Anda di halaman 1dari 7

3.

2 Biochar
Biochar atau biocharcoal adalah suatu produk yang kaya dengan karbon yang
diperoleh dari biomas. Biochar merupakan bahan yang memiliki sifat tidak
mudah termineralisasi atau mampu bertahan dalam jangka waktu yang
panjang. Biochar dikenal sebagai arang yang terbuat dari bahan organik,
dengan melalui proses pirolisis (tanpa O2 dan suhu tinggi). Pirolisis
merupakan kasus khusus termolisis yang bertujuan melepaskan zat terbang
(volatile matter) pada kandungan dalam biomassa. Umumnya, kandungn zat
terbang dalam biomassa cukup tinggi (Zarror and Pyle, 1982). Secara teknis,
biochar dapat dihasilkan melalui suatu proses yang disebut dekomposisi
termal dari bahan organik pada suhu yang tergolong rendah (< 700 oC) dan di
bawah kondisi pasokan oksigen yang terbatas. Bahan baku biochar berasal
dari bahan organik atau bahan berlignoselulosa, seperti kayu, tempurung
kelapa, pelepah kelapa sawit, tongkol jagung, kulit singkong, limbah
pertanian dan lainnya (Goenadi et al., 2017).

Gambar 2. Biochar
Biochar merupakan subtansi arang kayu yang memiliki pori (porous) dan
sering disebut charcoal atau agrichar. Karena biochar berasal dari makhluk
hidup, maka disebut juga arang hayati (Gani, 2009). Biochar dibuat pertama
kali menggunakan metode pirolisis lambat dimana bahan dasarnya berupa
biomassa..
Dalam penelitian Byrne and Marsh (1995) menyatakan, biochar yang baik
mempunyai luas permukaan yang besar, yaitu berkisar antara 300 – 3500
m2/gram. Hal ini dikarenakan luas permukaan biochar ini berhubungan
dengan struktur pori internal yang menyebabkan biochar tersebut mampu
7

mempunyai sifat sebagai adsorben. Menurut IUPAC (International Union of


Pure and Applied Chemical), porositas klasifikasi pori dibagi menjadi 3,
yaitu: mikropori yang memiliki diameter pori < 2nm, mesopori dengan
diameter pori antara 2-50 nm, dan makropori dengan diameter pori > 50 nm
(Rahmayani dan Siswarni, 2013). Luas permukaan memberikan informasi
mengenai jumlah pori – pori dalam biochar yang akan digunakan untuk
mengadsorpsi zat (Siregar, 2009).
Menurut Fauziah (2009), penilaian kualitas biochar dapat dilakukan
berdasarkan:
1. Ukuran, misalnya berupa serbuk halus, pecahan, atau batangan.
2. Sifat fisik, seperti warna, kekerasan, nilai kalor, nyala, bunyi, berat jenis,
dan kerapuhan.
3. Analisa karbon, meliputi beberapa analisa seperti analisa kadar abu, kadar
air, zat mudah menguap, dan karbon sisa.
4. Suhu maksimum karbonisasi dan kemurnian karbon
Biochar merupakan karbon yang telah diproses sedemikian rupa sehingga
mempunyai daya serap yang tinggi terhadap suatu zat dalam bentuk larutan
maupun uap. Perbedaan struktur karbon aktif dengan karbon biasa terletak
pada persilangan rantai karbon dan ketebalan lapisannya (microcrystalin)
(Suhartana, 2006).
Oleh sebab itu, sebelum digunakan sebagai adsorben, biochar dari kulit
singkong perlu diaktivasi. Proses aktivasi berfungsi untuk membuka pori –
pori permukaan arang dengan cara mengoksidasi molekul atau memecah
ikatan hidrokarbon yang terdapat pada permukaannya (Basuki, 2008).
Kemampuan biochar dalam mengadsorpsi suatu adsorbat ditentukan oleh luas
permukaan dan struktur kimianya yaitu atom C, H dan O yang terikat secara
kimia membentuk suatu gugus fungsi seperti karboksil, fenol dan eter. Gugus
fungsi dapat berasal dari bahan baku biochar atau terbentuk karena proses
aktivasi. Gugus fungsi akan mempengaruhi sifat adsorpsinya (Murti, 2008).
Adanya gugus fungsi tersebut, menjadikan permukaan biochar lebih reaktif
8

secara kimiawi, sehingga mampu mempengaruhi sifat adsorpsinya (Pujiyanto,


2010).

Gambar 3. Ilustrasi struktur kimia biochar (Sudibandriyo,


2015)

Luas permukaan dan distribusi karbon pada biochar tergantung pada bahan
baku dan proses aktivasinya. Struktur pori berhubungan dengan luas
permukaan, maka semakin kecil pori – pori pada biochar akan mengakibatkan
luas permukaan semakin besar, ini akan menambah kecepatan adsorpsinya
(Konno, 2008).

3.3 Aktivasi
Aktivasi merupakan salah satu bagian dari proses pembuatan biochar.
Aktivasi dilakukan untuk memperbesar diameter pori, manambah atau
mengembangkan volume pori yang telah terbentuk saat proses karbonisasi
serta untuk membuat beberapa pori baru. Dengan proses aktivasi daya
adsorpsi biochar akan meningkat, karena biochar hasil karbonasi
kemungkinan masih mengandung zat yang menutupi permukaan pori
(Budiono, 2009).
Proses aktivasi terjadi karena adanya interaksi antara zat pengaktivasi dengan
atom – atom karbon dari hasil karbonasi. Aktivator dapat meningkatkan daya
serap adsorben dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Aktivator menembus celah atau pori – pori diantara pelat – pelat kristalin
karbon aktif yang membentuk heksagonel dan menyebar di dalam pori –
pori tersebut, sehingga pengikisan terjadi pada permukaan kristalin karbon.
9

2. Menurut teori interkalasi, jika struktur dari suatu komposisi senyawa


disisipi ion atau atom lain maka struktur tersebut akan mengalami
modifikasi. Pada proses aktivasi, ion atau atom yang disisipkan adalah
aktivator.
3. Aktivasi dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Aktivasi kimia
menggunakan aktivator dari bahan kimia untuk meningkatkan luas
permukaan adsorben dengan cara menghilangkan senyawa non karbon dari
pori – pori. Sedangkan aktivasi fisik menggunakan gas – gas inert seperti
uap air (steam), CO2 dan N2 (Serrano et al., 1996).
Dalam penelitiannya Elly (2008) menyatakan, ada dua cara aktivasi, yaitu
aktivasi kimia dan aktivasi fisika. Pada aktivasi kimia, bahan kimia digunakan
sebagai agen pengaktivasi dengan cara merendam arang ke dalam larutan
kimia seperti H3PO4 (Haimour dan Emeish, 2006), H2SO4 (Martin, 2003;
Prabarini dan Okayadnya, 2014), NaOH (Rahmi dan Octania, 2010), dan
ZnCl2 (Tay, 2001) dalam suasana inert. Sedangkan untuk aktivasi fisik
menggunakan uap, panas dan CO2 dengan suhu tinggi dalam sistem tertutup
tanpa udara sambil dialiri gas inert.

2.1 Adsorpsi
Untuk mengurangi kadar kontaminasi logam berat dalam air, dapat digunakan
teknik adsorpsi. Proses penghilangan logam berat atau bukan logam berat
seringkali menggunakan metode adsorpsi. Metode ini efektif menghilangkan
logam berat walau hanya dilakukan dengan proses adosorpsi yang relatif
sederhana (Filho dkk., 2007). Adsorpsi adalah serangkaian proses yang terdiri atas
reaksireaksi permukaan zat padat (disebut adsorben) dengan zat pencemar
(disebut adsorbat), baik pada fasa cair maupun gas. Karena adsorpsi adalah
fenomena permukaan, maka kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben merupakan
fungsi luas permukaan spesifik (Sawyer et al., 1994).
Istilah adsorpsi biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu bahan
tertentu (cairan atau padatan) dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada
permukaannya. Secara singkat adsorpsi menunjukkan kelebihan konsentrasi pada
10

permukaan. Pada proses adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat dan
adrsorben. Zat yang terakumulasi pada permukaan disebut adsorbat, sedangkan
material permukaan padatan/cairan disebut adsorben. Proses adsorpsi berbeda
dengan absorbsi, di mana proses adsorpsi merupakan reaksi kima antara
molekulmolekul adsorbat dengan permukaan adsorben (Hendra, 2008).
Molekul-molekul pada adsorben mempunyai gaya dalam keadaan tidak
setimbang dimana gaya kohesi cenderung lebih besar daripada gaya adhesi gaya
kohesi adalah gaya tarik-menarik antar molekul yang sama jenisnya, gaya ini
menyebabkan antara zat yang satu dengan zat lainnya dapat terikat dengan baik
karena molekulnya saling tarik-menarik. Ketidaksetimbangan gaya-gaya tersebut
menyebabkan adsorben cenderung menarik zat-zat lain atau gas yang bersentuhan
dengan permukaannya (Perwitasari, 2008).

6
2.1.1 Jenis-jenis Proses Adsorpsi

Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,


adsopsi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu (Perwitasari, 2008) :

1. Adsorpsi Fisik (Physisorption)


Adsorpsi fisik merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya Van Der
Waals, yaitu gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben. Adsorpsi ini terjadi apabila suatu adsorbat dialirkan
pada permukaan adsorben yang bersih. Pada adsorpsi fisik, adsorbat tidak terikat
kuat pada permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu
bagian permukaan ke bagian permukaan lainnya, dan pada permukaan yang
ditinggalkan oleh adsorbat yang satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya
(multilayer) Adsorpsi fisik mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
- Proses adsorpsi terjadi pada ambient dengan temperatur rendah di
bawah temperatur kritis dari adsorbet.
- Gaya tarik-menarik antar molekul yang terjadi adalah gaya Van Der
Waals.
11

- Proses adsorpsi terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi.


- Panas adsorpsi yang dikeluarkan rendah, ΔH < 20 kJ/mol.
- Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisik dapat diputuskan dengan
mudah, yaitu dengan cara pemanasan pada temperaturr

o
150-200 C selama 2-3 jam.
- Proses adsorpsi reversible.
2. Adsorpsi Kimia (Chemisorption)
Adsorpsi kimia merupakan adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan
kovalen dan ion antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben. Jenis
adsorpsi ini diberi istilah absorpsi (Suryawan, 2004). Ikatan yang terbentuk
merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk adalah lapisan
monolayer. Adsorpsi kimia memiliki ciri-ciri berikut ini :
- Proses adsorpsi terjadi pada ambient dengan temperatur tinggi
dibawah temperatur kritis dari adsorbat.
- Interaksi antara adsorbat dan adsorben berupa ikatan kovalen.
- Proses adsorpsi memerlukan aktivasi yang besar.
- Proses adsorpsi reversibel pada temperatur tinggi.
- Panas adsorpsi yang dikeluarkan 50 < ΔH < 800 kJ/mol.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

Daya serap adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu pH,
temperatur, konsentrasi logam, dan luas permukaan adsorben. (Cechinel et al.,
2013). Adapun faktor- faktor lain yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu :

1. Jenis Adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar
proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi
adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan
diameter pori adsorben.
12

2. Suhu
Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben
terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat
eksoterm. Bila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga
adsorbat bertambah.
3. Karakteristik Adsorben
Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting
adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan semakin kecil
ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah
molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben
juga merupakan karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben
yang lebih murni yang lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang
baik.

Uji luas pori


Selain itu, karakterisasi juga dapat dilakukan menggunakan alat berupa SEM
(Scanning Electron Microscope). SEM merupakan salah satu tipe mikroskop
elektron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari Gambaran suatu
permukaan sampel. Oleh karena itu gambar yang dihasilkan oleh SEM
mempunyai karakteristik secara kualitatif dalam dua dimensi karena
menggunakan elektron sebagai pengganti gelombang cahaya serta berguna untuk
menentukan struktur permukaan sampel. Material yang dikarakterisasi SEM yaitu
berupa lapisan tipis yang memiliki ketebalan 20 µm dari permukaan. Gambar
topografi permukaan berupa tonjolan, lekukan dan ketebalan lapisan tipis dari
penampang melintangnya (Mulder,1996). SEM atau mikroskop elektron ini
memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil
gambar dengan mendeteksi elektron yang muncul pada permukaan obyek.
Perbedaan tipe yang berbeda dari SEM memungkinkan penggunaan yang
berbeda-beda antara lain untuk studi morfologi, analisis komposisi dengan
kecepatan tinggi, kekasaran permukaan, porositas, distribusi ukuran partikel,
homogenitas material atau untuk studi lingkungan tentang masalah sensitifitas
material (Cahyana dkk., 2014)

Anda mungkin juga menyukai