Anda di halaman 1dari 17

1

1P ENDAHULUAN

Bab ini memberikan pengantar tentang sekilas pentingnya struktur molekul organik dan
bagaimana menentukannya.

Sajian kajian diawali konsep dasar struktur molekul organik seperti rumus molekul, derajat
ketdak-jenuhan dan diakhiri konsep struktur organik dari spektra. Setelah membaca, berdiskusi,
dan berinteraksi dengan pustaka yang lain, diharapkan Anda dapat:
1. Menghayati pentingnya stuktur molekul organik dan bagaimana ketekunan
dan ketelitian dalam penentuannya;
2. Mendeskripsikan konsep rumus molekul, struktur molekul, dan derajat
ketidak-jenuhan atau kesetaraan ikatan ganda dalam molekul organik;
3. Memahami radiasi gelombang elektromagnetik dan interaksinya dengan sifat
molekul materi untuk menentukan strukturnya;
4. Mengenal istilah-istilah dalam spektroskopi seperti absorpsi-absorbansi,
transmitansi, panjang-gelombang,bilangan-gelombang, m/z, geseran kimia, dan
kromofor molekul organik dan fungsinya masing-masing;
5. Membedakan dan memaknai istilah spektroskopi, spektro(foto)metri,
spektro(foto)meter, spektrum dan spektra;
6. Mendeskripsikan keunggulan dan kelemahan penentuan struktur molekul
secara spektroskopi (massa, UV-Vis, IR, 1H- dan 13C-NMR);
7. Mengenal prinsip dasar menentukan struktur molekul berbasis koneksi
“fragmen molekul” yang dihasilkan dari spektroskopi menghasilkan sebuah
struktur yang “tepat”.

Bab 1: Pendahuluan
2

BAGAIMANA PARA KIMIAWAN (ORGANIC CHEMIST)


MENEMUKAN STRUKTUR MOLEKUL ORGANIK?

Ilmu Kimia adalah ilmu alam (natural science) yang mempelajari tentang materi tidak
dapat dibantah dan dipungkiri. Sedangkan dalam konteks yang lebih rinci, ilmu kimia
adalah ilmu yang mempelajari materi dari segi struktur, sifat, perubahan atau reaksi,
dan energi yang menyertai perubahan. Definisi klasik ini rasanya tidak akan pernah
pudar hingga saat ini, bahkan sedikitpun susah untuk dikatakan keluar atau bergeser
dari batasan tersebut.

Mengkaji ilmu kimia juga tidak lepas dari partikel elementer dari suatu materi, yakni
atom, ion, dan molekul. Perubahan atom menjadi ion atau molekul melalui gabungan
atau ikatannya yang diperankan oleh elektron-elektron menjadi sangat penting dalam
belajar tentang struktur suatu senyawa, baik sebagai senyawa ionik maupun senyawa
molekular. Dari konsep tentang struktur inilah sifat suatu senyawa – zat – dan
akhirnya materi dapat dikaji dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia dengan
bantuan teknologi pendukungnya. Di sinilah pentingnya pemahaman secara
komprehensif tentang struktur senyawa kimia, apalagi untuk struktur senyawa
organik. Karena, senyawa organik yang dikenal sebagai senyawa dari dengan
komponen utamanya karbon memiliki keunikan, yakni kemampuan atom karbon ini
bergabung atau berikatan menjadi molekul senyawa organik yang sangat beragam.

Penentuan struktur molekul organik mempunyai rekam jejak dan sejarah yang sangat
panjang. Di lihat dari keragaman dan keunikan, struktur organik mempunyai
perbedaan dengan senyawa anorganik, dan di sinilah keunikan itu terjadi. Pada
umumnya, untuk menentukan struktur organik diawali dengan penentuan bobot
molekulnya, dengan berbagai cara dilanjutkan dengan komposisi unsur-unsur
penyusunnya, dan kemudian dikenali gugus fungsionalnya melalui identifikasi
dengan reaksi-reaksi kimia dan/atau degradasi molekularnya. Cara klasik penentuan
bobot molekul senyawa organik yang non-volatil dilakukan dengan menerapkan sifat-
sifat koligatif larutan yang dikemukakan oleh Raoult, khususnya penurunan tekanan
uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih larutan dari zat organik tersebut.
Sedangkan untuk pengenalan gugus fungsionalnya melalui reaksi-reaksi khas dengan
berbagai pereaksi seperti pereaksi Tollens, Fehling, Benedict, Lucas, CAN (Cerry
ammonium nitrate), dan sebagainya. Demikian juga, dilakukan degradasi terhadap
molekul organik yang dianalisis melalui berbagai reaksi, seperti oksidasi, reduksi,
pembakaran, dan asam-basa. Suatu hal yang menjadi kelemahan dari cara klasik ini
adalah memerlukan zat yang relatif banyak, keakuratan yang rendah, dan
memerlukan waktu dan tenaga yang besar, sehingga cenderung tidak efektif.

Berkat perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan ilmu
kimia sebagai yang membantu dan yang dibantu akibat kemajuan ini, struktur suatu
senyawa organik dapat ditentukan lebih cepat, tepat, dan akurat dengan jumlah zat
yang sangat sedikit (cukup dalam skala mikrogram, g). Teknologi baru untuk
menentukan struktur suatu senyawa organik ini melalui spektroskopi yang lahir
sebagai akibat kemajuan berbagai bidang ilmu pendukungnya, seperti fisika,
elektronika, kristalografi, dan komputasi. Buku ini membahas bidang spektroskopi
tersebut untuk membantu mahasiswa dan peminat dalam penentuan struktur molekul

Bab 1: Pendahuluan
3

senyawa organik. Namun demikian, untuk menguatkan kemampuan dan


keterampilan berfikir, pada bagian awal ini disinggung cara-cara klasik dalam
penentuan struktur sebagai dasar untuk mempelajari teknik spekroskopi.

1.1 RUMUS MOLEKUL, DERAJAT KETIDAKJENUHAN, DAN


KESETARAAN IKATAN GANDA

Metode klasik untuk menentukan suatu rumus molekul, RM (lebih tepatnya Formula
Molekular, FM) adalah melalui analisis pembakaran. (Catatan: istilah rumus molekul
digunakan dalam buku ini semata-mata lebih populer dan untuk keseragaman dengan
yang terdapat dalam buku-buku teks Ilmu Kimia lainnya versi Bahasa Indonesia).
Metode ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: menimbang secara tepat sejumlah
kecil senyawa (1–2 mg), dan dibakar dengan gas oksigen murni. Air dan karbon
dioksida dari hasil pembakaran ini dikumpulkan, dan bobotnya ditimbang secara
cermat dan tepat. Dengan pengetahuan atau konsep stoikhiometri proses pembakaran,
semua dapat ditentukan bobotnya, sehingga persentase (%) komposisi karbon dan
hidrogen dapat ditentukan.
Saat ini, kinerja analisis proses pembakaran dapat dilakukan di laboratorium analitik
komersial secara lebih dan dengan keakuratan yang lebih tinggi menggunakan
kromatografi gas (gas chromatographs, GC) dengan detektor konduktivitas termal. Suatu
analisis rutin dengan cara ini dapat diperoleh persentase komposisi karbon, hidrogen,
dan nitrogen, dan bahkan dimungkinkan unsur-unsur lainnya yang menyusun
senyawa organik tersebut. Kandungan oksigen memang lebih sukar ditetapkan
melalui bukti-bukti langsung dari eksperimen, dan biasanya diperoleh dari perbedaan
atau selisih hasil perhitungan antara bobot semula dengan bobot karbon, hidrogen,
dan nitrogen. Analisis untuk unsur-unsur lainnya juga dimungkinkan dengan cara-
cara yang khusus.
Proses penghitungan rumus molekul dapat dipelajari lebih rinci dan komprehensif
pada bagian lain Ilmu Kimia yang telah Anda pelajari, dan hendaknya diingat kembali
dengan baik dan utuh. Berikut ini disajikan prosedur umum untuk menentukan rumus
molekul tersebut.
Konversi persentase komposisi masing-masing unsur dalam senyawa ke satuan molar
(massa 1 mol). Dari langkah diperoleh bobot molekul senyawa tersebut.
Misalnya:
Sebanyak 100 gram suatu sampel dibakar, dan setelah dianalisis dari hasil
pembakaran ini diperoleh komposisi sebagai berikut: 73,63% C, 12,36% H, dan
14,01% O; sehingga:
Kandungan karbon dalam senyawa = (73,63 g)/ (12,01 g/mol) = 6,13 mol
Kandungan hidrogen dalam senyawa = (12,36 g)/ (1,008 g/mol) = 12,26 mol
Kandungan oksigen dalam senyawa = (14,01 g)/ (16,0 g/mol) = 0,88 mol
Sehingga dihasilkan,

Rumus Molekulnya C6,13H12,26O0,88

Bab 1: Pendahuluan
4

Secara molekular rumus molekul yang diperoleh kurang sederhana


perbandingannya, dengan kata lain kurang stoikhiometri. Karenanya,
disederhanakan lagi menjadi:

C(6,13/0,88)H(12,26/0,88)O(0,88/0,88) = C6,97H13,93O1
Penyederhanaan lagi perbandingan ini menjadi: C7H14O
Formula atau rumus yang diperoleh tersebut merupakan formula atau Rumus
Empirik. Rumus ini menggambarkan perbandingan mol dari unsur-unsur yang
menyusun suatu senyawa. Sebagai contoh sikloheksana, C6H12 mempunyai
rumus empirik CH2. Jika orde ini dikonversi rumus molekul, maka Anda akan
memperoleh bobot molekul senyawa yang bersangkutan.
Sebagaimana dengan metode klasik tersebut, dalam penentuan bobot molekul, metode
kontemporer (dan akan digunakan dalam buku ini) adalah spektrometer massa
diinterpretasi dari spektrum massa dari hasil analisisnya. Dari spektrum massanya,
sikloheksana menunjukkan puncak ion molekular pada m/z = 84, dan jika ditelisik
lebih lanjut ini merupakan kelipatan enam satuan CH2 dalam rumus molekulnya.
Salah satu aspek penting lain dan juga karena kesistimatikan struktur senyawa
organik, adalah apa yang disebut dengan Derajat Ketidakjenuhan, DK (Degree of
Unsaturation). Istilah ini mengindikasikan adanya jumlah keseluruhan ikatan ganda
atau sistem cincin dalam suatu molekul organik.
Derajat ketidakjenuhan ini sangat mudah untuk ditentukan jika Anda ingat kembali
dengan Rumus Molekul Umum untuk golongan alkana, yakni CnH2n+2, dengan n
adalah jumlah karbon dalam molekul. Jika Anda perhatikan dengan seksama, maka
sikloalkana dan alkena mempunyai rumus molekul umum yang sama, yakni CnH2n
dan dibandingkan dengan alkana, molekul ini selisih atau berbeda dengan dua atom
hidrogen untuk setiap molekulnya. Misalnya, etena (H2C=CH2) yang mempunyai
rumus molekul C2H4 dan etana (CH3CH3) dengan rumus molekul C2H6 (maka terdapat
selisih 2 hidrogen, dan sesuai dengan aturan 2n + 2). Pada sikloalkana, dua buah
valensinya dimanfaatkan untuk membentuk cincin, tidak membentuk ikatan dengan
hidrogen, sehingga sikloheksana adalah C6H12 dan heksana adalah C6H14.
Informasi tentang DK ini sangat bermanfaat untuk membantu penentuan struktur
molekul organik secara utuh atau lengkap berdasarkan hasil-hasil analisis atau
interpretasi dari data-data spektroskopinya. Perhatikan jumlah derajat ketidakjenuhan
untuk beberapa senyawa golongan hidrokarbon seperti yang terdapat dalam Tabel 1.1.
Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut, tentunya Anda dapat menyederhanakan proses
penentuan DK untuk senyawa hidrokarbon sebagai berikut:

1. Tetapkan hidrokarbon induk dan hitunglah jumlah hidrogen menggunakan


aturan (2n + 2);
2. Setiap selisih dengan “dua hidrogen” dari senyawa yang telah analisis, maka
mempunyai 1 (satu) derajat ketidakjenuhan, untuk selisih empat hidrogen
mempunyai 2 DK, selisih 6 hidrogen mempunyai 3 DK, dan seterusnya;
3. Jadi, selisih 2n hidrogen dari senyawa tersebut terhadap hidrokarbon alkana
(CnH2n+2) mempunyai (2n/2) derajat ketidakjenuhan.

Bab 1: Pendahuluan
5

Tabel 1.1 Derajat Ketidakjenuhan (DK) beberapa senyawa hidrokarbon


Berkurangnya
Rumus
Struktur molekul hidrogen terhadap DK
molekul
alkananya
CH3CH2CH2CH=CHCH3 C6H12 2 H terhadap C6H14 1
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH3 C8H14 4 H terhadap C8H18 2
HC≡C–CH2CH2CH3 C5H8 4 H terhadap C5H12 2
C6H8 6 H terhadap C6H14 3

C8H8 10 H terhadap C8H18 5

C6H10 4 H terhadap C6H14 2

C12H14 12 H terhadap C12H26 6

Dari deskripsi derajat ketidakjenuhan di atas, dapat dinyatakan bahwa DK identik


dengan banyak kekurangan atom hidrogen dalam suatu molekul dibandingkan
dengan hidrogen secara keseluruhan dalam suatu alkana. Karenanya, derajat
ketidakjenuhan disebut juga dengan “Indeks Kekurangan Hidrogen” (The Index of
Hydrogen Deficiency) dan sering disingkat dengan H-indeks atau Indeks. Suatu
senyawa dengan formula CnHmXaNbOc, indeks kekurangan hidrogen dapat dinyatakan
dengan Persamaan 1.1.

HIndeks = Indeks = (n) – (m/2) – (a/2) + (b/2) + 1 (1.1)

dimana, C adalah karbon, H adalah hidrogen, X adalah halogen (F, Cl, Br, dan/atau I),
N adalah nitrogen, dan O adalah oksigen, sedangnkan n, m, a, b, dan c berturut
menyatakan jumlah masing-masing unsur C, H, X, N, dan O dalam senyawa dengan
rumus molekul CnHmXaNbOc. Dengan formula H-indeks atau Indeks, tampak bahwa
oksigen tidak menentukan derajat ketidakjenuhan senyawa organik, halogen dan
nitrogen selaras dengan hidrogen.

Di samping kedua istilah DK dan Indeks tersebut, juga ada istilah lain. Derajat
ketidakjenuhan (DK) tersebut identik dengan banyaknya atau jumlah ikatan ganda
(C=C) atau yang ekivalen dengan ini, sehingga disebutnya sebagai “Kesetaraan Ikatan
Ganda”, KIG (Double Bond Equivalen, DBE). KIG dapat ditentukan dengan
persamaan:

DBE atau KIG =C + 1 – [(H – N)/2] (1.2)

Dengan C adalah jumlah karbon, H adalah jumlah hidrogen dan/atau halogen (F, Cl,
Br, dan I), dan N adalah jumlah nitrogen.

Bab 1: Pendahuluan
6

Jadi, dengan demikian yang dapat dinyatakan bahwa Derajat Ketidakjenuhan atau
Indeks atau Kesetaraan Ikatan Ganda (DBE) menunjukkan jumlah atau banyaknya
ikatan ganda dan/atau cincin yang terdapat dalam suatu senyawa organik.

Dari penjelasan di atas bagaimana pendapat Anda, benarkah bahwa DK atau Indeks
atau DBE untuk heksana, sikloheksana, p-amino benzaldehida, dan C7H5NO3 berturut-
turut adalah 0 (nol), 1, 5, dan 5. Tentunya Anda harus membuktikannya dengan
menghitung menurut persamaan-persamaan di atas.

1.2 RADIASI GELOMBANG ELEKTROMANETIK


Tentunya Anda sudah mengenal bahkan memahami bahwa tingkat-tingkat energi
atom dan/atau molekul bersifat terkuantisasi, artinya atom atau molekul mempunyai
energi tertentu yang terdapat di daerah dengan tingkat energi tertentu pula (Gambar
1.1).

Energi

E4

E3

E2

A12 E21

E1

Gambar 1.1 Diagram tingkat energi tertentu atom atau molekul

Gambar 1.1 mengilustrasikan tingkat energi di daerah E1 menyatakan keadaan dasar


atom atau molekul, sedangkan E2, E3, E4 dan seterusnya menyatakan atom atau
molekul dalam keadaan tereksitasi. Ilustrasi tersebut juga memberikan gambaran
bahwa semua tingkat energi bersifat tertentu (diskrit: discrete) atau terkuantisasi,
perbedaan energi pada setiap tingkat energi dan energi yang diperlukan untuk
masing-masing transisi juga bernilai diskrit, yang selanjutnya dikenal sebagai
quantum. Perbedaan tingkat energi pada berbagai keadaan pada dasarnya dapat
ditentukan. Apabila terjadi eksitasi atom atau molekul dari E1 ke E2, maka akan terjadi
absorpsi sejumlah energi, yang besarnya ekivalen dengan A12. Pada umumnya,
keadaan tereksitasi mempunyai ”waktu hidup” yang singkat dan akan menjalani
relaksasi kembali ke keadaan dasar dengan disertai emisi atau pancaran energi sebesar
E21.

Perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E2) dan keadaaan dasar (E1) sebanding
dengan frekuensi (f) atau panjang-gelombang () radiasi gelombang elektromagnetik.

Bab 1: Pendahuluan
7

Besarnya frekuensi atau panjang-gelombang ini bergantung pada jenis transisinya (dan
juga pemisahan antara tingkat-tingkat energi). Hubungan antara energi pada suatu
transisi dengan frekuensi dinyatakan dengan Persamaan (1.1).

 E = hf (1.3)

 E = hc/ atau  E = hc (1.4)

Dengan h adalah tetapan Planck (6,626 x 10-34 Js), c adalah laju cahaya (3 x 1010 cm.s-1).
Energi transisi berbanding lurus dengan frekuensi, f atau bilangan-gelombang,  dan
berbanding terbalik dengan panjang-gelombang (Persamaan 1.2).

Spektrum elektromagnetik dikelompokkan ke dalam sejumlah daerah (region). Nama


dari setiap daerah spektrum berhubungan langsung dengan transisi atom atau
molekul, dan keduanya bersesuaian dengan energi, frekuensi, panjang-gelombang,
dan bilangan-gelombang seperti ditunjukkan dalam Skema 1.1.

Panjang-gelombang ()
-1 -2 -3 -4 -5 -5 -6 -7 -8
10 10 10 10 10 10 10 10 10

Gelombang radio Gelombang mikro Inframerah (infra red, IR) Visible–Ultraviolet (Vis-UV) Sinar X

NMR Rotasional Vibrasional Elektronik

f (Hz): 3 x 109 3 x 1010 3 x 1011 3 x 1012 3 x 1013 3 x 1014 3 x 1015 3 x 1016 3 x 1017

v (cm-1): 0,1 1 10 100 103 104 105 106 107


-24 -17
E (J): 2 x 10 sampai 2 x 10

Skema 1.1 Daerah spektrum gelombang elektromagnetik

Berdasarkan Skema 1.1, kita dapat melihat bahwa transisi resonansi magnetik inti
(nuclear magnetic resonance, NMR) sesuai dengan panjang-gelombang di daerah
spektrum gelombang radio, dan daerah ini mempunyai tingkat energi dengan celah
terkecil, dan transisi elektronik di daerah spektrum ultraviolet-visible (UV-Vis)
mempunyai tingkat transisi dengan celah energi terbesar. Daerah UV-Vis ini sangat
penting, karena absorpsinya menghasilkan ragam warna yang berkaitan erat dengan
molekul. Skema 1.2 menunjukkan daerah spektrum ini secara lebih rinci.

Bab 1: Pendahuluan
8

Panjang-gelombang (nm)

750 700 650 600 550 500 450 400 350

merah orange hijau biru violet

kuning

Skema 1.2 Daerah visible spektrum gelombang elektromagnetik

Sinar–X selain mempunyai energi tinggi yang mampu mengionkan atom maupun
molekul, tetapi juga penting dalam hubungannya pada penentuan struktur
menggunakan difraksi sinar–X kristal tunggal. Teknik ini paling handal dan canggih
dalam penetapan struktur dengan menyediakan suatu ”peta” molekul dalam kristal.
Namun demikian, juga hanya terbatas dalam bentuk kristal dan tidak secara rutin
dapat digunakan semua kimiawan organik. Metode dan teknik difraksi sinar–X tidak
didiskusikan lebih lanjut pada buku ini. Spektra gelombang-mikro (rotasional) sangat
kompleks, penjelasan hanya memadai untuk molekul diatomik, sehingga memberikan
informasi yang relatif terbatas pada molekul organik, karena molekul organik relatif
sangat besar. Transisi rotasional yang sering dimanfaatkan adalah yang mempunyai
jangkauan lebih luas di daerah Infra-Red (IR, inframerah). Setiap transisi vibrasional
mempunyai sederet transisi rotasional yang saling terkait dengan pita ini. Jadi,
spektroskopi gelombang-mikro pada dasarnya jarang digunakan dalam penentuan
struktur molekul organik. Kajian lebih mendalam metode dan teknik juga tidak
dibahas dalam buku ini.

Akhirnya, perlu disampaikan pada bagian pengantar ini bahwa masih terdapat satu
metode atau teknik yang sangat membantu dalam penentuan struktur senyawa
organik, namun tidak berbasis pada radiasi gelombang elektromagnetik, yakni
spektrokopi massa (mass spectroscopy, MS). Teknik ini menggunakan tembakan atau
pemboman elektron energi tinggi, dan akan dibahas secara lebih mendalam di bagian
lanjut buku ini.

Di sisi lain, dampak dari perkembangan teknologi instrumentasi spektrofotometri,


spektroskopi NMR dikembangkan secara lebih mendalam sesuai dengan tujuan inti
yang akan dipelajari. Karenanya, dikenal 1H-NMR, 13C-NMR, 19F-NMR, dan

sebagainya. Dalam spektroskopi molekul organik yang lazim digunakan sampai


sekarang adalah spektroskopi 1H- dan 13C-NMR. Perkembangan spektroskopi 1H- dan
13C-NMR sangat menakjubkan, dan pada buku ini tidak dikaji secara keseluruhan

kedua spektroskopi ini.

1.3 SEKILAS TENTANG STRUKTUR ORGANIK DARI SPEKTRA

Pada Kimia Organik, secara lebih khusus kajian difokuskan pada spektroskopi
molekular, yakni spektroskopi atom-atom yang berikatan membentuk suatu molekul.
Dalam spektroskopi, suatu hasil jejak rekam yang dikenal sebagai spektrum
mempunyai peran yang penting dalam menentukan struktur molekul organik.
Bab 1: Pendahuluan
9

Spektrum yang dikenal lebih ditekankan pada spektrum absorpsi. Spektrum absorpsi
merupakan grafik atau plot antara energi absorpsi (radiasi) terhadap panjang-
gelombang () atau frekuensi (f) atau bilangan-gelombang (). Hubungan kuantitatif
antara ketiga besaran ini dapat diilustrasikan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Diagram skematik spektrum absopsi

Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan spektrum absorpsi (Gambar 1.2),
adalah:

a) Sumbu-Y dalam diagram Cartesius tersebut adalah:


(1) mengukur intensitas absorpsi
(2) nilainya sebanding dengan “jumlah molekul” yang diamati (“dilihat”) (ingat
kembali Hukum Lambert-Beer)
(3) nilainya juga sebanding dengan probabilitas transisi antara tingkat-tingkat
energi
b) Intensitas absorpsi juga menggambarkan sifat-sifat molekular
c) Frekuensi dan intensitas transisi dapat memberikan informasi struktur suatu
molekul
d) Dua parameter dasar yang dapat dikarakaterisasi dari “PITA ABSORPSI
(absorption band)”, yakni:
(1) Panjang-gelombang di mana terjadi absorpsi maksimum yang lebih dikenal
dengan panjang-gelombang maksimum (maks);
(2) Intensitas absorpsi yakni suatu besaran yang menggambarkan hubungan antara
nilai panjang gelombang yang dibandingkan terhadap absorpsi garis-dasar
(base-line) atau latar belakang (background).
e) Hubungan kuantitatif interaksi antara energi dengan materi dinyatakan dengan
persamaan Planck
Bab 1: Pendahuluan
10

f) Transisi spektroskopi yakni energi yang diperlukan untuk “membawa” suatu


molekul dari suatu keadaan dengan energi lebih rendah (biasanya keadaan dasar,
groundstate) menuju suatu keadaan dengan energi lebih tinggi (keadaan tereksitasi,
exited state). Perbedaan energi antara dua keadaan ini dinyatakan dalam suatu
formula berbasis persamaan Planck.
g) Suatu spektrum terdiri dari pita-pita atau transisi sebagai akibat absorpsi atau
emisi.
h) Beda energi (energy gap) dari proses transisi menyatakan sifat molekular (molecular
property) dan menggambarkan karakteristik struktur molekunya (characteristic of
molecular structure)
i) Beberapa batasan yang perlu dipahami sehubungan dengan spektroskopi adalah:
(1) Spektroskopi (spectroscopy): kajian yang dipelajari dari sisi molecular;
(2) Spektrometri (spectrometry): metode, cara, atau teknik pengukuran;
(3) Spektrometer (spectrometer): instrumen atau peralatan untuk mengukur;
(4) Spektrofotometri (spectrophotometry): spektrometri yang mengkaji secara khusus
radiasi cahaya (foto berasal dari kata photon = cahaya). Instrumennya disebut
spektrofotometer;
(5) Hasil “pengukuran” atau “penglihatan” atau “rekaman” dari analisis secara
spektrometri dikenal sebagai spektrum (spectrum), dan jamaknya dikenal
dengan spektra (spectra).
j) Terdapat istilah pokok atau batasan yang sering digunakan dalam spektroskopi
dan merupakan konsep pokok dalam kaitannya dengan penetapan struktur
molekul organik. Istilah atau batasan yang dimaksud, adalah (1) kromofor (English:
chromophore), (2) fragmen atau penggalan (English: fragment), dan (3) konektivitas
(English: conectivity).
k) Kromofor adalah ....
(1) bagian molekul yang membawa sifat atau karakter senyawa;
(2) bagian molekul yang dapat diidentifikasi (bagian molekul yang membawa
identitas)
(3) dalam senyawa organik, gugus fungsional merupakan suatu kromofor; namun
bukan satu-satunya. Misalnya gugus metil, -CH3 merupakan suatu kromofor
dalam spektra massa, tetapi bukan sebagai gugus fungsional.
l) Fragmen adalah ...
(1) pecahan atau potongan molekul sebagai bagian dari hasil fragmentasi;
(2) suatu kromofor, namun bukan sebagai gugus fungsional
m) Konektivitas adalah:
(1) Penggabungan antar fragmen untuk saling “dikomunikasikan” atau
“dihubungkan” atau “digabung” sehingga berpotensi memperoleh suatu
informasi yang lengkap menuju tentang “STRUKTUR MOLEKUL” yang
dipelajari.
(2) Keterkaitan antar kromofor, antar fragmen, atau yang sejenisnya.

Bab 1: Pendahuluan
11

Contoh konektivitas:
Suatu senyawa dengan rumus molekul C3H5OCl dianalisis secara spektrometri
menghasilkan fragmen-fragmen –CH3, –CH2, –Cl, dan C=O. Bagaimana struktur
senyawa ini? Ada dua struktur molekul yang mungkin untuk senyawa itu, yakni
(1) dan (2).

CH3 C CH2 Cl atau CH3 CH2 C Cl

O O
(1) (2)

Adakah persamaan dan perbedaan dari kedua struktur ini?

Untuk menentukan struktur manakah yang tepat, apakah (1) atau (2) maka
memerlukan dukungan data spektra yang lebih spesifik. Spektra yang dimaksud
mungkin spektra UV, IR, NMR, MS, atau gabungan dari dua atau lebih spektrum-
spektrum tersebut.

Bagaimanakah hubungan atau kekerabatan, keunggulan, dan kelemahan dari setiap


jenis spektroskopi tersebut? Satu jenis spektrum tidak bisa memberikan secara
sempurna dan lengkap untuk dapat memprediksi atau menentukan struktur molekul
organik. Namun demikian sesuai dengan karakternya, masing-masing spektroskopi
mempunyai keunggulan dan keterbatasan sebagai alat bantu menetapkan struktur
molekul organik.

Lima macam spektroskopi (MS, UV, IR, 1H-NMR, dan 13C-NMR) telah dikenal sebagai
”alat” dasar yang representatif untuk menentukan struktur senyawa organik, karena
kemampuannya dan luasnya cakupan dalam mendeteksi elemen-elemen struktural
molekul (structural elements). Instrumentasi dan keterampilan yang terlibat dalam
menggunakan kelima spektroskopi tersebut telah berkembang dengan pesat, dan lebih
mempermudah untuk memperoleh dan menginterpretasi data dari masing-masing
jenis spektroskopi yang digunakan.

Secara garis besar keunggulan dan keterbatasan dari keempat spektroskopi dapat
digenarilasasi sebagai berikut:

1. Sensitivitas
Sensitivitas berhubungan dengan kemampuan membedakan batas deteksi terhadap
suatu kromofor. Secara umum derajat sensitivitas dari kelima jenis spektroskopi
tersebut adalah:

MS > UV > IR > 1H-NMR > 13C-NMR

Namun demikian, sensitivitas relatif cenderung mengarah pada perbedaan


kromofor dan hal yang demikian jauh lebih penting.

2. Cakupan atau ruang lingkup (scope) informasi yang diberikan

Bab 1: Pendahuluan
12

Cakupan dari masing-masing jenis spektroskopi telah mampu memberikan


informasi yang relatif lengkap. Dalam hal ini tidak hanya menyangkut total
sejumlah informasi yang dapat diperoleh, tetapi juga bagaimana tingkat kesulitan
dalam menginterpretasi data. Cakupan dari masing-masing metode bervariasi dari
satu masalah ke masalah lain, dan masing-masing metode mempunyai keunikan.
Secara umum cakupan kemampuan memberikan informasi dari kelima
spektroskopi tersebut adalah:

UV < IR < MS < 1H-NMR < 13C-NMR

Dengan kombinasi 1H-NMR dan 13C-NMR kemampuan memberikan informasi


menjadi lebih sempurna.

3. Latar-belakang penguasaan teori yang dibutuhkan


Latar belakang teori yang diperlukan untuk masing-masing metode bervariasi
dengan disertai sifat eksperimennya, tetapi secara umum terdapat kerangka dasar
teori minimum yang diperlukan untuk dapat digunakan untuk memahami dan
menguasainya. Secara umum latar belakang teori minimum yang diperlukan
adalah:

UV  IR < MS < 1H-NMR < 13C-NMR

4. Tingkat kesukaran (penggunaan) instrument


Dalam batas-batas tertentu kemudahan menggunakan untuk operasional rutin,
spektrofotometer UV dan IR relatif yang paling mudah dibanding spektrometer
yang lain. Secara umum tingkat kerumitan dan kecanggihan dari kelima instrumen
spektrometer tersebut adalah:

UV  IR < MS < 1H-NMR < 13C-NMR

5. Biaya operasional (relatif)


Sebagaimana lazimnya suatu metode dan teknologi, makin canggih dan makin
berkemampuan yang makin baik berbanding langsung dengan biaya
operasionalnya. Dengan demikian, biaya operasional dari instrumen-instrumen
tersebut adalah:

UV < IR < MS < 1H-NMR < 13C-NMR

Sebagai suatu metode atau teknik, maka metode spektro(foto)metri juga harus
memperhatikan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip kimiawi dalam rangka menetapkan
struktur molekul organik. Karenanya, beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan
dalam analisis secara spektro(foto)metri, yakni:

1. Bagaimanakah kemurnian sampel dan bagaimanakah cara menentukannya


2. Bagaimana sampel di”ukur” (direkam): padat, cair, larutan, atau gas?
3. Pemanfaatan satu atau beberapa teknik harus sesuai dan/atau berorientasi
pada tujuan pengukuran. Mengapa menggunakan metode spektrofotometri IR;
spektrofotometri 1H-NMR; atau spektrofotometri yang lain? Jika digunakan
dalam rangka mencapai suatu tujuan riset tertentu, misalnya sintesis suatu
Bab 1: Pendahuluan
13

senyawa organik perlu dipikirkan apakah sintesis tersebut bersifat total,


transformasi gugus fungsi, dan perubahan ikatan karbon-karbon?
4. Penggunaan satu jenis spektroskopi biasanya tidak cukup, gabungan dari
beberapa jenis lebih memadai, dan bersifat berulangkali dan kontinyu akan
lebih memudahkan

Bab 1: Pendahuluan
14

RANGKUMAN
1.1 Rumus Molekul atau Formula Molekular adalah rumus yang menyatakan
jenis atau macam dan jumlah atom-atom yang menyusun suatu molekul
melalui ikatan kimia;
1.2 Rumus Empirik, suatu rumus yang menyatakan perbandingan jumlah atom-
atom yang menyusun suatu molekul;
1.3 Derajat Ketidakjenuhan (DK) atau disebut juga Indeks Kekurangan Hidrogen
(H-indeks) atau Kesetaraan Ikatan Ganda (KIG) menyatakan jumlah
keseluruhan ikatan ganda atau sistem cincin dalam suatu molekul organik;
1.4 Spektrum (bentuk jamaknya Spektra) adalah hasil “pengukuran” atau
“penglihatan” atau “rekaman” dari analisis secara spektrometri;
1.5 Konektivitas adalah penggabungan antar fragmen untuk saling
dikomunikasikan atau dihubungkan atau digabung sehingga berpotensi
memperoleh suatu informasi yang lengkap menuju tentang “STRUKTUR
MOLEKUL” yang dipelajari;
1.6 Ada lima macam spektra sebegai hasil dari analisis spektrometri untuk
menentukan struktur senyawa organik, yakni spektra massa, UV, IR, 1H-
NMR, dan spektra 13C-NMR;
1.7 Tingkat-tingkat energi atom dan molekul (dan juga perbedaan energi antara
tingkat-tingkat energi ini) mempunyai nilai yang diskrit dan bersifat
terkuantisasi (quanta);
1.8 Bilangan-gelombang suatu transisi berbanding terbalik dengan panjang-
gelombang ( = 1/);
1.9 Hubungan antara energi suatu transisi dan frekuensi diberikan oleh
persamaan E = hv atau E = hc/atau E = hcv, di mana h adalah tetapan
Planck’s. Energi dari setiap keadaan transisi berbanding lurus dengan
frekuensi atau bilangan-gelombang, tetapi berbanding terbalik dengan
panjang-gelombang;
1.10 Transisi NMR selaras dengan panjang-gelombang di daerah spektrum
gelombang radio (microwave region), transisi vibrasional bersesuaian dengan
bilangan-gelombang di daerah IR, dan transisi elektronik bersesuaian dengan
spektrum daerah UV-Vis;
1.11 Jumlah kesetaraan ikatan ganda, KIG (DBE) menggambarkan perbedaan
antara rumus formula (rumus molekul) dengan senyawa induk asiklik jenuh.
Masing-masing KIR (ikatan rangkap atau cincin) menghasilkan pengurangan
2 hidrogen atau halogen dari rumus formula struktur induknya.

Bab 1: Pendahuluan
15

DAFTAR ISTILAH PENTING


absorbansi rumus empirik
absorpsi rumus molekul
bobot molekul rumus struktur
bilangan gelombang spektra
derajat ketidakjenuhan spektrofotometer
fragmen spektrofotometri
fragmentasi spektrometer
frekuensi spektrometri
gelombang elektromagnetik spektroskopi
indeks kekurangan hidrogen, h-indeks spektroskopi 13c-nmr
kesetaraan ikatan ganda, kig spektroskopi 1h-nmr
konektivitas spektroskopi ir
kromofor spektroskopi massa
panjang gelombang spektroskopi uv
panjang gelombang maksimum spektrum
persamaan planck transisi elektron
pita absorpsi

Bab 1: Pendahuluan
16

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, R. J., D. J. Bendell, P. W. Groundwater. (2004). Organic Spectroscopic Analysis.
Cambridge: The Royal Society of Chemistry.
Field, L.D., S. Sternhell, J. R. Kalman. (2007). Organic Structure from Spectra, 4th Edition.
Chichester: John Wiley & Sons, LTD.
Field, L.D., Sternhell, S., & Kalman, J.R. (2007). Organic Structures from Spectra 4th Edition
Chichester New York Brisbane Toronto Singapore: John Wiley & Sons,
Ltd.
Silverstein, R. M., G. C. Bassler, T. C. Morril. (1981). Spectrometric Identification of
Organic Chemistry 4th Edition. Singapore: John Wiley & Sons Inc.
Skoog, Douglas A.; Holler, F. James; Crouch, Stanley R. (2007). Principles of Instrumental
Analysis (6th ed.). Belmont, California: Thomson Brooks/Cole.
Sutrisno. (2011). Spektroskopi Molekul Organik. Malang: Penerbit Cakrawala Indonesia.
Sutrisno. (2001). Penentuan Struktur Senyawa Organik. Malang: Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang.
Williams, D., I. Fleming. (1995). Spectroscopic Methods in Organic Chemistry 5th edition.
New York: McGraw Hill.

Bab 1: Pendahuluan
17

SOAL-SOAL LATIHAN
1.1 Hitunglah (a) panjang-gelombang, (b) frekuensi, dan (c) energi yang berhubungan
dengan suatu bilangan-gelombang 2260 cm-1.
1.2 Suatu senyawa anastetik lokal, benzokain mempunyai suatu rumus molekul
C9H11NO2 dengan struktur sebagai berikut:

(a) Hitung jumlah kesetaraan ikatan rangkap (DBE)


(b) Identikasilah semua kesetaraan ikatan rangkap dalam benzokain
1.3 Berikan suatu uraian ringkas perihal KIR (DBE) dan turunkan kemungkinan
strukturnya untuk rumus molekul berikut:
(a) C6H12O6
(b) C8H9NO2
(c) C5H5N5
(d) C6H3Cl3O
1.4 Hasil studi empirik secara spektroskopi terhadap beberapa senyawa diperoleh
fragmen-fragmen seperti tercantum di bawah ini. Dari fragmen-fragmen untuk
masing-masing senyawa selanjutnya konseksikan untuk diperoleh struktur-
struktur yang mungkin!
(a) CH3, 2(CH2), CO, NH2, dan OH;
(b) C6H5, CH3, CH2, COO, CH2, dan Br;
(c)

1.5 Analisis kandungan unsur dari suatu senyawa organik 200 gram diperoleh hasil
sebagai berikut: karbon (122,6 g), hidrogen (10,2 g), oksigen (46,7 g), dan sisanya
nitrogen. Berdasarkan data tersebut, tentukan
(a) Rumus molekulnya
(b) Derajat-ketidakjenuhan (DK)
(c) Jika fragmen yang ada adalah CH3, NO2, dan C6H4, usulkan strukturnya.

Bab 1: Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai