Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan
sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi bangunan, bahan
industri elektronik dan bahan produk melibatkan ilmu kimia. Bahan-bahan tersebut sebagian
besar tidak diperoleh langsung dari alam tetapi merupakan hasil pengolahan atau hasil
sintesis dengan menggunakan ilmu kimia. Salah satu cabang ilmu kimia yang berperan dalam
kehidupan sehari-hari adalah ilmu kimia pangan. Kalau kita mendengar kata-kata Ilmu Kimia
pasti yang terlintas dibenak kita adalah suatu ilmu yang susah untuk dipelajari. Yang
terbayang pastilah serentetan rumus-rumus kimia yang susah dipelajari. Namun tidak
demikian dengan Ilmu Kimia yang sebenarnya secara tidak kita sadari sering kita gunakan
terutama dalam pengolahan pangan.
Zat-zat kimia merupakan pembentuk hampir semua materi termasuk tubuh manusia,
hewan, dan tumbuhan, dan pastinya, makanan. Berbagai zat kimia dalam makanan umumnya
tidak berbahaya dan malah kadang-kadang, disukai keberadaannya karena memperbaiki
tekstur dan rasa. Zat-zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, dan serat, juga vitamin dan
mineral semuanya terdiri atas kumpulan senyawa kimia. Zat-zat kimia ini menyumbang pada
asupan makanan sehari-hari dan juga pengalaman kuliner yang menyenangkan bersama
keluarga dan teman. Beberapa zat kimia terdapat secara alami dalam rantai makanan dan
beberapa lainnya adalah hasil dari kegiatan manusia seperti pertanian/peternakan,
pengolahan, dan transportasi makanan (Nuraida, Syamsir, & Herawati, 2009).
Zat-zat kimia dalam makanan memiliki sifat-sifat yang dapat menimbulkan dampak
bagi manusia dan hewan serta tumbuhan (Hariyadi, 2010). Para ahli, termasuk ahli kimia
pangan, diperkuat dengan aturan pemerintah, membantu untuk berjaga-jaga terhadap efek
bahaya yang potensial, dengan menyarankan tingkat kandungan yang aman dari zat-zat kimia
ini dalam makanan, baik untuk sekali konsumsi atau kemungkinan akumulasinya dalam
tubuh setelah beberapa waktu (Nuraida et al., 2009; Sparringa, 2014). Pengetahuan ini masuk
dalam konsep keamanan pangan dari kandungan zat-zat kimia yang berbahaya.

(Hariyadi, P. (2010). Penanganan kontaminan pangan dalam rangka menjamin keamanan pangan. Makalah disampaikan
pada Workshop Pokja Keamanan Pangan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011– 2015, Selasa BPOM RI; 5 Oktober
2010. Diakses melalui https://www.researchgate.net/profile/Purwiyatno_Hariyadi2/publicati
on/259480309_PENANGANAN_KONTAMINAN_PANGAN_DALAM_RAN
GKA_MENJAMIN_KEAMANAN_PANGAN/links/0deec52c180c347db80 00000/ pada 28 Oktober 2020.
Nuraida, L., Syamsir, E., & Herawati, D. (2009). Modul 3: Kontaminasi kimia dan pengendaliannya. Dalam buku materi
pokok PANG4318 keamanan pangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Sparringa, R. (2014). Cemaran kimia pangan dan dampaknya terhadap kesehatan. Disampaikan pada Temu
Ilmiah Internasional PERSAGI XV Penguatan Profesi Gizi Untuk Mendukung pemerintahan dalam Mencegah
Masalah Stunting dan Penyakit Degeneratif. Yogyakarta, 27 November 2014. Diakses melalui
https://file.persagi.org/share/63%20KaBPOM%20- %20Cemaran%20Kimia%20Pangan.pdf pada 28 Oktober
2020.)
Pada 2011 sampai dengan 2014, Kementerian Kesehatan telah melakukan analisis
terhadap pangan jajanan anak sekolah SD/MI (Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2015).
Setiap tahun diambil sampel pangan jajan dari 4500 sekolah, dan dilakukan pembinaan
terhadap sekolah yang telah disampel mulai tahun 2012. Hasil pengujian terhadap 10.429
sampel menunjukkan 76,18% memenuhi syarat dan 28,82% tidak memenuhi syarat
keamanan pangan. Penyebab tidak memenuhi syarat karena pencemaran oleh mikroba, BTP
(bahan tambahan pangan) yang berlebihan, dan penggunaan bahan berbahaya.
Jajanan yang diuji adalah bakso sebelum diseduh, jeli/agar-agar dan produk gelatin
lain, minuman es, mie yang siap dikonsumsi, minuman berwarna dan sirup, kudapan
(gorengan seperti: bakwan, tahu goreng, cilok, sosis, batagor, empek-empek), lontong, dan
lain-lain, makanan ringan (kerupuk, keripik, produk ekstrusi, dan sejenisnya). Hasil
pemeriksaan yang paling tidak memenuhi syarat adalah berturut-turut dari yang paling tinggi,
minuman berwarna/sirup, minuman es, jeli/agar-agar, dan bakso. Penyebab tidak memenuhi
syarat keamanan pangan adalah karena menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk
pangan yaitu BTP yang melebihi batas minimal, cemaran logam berat yang melebih batas
minimal, dan kualitas mutu mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat. Departemen
Kesehatan kemudian mengadakan pengawasan, pembinaan dan pengawalan terhadap 16.990
SD/MI sejak 2012–2014. Oleh karena itu perlu kiranya untuk mempelajari mengenai kimia
pangan khususnya peran instrumentasi dalam menganalisis pangan.

(Dina Mustafa, 2018, Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka, PENERAPAN KIMIA HIJAU UNTUK
MENJAMIN KEAMANAN PANGAN, Hal 25-50.
Pusat Data dan Informasi – Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi pangan jajanan anak sekolah tahun 2014.
Jakarta: Kemenkes RI. Diakses melalui www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin...pdf pada 28 Oktober 2020.)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut.
a) Apa saja kandungan penting dalam bahan pangan yang biasanya diukur?
b) Bagaimana cara mengukur kandungan penting yang terdapat dalam bahan pangan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
a) Untuk mengetahui kandungan penting dalam bahan pangan yang biasanya diukur.
b) Untuk mengetahui cara mengukur kandungan penting yang terdapat dalam bahan
pangan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Kandungan Penting Dalam Bahan Pangan


Pada umumnya bahan makanan tersusun oleh tiga pokok komponen yaitu karbohidrat,
protein dan lemak serta turunannya, sedangkan sisanya yang hanya sebagian kecil terdiri dari
bermacam-macam zat organic yaitu vitamin, enzim, zat penyebab asam, oksidan, antioksidan
dan pigmen dan zat penyebab rasa dan bau (falvor) serta air. Dalam setiap bahan makanan
komponen tersebut sangat bervariasi jumlahnya sehingga akan membentuk struktur, tekstur,
rasa, bau, warna serta kandungan gizi yang berlainan pula. Kandungan penting dari bahan
makanan yang pada biasanya diukur adalah karbohidrat, protein, lemak dan minyak, mineral,
serta air.
2.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia,
khususnya penduduk negara yang sedang berkembang. Karbohidrat mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misal : rasa; tekstur, warna.
Dalam tubuh manusia : dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian gliserol
lemak. Tetapi sebagian besar dari bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Karbohidrat terdiri dari 80% total konsumsi manusia, karbohidrat yang paling umum
dikenal manusia adalah pati. Jenis karbohidrat yang paling sederhana adalah dari jenis
monosakarida, yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, sorbosa, dan sebagainya.
Rangkaian monosakarida akan membentuk sakarida lain yang lebih besar, yaitu
polisakarida (rantai panjang), oligosakarida (rantai pendek), dan disakarida (dua molekul
monosakarida). Nilai kalori karbohidrat adalah 4 kilokalori per gram. Karbohidrat dapat
digunakan sebagai sumber energi setelah melalui proses kimia di dalam tubuh yang
memecah karbohidrat rantai panjang (polisakarida) menjadi monosakarida, mislanya
glukosa. Glukosa dibakar di dalam tubuh untuk menghasilkan energi, dengan reaksi
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O. Reaksi ini tidak terjadi secara langsung, melainkan
melalui kurang lebih 50 tahap reaksi.
2.1.2 Protein
Molekul protein terdiri dari atom karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen.
Kebanyakan protein mengandung sulfur (belerang) dan fosfor atau elemen lain. Fungsi
protein diantaranya adalah sebagai sumber energi, zat pembangun yakni bahan pembentuk
jaringan-jaringan baru dengan mengganti jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak,
memiliki fungsi utama untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang
telah ada, sebagai zat pengatur berbagai proses tubuh, mengatur keseimbangan cairan
dalam jaringan dan pembuluh darah, memiliki Sifat amfoter yang dapat bereaksi dengan
asam basa dan dapat mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh, berperan dalam
reaksi biologis yang dipercepat oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yakni enzim,
sebagai alat pengangkut dan alat penyimpan karena banyak molekul dengan BM kecil serta
beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein tertentu, kemudian hemoglobin
mengangkut oksigen dalam eritrosit, mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.
2.1.3 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih
efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir
semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Beberapa hal mengenai lemak
dan minyak adalah apabila dipandang dari sudut gizinya dapat dikatakan sebagai penghasil
kalori terbesar daripada protein, dan karbohidrat, merupakan zat yang licin, tidak larut
dalam air, dalam jumlah sedang membuat rasa pangan lebih baik yang meliputi cita rasa
dan keharuman pada makanan, selama proses pencernaan, lemak meninggalkan perut lebih
lambat dari karbohidrat dan protein, lemak dan minyak juga sebagai carier yang
memudahkan absorbsi vitamin : A,D,E, K f. Mengandung pengemulsi lipid (fosfolipid).
2.1.4 Air
Bahan segar akan mengandung air 70% atau lebih. Air mempengaruhi tekstur bahan
makanan. Sehingga air sangat berperan dalam mempertahankan mutu bahan makanan,
karena air merupakan zat cair yang memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi Kimia.
2.1.5 Mineral
Mineral merupakan suatu zat yang terdapat dalam kehidupan alam ataupun makhluk
hidup. Mineral merupakan salah satu komponen penyusun tubuh, 4-5% berat badan kita
terdiri atas mineral, sekitar 50% mineral tubuh terdiri dari kalsium, 25% fosfor, dan 25%
lainnya terdiri atas mineral lain. Mineral dalam bahan pangan amat bervariasi dan
dibutuhkan oleh tubuh karena memberikan manfaat tertentu. Namun tidak semua mineral di
alam dibutuhkan oleh tubuh, sebagian justru berbahaya walau dalam jumlah yang sedikit,
misalnya arsen. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh pun tidak boleh dikonsumsi berlebih
karena dapat mengganggu kesehatan, misalnya natrium, yang dalam kadar berlebih dapat
menyebabkan hipertensi. Hampir semua mineral yang dibutuhkan tubuh bisa ditemukan
dalam makanan.

(Dr. Ir. Anni Faridah M.Si, Dr. Yuliana Sp.M.Si, Rahmi Holinesti, STP, M.Si. Ilmu Bahan Makanan Bersumber
dari Nabati. 2013. Jakarta Selatan: Gifari Prasetama.)

2.2 Cara Mengukur Kandungan Penting yang Terdapat Dalam Bahan Pangan
Analisis pangan menghasilkan data-data yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
suatu keputusan dalam menentukan mutu pangan ataupun tingkat keamanannya. Oleh karena
itu, analisis harus dilakukan dengan baik agar data yang diperoleh mempunyai ketepatan dan
ketelitian yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu data-data
yang diperoleh harus dilaporkan sesuai dengan kaidah yang ada agar tidak menimbulkan
kesalahan dalam menginterpretasikannya. Berikut merupakan langkah dalam menganalisis
kandungan bahan pangan.

(Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Dian Herawati, STP. Pengelolaan Data Analisis
Pangan. Universitas Terbuka)

2.2.1 Kadar Air


Dalam mengukur kadar air dapat dilakukan pengovenan cawan pada suhu 105°C lalu
didinginkan dalam eksikator (±15 menit), setelah itu ditimbang berat cawan kosong dan
ditambahkan sampel (± 3 g) lalu dioven ( ± 3 jam dengan suhu 100-105°C), ditimbang dan
didinginkan dalam eksikator (±15 menit), dioven ( ± 1 jam dengan suhu 100-105°C),
ditimbang sampai berat konstan (selisih berat ± 0,02 mg), selisih berat sebelum dan setelah
pemanasan hingga berat konstan merupakan kandungan air dari bahan pangan tersebut.
2.2.2 Kadar Abu
Dalam industri pangan untuk mengetahui kadar abu sangatlah perlu sebab dengan
mengetahuinya kita dapat menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Abu
merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang kandungan dan
komposisinya tergantung bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu suatu bahan
menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu total adalah
bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu
bahan/produk pangan. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh yang harus
dilakukan pada analisis mineral.
Dalam penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering)
b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)
Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan mendestruksi
komponen organik contoh dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan dengan suhu
sekitar 500-600°C, tanpa terjadinya nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan
dan berat tetap tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator.
Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu contoh. Sedangkan cara basah
prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum pengabuan.
Untuk mengetahui jenis dan kuantitas mineral yang terkandung dalam residu tersebut
dapat digunakan metode spektroskopi atom yang sangat handal untuk melihat konsentrasi
atom dalam sebuah sampel dengan skala yang sangat kecil dengan prinsip mengatomisasi
mineral tersebut kemudian diberikan radiasi dan panjang gelombangnya dicocokkan dengan
data panjang gelombang setiap unsur.
2.2.3 Kadar Protein
Salah satu cara penting untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah
dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan. Apabila unsur N ini
dilepas dengan cara destruksi dan ditentukan jumlah kuantitatifnya (dengan titrasi) maka
jumlah protein dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N dalam protein.
Setelah diperoleh %N maka penentuan kadar protein dengan mengalikan suatu faktor yang
disebut faktor konversi.
Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan
makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nirtogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25,
diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Angka 6,25 berasal dari konversi serum
albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Kadar protein dalam suatu bahan pangan juga dapat ditentukan menggunakan
instrumen spektroskopi inframerah dengan prinsip penyerapan radiasi ikatan peptida pada
pita inframerah-tengah (MIR) dan inframerah-dekat (NIR), terdapat beberapa keuntungan
dalam menganalisa kadar protein menggunakan spektroskopi inframerah yaitu dapat
diaplikasikan pada berbagai bahan pangan, cepat dan tidak merusak serta hanya
memerlukan sedikit persiapan sampel untuk kemudian dianalisa. Namun menentukan kadar
protein menggunakan spektroskopi inframerah juga memiliki kekurangan yaitu instrumen
yang harganya cukup mahal serta memerlukan kalibrasi untuk sampel yang berbeda.
2.2.4 Kadar Lemak
Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung
dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik non-polar. Pemilihan
pelarut organik yang ideal untuk mengekstraksi lemak berdasarkan hal berikut:
•      daya larut tinggi untuk lipid
•          daya larut rendah untuk komponen lain
•          mudah menguap
•          titik didih rendah
•          tidak mudah terbakar
• tidak beracun
•          memiliki penetrasi yang baik ke dalam sampel
•          komponen tunggal
•          murah
•          non-higroskopis
Contoh pelarut non-polar yang biasa digunakan dalam ekstraksi lemak adalah heksana pada
ekstraksi minyak kedelai, petrolium eter yang merupakan pelarut yang cukup murah namun
lebih hidrofobik dan kurang higroskopis, dan dietil eter yang seringkali dicap sebagai
pelarut terbaik untuk ekstraksi lemak yang bersifat higroskopis namun cukup mahal dan
dapat menyebabkan kebakaran serta ledakan.
Ekstraksi dilakukan dengan cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih
pelarut yang digunakan. Namun sebelum dilakukan ekstraksi pada bahan pangan tersebut
perlu dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar airnya serta dilakukan pengurangan
partikel untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi.
Selama proses refluks, pelarut secara berkala akan merendam sampel dan
mengekstrak lemak/minyak yang ada pada sampel. Refluks dihentikan sampai pelarut yang
merendam sampel sudah berwarna jernih yang artinya sudah tidak ada lagi lemak/minyak
yang terlarut. Jumlah minyak/lemak pada contoh diketahui dengan menimbang lemak
setelah pelarutnya diuapkan. Jumlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan
kadar lemak kasar dari sampel tersebut.
Selain menggunakan metode ekstraksi, dalam menghitung kadar lemak suatu bahan
pangan dapat pula dilakukan dengan menggunakan metode dielektrik yang memiliki prinsip
mengalirkan arus listrik lebih rendah dari lemak, spektroskopi inframerah karena lemak
menyerap gelombang inframerah pada panjang gelombang 5.73 m, dan menggunakan
ultrasonografi dengan prinsip meningkatnya kecepatan suara seiring dengan meningkatnya
kandungan lemak dalam sampel .
2.2.5 Kadar Karbohidrat
Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisis karbohidrat biasanya dilakukan secara
kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis
dan kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, stabilitas larutan dan
tekstur hasil olahan. Penentuan total gula dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan
beberapa cara contohnya yaitu, cara kimiawi dengan metode Luff Schroorl dan cara fisik
dengan metode optik menggunakan refraktometer.
(Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya : Trubus Agrisana [PORIM]. 2005.
PORIM Test Methods. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia; Ministry of Primary Industries
Sudarmadji S., Haryono B., Suhardi. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Grafindo
Surjani Wonorohardjo, Ph.D. Pengantar Kimia Analitik Modern. 2013. Malang: Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang)

2.2.6 Analisa Kasus


I am stuck...sorry...daftar pustaka ada di setiap setelah pengambilan sitasi dengan
ukuran font yang kecil

Anda mungkin juga menyukai