aktivator dalam reaktor
pada suhu tinggi. Aktivasi dengan uap air biasanya dilakukan pada suhu 750 - 900
ºC dan aktivasi dengan CO2 (karbon dioksida) dilakukan pada suhu 850 - 1100ºC.
Namun aktivasi dengan CO2 (karbon dioksida) jarang dilakukan karena reaksi
yang terjadi adalah reaksi eksotermis sehingga lebih sulit untuk dikontrol. Proses
ini harus mengontrol suhu, lama waktu aktivasi dan laju alir aktivator sehingga
dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan memiliki pori-pori
yang luas.
2. Aktivasi Kimia
Proses aktivasi ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan
kimia seperti asam kloria (HCl), asam nitrat (HNO3), asam phosphat (H3PO4),
sianida (CN), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), kalsium klorida (CaCl2), kalsium
phosphat (Ca(PO4)2), natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium sulfat (Na2SO4), zink klorida (ZnCl2) dan natrium karbonat (Na2CO3)
sebelum proses karbonisasi. Metode aktivasi kimia juga dapat dilakukan dengan
merendam bahan baku yang telah dikarbonisasi.
2.2 Adsorpsi
2.2.1 Pengertian Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul gas

atau cair diserap oleh suatu padatan dan terjadi secara reversibel. Pada proses

adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat sebagai zat yang diserap dan
adsorben sebagai zat yang menyerap.
Adsorben adalah padatan yang memiliki
kemampuan menyerap fluida ke dalam bagian permukaannya sedangkan adsorbat
dapat berupa bahan organik, zat warna dan zat pelembab. Kesetimbangan adsorpsi
terjadi apabila larutan dikontakkan dengan adsorben padat dan molekul dari
adsorbat berpindah dari larutan ke padatan sampai konsentrasi adsorbat dilarutkan
dan padatan dalam keadaan setimbang. Dalam mengukur kesetimbangan adsorpsi
dapat dilakukan dengan cara pengukuran konsentrasi adsorbat larutan awal dan
pada saat terjadi kesetimbangan, dimana model kesetimbangan yang sering
digunakan pada sistem adsorpsi adalah model isoterm Freundlich dan Langmuir
(Zultiniar dan Desi, 2010).
Adsorpsi merupakan suatu fenomena yang berkaitan erat dengan permukaan
dimana terlibat interaksi antara molekul-molekul cairan atau gas dengan molekul
padatan. Interaksi ini terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul yang
menutupi permukaan. Kapasitas adsorpsi dari karbon aktif tergantung pada jenis
pori dan jumlah permukaan yang mungkin dapat digunakan untuk mengadsorpsi.
Adsorpsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat padat atau cair
memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik ke
arah dalam. Kesetimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat padat dan cair
yang digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat lain yang bersentuhan
dengan permukaannya (Arif, 2014).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Menutur Arif pada tahun 2012 ada beberapa faktor yang mempengaruhi
daya serap adsorpsi, yaitu:
a. Jenis Adsorben
Menyangkut ciri khas dari suatu adsorben untuk menyerap adsorbat,
adsorben polar cenderung menyerap adsorbat yang polar.
b. Sifat Adsorben
Karbon aktif merupakan adsorben yang berpori yang terdiri dari unsur
karbon bebas dan berikatan secara kovalen serta bersifaf non polar pada
permukaannya. Di samping itu struktur pori berhubungan dengan luas permukaan,
dimana semakin kecil pori-pori karbon aktif maka luas permukaan semakin besar
sehingga kecepatan adsorpsi akan bertambah.
c. Sifat Serapan
Karbon aktif tersebut memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi senyawa-
senyawa yang berbeda-beda, dimana adsorpsi akan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dan struktur yang sama. Adsorpsi
juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur
rantai dari senyawa yang diserap.
d. pH (Derajat Keasaman)
Pada asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan yaitu
dengan penambahan asam mineral, hal ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut, sedangkan bila pH
asam organik dinaikkan dengan penambahan alkali maka adsorpsi akan berkurang
dan akibatnya akan terbentuk garam.
e. Waktu Kontak
Apabila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan maka akan
dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan, dimana waktu yang
dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah karbon aktif yang digunakan. Di
samping itu pengadukan juga dapat mempengaruhi waktuk kontak karena
pengadukan ini dimaksudkan untuk dapat memberi kesempatan pada partikel
karbon aktif untuk bersentuhan dengan senyawa yang diserap.
Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana
molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben
secara kimia maupun fisika. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida baik cairan maupun gas terikat pada permukaan padatan dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan padatan tersebut.
f. Kemurnian Adsorben
Kemurnian adsorben dapat ditingkatkan melalui aktivasi. Biasanya
adsorben buatanc lebih sering digunakan daripada adsorben alam, karena
kemurnian adsorben buatan lebih tinggi.
g. Luas permukaan
Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terutama untuk
tersedianya tempat adsorpsi. Makin besar luas permukaan adsorben maka
makin besar pula adsorpsi yang dilakukan. Maka adsorpsi sebanding terhadap
luas permukaan adsorben.
h. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul adsorbat menentukan batas kemampuannya melewati pori
adsorben. Kecepatan adsorpsi menurun seiring dengan ukuran, berat partikel.
i. Konsentrasi adsorbat
Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat. Adsorpsi
akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang diserap
dengan konsentrasi adsorben yang tersisa dalam larutan.
j. Pengocokan
Kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh diffusi film atau diffusi pori yang
tergantung pada kecepatan pengocokan dalam sistem. Diffusi pori umumnya.
mencapai optimum bila kontak sistem terjadi dengan pengocokan yang kuat.
2.2.3 Jenis-jenis Adsorpsi
Menurut Cahyono dan Tuhu pada tahun 2010, Proses adsorpsi pada
umumnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika merupakan proses penyerapan dimana daya tarik gaya
Van Der Waals atau gaya tarik yang lemah dengan molekul menarik bahan
terlarut dari larutan adsorbat ke dalam permukaan adsorben sehingga molekul
yang teradsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben dan tidak hanya
menetap dengan adsorben itu.
b. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia merupakan penyerapan yang bersifaf spesifik dan
melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada penyerapan fisika, dimana ikatan
adsorbat biasanya terjadi tidak lebih dari satu lapisan. Pada umumnya bahan yang
teradsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan berupa molekul-molekul yang
tidak bebas bergerak dari satu permukaan ke permukaan lainnya sehingga
menyebabkan terbentuknya suatu lapisan pada permukaan adsorben yang
memiliki sifaf kimia lain sebagai akibat adanya reaksi adsorbat dengan adsorben.
2.3 Isoterm Adsorpsi
Adsorpsi pada umumnya disangkut pautkan dengan isoterm adsorpsi. Secara
umum isoterm adsorpsi diartikan sebagai fungsi konsentrasi zat terlarut yang
terjerap pada padatan terhadap konsentrasi larutan. Tipe isoterm adsorpsi dapat
digunakan untuk mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi fase cair-padat pada
umumnya mengikuti tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Arif, 2014).
2.3.1 Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu
kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan
desorpsi. Menurut Sembodo pada tahun 2005, asumsi yang digunakan pada
persamaan Langmuir adalah :
1. Adsorpsi terjadi secara kimia.
2. Adsorben merupakan sistem dengan tingkat energi homogen sehingga
afinitas molekul terjerap sama untuk tiap lokasi.
3. Adsorbat yang terjerap membentuk lapisan tunggal (monolayer).
4. Tidak ada interaksi antar molekul yang terjerap.
5. Molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah- pindah.
Pendekatan isoterm adsorpsi yang umum digunakan dijelaskan oleh
Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah
konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan
persamaan sebagai berikut:
1
Xm
=k ∙ C n ..............................................................................................(2.1)
m
x 1
log( )=log k + ∙ log C .........................................................................(2.2)
m n
Dimana:
Xm = berat zat yang diadsorbsi
m = berat adsorben
C = konsentrasi zat
Kemudian k dan n adalah konstanta adsorpsi yang nilainya bergantung pada
jenis adsorben dan suhu adsorpsi. Bila dibuat kurva log 𝑥/𝑚 terhadap log C akan
diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan kemiringan 1/𝑛, sehingga
nilai k dan n dapat dihitung (Handayani dan Eko, 2009).
Isoterm Freundlich didasarkan pada pendapat bahwa adsorben memiliki
permukaan heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang
berbeda-beda serta pendapat bahwa adsorpsi terjadi secara multilayer pada
permukaan adsorben sehingga persamaan isoterm Freundlich sering digunakan
dalam penetapan praktis karena umumnya memberikan korelasi yang memuaskan
(Arif, 2014).
2.3.2 Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada
permukaannya. Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan
adsorben.
Isoterm Langmuir merupakan proses adsorpsi yang berlangsung secara
kimisorpsi satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang terjadi melalui ikatan
kimia yang sangat kuat antara tapak aktif permukaan dengan molekul adsorbat
dan dipengaruhi oleh densitas elektron. Adsorpsi satu lapisan terjadi karena empat
ikatan kimia biasanya bersifat spesifik, sehingga permukaan adsorben dapat
mengikat adsorbat dengan ikatan kimia.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak
teradsorpsi sebagai berikut:
α ∙ β∙c
w= ............................................................................................(2.3)
1+ β ∙ c
c
Kostanta α dan β dapat ditemukan dari kurva hubungan terhadap c
W
dengan persamaan :
c 1 1
= + c..........................................................................................(2.4)
W αβ α
Keterangan:
W = massa adsorbat yang teradsorpsi pergram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
α,β = konstanta empiris.
2.4 Titrasi Asam Basa
Titrasi merupakan salah satu metode kimia analisis kuantitatif yang dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan
sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui. Larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
tersebut disebut larutan baku atau titran. Titrasi yang melibatkan reaksi asam dan
basa disebut titrasi asam-basa. Ada dua jenis tetrasi asam basa, yaitu asidimetri
(penentuan konsentrasi larutan basa dengan menggunakan larutan baku asam) dan
alkalimetri (penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan
baku basa) (Chang, 2004).
BAB III

PERCOBAAN

3.1 Alat – Alat yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan :
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Pipet volume 10 ml
3. Pipet ukur 25 ml
4. Labu takar 100 ml
5. Buret 50 ml
6. Termometer
7. Cawan porselin
8. Corong kaca
9. Batang pengaduk
10. Pipet tetes
11. Oven
12. Statif dan Klem
3.2 Bahan – Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah
1. Larutan asam asetat 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M
2. Larutan standar NaOH 0,1 M
3. Karbon aktif (arang)
4. Indikator fenolftalein
5. Kertas saring
6. Aluminium foil
3.3 Prosedur Pekerjaan
1. Arang diaktifkan dengan memanaskan dalam cawan porselin di oven.
dimasukkan kedalam erlenmeyer tertutup masing-masing 1 gram arang.
2. Larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M;
0,0625 M dan 0,0313 M yang dibuat melalui pengenceran, masing-
masing sebanyak 100 ml. Dimasukkan masing-masing larutan ke dalam
erlenmeyer yang telah berisi arang. Tutup labu ini selama 30 menit.
Selama 30 menit tersebut, larutan dikocok selama satu menit secara
teratur 10 menit.
3. Dicatat temperatur selama percobaan dan jaga agar tidak terjadi
perubahan yang terlalu besar.
4. Selama 30 menit, disaring setiap larutan menggunakan kertas saring
yang kering.
5. Titrasi larutan filtrat sebagai berikut :
Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml, larutan
berikutnya diambil 25 ml, dan dari dua larutan dengan konsentrasi
paling rendah diambil masing-masing 50 ml. kemudian dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0.1 M dengan menggunakan indikator
Fenolftalein.
3.4 Rangkaian Alat
Rangkaian alat berupa titrasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.1 Rangkain Alat titrasi


3.5 Diagram Blok

Mulai

Aktifkan

Karbon sebanyak 5 gram

Oven

Karbon Aktif
sebanyak 5 gram
Bagi mejadi 1
gram

Encerkan
Larutan Asam Asetat

Karbon Aktif 1 gram


Diamkan selama
10 menit

Goyangkan larutan
selama 1 menit

Saring Larutan dan


pisahkan karbon

Titrasi Filtrat

Karbon di oven

Timbang

Selesai

Gambar 3
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Tabel 4.1 Hasil Percobaan
Konsentrasi Konsentrasi
No m x
x x
asam asetat asam asetat log log C
. m m
(gram) (gram)
awal (M) akhir (M)
- -
1 1 0,5 0,469 0,95 0,95
0,0222 0,3269
-
2 1 0,25 0,182 1,10 1,10 0,0413
0,4034
-
3 1 0,125 0,1152 0,99 0,99 0,0043
0,8464
-
4 1 0,0625 0,0424 0,99 0,99 0,0043
1,1870
-
5 1 0,0313 0,0194 1,69 1,69 0,2278
1,3564

4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan isotherm adsorpsi menurut
Freundlich pada proses adsorpsi asam asetat pada arang. Isotherm adalah suhu
akan tetap (konstan), sedangkan adsorpsi merupakan pengumpulan molekul-
molekul suatu zat pada zat lain yang terjadi akibat ketidakjenuhan gaya-gaya pada
permukaan tersebut. Adapun isotherm adsorpsi menurut Freundlich adalah
hubungan antara banyak zat yang terdasorpsi per satuan berat adsorben dengan
konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu. Dalam proses adsorpsi asam

x
asetat pada arang dapat dilihat dengan persamaan Freundlich yaitu log dan log
m
C. Pada percobaan terjadi adsorpsi fisik yang merupakan proses interaksi antara
adsorben dengan adsorbat yang disebabkan oleh gaya Van der Waals. Adsorpsi
fisika terjadi pada percobaan karena gaya tarik menarik antara asam asetat dengan
arang aktif lebih besar dari gaya tarik menarik antara asam asetat dengan
pelarutnya, sehingga zat yang terlarut (asam asetat) lebih mudah diadsorpsi pada
permukaan adsorben.
Adapun adsorben yang digunakan adalah karbon aktif (arang). Karbon aktif
sebagai zat yang digunakan untuk penyerap/pengadsorpsi suatu bahan, pada
percobaan ini karbon aktif dipanaskan dengan oven pada suhu 110ºC selama 30
menit. Pemanasan arang bertujuan untuk mengaktifkannya, dengan pemanasan
dapat membuka pori-pori dari karbon aktif dan memutuskan ikatan antara karbon
sehingga terbentuk kutub negatif dan kutub positif yang akan mengikat adsorbat
nantinya. Karbon aktif akan mengadsorpsi akan maksimal. Pemanasan arang juga
menyebabkan luas permukaannya semakin besar. Jika semakin besar luas
permukaan adsorben maka proses penyerapan pleh permukaan akan semakin
banyak.
Adsorbat yang digunakan adalah asam asetat dengan variasi konsentrasi
masing-masing 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 M dan 0,0313 M, tujuannya yaitu
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap daya serap (adsorpsi) akan
meningkat dengan kenaikan dari konsentrasi adsorbat. Adsorpsi akan terjadi jika
keseimbangan antara konsentrasi adsorbat yang diserap dengan konsentrasi
adsorben yang tersisa dalam larutan. Larutan asam asetat diencerkan untuk
mendapatkan variasi konsentrasilainnya dari asam asetat 0,5 M. Pengenceranan
dilakukan dengan karbon aktif yang berada dalam asam asetat Kemudian
didiamkan selama 30 menit, dimana larutan digoyangkan selama 1 menit setiap 10
menit yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya adsorpsi dan untuk mencapai
keseimbangan adsorpsi.. Jika fase cair yang berisi adsorben dalam keadaan diam
maka difusi adsorbat melalui permukaan adsorben akan menjadi lambat. Dengan
dilakukan penggoyangan pada larutan maka akan mempercepat terjadinya
adsorpsi secara sempurna. Pada saat campuran didiamkan dan setelah dilakukan
pengadukan dilakukan pengecekan termperatur campuran, karena suhu dan
pengadukan mempengaruhi tingkat daya adsorpsi pada adsorben tersebut. Setiap
erlenmeyer harus ditutup dengan aluminium foil baik pada saat hanya arang yang
didalam erlenmeyer maupun pada saat arang telah dicampur dengan asam asetat
agar tidak ada udara luar yang bereaksi atau teradsorpsi oleh adsorben (arang).
Setelah 30 menit, larutan campuran disaring untuk memisahkan filtrat (asam
asetat) dengan arang. Filtrat kemudian diukur dengan volume yang berbeda-beda,
dimana asam asetat dengan konsentrasi dua tertinggi (0,5 M dan 0,25 M) diambil
10 ml, sedangkat asama asetat dengan konsentrasi 0,125 M diambil 25 ml, dan
konsentrasi dua terendah (0,0625 M dan 0,0313 M). Hal ini bertujuan karena
larutan asam asetat dengan konsentrasi tinggi mengandung jumlah molekul yang
banyak sehingga zat yang teradsorpsi juga banyak. Filtrat kemudian ditambahkan
dengan beberapa tetes indikator pp yang berfungsi untuk mengetahui titik akhir
titrasi dan mempermudah pembacaan titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna dari bening menjadi warna ungu muda. Selanjutnya dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1 M, yang bertujuan untuk mengetahui berapa banyak
asam asetat yang tersisa setelah diadsorpsi dilakukan yang ditandai dengan
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda. Adapun reaksi
yang terjadi:
CH3COOC2H5 + NaOH → CH3COONa + C2H5OH
Dari percobaan, volume NaOH 0,1 M yang terpakai untuk variasi
konsentrasi asam asetat 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 dan 0,0313 M, masing-
masing 47,1 ml, 39,5 ml, 35,6 ml, 32,5 ml dan 22 ml. Konsentrasi akhir yang
didapat masing-masing adalah 0,471 M, 0,395 M, 0,1424 M, 0,065 M, dan 0,044
M. Pada percobaan ini terjadinya pengurangan dam penambahan konsentrasi
sebelum dan sesudah ditambahkan arang aktif. Penambahan konsentrasi ini tidak
sesuai dengan teori. Yaitu meningkatnya konsentrasi dikarenakan terjadinya
proses pengumpulan zat-zat terlarut dan membuktikan telah terjadinya proses
adsorpsi oleh arang arang terhadap asam asetat. Berdasarkan table 3.1 dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka perbandingan
antara berat zat terlarut dan adsorben semakin kecil. Jadi, konsentrasi asam asetat
dan berat zat terlarut per adsorben memiliki hubungan yang berbanding terbalik.
Hubungan antara berat zat terlarut per adsorben dengan konsentrasi asam asetat
dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.33 -0.4 -0.85 -1.19 0

Log C

Gambar 4.1 Grafik Log x/m terhadap Log C

x
Dari grafik log terhadap log C diperoleh kurva yang tidak linear dimana
m
y = -0.2428x – 0.1064, dimana Log K = –0.1064 dan 1/n = –0,2428. Maka dari
perhitungan regresi linear didapat nilai n sebesar 4.1186 dan nilai k sebesar 0.899.
Nilai konstanta n yang terlalu besar serta bentuk kurva yang tidak sesuai yang
dihasilkan dari data yang didapat dari praktikum dipengaruhi juga oleh beberapa
kekeliruan yang terjadi pada praktikum ini diantaranya:
a. Pada saat melakukan titrasi tidak tepat pada titik
awalnya.
b. Praktikan kurang tepat dalam membaca skala
buret.
c. Larutan digoyangkan tidak sempurna dan kurang
tepat.
d. Karbon aktif yang terjatuh saat pengovenan
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Allport, H.B. 1997. Activated Carbon. Encyclopedia of Science and Technology.


Mc Graw Hill Book Company, New York.

Arif, A.R. 2014. Adsorpsi Karbon Aktif dari Tempurung Kluwak (Pangium edule)
Terhadap Penurunan Fenol. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Chang, R, 2004, “Konsep-Konsep Inti Kimia Dasar,” Erlangga, Jakarta.

Cahyono, Ari Dwi dan Tuhu Agung R. 2010. “Pemanfaatan Karbon Aktif
Tempurung Kenari Sebagai Adsorben Fenol dan Klorofenol dalam
Perairan”. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, vol. 4, no. 1: h. 1-9.

Handayani, Murni dan Eko Sulistiyono. 2009. “Uji Persamaan Langmuir dan
Freundlich pada Penyerapan Limbah Chrom (IV) oleh Zeolit” : h. 130-136.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir. Pusat Penelitian
Metalutgi – LIPI. Banten.

Sembodo, Bregas S.T. 2005. Isoterm Kesetimbangan Adsorpsi Timbal pada Abu
Sekam Padi. Ekuilibrium. Vol. 4 No. 2. h: 100-105. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik UNS. Semarang.

Sri Irianty, Rozanna. “Pembuatan Arang Aktif dari Arang Sisa Pembuatan Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit dengan Metode Aktifasi Kimia-Fisika”,
(2010): h. 1- 10. Seminar Nasional Fakultas Teknik UR. Fakultas Teknik,
Jurusan Teknik Kimia, Laboratorium Pemisahan, Universitas Riau
Pekanbaru.

Kvech, S., dan Erika, T. 1998. Activated Carbon, Departement of Civil and
Environmental Engineering, Virginia Tech University, United States of America.

Wirawan, Teguh. “Adsorpsi Fenol oleh Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.)”. Mulawarman Scientifie. vol. 11, no. 1 (2012):
h. 20-21.

Worch, E. 2012. Adsorption Technology in Water Treatment. Walter de Gruyter


GmbH and Co. Berlin.

Zultiniar dan Desi Heltina. “Kesetimbangan Adsorpsi Senyawa Fenol dengan


Tanah Gambut” (2010): h. 1-11. Seminar Nasional Fakultas Teknik UR.
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Riau. Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai