Anda di halaman 1dari 92

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena
berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidupnya, baik dipandang dari
segi kuantitas dan kualitasnya. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu
dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya
mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat serta mempunyai basis
sumberdaya manusia yang berkualitas. Pemerintah menyadari pentingnya
keamanan pangan yang dikonsumsi oleh manusia sehingga sehingga menetapkan
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 yang mengatur pangan di Indonesia.
Selain itu juga terdapat perarturan pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
keamaman, mutu dan gizi pangan, yang member wewenang kepada Badan BPOM
untu melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi terhadap pangan.
Kadar air merupakan bagian yang hilang jika dipanaskan pada kondisi uji
tertentu. Kadar air pada bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu
bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Abu adalah zat organik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan
pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsure-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tudaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu
parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Danarti, 2006). Terdapat dua metode
pengabuan yaitu metode pengabuan basah dan kering. Kadar abu dapat dianalisis
dalam suatu bahan pangan.
Vitamin C adalah satu nutrient yang diperlukan oleh manusia dan hewan.
Vitamin C secara luas digunakan pada berbagai jenis makanan seperti suplemen
dan sebagai antioksidan. Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif, tubuh dapat
menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila dikonsumsi mencapai 100 mg sehari.
Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin (Almatsier,
2001). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu
sayur, dan buah seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, tomat, dan
bawang putih.
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak juga merupakan sumber energy yang
lebih efektif disbanding dengan karbohidrat dan protein. Satu lemak dapat
menghasilkan 9 kkal/gram sedangkan protein dan karbohidrat hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak terdapat hamper di semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak sering kali ditambahkan
dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Lemak yang
ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan
persyaratan dan sifat-sifat tertentu (Budiyanto, 2005). Minyak pangan dalam
bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni bercampur dengan
komponen-komponen yang disebut fraksi lipid terdiri dsri lemak, fosfolida, sterol,
hidrokarbon, dan pigmen. Dengan cara ekstraksi yang menggunakan pelarut
lemak seperti petroleum eter, etill eter, benzene, dan klorofrm komponen-
komponen fraksi lipida dapat dipisahkan (Winarno, 1992).
Protein merupakan salah satu bio-makrotein omolekul yang penting
peranannya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein secara garis besar dapat
dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu sebagai bahan structural dan sebagai
mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Protein dapat memerankan fungsi
sebagai bahan structural karena seperti halnya polimer lain. Selain itu protein juga
dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam system
makhluk hidup. Oleh karena itu, praktikum dilakukan agar mengetahui analisis
kara air, abu, vitamin C, gula pereduksi, lemak dan protein.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kadar air bahan pangan dan hasil pertanian.
2. Untuk mengetahui preparasi bahan dan cara penyimpanan sampel selama
menunggu bahan untuk ditimbang.
3. Untuk mengetahui cara pengukuran yang sesuai dengan macam bahan hasil
pertanian.
4. Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.
5. Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode
pengabuan kering.
6. Untuk mengetahui cara penentuan gula reduksi bahan pangan dan hasil
pertanian.
7. Untuk mengetahui cara pengambilan sampel yang akan dianalisa
(homogenesasi)
8. Untuk mengetahui cara ekstraksi gula reduksi di dalam preparasi sampel bahan
pangan dan hasil pertanian yang akan dianalisis kadar gula reduksinya.
9. Untuk mengetahui cara analisis kadar lemak atau minyak pada bahan pangan
dan hasil pertanian dengan metode ekstraksi soxhlet.
10. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode kjeldahl pada bahan
pangan dan hasil pertanian.
11. Untuk menetapkan kadar protein dengan metode kjeldahl.
12. Untuk mengetahui cara penentuan vitamin C pada bahan pangan.
13. Menetapkan kadar vitamin C dengan metode titrasi Jod.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Analisa


2.1.1 Kadar Air
Kadar air adalah presentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar
100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%
(Syarif dan Halid, 1993). Kadar air merupakan pemegang peranan penting,
kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses
pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya
merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara
ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini
telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya
proses tersebut (Tabrani, 1997).
2.1.2 Kadar Abu
Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan ada dua macam garam yaitu garam
organik dan anorgani. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-
garam asam mallat, oksalat, asetat, dan pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbinat, klorida, sulfat dan nitrat. Selain
kedua garam tersebut, mineral juga berbentuk sebagai senyawan komplek yang
bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menetukan
sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan
(Sudarmadji, 2003).
Kadar abu dianalisis dengan membakar bahan pangan atau
mengabukannya dalam suhu yang sangat tinggi. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang ada dalam suatu bahan,
kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Pengukuran kadar abu
bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam
suatu bahan pangan (PERSAGI, 2009). Kadar abu merupakan ukuran dari
jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar abu pada suhu
yang terlalu tinggi menunjukkan bahan pangan telah tercemar oleh berbagai
macam zat seperti tanah, pasir, dan lain-lain.

Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan
dalam tanur (Khopkar 2003). Pada praktikum penentuan kadar abu ini digunakan
tanur. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan
cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
Prinsip pengabuan cara langsung (cara kering) yaitu jumlah mineral atau abu
merupakan sisa pembakaran bahan-bahan organik maupun anorganik bahan
pangan dan hasil pertanian pada suhu 500-600oC (Tim Pembina Analisis Mutu
PHP, 2017), kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang.
Sedangkan prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan
reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan (Apriantono & Fardian
1989).
2.1.3 Kadar Protein

Protein adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur dan biasanya fosfor. Protein sering
disebut sebagai zat makanan bernitrogen. Protein merupakan makromolekul
penting yang tersusun oleh asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
utama C, H, O dan N. Molekul protein juga mengandung unsur belerang, fosfor,
besi dan tembaga, asam-asam amino tersebut dihubungkan oleh ikatan peptida
(Stayanarayana dan Chakrapati, 2007).
Protein berdasarkan sumbernya dibagi menjadi protein nabati dan protein
hewani. Protein dari sumber nabati lebih baik bagi tubuh dibanding protein
hewani. Sumber makanan berprotein tinggi yang baik dan mudah dicerna dapat
diperoleh antara lain dari ikan, daging, kacang-kacangan, susu, yoghurt, telur, dan
produk olahannya.
Kandungan protein dalam makanan umumnya ditetapkan berdasarkan total
nitrogen yang terkandung di dalamnya yang disebut sebagai protein kasar.
Penetapan protein kasar bertujuan untuk menentukan jumlah protein total di
dalam bahan pangan.
Prosedur analisis protein menggunakan metode penetapan kadar protein
yang paling lazim digunakan adalah metode Kjeldahl (Legowo dkk., 2005).
Metode Kjeldahl ini secara luas digunakan dalam ilmu dan teknologi pangan dan
telah diaplikasikan secara mendunia untuk menentukan kadar nitrogen dalam
berbagai jenis makanan dan merupakan metode standard yang lazim dilakukan
untuk penetapan kadar protein (Isaac, 1990).
2.1.4 Kadar Lemak
Lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid,
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik non-polar. Lemak merupakan salah satu zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Lemah ini mencakup kurang lebih 15% berat badan dan
dibagi menjadi empat kelas yaitu trigliserida, phospholipid, sterol, dan
lipoprotein. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber
energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi
paling tinggi yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2,5 kali energi
yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama
(Almatsier 2000).

Penentuan kadar lemak suatu bahan dapat menggunakan metode Soxhlet.


Metode ini termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinyu.
Ekstraksi dengan pelarut semikontinyu memenuhi ruang ekstraksi selama 5
sampai 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali
pada tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari
contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek
perendaman contoh dan tidak menyebabkan penyaluran. Dengan prinsip
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Pelarut
yang digunakan biasanya pelarut lemak atau minyak (seperti petroleum ether,
petroleum benzene, dll). Setelah pelarutnya diuapkan, lemak atau minyak dapat
ditimbang dan dihitung persentasenya.
2.1.5 Kadar Gula Reduksi
Karbohidrat disebut juga zat pati atau zat tepung atau zat gula yang
tersusun dari unsure karbon ©, Hidrogen (H), dan oksigen (O). Di dalam tubuh
karbohidrat akan dibakar untuk menghasilkan tenaga atau panas. Satu gram
karbohidrat akan menghasilkan empat kalori. Bentuk molekul karbohidrat paling
sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana. Karbohidrat merupakan bahan
pangan penting dan merupakan sumber tenaga yang terdapat dalam tumbuhan dan
daging hewan.
Analisis kadar karbohidrat menggunakan metode Nelson-Simogy, metode
ini merupakan metode kimiawi yang dapat digunakan untuk analisa karbohidrat
adalah metode oksidasi dengan kupri. Metode ini didasarkan pada peristiwa
tereduksinya kupri oksida menjadi kupro oksidasi karena adanya kandungan
senyawa gula reduksi pada bahan. Reagen yang digunakan biasanya merupakan
campuran kupri sulfat, Na-karbonat, natrium sulfat, dan K-Na-tartrat (Fauzi,
1994).
2.1.6 Kadar Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin yang terbuat dari
turunan heksosa yang larut dalam air dan mudah teroksidasi.Vitamin C sangat
mudah rusak dan dapat hilang akibat pengeringan, pemanasan dan pengolahan
(DeMan, 2007).Vitamin C berperan sebagai antioksidan dan efektif mengatasi
radikal bebas yang merusak sel atau jaringan (Sirait, 2009).Vitamin C dapat
mencegah terjadinya berbagai penyakit kanker, mencegah terjadinya skorbut dan
atherosclerosis (Poedjadi, 2005 dan Walingo ,2005).Kebutuhan vitamin C yang
dianjurkan adalah sebesar 30-60 mg per hari (Prasetyani dan Herwidiani, 2015)
Vitamin diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan,
tetapi vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia. Oleh karena itu harus
diperoleh dari bahan pangan atau sediaan multivitamin (Andarwulan dan koswara,
1992).
Kadar analisis vitamin C mernggunakan beberapa metode yang
dikembangkan untuk menentukan kadar vitamin C diantaranya adalah
Spektrofotometri UV-Vis dan metode iodometri (Badriyah dan Manggar,
2015). Pada praktikum yang telah dilakukan tentang analisa kadar vitamin C
digunakan metode iodometri. Metode yang digunakan pada penelitian ini
ialah Iodimetri, karena vitamin C merupakan senyawa yang bersifat reduktor
cukup kuat, mudah teroksidasi dan iodium mudah berkurang. Hal ini
merupakan salah satu suatu syarat senyawa dapat dilakukan dengan metode
Iodimetri.Dasar dari metode Iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C
(asam askorbat). Asam askorbat merupakan zat pereduksi yang kuat dan
secara sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium0,1 N (Siti dkk,
2015).
2.2 Komposisi Bahan Pangan yang Digunakan
2.2.1 Tahu
Menurut Suprapti (2005), tahu dibuat dari kacang kedelai dan dilakukan
proses penggumpulan (pengendapan). Kualitas tahu sangat bervariasi karena
perbedaan bahan penggumpulan dan perbedaan proses pembuatan. Tahu
diproduksi dengan menfaatkan sifat protein yaitu akan menggumpal bila
bereaksi dengan asam. Pengumpulan protein oleh asam cuka akan berlangsung
secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga
sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap
didalamnya.
Tahu sebagai salah satu produk olahan kedelai yang merupakan sumber
penyediaan protein yang sangat baik bagi tubuh karena jumlah protein yang
dikandungnya serta daya cernanya tinggi. Sebagai sumber protein protein nabati,
tahu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan sumber protein nabati
lainnya. Tahu mengandung air 86%, protein 8-12%, 4,6% lemak, dan 1,6%
karbohidrat, juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat,
kalium, natrium, serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E.
Kandungan asam lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol. Mutu proteinnya
cukup tinggi, sehingga cocok untuk makanan diet (Koswara, 2009).
2.2.2 Kedelai
Kedelai merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting artinya
sebagai bahan makanan, karena jumlah dan mutu protein yang dikandungnya
sangat tinggi yaitu sekitar 40% dan susunan asam amino esensialnya lengkap
serta sesuai sehingga protein kedelai mempunyai mutu yang mendekati mutu
protein hewani (Gozalli, 2015). Komposisi kimia kedelai kering per 100 gram
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi kimia kering per 100 gram
No. Komposisi Jumlah
1. Kalori (kkal) 331,0
2. Protein (gram) 34,9
3. Lemak (gram) 18,1
4. Karbohidrat (gram) 34,8
5. Kalsium (gram) 227,0
6. Fosfor (mg) 585,0
7. Vitamin A (SI) 110,0
(Cahyadi, 2007)
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)
sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik,
tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai
mengandung protein 35% bahkan pada varietes unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong,
kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam. Kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi, hamper menyamai kadar protein susu skim
kering.
2.2.3 Beras
Beras adalah biji-bijian (serealia) dari familia rumput-rumputan (gramine)
yang kaya akan karbohidrat sehingga menjadi makanan pokok bagi manusia.
Beras berasal dari tanaman padi. Beras giling (milled rice) adalah proses
pengelupasan lapisan kulit ari sehingga didapat biji beras yang putih bersih ini
sebagian besar terdiri dari pati (Dianti, 2010). Beras giling berwarna putih agak
transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron dan kandungan amilosa
umumnya sekitar 20%. Beras mempunyai kandungan karbohidrat terbesar
dibandingkan dengan semua jenis serealia yang ada. Karbohidrat tersebut terdiri
dari pati (bagian utama), pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula bebas
(Dianti, 2010).
Menurut Winarno (2004) beras mengandung kadar amilosa rendah (10-
15%) memiliki karakteristik nasi yang pulen dan agak lengket. Beras yang
mengandung kadar amilosa sedang (16-24%) memiliki karakteristik nasi yang
tidak pera namun tidak pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar
amilosa tinggi (25-35%) memiliki karakteristik pera dan tidak lengket.
Komposisi kimia beras kulit pecah dan beras sosoh sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Beras Pecah Kulit (PK) dan Beras Sosoh (BS)

Komposisi Beras PK Beras Sosoh


Protein (%) 7,50 6,71
Lemak (%) 2,68 0,55
Karbohidrat (%) 76,17 78,69
Abu (%) 1,27 0,61
Air (%) 13,65 13,44
Amilosa (%) 20,44 19,75
Kalsium (mg) 20,44 19,75
Magnesium (mg) 143,00 35,00
Phosphorus (mg) 264,00 108,00

Iron (mg) 4,80 4,36

Thiamin (mg) 0,41 0,578


Niacin (mg) 4,30 5,093
Potasium (mg) 84 86
Sumber : Yuwono, dkk (2013), USDA (2015)
2.2.4 Nasi

Nasi merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat yang


penting bagi masyarakat dunia sebagai sumber kalori sehari-hari. Nasi yang paling
banyak dikonsumsi yaitu nasi putih. Nasi mengandung nilai gizi cukup tinggi
yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gram.
Kandungan mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 gram.
Nasi putih juga merupakan sumber asam folat yang baik. Akan tetapi, sebaiknya
dikonsumsi dengan sayuran, daging, dan sumber makanan lainnya untuk
menyeimbangkan nilai gizi.

Nasi putih memiliki indeks glikemik tinggi yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah postprandial. Konsumsi nasi putih setiap hari dapat meningkatkan
risiko terjadinya kerusakan jaringan vascular dan organ-organ lainnya. Selain itu,
konsumsi nasi secara rutin juga meningkatkan risisko terjadinya diabetes mellitus
tipe 2. Komposisi kimia nasi sebagai berikut :

Komposisi Jumlah
Karbohidrat 40,6%
Protein 2,1%
Serat 0,13%
Air 57%
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI 1995

2.2.5 Apel

Buah apel mengandung karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Buah apel
banyak mengandung mineral yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan
protein dan lemak relatif sedikit. Komponen terbesar buah apel adalah air.
Menurut Susanto dan Saneto 1994), dari segi komposisi kimianya buah apel
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Buah apel juga mengandung karoten,
karoten memiliki aktivitas sebagai vitamin A dan juga antioksidan yang berguna
untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif.
Apel mengandung banyak vitamin C dan B, selain itu apel kerap menjadi pilihan
para pelaku diet sebagai makanan substansi karena kandungan gizinya (Prihatmin,
2005). Kandungan zat-zat gizi dalam 100 gram buah apel, berikut ini komposisi
kirim buah apel seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Buah Apel (tiap 100 gram buah)
Komposisi Jumlah
Air 84,10
Kalori (kal) 58,00
Protein (g) 0,30
Lemak (g) 0,40
Karbohidrat (g) 14,9
Kalsium (mg) 6,00
Fosfor (mg) 10,00
Besi (mg) 0,30
Natrium (mg) 1,00

Vitamin A (IU) 90,00

Vitamin B1 (mg) 0,04


Vitamin B2 (mg) 0,02
Vitamin C (ng) 5,00
Sumber : Susanto dan Suneto (1994)
2.2.6 Melon
Dalam dunia tumbuh tumbuhan (Plantae), tanaman melon termasuk
kedalam keluarga labu-labuan (Cucurbitacea). Menurut Sudjianto dan Krestiani
(2009) menyatakan kandungan zat gizi dalam 100 gram dari bagian buah melon
yang dapat dimakan adalah protein 0,6 gram, kalsium 17 mg, thiamine 0,045 mg,
vitamin A 2,4 IU, vitamin C 30 mg, vitamin B 0,045 mg, vitamin B2 0,065 mg,
karbohidrat 6 mg, niasin 1 mg, riboblavin 0,065 mg, zat besi 0,4 mg, nikotianida
0,5 mg, air 93 ml, serat 0,4 gram, dan 23 kalori.
Buah melon sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran, rasa, aroma, dan
penampilannya tergantung dari setiap varietasnya. Buah melon dapat dipanen
pada umur 65-120 HST tergantung pada varietasnya. Tanda buah melon sudah tua
atau masak adalah jika dipukul perlahan bunyinya nyaring. Jumlah biji yang
terdapat pada satu buah melon rata-rata 200-600 biji, tergantung besar kecilnya
buah.
2.2.7 Tomat
Menurut Purwadaria dkk (1990), tomat berdasarkan tingkat kematangannya
dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu hijau masak, semburat, peralihan merah,
merah jambu, dan merah masak. Dalam buah tomat terkandung gizi yang penting
bagi tubuh seperti karbohidrat, protein, dan beberapa antioksidan seperti lycopen.
Tomat dengan kematangan merah masak memiliki kandungan likopen lebih tinggi
dibandingkan tingkat kematanagan lainnya. Kandungan gizi yang terkandung
dalam 100 gram buah tomat masak dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Komponen Jumlah
Vitamin A (SI) 1500
Vitamin B1 (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 40
Karbohidrat (g) 4,2
Lemak (g) 0,3
Protein (g) 1
Air (%) 94
Fosfor (mg) 2,7
Besi (mg) 0,5
Sumber : Susanto dan Sanoto, 1994
2.2.8 Jeruk
Komposisi buah jeruk manis terdiri dari bermacam-macam diantaranya
70-92% (tergantung kualitas buah), gula, asam organic, asam amino, vitamin, zat
warna, mineral, dan lain-lain. Buah jeruk manis yang semakin tua, kandungan
gulanya semakin bertambah, tetapi kandungan asamnya berkurang dan jika
langsung terkena sinar matahari akan mengandung gula lenbih banyak. Pada
waktu masih muda banyak mengandung asam oksalat, tetapi akan berkurang pada
waktu buah masak. Kandungan asam sitrat jeruk manis pada waktu muda cukup
banyak, tetapi setelah buah masak semakin berkurang samapi dua pertiga bagian.
Asam amino adalah persenyawaan yang dapat menjadi struktur protein, selama
perkembangan buah, kandungan asam amino berubah-ubah secara kuanttitatif dan
kualitatif. Komposisi zat gizi per 100 pada sari buah jeruk sebagai berikut :
Komposisi Jumlah
Kalori (Kal) 44,0
Protein (g) 0,8
Lemak (g) 0,2
Karbohidrat (g) 11,0
Kalsium (mg) 19,0
Fosfor (mg) 16,0
Vitamin A (SI) 190,0
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 49,0
Air (g) 87,
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
2.3 Bahan Kimia yang digunakan
2.3.1 Selenium
Selenium merupakan suatu elemen semilogam golongan transisi yang dapat
berperan sebagai antioksidan sebagai pencegah kanker dan merupakan suatu
elemen mineral mikro yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi dapat bersifat
racun dalam jumlah besar (Whanger, 2006).
Selenium adalah elemen kimia non metalik pada group VI A, pada tabel
periodik dengan simbol Se, nomor atom 34, berat atom 78,96 A. Titik beku
217,00C, titik didih 684,9oC. Ada empat tingkat oksidasi, yaitu elemen Se (0),
selenate (+6), selenite (+4) dan selenide (-2). Selenium memiliki 3 bentuk, yaitu
kristal berwarna merah, bubuk berwarna merah dan kristal heksagonal warna abu-
abu.
2.3.2 H2SO4
Asam sulfat adalah suatu bahan penting untuk berbagai proses produksi, antara
lain industri pupuk, bahan kimia maupun untuk analisa labotarorium. Asam sulfat
merupakan asam anorganik yang bisa diproduksi secara massal dan dalam
kapasitas besar.Asam sulfat (H2SO4) dapat dibuat dari belerang (S), pyrite (FeS)
dan juga beberapa sulfid logam (CuS, ZnS, NiS).
Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna,
tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Bahan kimia
ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai titik lebur
10,31oC dan titik didih pada 336,85oC tergantung kepekatan serta pada temperatur
300oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida. Pada umumnya
asam sulfat diproduksi dengan kadar 78%-100%.
Asam sulfat sangat kuat sebagai dehidrator dan harus dilakukan dengan sangat
hati-hati. Asam sulfat juga sangat korosif dan reaksi hidrasi dengan air sangat
eksotermis. Sifat korosif asam sulfat dapat merusak benda-benda dari logam,
karena logam akan teroksidasi baik dengan asam sulfat encer maupun pekat.Asam
sulfat merupakan bahan kimia yang sangat kuat yang bersifat korosif yang dapat
menyebabkan rasa terbakar yang sangat parah dan kerusakan jaringan ketika
kontak dengan kulit atau membran mukosa (Cahyadi, 2008).
2.3.3 Asam Borat
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan
nama borax. Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat
(H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2).
Digunakan/ditambahkan ke dalam pangan/bahan pangan sebagai pengenyal atau
sebagai pengawet (Cahyadi, 2008).
Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.
Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan
yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat
dan hidroksida (Cahyadi, 2008).Asam borat mengandung tidak kurang dari 99,5%
H3BO3 dan memiliki berat molekul 61,83. Asam borat berbentuk serbuk hablur
putih atau tidak mengkilap atau tidak berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak
asam dan pahit kemudian manis. Kelarutan borat dari logam-logam alkali mudah
larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut
dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium
klorida (Vogel, 1985).
2.3.4 Metilen Blue
Hasil destilasi ditampung dalam erlemeyer berisi asam klorida
ditambahkan indikator metilen blue . Fungsi dikator adalah untuk mengetahui
kapan reaksi akan terjadi setelah mencapai titik akhir titrasi. kemudian dititrasi
dengan larutan natium hidroksida 0,1 N yang telah distandarisasi dengan Kalium
Biftalat (Sirajuddina, 2011).
2.3.5 NaOH
Natrium hidroksida ( NaOH ) juga dikenal sebagai soda kaustik atau
sodium hidroksida yang merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai
basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan
deterjen.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium hidroksida
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Natrium
hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam
kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Larutan natrium hidroksida
akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Cahyadi, 2008). Sifat –
sifat fisika dan kimia Natrium hidroksida (NaOH) ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisika dan Kimia NaOH


Karakteristik Nilai
Massa Molar 40g/mol
Wujud Zat padat putih
Specific gravity 2,13
Titik leleh 318,4oC (591 K)
Titik didih 1390OC (1663 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Kebasaan (pKb) ~2,43
(Sumber : Perry, 1984)
2.3.6 HCl
Larutan asam klorida ( HCl ) adalah cairan kimia yang sangat korosif,
berbau menyengat dan sangat iritatif dan beracun, larutan HCl termasuk bahan
kimia berbahaya atau B3. Di dalam tubuh HCl diproduksi didalam lambung yang
lebih dikenal dengan asam lambung yang dihasilkan oleh sel parietal, secara alami
salah satu fungsi asam lambung ini untuk menghancurkan bahan makanan yang
masuk kedalam usus, jika produksi asam lambung meningkat dari keadaan normal
akan mengiritasi lambung dan menimbulkan rasa perih dilambung yang lebih
dikenal dengan sakit maag. Bahaya terhadap kesehatan tergantung pada
konsentrasi larutannya, < 5% bersifat iritan lemah, 5 – 10% bersifat iritan kuat, , >
10 % bersifat korosif (Cahyadi, 2008).
2.3.7 Petroleum Benzene
Untuk mengetahui kadar lemak atau minyak bahan maka perlu dilakukan
analisis kadar lemak. Pada analisis kadar lemak atau minyak mengunakan pelarut.
Metode yang digunakan untuk mementukan kadar lemak atau minyak yaitu
metode soxhlet. Prinsip metode ini diekstraksi dengan petroleum benzene. Setelah
pelarutnya diuapkan lemak atau minyak dapat ditimbang dan dihitung
presentasenya. Fungsi petroleum benzene yaitu untuk melarutkan lemak pada
bahan karena lemak hanya larut pada pelarut organic non polar (Murray, 2009).
2.3.8 CaCO3
CaCO3(kalsium karbonat)adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari
mineral calcite (kalsium karbonat). Sumber utama dari calcite ini adalahorganisme
laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit di lantai
samudera sebagai pelagic ooze. CaCO3(kalsium karbonat)dibuat dari reaksi CaCl2
+ Na2CO3dalam air, atau melewatkan CO2 melalui suspensi Ca(OH)2 dalam air
yang murni. CaCO3(kalsium karbonat)berupa endapan amorf putih terbentuk dari
reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dalam bentuk CaCl2 dengan ion karbonat (CO3
2- ) dalam bentuk Na2CO3 (Svehla, 1990).

CaCO3(kalsium karbonat)adalah bahan aktif dalam kapur pertanian, zat


padat putih, tak berbau, tak berasa, terurai pada 825oC, tak beracun, larut dalam
asam dengan melepas CO2,benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa
bagian per juta), berat molekul 100,09 gr/mol, spesifik grafitasi : 2,6-2,75, titik
lebur pada 102,5 atm, suhu terdekomposisi 9000C, suhu optimum berkisar 28-
40oC dengan pH dipertahankan berkisar 5-5,8. Pada analisa karbohidrat senyawa
ini dapat berfungsi untuk menetralakan pH.
CaCO3(kalsium karbonat)banyak digunakan, antara lain sebagai bahan
untuk menurunkan kadar sulfur, bahan pembuat soda api, kabel, penurunan kadar
asam air, industri pupuk, pengkristal gula tepung, penetral limbah. Kalsium
karbonat dengan kemurnian tinggi biasanya digunakan untuk pangan, farmasi,
pasta gigi, dan kosmetik.Kalsium karbonat merupakan salah satu mineral pengisi
serbaguna dan dikonsumsi dalam jumlah besar untuk produksi semen, kertas, cat,
plastik, karet, tekstil, kapur, dan tinta printer (Perry dan Green, 1999).

2.3.9 Pb asetat
Pb-asetat merupakan zat penjernih yang paling banyak digunakan, hal ini
karena sifat timbal yang cukup effektif dalam mengendapkan asam amino,
protein, tanin, polifenol, dan asam organik pada umumnya. Pada analisa total gula
metode anthrone Pb-asetat berfungsi untuk mengendapkan partikel gula reduksi
(Fieha, 2005).
Pb-asetat berbentuk kristal, granul atau serbuk, berwarna putih, abu-abu
atau coklat, sedikit berbau asam asetat, titik leleh 327.40C; titik didih 1740C;
kelarutan: dalam air 1600 ml, dalam air panas 0,5 ml, dalam alkohol 30 ml, cepat
larut dalam gliserol, pH dalam larutan aqua 5% pada 250C = 5,5–6,5; rumus
molekul Pb(C2H3O2)2 . 3H2O, tekanan uap 7.22E-04 mm Hg 250C; kerapatan
spesifik 2,55.
2.3.10 Na Oksalat
Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini
biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH, dibagian anionnya dikenal
sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Natrium Oksalat mempunyai pH 8, dengan densitas 2,27 g/cm3, senyawa
ini termasuk berbahaya jika terkena kulit, mata dan tertelan. Fungsinya pada
analisis karbohidrat metode anthrone yaitu untuk mengendapkan sisa Pb-asetat
sehingga terbentuk Pb-oksalat (Giandwood, 2007).
2.3.11 Gula Standar
Gula standart yang digunakan sebagai sampel pengujian pembuatan kurva
standart dan sebagai pembanding pada uji gula pereduksi (Winarno, 2008).
2.3.12 Reagen Nelson
Penambahan reagen nelson ini bertujuan untuk mereduksi kupri oksida
menjadi kupro oksida karena K-Na-tartrat yang terkandung dalam reagen nelson
berfungsi untuk mencegah terjadunya pengendapan kupri oksida.
2.3.13 Arsenomolibdat (Gula Reduksi )
Berupa larutan berwarna biru. Reagen arsenomolibdat memiliki waktu
simpan yang terbatas dan bersifat beracun, jika tertelan akan menimbulkan rasa
pusing, mual, dan sesak. Jangan menghirup debunya dan hindari kontak dengan
mata. Jika kontak dengan mata atu kulit segera bilas dengan banyak air. Jika
tertelan cuci mulut dengan air yang banyak dan minum air yang banyak serta
minta bantuan medis (Suryana, 2007).
2.3.14 Amilum
Amilum disebut juga pati yang terdapat pada umbi,daun, batang, dan biji.
Amilum merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh
tumbuhan sesudah selulosa. Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak
terdapat di alam, terutama pada sebagian besar tumbuhan. Komponen penting
penyusun pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilum berwarna putih berupa
butiran halus yang berasal dari tumbuhan dan merupakan campuran dari dua
polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Pati alam mengandung 10-20 % amilosa
dan 80-90 % amilopektin, bila terhidrolisis akan berubah dengan membentuk
dekstrin dan kemudian berakhir dengan menghasilkan glukosa. Struktur kimianya
secara pasti belum diketahui namun diduga bahwa bagian luar dari butiran amilum
sebagai amilosa sedangkan bagian dalam butirannya sebagai amilopektin
(Mulyono,2006). Sebelum dilakukan titrasi pada metode iodimetri, sampel
dilakukan penambahan amilum 1%. Amilum ini berfungsi sebagai indikator yang
akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi
(Rohman, 2007).
2.3.15 Iodin (Vitamin C)
Iodin berfungsi untuk oksidator yang akan mengoksidasi votmaiin C
menggunakan amilum sebagai indikatornya (Sirajuddina, 2011).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain:
1. Oven 15. Kertas whatman
2. Penjepit cawan 16. Alat ekstraksi soxhlet
3. Cawan porselin 17. Pemanas listik
4. Neraca analitis 18. Pemanas Kjeldhal
5. Eksikator beserta silica gel 19. Penghisap uap
6. Tanur 20. Labu kjeldhal
7. Krus porselin lengkap dengan penutupnya 21. Alat distilasi
8. Penjepit krus 22. Erlenmeyer 125mL
9. pH meter 23. Buret mikro
10. Penangas air 24. Pipet ukur
11. Kapas 25. Labu takar
12. Gelas piala 26. Pipet volume
13. Labu ukur 27. Corong
14. Waring blender 28. Beaker glass
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain:
1 Selenium 13 Arsenomolibdat (Gula Reduksi)
2 H₂SO₄ 14 Amilum
3 Asam Borat 15 Iodin (Vitamin C)
4 Metilen Blue 16. Tahu
5 NaOH 17. Beras
6 HCL (Protein) 18. Nasi
7 Petroleum Benzene (Lemak) 19. Tepung Kedelai
8 CaCO₃ 20. Apel
9 Pb asetat 21. Melon
10 Na oksalat 22. Jerus
11 Glukosa Standar 23. Jeruk
12 Reagen Nelson
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Analisis Kadar Air
Bahan yang digunakan pada praktikum ini dibagi menjadi dua yaitu basah
dan kering. Analisis kadar air ini menggunakan empat sampel yaitu tahu, kedelai,
beras, dan nasi. Untuk sampel basa yaitu nasi dan tahu, sedangkan sampel kering
yaitu beras dan kedelai. Untuk kedelai dan beras tidak dilakukan preparasi bahan,
sedangakan untuk tahu dan nasi dilakukan preparasi bahan yaitu dengan cara
penumbukan (penghalusan tahu & nasi). Penghalusan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam pengabuan dan juga penimbangan bahannya. Analisis kadar
air dalam bahan pangan dapat menggunakan beberapa metode. Praktikum
menggunakan metode oven untuk pengeringan. Pengeringan tersebut dilakukan
dengan cara memasukkan sampel kedalam botol timbang dan dilakukan
penimbangan sebanyak 2 gram, kemudian dilakukan pengovenan pada suhu
105 ̊C selama 4 jam. setelah itu dilakukan eksikator selama 15 menit, selanjutnya
dilakukan penimbangan berat botol dan bahannya. Setelah itu dilakukan
perhitungan.
BotolTimbang

Pengovenan 20
menitpadasuhu 105°C

Eksikator 15 menit
Sampel

Penimbangan botol
timbang Penghalusan Sampel

Penimbangan dalam botol


timbang 5gram

Pengovenan 4Jam, 105°C

Eksikator 15 menit

Penimbangan botol
timbang + tahu

Perhitungan Kadar Air

3.2.1 Analisis Kadar Abu

Praktikum ini menggunakan menggunakan dua sampel yaitu sampel basah


dan kering. Pada sampel basah dilakukan pengeringan menggunakan oven selama
1 jam yang berfungsi untuk menghilangkan kadar air pada sampel, agar
pengabuan lebih mudah. Pada kadar abu dilakukan pengovenan kurs porselen
selama 20 menit, 105 ̊C. Setelah itu dilakukan eksikator selama 15 menit yang
berfungsi untuk mempertahankan kelembaban bahan yang peka terhadap
pengaruh udara yang lembab. Selanjutnya alat ditimbang dengan a gram,
kemudian penambahan bahan sebanyak 3 gram beserta bahannya. Kemudian
ditanur dua kali dengan skala 30-40 ̊C selama 1 jam dan 60-70 ̊C selama 4 jam
yang berfungsi untuk mengabukan sampelnya. Berikutnya dilakukan pendinginan
selama 24 jam didalam tanur. Setelah keluar dari tanur kemudian dilakukan
pengovenan selama 15 menit dengan suhu 105 ̊C dan setelah itu
dilakukaneksikator selama 15 menit. Berikutnya penimbangan kurs porselen dan
dilakukan perhitungan untuk megetahui kadar abu yang didapat.

Kurs Porselen

Pengovenan 20 menit, 105°C

Eksikator 15 menit
Sampel

Penimbangan botol timbang


Penghalusan Sampel

Penimbangan dalam botol


timbang 5gram

Tanur skala 30-40, 1Jam Tanur skala 60-70, 4Jam

Pendinginan 24Jam dalam tanur

Pengovenan 15 menit, 105°C

Eksikator 15 menit

Penimbangan kurs porselen

Perhitungan Kadar Abu


3.2.3 Kadar Protein

Sampel yang digunakan pada praktikum ini ada empat sampel yaitu tahu,
kedelai, beras, dan nasi. Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan
menggunakan blanko aquades sebanyak 0,5 mL. Setelah itu dimasukkan pada
labu kjeldahl yang berfungsi untuk destruksi bahan makanan pada proses
penentuan kadar protein. Berikutnya penambahan 1 gram selenium dan 1 ml
H2SO4, setelah ditambahkan labu kjeldahl dipasang ke alat destruksi. Kemudian
dilakukan destruksi selama 1 jam. Setelah didestruksi didinginkan selama 1 jam.
Kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml dan dilanjutkan dengan destilasi
selama 4 menit. Selanjutnya dititrasi dengan HCl kemudain dihitung sebagai
jumlah N.

Penimbangan sampel 0,1-0,5 gram

Penuangan kedalam labu Kjeldahl 30-50 ml

Butir batu didih

Pendidihan sampel 1-1,5 jam

Aquades Pendinginan

Pencucian dan pembilasan labu 5-6 kali


dengan 1-2ml aquades

Peletakan erlenmeyer 125 ml dengan


asam borat jenuh 2-4 tetes dibawah
kondensor

Pendistilasian

Pembilasan tabung kondesnsor dengan


aquades
3.2.4 Kadar Lemak

a. Persiapan Alat

Pertama, labu lemak sebelum digunakan harus dioven terlebih dahulu agar
mendapatkan berat yang konstan pada proses penimbangan. Kemudian setelah
dioven, labu lemak dieksikator 15 menit bertujuan untuk menstabilkan
kelembapan dan terakhir ditimbang (A).

LabuLemak

Pengovenan

Eksikator

PenimbanganLabuLemak

Gambar 1. Persiapan alat analisa kadar lemak


b. Persiapan Bahan
Pada analisa kadar lemak ini menggunakan sampel tepung kedelai dan
tahu sebelumnya ditumbuk hingga halus terlebih dahulu. Untuk meletakkan
sampel, kita menggunakan kertas saring yang dioven terlebih dahulu selama 20
menit untuk mendapatkan berat yang konstan atau stabil. Kemudian, dieksikator
15 menit untuk mengurangi kelembapan dan ditimbang sebagai A gram.
Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam kertas saring sebanyak 5 gram
untuk sampel basah dan 2 gram kering sampel untuk tiap-tiap sampel.
Selanjutnya, dioven selama 24 jam untuk mengurangi kadar airnya. Dieksikator
kembali untuk mengurangi kelembapannya dan kemudian ditimbang sebagai B
gram. Kertas saring yang berisi sampel yang akan digunakan ditali semua sisinya
menggunakan benang agar sampelnya tidak keluar.
KertasSarin
g

Pengovenan 20 menit

Eksikator

Penimbangan

PenambahanSampelbasah 5g dansampelkering 2 g

Pengovenan 24 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangankembali

Gambar 2. Persiapan bahan analisa kadar lemak


c. Ekstraksi Soxhlet

Untuk prosedur analisa menggunakan ekstraksi soxhlet menggunakan


sampel kering dan basah yang sudah di ikat dengan benang. Kemudian
diletakkan dalam tabung ekstraksi soxhlet tersebut. Berikutnya dilakukan
pelarut dituangkan kedalam labu lemak setelah itu dilakukan reflux selama 4
jam yang bertujuan untuk mereaksikan dengan sempurna antara pelarut
dengan pelarut lainnya. Pelarut ditambahkan hingga mencapai batas tertentu.
Kemudian dilakukan 2 kali pengovenan (1) selama 1 jam setelah itu
dieksikator, kemudian dilakukan penimbangan 1 gram. Selanjutnya dilakukan
pengovenan ke 2 selama 40 menit, setelah itu dilakukan eksikator selama 15
menit. Tujuan pengovenan dan eksikator sama seperti persiapan alat dan
bahan. Setelah itu dilakukan penimbangan 2 gram. Tujuan metode soxhlet
untuk mendapatkan kadar lemak.
Sampelbasahdansampelkering

PeletakkandalamtabungekstraksiSoxhlet

Penuanganpelarutkedalamlabulemak

Refluk 4-6 jam

Pemanasan

Pengovenan (1) selama 1 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan 1 (gram)

Pengovenan (2)selama 40 menit

Eksikator 15 menit

Penimbangan 2 (gram)

Gambar 3. Analisa kadar lemak menggunakan ekstraksi soxhlet


3.2.5 Analisis Kadar Gula Reduksi
a. Persiapan Sampel
Pertama, yang dilakukan pada praktikum analisis kadar gula reduksi yaitu
menyiapkan sampel terlebih dahulu sebanyak 2 gram, kemudian sampel
dihancurkan menggunakan mortar yang berfungsi untuk memperluaskan
permukaan pada gula reduksi. Setelah ditambahkan aquadest, larutan sampel dari
aquadest yang didinginkan dalam eksikator selama 15 menit, selanjutnya
dilakukan stirrer selama 5 menit. Tujuan dari desikator yaitu untuk
menghilangkan kadar air pada suatu sampel. Berikutnya dilakukan penyaringan
yang menggunakan kertas saring pada sampel agar dapat terpisah antara filtrate
dan residunya. Selanjutnya dilakukan pengulangan penyaringan dengan
menggunakan residu ditambahkan aquadest 30 ml. setelah ditambahkan aquadest ,
stirrer. Kemudian aquadest akan kembali dilarutkan dengan stirrer selama 15
menit. Kemudian dilakukan kembali penyaringan menggunakan kertas yang sama
yaitu kertas saring. Setelah itu hasil filtrat yang pertama dan kedua digabungkan
dalam beaker glass, setelah itu ditambahkan CaCO3. Setelah itu sampel
didinginkan dan dilakukan pengadukan yang menggunakan stirrer. Selain itu
dilakukan penambahan PB asetat dan Na oksalat, masing-masing sampel 3 ml PB
asetat. Kemudian dilakukan penyaringan kembsli menggunakan kertas saring dan
dilakukan penenraan menggunakan aquadest sampai larutan menjadi 100 ml
Bahan

Penimbangan 2 gram Larutan siap


digunakan

Penghancuran bahan
Peneraan volume
larutan sampai batas
tera
Penambahan
aquades 30mL
Penyaringan

Pengadukan dan
Pemanasan dengan
Sentrifuse
stirrer (15’)

Penyaringan dengan Penambahan Pb-


kertas saring asetat dan Na-
oksalat 3mL

Penambahan
aquades 30mL
Pendinginan

Pengadukan dan
Pemanasan dengan Pemanasan 20’
stirrer (15’)

Penambahan
Sentrifuse CaCO₃

Penyaringan

b. Pembuatan Kurva Standart


Praktikum analisis kadar gula pada tahap kedua yaitu dilakukan
pembuatan kurva standart. Sebelum larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan diberi perlakuan Reagen Nelson dengan perbandingan 25:1. Fungsi
Reagen Nelson yaitu untuk mereduksi kupri oksida menjadi kupro oksida karena
K-Na-tartrat yang terkandung dalam reagen nelson berfungsi untuk mencegah
terjadunya pengendapan kupri oksida. Setelah itu mendidihkan gula standart
selama 20 menit. Kemudian ditambahkan arsenomolybdat. Berikutnya dilakukan
peneraan dengan volume 10 ml menggunakan aquadest . peneraan ini bertujuan
agar tidak terlalu banyak nilai yang didapatkan pada hasil akhirnya. Setelah itu
dilakukan pengukuran adsorbansi pada sampel glukosa standart agar dapat
diketahui dan dibuat kurva standartnya.

Glukosa (0,1; 0,25;


0,5; 0,75; 1; 1.5; 2mL)
dan aquades 1mL
(blanko)

Penuangan dalam 9
tabung berbeda

Pencampuran
reagen A dan
reagen B

Penuangan 1mL reagen


nelson pada tiap tabung Peneraan absorbansi
pada panjang
gelombang 540nm
Pemanasan selama 20’ (spektofotometer)

Pendinginan
Penghomogenan

Penambahan
Penyetaran volume
arsenomolybdat
dengan penambahan
1mL/tabung aquades hingga volume
akhir 10mL

Vortex
c. Analisis Gula Pereduksi
Praktikum analisis kadar gula pada tahap ketiga yaitu dilakukan
analisa terhadap gula pereduksi pada sampel yang telah diekstrak. Kemudian
ditambahkan sampel terlebih dahulu ke dalam tsbung reaksi dan ditambahkan 1
Reagen Nelson sebanyak 1 ml dengan perbandingan 25:1. Fungsi Reagen Nelson
yaitu untuk mereduksi kupri oksida menjadi kupro oksida karena K-Na-tartrat
yang terkandung dalam reagen nelson berfungsi untuk mencegah terjadunya
pengendapan kupri oksida. Setelah itu dilakukan pendidihan selama 20 menit
sambil distirrer. Kemudian dilakukan penambahan air arsenomolybdat sebanyak 1
ml. berikutnya dilakukan peneraan hingga volemunya mencapai 10 ml yang
menggunakan aquadest. Selanjutnya dilakukan peneraan dengan volume 10 ml
menggunakan aquadest . peneraan ini bertujuan agar tidak terlalu banyak nilai
yang didapatkan pada hasil akhirnya. Setelah itu dilakukan pengukuran adsorbansi
pada sampel glukosa standart agar dapat diketahui dan dibuat kurva standartnya.
Kertas saring

Pengeringan dengan
oven (60ºC, 15’)

Pendinginan dalam desikator (15’)

2 gram Penimbangan
sampel

Pengeringan

Pendinginan dalam
desikator

Pembungkusan dan penalian

Penyiapan labu lemak

Penimbangan

Petroleum Pemasukan
benzen

Sampel
yang telah Pemasangan
dibungkus+ rangkaian soxhlet
diikat
Pemanasan selama 3 jam

Pelepasan labu lemak

Pendiaman pada suhu ruang Penimbangan

Pengovenan (60ºC;30’) Pendinginan


3.2.6 Analisis Kadar Vitamin C

Langkah pertama yang dilakukan pada kadar analisis vitamin C yaitu


penimbangan sampel, setelah itu sampel dihaluskan dan ditambahkan sebanyak 30
ml aquades yang berfungsi melarutkan vitamin C. Berikutnya dilakukan
penuangan sampel dalam beaker glass untuk dilakukan ekstraksi dengan
menggunakan stirrer selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dan
disaring menggunakan kertas saring yang dilakukan pengulangan. Setelah itu
sampel ditera sampai tanda batas labu ukur sebanyak 100 ml yang berfungsi untuk
mengencerkan larutan. Kemudian sampel dimasukkan ke 4 erlenmeyer masing-
masing sebanyak 20 ml dan ditambah larutan amilum sebanyak 1 %. Setelah itu
dilakukan titrasi dengan larutan iodine sebanyak 0,01 N. kemudian dilakukan
perhitungan untuk menentukan kadar vitamin C.

2gram jeruk + 30ml aquades

Ekstraksi ,penyaringan

Ampas + 30ml aquades

Ekstraksi, penyaringan Ampas

Filtrat 1 Filtrat 2

Ditera sampai tanda batas pada labu ukur 100ml

Masukkan sampel ke 4 erlenmeyer @20 ml

+1 ml larutan amilum 1%

Titrasi dengan larutan iodin 0.01N

Perhitungan kadar vitamin C


BAB 4. HASIL PENGAMATAAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

A. Kadar Air
Sebelum
Setelah Pengovenan
Pengovenan
Ulangan

Berat Berat Berat Berat Berat Berat air


Sampel
cawan (g) cawan+ sampel cawan+s sampel (g)
sampel (g) ampel (g)
(g) (g)
Tahu 1 17.6689 19.7083 2.0394 17.9860 0.3171 1.7223
2 14.9122 16.9104 1.9982 15.2243 0.3121 1.6861
Kedela 1 18.0060 20.0971 2.0911 19.8903 1.8843 0.2068
i
2 15.7470 17.7425 1.9955 17.5449 1.7979 0.1976
3 14.9329 16.9362 2.0033 16.7473 1.8144 0.1889
Nasi 1 16.6048 18.6078 2.0030 17.2298 0.6250 1.3780
2 16.8569 18.5754 1.7185 17.3998 0.5429 1.1756
3 15.1880 17.1891 2.0011 15.9858 0.7978 1.2033
4 15.7448 17.7867 2.0419 16.5408 0.7960 1.2459
Beras 1 16.2485 18.2490 2.0005 17.9828 1.7343 0.2662
2 16.7329 18.7309 1.9980 18.4706 1.7377 0.2603
3 17.8532 19.8424 1.9892 19.5629 1.7097 0.2795
B. Kadar Abu
Sebelum Pengabuan
Berat

Ulangan
Berat Berat Berat Berat
Sampel cawan+abu
cawan cawan+sampel sampel abu (g)
(g)
(g) (g) (g)
Tahu 1 33.2200 35.2400 2.0200 33.2252 0.0052
2 31.4205 33.5339 2.1134 31.4278 0.0073
Kedelai 1 33.4889 35.4632 1.9743 33.5826 0.0937
2 33.1397 35.1532 2.0135 33.2363 0.0966
3 33.1395 35.1326 1.9931 33.2397 0.1002
Nasi 1 33.7031 35.7175 2.0144 33.7078 0.0047
2 33.7017 35.6241 1.9224 33.7066 0.0049
Beras 1 34.2455 36.2398 1.9943 34.4275 0.1820
2 32.4102 34.4548 2.0446 32.4246 0.0144

C. Kadar Protein
Volume Volume HCl
Berat Volume HCl
Ulangan

HCl titrasi titrasi


Sampel Sampel N HCl titrasi
sampel (sampel-
(mg) blanko (ml)
(ml) blanko) (ml)
Tahu 1 514.7 0.02 1.0 27.8 26.8
2 515.6 0.02 0.1 26.0 25.9
Kedelai 1 100.7 0.02 1.0 20.8 19.8
2 116.2 0.02 0.1 23.0 22.9
Nasi 1 569.4 0.02 1.0 10.0 9.0
2 514.5 0.02 0.1 9.2 9.1
Beras 1 579.2 0.02 1.0 24.4 23.4
2 513.8 0.02 0.1 22.0 21.9
D. Kadar Lemak
Berat Berat
Berat kertas+sampel Berat kertas+samp Berat
Ulangan
Berat labu
Sampel kertas sebelum sampel el setelah sampel
lemak (g)
(g) pengeringan basah (g) pengeringan kering (g)
(g) (g)
Tahu 0.719
1 5.7739 5.0542 1.5232 0.8035 27.7551
7
0.680
2 5.6537 4.9731 1.3984 0.7178 29.0538
6
Kedelai 0.675
1 2.7368 2.0610 2.5505 1.8747 31.3388
8
0.582
2 2.6452 2.0623 2.4940 1.9111 32.1006
9
Nasi 0.679
1 5.9853 5.3057 2.7900 2.1104 33.7747
6
0.628
2 5.9326 5.3040 2.9444 2.3158 32.0863
6
Beras 0.617
1 2.7425 2.1252 2.5195 1.9022 35.6313
3
0.640
2 2.7438 2.1034 2.5377 1.8973 35.3734
4
E. Kadar Gula Reduksi
1. Kurva Standar
Volume Cuplikan Nilai Absorbansi Nilai Absorban Jumlah
Glukosa 10mg/ Glukosa (mg)
100ml (ml)
0 (Blanko) 0.068 0 0
0,1 0.188 0.12 0.01
0,25 0.331 0.263 0.025
0,5 0.549 0.481 0.05
0,75 0.778 0.71 0.075
1 0.984 0.916 0.1
1,5 1.451 1.383 0.15
2 1.889 1.821 0.2

0.25
Jumlah Glukosa (mg)

y = 0.1118x - 0.0038
0.2
R² = 0.9999
0.15

0.1

0.05

0
0 0.5 1 1.5 2
Nilai Absorban
2. Pengujian Sampel
Berat Nilai Nilai Nilai
Faktor
Sampel Ulangan Sampel Absorbansi Absorbansi Absorban
Pengenceran
(g) Blanko Sampel
Apel 1 2.4283 500 0.068 1.552 1.484
2 2.4283 500 0.068 1.649 1.581
3 2.4318 500 0.068 1.461 1.393
4 2.4318 500 0.068 1.578 1.510
Melon 1 2.0795 500 0.068 0.585 0.517
2 2.0795 500 0.068 0.592 0.524
3 2.0795 500 0.068 0.549 0.481
4 2.147 500 0.068 0.583 0.515
5 2.147 500 0.068 0.596 0.528
6 2.147 500 0.068 0.573 0.505

F. Kadar Vitamin C
Volume
Volume Volum Volum
Volum Iod
Berat Cuplika e Iod e Iod
Ulangan

Sampe e Total N Titrasi


Sampe n Titrasi Titrasi
l Ekstrak Iod (sampel
l (g) Sampel Blanko Sampel
(ml) -blanko)
(ml) (ml) (ml)
(ml)
0.0
Jeruk 1 2.0188 100 25 0.2 1.4 1.2
1
0.0
2 2.0832 100 25 0.2 1.3 1.1
1
0.0
Tomat 1 2.208 100 25 0.1 0.85 0.75
1
0.0
2 2.1396 100 25 0.15 0.6 0.45
1
4.2 Hasil Perhitungan

4.2.1 Kadar Air

Kadar air
Sampel Ulangan
Basis Basah (%) Basis Kering (%)
1 84.4513 543.1410
2 84.3809 540.2435
Tahu Rata -rata 84.4161 541.6922
Standar Deviasi 0.0498 2.0488
Relative Standard Deviation 0.0589 0.3782
1 9.8895 10.9749
2 9.9023 10.9906
3 9.4294 10.4112
Kedelai
Rata -rata 9.7404 10.7922
Standar Deviasi 0.2694 0.3301
Relative Standard Deviation 2.7657 3.0587
1 68.7968 220.4800
2 68.4085 216.5408
3 60.1319 150.8273
Nasi 4 61.0167 156.5201
Rata -rata 64.5885 186.0920
Standar Deviasi 4.6519 37.5400
Relative Standard Deviation 7.2024 20.1728
13.3067
1 15.3491
2 13.0280 14.9796
Beras 3 14.0509 16.3479
Rata -rata 13.4619 15.5589
Standar Deviasi 0.5288 0.7079
Relative Standard Deviation 3.9280 4.5496
4.2.2 Kadar Abu
Kadar air
Sampel Ulangan
Basis Basah (%) Basis Kering (%)
1 0.2574 1.6519
2 0.3454 2.2165
Tahu Rata -rata 0.3014 1.9342
Standar Deviasi 0.0622 0.3992
Relative Standard Deviation 20.6415 20.6415
1 4.7460 5.2582
2 4.7976 5.3154
3 5.0273 5.5699
Kedelai
Rata -rata 4.8570 5.3811
Standar Deviasi 0.1498 0.1659
Relative Standard Deviation 3.0838 3.0838
1 0.2333 0.6589
2 0.2549 0.7198
Nasi Rata -rata 0.2441 0.6893
Standar Deviasi 0.0153 0.0431
Relative Standard Deviation 6.2481 6.2481
1 9.1260 10.5457
2 0.7043 0.8139
Beras Rata -rata 4.9152 5.6798
Standar Deviasi 5.9551 6.8814
Relative Standard Deviation 121.1570 121.1570
4.2.3 Kadar Protein

Kadar air
Sampel Ulangan %N
Basis Basah (%) Basis Kering (%)

1 1.4587 8.3873 53.8205


Tahu
2 1.4072 8.0915 51.9223
Rata -rata 8.2394 52.8714
Standar Deviasi 0.2092 1.3422
Relative Standard Deviation 2.5387 2.5387
1 5.5082 31.6722 35.0902
Kedelai
2 5.5208 31.7448 35.1705
Rata -rata 31.7085 35.1303
Standar Deviasi 0.0513 0.0568
Relative Standard Deviation 0.1618 0.1618
1 0.4428 2.6346 7.4400
Nasi
2 0.4955 2.9481 8.3254
Rata -rata 2.7914 7.8827
Standar Deviasi 0.2217 0.6261
Relative Standard Deviation 7.9422 7.9422
1 1.1318 6.7341 7.7817
Beras
2 1.1941 7.1046 8.2098
Rata -rata 6.9194 7.9957
Standar Deviasi 0.2620 0.3028
Relative Standard Deviation 3.7867 3.7867
4.2.4 Kadar Lemak

Kadar air
Sampel Ulangan
Basis Basah (%) Basis Kering (%)
1 5.2788 33.8733
2 4.4620 28.6321
Tahu Rata -rata 4.8704 31.2527
Standar Deviasi 0.5775 3.7060
Relative Standard Deviation 11.8583 11.8583
1 18.8598 20.8950
2 18.7509 20.7744
Kedelai Rata -rata 18.8053 20.8347
Standar Deviasi 0.0770 0.0853
Relative Standard Deviation 0.4094 0.4094
1 0.0886 0.2502
2 0.0566 0.1597
Nasi Rata -rata 0.0726 0.2049
Standar Deviasi 0.0226 0.0639
Relative Standard Deviation 31.2013 31.2013
1 0.0988 0.1142
2 0.3423 0.3956
Beras Rata -rata 0.2206 0.2549
Standar Deviasi 0.1722 0.1990
Relative Standard Deviation 78.0620 78.0620
4.2.5 Kadar Karbohidrat (Gula Reduksi)

Jumlah Kandungan Kadar air


Sampel Ulangan Glukosa Gula Basis Basah
(mg) Pereduksi Basis Kering (%)
(%)
1 0.1621 3.3380 3.0042 17.7761
2 0.1730 3.5613 3.2051 18.9653
3 0.1519 3.1240 2.8116 16.6365
Apel 4 0.1650 3.3929 3.0536 18.0688
Rata-Rata 3.0186 17.8617
Standar Deviasi 0.1624 0.9607
Relative Standard Deviation 5.3788 5.3788
1 0.0540 1.2984 1.1686 13.2791
2 0.0548 1.3172 1.1855 13.4716
3 0.0500 1.2016 1.0815 12.2894
4 0.0538 1.2524 1.1271 12.8084
Melon 5 0.0552 1.2862 1.1576 13.1545
6 0.0527 1.2263 1.1037 12.5421
Rata-Rata 1.1373 12.9242
Standar Deviasi 0.0402 0.4563
Relative Standard Deviation 3.5306 3.5306

4.2.6 Kadar Vitamin C


Kadar Vitamin C Kadar air
Sampel Ulangan
(mg/g) Basis Basah (%) Basis Kering (%)
1 2.0923 0.2092 1.8037
2 1.8587 0.1859 1.6023
Jeruk Rata-Rata 0.1976 1.7030
Standar Deviasi 0.0165 0.1424
Relative Standard Deviation 8.3633 8.3633
1 1.1957 0.1196 1.8395
2 0.7403 0.0740 1.1390
Tomat Rata-Rata 0.0968 1.4892
Standar Deviasi 0.0322 0.4953
Relative Standard Deviation 33.2612 33.2612
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Kadar Air

Sampel yang digunakan pada penentuan kadar air yaitu tahu, kedelai,
beras, dan nasi. Metode yang digunakan yaitu metode oven (gravimetri).
Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti,
2010). Pada sampel tahu tingkat berat pengeringan sampel paling tinggi, karena
luas permukaan besar setelah dilakukan preparasi sehingga semakin cepat proses
pengeringan. Pada sampel kedelai tingkat pengeringan sampel paling rendah
diantara tahu, nasi, dan beras. Pada sampel kedelai, diperoleh data perhitungan
yang tidak sesuai dengan literature. Kadar air kedelai sebesar 4,14% (Ferawati).
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses penimbangan sampel yang
kurang teliti.

Pada sampel yang ketiga yaitu nasi mendapatkan tingkat pengeringan


kedua setelah tahu. Pada sampel ini tingkat pengeringannya setelah tahu, karena
luas permukaannya besarnya sama dengan tahu. Tahu dan nasi dilakukan
penumbukan atau dihaluskan terlebih dahulu menggunakan mortar, sebelum
dilakukan proses selanjutnya. Pada sampel yang terakhir yaitu beras mendapatkan
tingkat pengeringan atau kadar air yang ketiga. Perlakuan beras hampir sama
dengan kedelai, sebelum dilakukannya proses berikutnya.

Dari data kedua sampel berat basah dan berat kering akan diperoleh nilai
standart deviasi dan RSD yang menggambarkan tingkat ketelitian suatu
pengamatan atau penelitian. Semakin kecil nilai standart deviasi dan RSD
semakin tinggi ketelitian data tersebut (Sari, 2015). Nilai standart deviasi untuk
bahan sampel tahu dengan basis basah mendapatkan 0,0498 % dan basis kering
diperoleh nilai yang tidak sesuiai dengan literature yaitu mendapatkan 2,0488 % .
pada sampel kedelai basis basah didapatkan 0,0694% dan basis kering didapatkan
hasil 0,3301 % , itu sesuai dengan literature. Pada sampel nasi basis basah
didapatkan 4, 6519 dan basis kering 37,5400, itu tidak sesuai dengan literature.
Pada sampel beras basis basah didapatkan 0,5288% dan basis kering didapatkan
0,7079 %. Bahwa standart deviasi akan lebih baik apabila nilai yang dihasilkan
kurang dari 1 (Ferawati, 2009). Berdasarkan literature, nilai standart deviasi yang
diperoleh yaitu lebih dari 1 sehingga tingkat ke akurasian dari data tersebut rendah
karena nilai standart deviasi dapat dikatakan baik atau kurang ketelitiannya tinggi
yaitu kurang dari 1.

Dari nilai standart deviasi yang telah diperoleh akan diketahui akan
diketahui nilai RSDnya. Nilai RSD digunakan untuk menggambarkan tingkat
ketelitian suatu pengamatan atau penelitian. Semakin kecil nilai RSD semakin
tinggi ketelitian data tersebut (Sari, 2015). Dari data diatas diperoleh ketelitian
yang baik karena kurang dari 5, kecuali RSD pada sampel nasi yang memiliki
nilai yang lebih dari 5. Hal ini dapat disebabkan oleh pengulangan pengamatan
pada sampel yang perlakuannya berbeda ataupun alat yang digunakan belum
dikalibrasi, sehingga data yang dihasilkan kurang tepat.

5.2 Kadar Abu

Penentuan kadar abu pada praktikum kali ini menggunakan 4


sampel yaitu tahu, kedelai, nasi dan beras. Penetuan kadar abu ini dilakukan
dengan menggunakan metode pengabuan kering yang menggunakan panas tinggi
dan adanya oksigen. Pada praktikum ini dilakukan 2 kali pengulangan. Dari data
pengamatan yang diperoleh, sampel tahu dengan rata-rata kadar abu basis basah
0,3014% dan basis kering 1,9342%. Pada sampel kedelai diperoleh rata-rata kadar
abu basis basah 4,8570% dan basis kering 5,3811%. Hal ini menyimpang jika
dibandingkan dengan literature , Sudarmadji (2007) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa kedelai memiliki kadar abu sebesar 3,67%. Penyimpangan
ini dapat disebabklan karena kurang terampilnya praktikum dalam melakukan
analisis (seperti dalam penimbangan sampel). Pada sampel nasi didapatkan kadar
abu basis basah 0,2441% dan basis kering 0,6893%. Pada sampel beras diperoleh
kadar abu basis basah 4,9152% dan basis kering 5,6798%.
Dari data pengamatan diatas dapat diperoleh nilai standart diviasi dan RSD
yang menggambarkan tingkat ketelitian suatu pengamatan atau penelitian.
Semakin kecil nilai standart deviasi dan RSD semakin tinggi ketelitian data
tersebut (Sari, 2015). Berdasarkan data yang didapatkaan bahwa tahu, kedelai,
nasi dan beras basis basah dan basis kering sesuai dengan litaratur dimana nilai
SD kurang dari 1. Nilai SD yang memenuhi dan dapat diterima yaitu yang
memilki nilai SD<1 (Sari, 2015), kecuali pada beras lebih dari 1 basis basah
5,9551% dan basis kering 6,8814%. Sedangkan pada RSD tahu, kedelai, nasi, dan
beras yang paling baik didapatkan pada sampel kedelai yaitu kurang dari 5,
sedangkan sampel yang lain didapatkan nilai basis basahg dan basis kering yang
diperoleh kurang memiliki ketelitian yang baik, karena RSD yang baik kurang
dari 5.

5.3 Kadar Protein

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan kadar protein dengan


menggunakan sampel tahu, kedelai, nasi, dan beras. Metode yang digunakan
untuk menentukan kadar protein pada suatu bahan pangan yairu kejldahl. Prinsip
dari metode ini yaitu oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen
menjadi ammonia oleh asam sulfat, selanjutnya ammonia bereaksi dengan
kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan, akan
diikat oleh asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan
jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku asam.

Pada data yang diperoleh, diketahui rata-rata kadar protein basis basah
tahu 8,2394, nasi kadar protein basis basah 2,7914, beras kadar protein basis
basah 6,9194. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein tahu, nasi, dan beras
kadar basis basah hampir sesuai dengan syarat mutu menurut SNI (1998) yaitu
kadar protein basis basah minimal 9,0%. Sedangkan pada sampel kedelai
diperoleh rata-rata kadar basis basah 31,7085%. Menurut Santoso (2005),
menyatakan bahwa kandungan protein adalah 35,9 gram per 100 gram atau setara
dngan 35,9%. Sehingga data hasil pengamatan yang dilakukan masih belum
sesuai dengan literature yang ada.

Nilai SD dan RSD pada masing-masing sampel memiliki perbedaan nilai.


Berdasarkan nilai perhitungan SD dan RSD dapat disimpulkan bahwa ketelitian
data pada pengamatan ini sesuai dengan literature yaitu kurang dari 1. Nilai SD
yang memenuhi dan dapat diterima yaitu yang memiliki nilai SD<1 (Sari, 2015).
Kecuali pada sampel beras memiliki nilai SD lebih dari 1 yaitu 5,9551%. Hal ini
dikarenakan kurang ketelitian dalam pengamatan. Sedangkan nilai RSD tidak
sesuai dengan literature yaitu lebih besar dari 5. Nilai RSD yang baik yaitu lebih
kecil dari .

5.4 Kadar Lemak

Penentuan analisa kadar lemak ini menggunakan sampel berupa tahu,


kedelai, nasi, dan beras. Analisis ini menggunakan metode soxhlet yaitu proses
ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet. Penentapan kandungan lemak
dilakukan dengan larutan petroleum benzene sebagai pelarut. Berdasarkan data
pengamatan yang diperoleh nilai kadar basis basah memiliki nilai yang lebih
rendah daripada kadar lemak basis kering. Hal ini disebabkan karena pada
perhitungan lemak basis basah masih terdapat kandungan zat non lemak.

Hasil rata-rata yang diperoleh dari basis basah dan basis kering pada
masig-masing sampel diperlukan dalam perhitungan SD dan RSD. Nilai standart
deviasi dan RSD yang berfungsi menggambarkan tingkat ketelitian suatu
pengamatan atau penelitian. Semakin nilai SD dan RSD semakin tinggi ketelitian
data tersebut (Sari, 2015). Dari data perhitungan SD yang diperoleh pada
pengamatan menunjukkan bahwa ketelitian pada sampel sudah baik karena nilai
yang dihasilkan kurang dari angka 1 ( angka maksimal SD). Sedangkan untuk
RSD dari sampel kedelai memiliki ketetapan dan ketelitian yang tinggi karena
dibawah nilai 5 yang merupakan nilai maksimal RSD. Untuk sampel tahu, nasi ,
dan beras didapatkan RSD melebihi dari angka 5.
5.5 Kadar Karbohidrat

Dalam percobaan ini dilakukan pembuatan kurva standart dan perhitungan


kadar gula pereduksi pada sampel apel dan melon. Kurva standart yang dihasilkan
memiliki nilai R2 sebesar 0,9999. Hal ini menunjukkan bahwa nilai absorbansi
yang dihasilkan cukup akurat karena mendekati nilai 1 (Dailami, 2010).
Perhitungan kadar gula reduksi dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai
absorbansi sampel pada persamaan regresi kurva standart (Mutia dkk, 2012). Data
yang diperoleh menunjukkan rata-rata kandungan gula pereduksi bahwa melon
basis basah yang lebih rendah yaitu 1,1373% sedangkan apel 3,1186%.

Percobaan pada hari kedua dilakukan pembuatan kurva standart dan


perhitungan kadar gula pereduksi pada sampel yaitu apel dan melon. Kurva
standart yang dihasilkan memiliki nilai R2 sebesar 0,9999. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai absorbansi yang dihasilkan cukup akurat karena mendekati nilai 1
(Dailami, 2010). Data yang diperoleh hari kedua menunjukkan bahwa semua
sampel mengalamin penurunan atau tidak stabil kandungan gula reduksi seiring
dengan penambahan jumlah volume sampel. Hal ini tidak sesuai dengan literature
dimana semakin tinggi kandungan gula pereduksi maka semakin gelap warna
sampel dan nilai absorbansinya (Kalengkongan, 2013). Penyimpangan yang
terjadi ini dapat disebabkan karena kurang teliti dalam melakukan perhitungan
kadar gula reduksi.
Dari data rata-rata sampel, diperoleh nilai SD sampel pada hari pertama
dan kedua. Namun, hasil yang menunjukkan bahwa perhitungan yang dilakukan
kurang akurat dikarenakan nilai SD terlalu tinggi (AOAC, 2005). Nilai SD
dikatakna akurat apabila nilai berada dibawah 1 sesuai dengan literature dimana
semakin kecil nilai RSD semakin tinggi ketelitian data tersebut (Sari, 2015).
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai RSD pada masing-masing sampel
yaitu apel sebesar 5,3788% ; 5,3788% dan melon sebesar 3,5306% ; 3,5306%.
Namun, hal ini sesuai dengan literature yang ada dimana nilai RSD yang
memenuhi standart validasi untuk presisi yaitu nilai RSD , 20% (Pihlstrom, 2009).
5.6 Kadar Vitamin C

Penentuan kadar vitamin C digunakan sampel berupa buah jeruk dan tomat
masing-masing dilakukan 2 kali pengulangan. Pengamatan kadar vitamin C ini
dilakukan dengan menggunakan metode titrasi iod dengan prinsip memakai
iodium sebagai oksidator yang akan mengoksidasi vitamin C dan memakai
amilum sebagai indikatornya. Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam
erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan merupakan
merupakan iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai
titik akhir. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh data yang
berbeda-beda.
Pada sampel jeruk diperoleh rata-rata yang akan digunakan untuk
menghitung nilai SD dan RSD sampel. SD dan RSD berfungsi menggambarkan
tingkat ketelitian suatu pengamatan atau penelitian. Semakin kecil nilai standar
deviasi dan RSD semakin tinggi ketelitian data tersebut (Sari, 2015). Dari
perbandingan dari kedua sampel tersebut dapat diketahui bahwa nilai dari sampel
jeruk memiliki ketelitian lebih baik daripada tomat. Hal ini dikarenakan bahwa
semakin kecil nilai RSD maka ketelitian lebih bagus. Berdasarkan literatur,
semakin kecil nilai standar deviasi dan RSD semakin tinggi ketelitian data
tersebut (Sari, 2015). Tetapi kedua nilai dari sampel tersebut menunjukkan bahwa
data pengamatan yang diperoleh mempunyai ketelitan yang rendah, karena nilai
RSD yang melebihi nilai maksimal RSD yaitu 5.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum kali ini, yaitu:
a. Sebaiknya penentuan kadar air, abu, karbohidrat, lemak, protein, dan
vitamin dilakukan dengan teliti agar hasil yang diperoleh benar dan sesuai
tanpa ada kesalahan, misalnya pada saat penimbangan bahan perlu
dilakukan secara teliti, karena dapat mempengaruhi hasil pengamatan.
b. Alat yang diperlukan pada penentuan kadar air, abu, karbohidrat, lemak,
protein, dan vitamin harus memadai agar mendapatkan hasil yang
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama . Jakarta

Andarwulan & Koswara. 1992. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul


terhadap Kualitas Cookies. Skripsi. Purwokerto: UNSEOD.

AOAC. 2005. Official Method of Association of Official Analytical Chemist. 12th


Edition. Washington:Benjamin Franklin Station.
Apriyano & Fardian. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Badriyah & Manggar. 2015. Produk Ekstrudat, Flakes, dan Tepung Kedelai.
Surabaya: Pelatihan Sehari menuju Industri Makanan Berbasis Kedelai.
Budiyanto. 2005. Kemampuan kompetensi beberapa varietes kedelai. Jurnal
Litbang Provinsi Jawa Tengah.
Cahyadi. 2007. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Cabai Merah (Capsicum Annum
L.) menggunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Jurnal Wiyata.
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.

Danarti. 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Dianti. 2010. Atlas Tumbuhan Indonesia Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara.
De Man. 2007. Informasi Produksi dan Konsumsi Tanaman Pangan dan
Hortikultura. Jakarta: Departemen Pertanian.

Fauzi. 1994. Sukses Bertanam Tomat secara Organik. Bandung: Angkasa.


Fieha. 2005. International de Sequndad Guimica del Etanol. Esperia: Pabasco.
Giandwood. 2007. Chemistry of the Element 2nd Edition. UK: Butterwoit
Neninemann.
Gozalli, Muhammad. 2015. Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan
Lokal (Varietas Anjasmoro dan Baluran) dengan Perlakuan Perebusan dan
Tanpa Perebusan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Isaac. Potensi Chitto-oligosakarida sebagai Prebiotik dan Pengawet Alami dalam
Pembuatan Tahu Sinbiotik. Surakarta: STIKEs Kusuma Husada.
Koswara. 2009. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi.Yogyakarta: Biologi
FMIPA UNY.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Legowo. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). Malang:
Universitas Widyagama
Mulyono. 2006. Tomato Plant Culture in the Field, Greenhouse and Home
Garden. New York: CRC Press.
Murray, R. K. dkk. 2009. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
PERSAGI. 2009. Komposisi Pangan Indonesia. PT. elex Media. Jakarta.
Perry, Robert H., Green, Don W. 1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook.
New York: The Mc Graw Hill Companies Inc.
Prihatmin. 2005. Pertumbuhan dan Produksi Tanman Melon Cucumis melo L.
Var. Action dengan Aplikasi Vermikompos Padat. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Poedjadi. 2005. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.


Purwadaria. 1990. Profil Kandungan Protein Dan Tekstur Tahu Akibat
Penambahan Fitat Pada Proses Pembuatan Tahu, Semarang: Universitas
Diponegoro

Rohman. 2007. Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian.


Unpad

Siti. 2015. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Jerami Nangka (Artocarpus


heterpophyllus L.) Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. Vol. II, No. 1.
Stayanarayana & Fardian. 1989. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Karet Edisi kedua. Jakarta: Departemen Pertanian.

Syarif & Halid .1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta.

Suryana. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet Edisi kedua.
Jakarta: Departemen Pertanian.

Tabrani. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Riau. Universitas Islam Riau Press.
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Edisi kelima. Bagian I. Jakarta: Kalman Pustaka.

Sirajuddin. 2011. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian
Rakyat.
Yuwono. 2013. A To Z Food Supplement. Yogyakarta: Andi
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Analisi Kadar Air


Berat Sampel sebelum pengovenan (Rumus : Beratcawan+sampel –
Beratcawan)
 Tahu
1. 19,7083 – 17,6689 = 2, 0394 g
2. 16,9104 - 14,9122 = 1,9982 g
 Kedelai
1. 20,0971 – 18,0060 = 2,0911 g
2. 17,7425 – 15,7470 = 1,9955 g
3. 16,9362 – 14,9329 = 2,0033 g
 Nasi
1. 18,5754 – 16,6048 = 2,0030 g
2. 18,5754 – 16,8569 = 1,7185 g
3. 17,1891 – 15,1880 = 2,0011 g
4. 17,7867 – 15,7488 = 2,0419 g
 Beras
1. 18,2490 – 16,2485 = 2,0005 g
2. 18,7309 – 16,7329 = 1,9980 g
3. 19,8424 – 17,8532 = 1,9892 g

Beratsampelsetelahpengovenan (Rumus :Beratcawan+sampel –


beratcawan)

 Tahu
1. 17,9860 – 17,6689 = 0,3171 g
2. 15,2243 – 14,9122 = 0,3121 g
 Kedelai
1. 19,8903 – 18,0060 = 1,8843 g
2. 17,5449 – 15,7470 = 1,7979 g
3. 16,7473 – 14,9329 = 1,8144 g
 Nasi
1. 17,2298 – 16,6048 = 0,6250 g
2. 17,3998 – 16,8569 = 0,5429 g
3. 15,9858 – 15,1880 = 0,7978 g
4. 16,5408 – 15,7448 = 0,7960
 Beras
1. 17,9828 – 16,2485 = 1,7343 g
2. 18,4706 – 16,7329 = 1,7377 g
3. 19,5629 – 17,8532 = 1,7097 g

Berat Air (Rumus :Beratsampelsebelumpengovenan –


beratsampelsetelahpengovenan)

 Tahu
1. 2,0394 – 0,3171 = 1,7223 g
2. 1,9982 – 0,3121 = 1,6861 g
 Kedelai
1. 2,0911 – 1,8144 = 0,2068 g
2. 1,9955 – 1,7979 = 0,1976 g
3. 2,0033 – 1,8144 = 0,1889
 Nasi
1. 2,0030 – 0,6250 = 1,3780 g
2. 1,7185 – 0,5429 = 1,1756 g
3. 2,0011 – 0,7978 = 1,2033 g
4. 2,0419 – 0,7960 = 1,2459 g
 Beras
1. 2,0005 – 1,7343 = 0,2662 g
2. 1,9980 – 1,7377 = 0,2603 g
3. 1,9892 – 1,7097 = 0,2795 g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟
Kadar air beratbasah (bb) (Rumus :𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑣𝑒𝑛𝑎𝑛 𝑥 100)
 Tahu
1,7223
1. 𝑥 100 = 84,4513%
2,0394
1,6861
2. 𝑥 100 = 84,3809%
1,9982

 Kedelai
0,2068
1. 2,0911 𝑥 100 = 9,8895%
0,1976
2. 𝑥 100 = 9,9022%
1,9955
0,1889
3. 2,0033 𝑥 100 = 9,4294%

 Nasi
1,3780
1. 𝑥 100 = 68,7968%
2,0030
1,1756
2. 𝑥 100 = 68,4084%
1,7185
1,2033
3. 𝑥 100 = 60,1319%
2,0011
1,2459
4. 𝑥 100 = 61,0167%
2,0419

 Beras
0,2662
1. 𝑥 100 = 13,3066%
2,0005
0,2603
2. 𝑥 100 = 13,0280%
1,9980
0,2795
3. 𝑥 100 = 14,0508%
1,9892
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
 Rata – rata basis basah (Rumus : 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
84,4513+84,3809
 Tahu : = 84,4161%
2
9,8895+ 9,9022+ 9,4294
 Kedelai : = 9,7403%
3
68,7968+68,4084+60,1319+61,0167
 Nasi : = 64,5884%
4
13,3066+13,0280+14,0508
 Beras : = 13,4618%
3

 StandarDeviasi
(84,4513−84,4161)2 +(84,3809−84,4161)²
 Tahu: √ 2−1
0,00123904+0,00123904
=√ 1

= √0,00247808
= 0,0498
(9,8895−9,7403)2 +(9,9022−9,7403)2 +(9,4294−9,7403)²
 Kedelai :√ 3−1

0,02226064+0,02621161+0,09665881
=√ 2

0,14513106
=√ 2

= √0,07256553
= 0,2693
 Nasi
(68,7968−64,5884)2 +(68,4084−64,5884)2 +(60,1319−64,5884)2 +(61,0167−64,5884)²

4−1

17,71063056+14,5924+19,86039225+12,75704089
=√ 3

64,9204637
=√ 3

=√21,64015457
= 4,6518
(13,3066−13,4618)2 +(13,0280−13,4618)2 +(14,0508−13,4618)²
 Beras :√ 3−1

0,02408704+0,18818244+0,346921
=√ 2

0,55919048
=√
2

=√0,27959524
=0,5287
 RSD
0,0498
 Tahu : 84,4161 𝑥 100% = 0,0589%
0,2693
 Kedelai : 𝑥 100% = 2,7648%
9,7403
4,6518
 Nasi : 64,5884 𝑥 100% = 7,2022%
0,5287
 Beras : 13,4618 𝑥 100% = 3,9274%

2. Analisi Kadar Abu

Berat Sampel sebelum pengabuan (Rumus : Berat cawan+sampel – Berat cawan)

 Tahu
1.35,2400 - 33,2200= 2, 0200 g
2. 33,5339 - 31,4205 = 2,1134 g
 Kedelai
1. 35,4632 – 33,4889 = 1,9743 g
2. 35,1532 – 33,1397 = 2,0135 g
3. 35,1326 – 33,1395 = 1,9931 g
 Nasi
1. 35,7175 – 33,7031 = 2,0144 g
2. 35,6241 – 33,7017= 1,9224 g
 Beras
1. 36,2398 – 34,2455 = 1,9943 g
2. 34,4548 – 32,4102= 2,0446 g

Berat abu (Rumus :Berat cawan+abu– berat cawan)

 Tahu
1. 33,2252 – 33,2200 = 0,0052 g
2. 31,4278 – 31,4205= 0,0073 g
 Kedelai
1. 33,5826 – 33,4889 = 0,0937 g
2. 33,2363 – 33,1395= 0,0966 g
3. 33,2397 – 33,1395 = 0,1002 g
 Nasi
1. 33,7078 – 33,7031= 0,0047 g
2. 33,7066 – 33,7017 = 0,0049g
 Beras
1. 34,4275 – 34,2455 = 0,1820 g
2. 32,4246 – 32,4102 = 0,0144 g
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
Kadar abu berat basah (bb) (Rumus :𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100)

 Tahu
0,0052
1. 𝑥 100 = 0,2574%
2,0200
0,0073
2. 𝑥 100 = 0,3454%
2,1134

 Kedelai
0,0937
1. 1,9743 𝑥 100 = 4,7459%
0,0966
2. 2,0135 𝑥 100 = 4,7976%
0,1002
3. 1,9931 𝑥 100 = 5,0273%

 Nasi
0,0047
1. 𝑥 100 = 0,2333%
2,0144
0,0049
2. 𝑥 100 = 0,2548%
1,9224

 Beras
0,1820
1. 𝑥 100 = 9,1260%
1,9943
0,0144
2. 𝑥 100 = 0,7043%
2,0446
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
 Rata – rata basis basah (Rumus : 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
0,2574+0,3454
 Tahu : = 0,3014%
2
4,7459+ 4,7976+ 5,0273
 Kedelai : = 4,8569%
3
0,2333+0,2548
 Nasi : = 0,2440%
2
9,1260+0,7043
 Beras : = 4,91515%
2

 StandarDeviasi
(0,2574−0,3014)2 +(0,3454−0,3014)²
 Tahu: √ 2−1

0,+0,00123904
=√ 1

= √0,00247808
= 0,0498
(4,7959−4,8569)2 +(4,7976−4,8569)2 +(5,0273−4,8569)²
 Kedelai :√ 3−1

0,003721+0,00351649+0,0293616
=√ 2

0,03627365
=√ 2

= √0,018136825
= 0,1346
(0,2333−0,2440)2 +(0,2548−0,2440)2
 Nasi √ 2−1

0,00011449+0,00011664
=√
1

0,00023113
=√ 1

= 0,0153
(9,1260−4,91515)2 +(0,7043−4,91515))²
 Beras:√ 2−1

17,73125772+17,73125772
=√ 1

=√35,4625
=5,9550
 RSD
0,0498
 Tahu : 𝑥 100% = 16,52289%
0,3014
0,1346
 Kedelai : 𝑥 100% = 2,7713%
4,8569
0,0153
 Nasi : 𝑥 100% = 6,27049%
0,2440
5,9550
 Beras : 4,91515 𝑥 100% = 121,1560%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (𝑏𝑏)
Kadar abu berat kering (bk) (Rumus : 100−𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑥 100)

 Tahu
0,2574
3. 𝑥 100 = 1,6517%
100−84,4161
0,3454
4. 𝑥 100 = 2,2164%
100−84,4161

 Kedelai
4,7459
1. 100−9,7403 𝑥 100 = 5,2580%
4,7976
2. 100−9,7403 𝑥 100 = 5,3153%
5,0278
3. 100−9,7403 𝑥 100 = 5,5704%

 Nasi
0,2333
3. 𝑥 100 = 0,6588%
100−64,5884
0,2548
4. 𝑥 100 = 0,7198%
100−64,5884

 Beras
9,1260
3. 𝑥 100 = 10,5456%
100−13,4618
0,7043
4. 𝑥 100 = 0,81386%
100−13,4618
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
 Rata – rata basis kering (Rumus : 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
1,6517+2,2164
 Tahu : = 1,93405%
2
5,2580+ 5,3153+ 5,5704
 Kedelai : = 5,3812%
3
0,6588+0,7198
 Nasi : = 0,6893%
2
10,5456+0,813836
 Beras : = 5,6797%
2

 Standar Deviasi
(1,6517−1,93405)2 +(2,2164−1,93405)²
 Tahu: √ 2−1

0,0797+0,0797
=√ 1
= √0,1594
= 0,3992
(5,2580−5,3812)2 +(5,3153−5,3812)2 +(5,5704−5,3812)²
 Kedelai :√ 3−1

0,0152+0,00434+0,0358
=√ 2

0,02765
=√ 2

= √0, 0138
= 0,1175
(0,6588−0,6893)2 +(0,7198−0,6893)2
 Nasi √ 2−1

0,00093025+0,00093025
=√ 1

=√0,001865
= 0,0431
(10,5456−5,6797)2 +(0,813836−5,6797)2
 Beras:√ 2−1

23,67698+23,64939
=√ 1

=√43,32637
= 6,8794
 RSD
0,3992
 Tahu : 1,93405 𝑥 100% = 20,6406%
0,1175
 Kedelai : 𝑥 100% = 2,1835%
5,3812
0,0431
 Nasi : 𝑥 100% = 6,2527%
0,6893
6,8794
 Beras : 5,6797 𝑥 100% = 121,1226%
3. Analisis Kadar Karbohidrat/Gula Reduksi
A. JumlahGlukosa (mg)
Rumus : y = 0.1118x - 0.0038
 Apel y = 0.0540
2. y = (0.1118×0.524) - 0.0038
1. y = (0.1118×1.484) - 0.0038
y = 0.0586 – 0.0038
y = 0.1659 – 0.0038
y = 0.0548
y = 0.1621
3. y = (0.1118×0.481) - 0.0038
2. y = (0.1118×1.581) - 0.0038
y = 0.0538 – 0.0038
y = 0.1768 – 0.0038
y = 0.0500
y = 0.1730
4. y = (0.1118×0.515) - 0.0038
3. y = (0.1118×1.393) - 0.0038
y = 0.0576 – 0.0038
y = 0.1557 – 0.0038
y = 0.0538
y = 0.1519
5. y = (0.1118×0.528) - 0.0038
4. y = (0.1118×1.510) - 0.0038
y = 0.0590 – 0.0038
y = 0.1688 – 0.0038
y = 0.0552
y = 0.1650
6. y = (0.1118×0.505) - 0.0038
 Melon
y = 0.0565 – 0.0038
1. y = (0.1118×0.517) - 0.0038
y = 0.0527
y = 0.0578 – 0.0038
B. KandunganGulaPereduksi
Rumus :
Kandungan GP =(y/beratsampel)×FaktorPengenceran×(1/1000)×100
 Apel
1. %GP =(0.1621/2.4283)×500 ×(1/1000)×100
%GP =3.3380
2. %GP =(0.1730/2.4283)×500 ×(1/1000)×100
%GP =3.5613
3. %GP =(0.1519/2.4318)×500 ×(1/1000)×100
%GP =3.1240
4. %GP =(0.1650/2.4283)×500 ×(1/1000)×100
%GP =3.3929
 Melon
1. %GP =(0.0540/2.0795)×500 ×(1/1000)×100
%GP = 1.2984
2. %GP =(0.0548/2.0795)×500 ×(1/1000)×100
%GP =1.3172
3. %GP =(0.0500/2.0795)×500 ×(1/1000)×100
%GP = 1.2016
4. %GP =(0.0538/2.147)×500 ×(1/1000)×100
%GP =1.2524
5. %GP =(0.0552/2.147)×500 ×(1/1000)×100
%GP =1.2862
6. %GP =(0.0527/2.147)×500 ×(1/1000)×100
%GP =1.2263
C. Kadar pati (bb)
Rumus:
Kadar pati (bb) = kandunganGP×faktorkonversi
Factor konversi = 0.9
 Apel
1. %BB = 3.3380×0.9= 3.0042
2.%BB =3.5613×0.9 = 3.2051
3.%BB = 3.1240×0.9 =2.8116
4.%BB =3.3929×0.9 =3.0536
3.0042+3.2051+2.8116+3.0536
 Rata-rata = = 3.0186%
4

(3.0042−3.0186)2 +(3.2051−3.0186)2 +(2.8116−3.0186)2 +(3.0536−3.0186)2


 SD = √ 4−1

= 0.1624%
0,1624
 RSD = 3.0186 𝑥 100% = 5.3788%

 Melon
1. %BB = 1.2984×0.9 =1.1686
2. %BB = 1.3172×0.9 = 1.1855
3. %BB = 1.2016×0.9 = 1.0815
4. %BB = 1.2524×0.9 = 1.1271
5. %BB = 1.2862×0.9 = 1.1576
6. %BB = 1.2263×0.9 = 1.1037
1.1686+1.1855+1.0815+1.1271+1.1576+1.1037
 Rata-rata = = 1.1373%
6
 SD =
(1.1686−1.1373)2 +(1.1855−1.1373)2 +(1.0815−1.1373)2 +(1.1271−1.1373)2 +(1.1576−1.1373)2 +(1.1037−1.1373)2

6−1

=0.0402%
0,0402
 RSD = 1.1373 𝑥 100% = 3.5306%

D. Kadar Pati (bk)


kadar pati (bb)
Rumus: (100−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟(𝑏𝑏)) 𝑥 100

Kadar air (bb) apel = 83.1


Kadar air (bb) melon = 91.2
 Apel
3.0042
1. %BK = (100−83.1) 𝑥 100 = 17.7761%
3.2051
2. %BK = (100−83.1) 𝑥 100 = 18.9653%
2.8116
3. %BK = (100−83.1) 𝑥 100 = 16.6365%
3.0536
4. %BK = (100−83.1) 𝑥 100 = 18.0688%
17.7761+18.9653+16.6365+18.0688
 Rata-rata = = 17.8617%
4

(17.7761−17.8617)2 +(18.9653−17.8617)2 +(16.6365−17.8617)2 +(18.0688−17.8617)2


 SD = √ 4−1

= 0.9607%
0.9607
 RSD = 17.8617 𝑥 100% = 5.3788%

 Melon
1.1686
1. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 13.2791%
1.1855
2. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 13.4716%
1.0815
3. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 12.2894%
1.1271
4. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 12.8084%
1.1576
5. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 13.1545%
1.1037
6. %BK = (100−91.2) 𝑥 100 = 12.5421%
13.2791+13.4716+12.2894+12.8084+13.1545+12.5421
 Rata-rata = = 12.9242%
6

 SD =
(13.2791−12.9242)2 +(13.4716−12.9242)2 +(12.2894−12.9242)2 +(12.8084−12.9242)2 +(13.1545−12.9242)2 +(13.5421−1

6−1

=0.4563%
0,4563
 RSD = 12.9242 𝑥 100% = 3.5306%

5. Kadar Lemak

5. Kadar Protein
A. Persentase nitrogen
(𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×𝑁 𝐻𝑐𝑙×14,007
%N= × 100)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
 Tahu  Nasi
(27,8−1,0)×0,02×14,007 (10,0−1,0)×0,02×14,007
1. % N= × 1. % N= ×
514,7 569,4
100 100
% N= 1,4587 % % N= 0,4428 %
(26,0−0,1)×0,02×14,007 (9,2−1,0)×0,02×14,007
2. % N= × 2. % N= ×
515,6 514,5
100 100
% N= 1,4072 % % N= 0,4955 %
 Kedelai  Beras
(20,8−1,0)×0,02×14,007 (24,4−1,0)×0,02×14,007
1. % N= × 1. % N= ×
100,7 579,2
100 100
% N= 5,5082 % % N= 1,1318 %
(23,0−0,1)×0,02×14,007 (22,0−0,1)×0,02×14,007
2. % N= × 2. % N= ×
116,2 513,8
100 100
% N= 5,5208 % % N= 1,1941 %

1. bb% = 1,4586 × 5,75


B. Kadar air basis basah (bb) bb% = 8.3873%

bb% = % N × Faktor konversi 2. bb% = 1,4072 × 5,75

 Tahu bb% = 8.0914%


 Kedelai  Nasi
1. bb% = 5.5082 × 5,75 2.6246
1. bk%= (100−1,7042) × 100
bb% = 31.6722%
bk%= 7.4400%
2. bb% = 5.5208 × 5,75 2.9481
2. bk%= (100−1,7042) × 100
bb% = 31.7448%
bk%= 8.3254%

 Nasi
 Beras
1. bb% = 0.4428× 5,75
6.7341
bb% = 2.6346% 1. bk%= (100−1,7042) × 100

2. bb% = 0.4955× 5,75 bk%= 7.7817%


bb% = 2.9481% 7.1046
2. bk%= (100−1,7042) × 100
 Beras bk%= 7.9957%
1. bb% = 1.1318× 5,75
bb% =6.7341%
D. Rata-rata
2. bb% =1.1941× 5,75 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟
Rumus =
bb% =7.1046% 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

C. Kadar air basis kering (bk)  Rata-rata % N tahu


𝑏𝑏% 1. Rata-rata basis basah
bk%= (100−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟) × 100
8.3873+8.0915
= = 8.2394
2
 Tahu 2. Rata-rata basis kering
8,3873
1. bk%= × 100 53.8205+52.9223
(100−1,7042) = = 52.8714
2
bk%= 53.8205%  Rata-rata % N kedelai
8,0915 1. Rata-rata basis basah
2. bk%= (100−1,7042) × 100
31.6722+31.7448
= = 31.7085
bk%= 51.9223% 2
2. Rata-rata basis kering
 Kedelai 35.0902+35.1705
= = 35.1303
31.6722 2
1. bk%= (100−1,7042) × 100 G. Rata-rata % N nasi
bk%= 35.0902% 1. Rata-rata basis basah
31.7448 2.6346+2.9481
2. bk%= (100−1,7042) × 100 = = 2.7914
2
2. Rata-rata basis kering
bk%= 35.1705%
7.4400+8.3254
= = 7.8827
2
H. Rata-rata % N beras
1. Rata-rata basis basah
6.7341+7.1046
= = 8.2394
2
2. Rata-rata basis kering
7.7817+8.2098
= = 7.9957
2
E. Standart Deviasi  Basis kering (bk)
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2
 Tahu Sd= √ 𝑛−1
 Basis basah (bb)
(7,4400−7,8827)2 +(8,3254−7,8827)2
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2 =√
Sd= √ 2−1
𝑛−1

= 0,6261
(8,3873−8,2394)2 +(8,0915−8,2394)2
=√ 2−1  Beras
 Basis basah (bb)
= 0,2092
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2
 Basis kering (bk) Sd= √ 𝑛−1
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2 (6,7341−6,9194)2 +(7,1046−6,9194)2
Sd= √ =√
𝑛−1 2−1

= = 0,2620
(53,8205−52,8714)2 +(51,9223−52,8714)2
√  Basis kering (bk)
2−1
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2
= 1,3422 Sd= √ 𝑛−1

 Kedelai =√
(7,7817−7,9957)2 +(8,2098−7,9957)2
 Basis basah (bb) 2−1

𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2
= 0,3028
Sd= √ 𝑛−1

= F. Relative Standart Deviation


(31,6722−31,7085)2 +(31,7448−31,7085)2  Tahu
2−1  Basis basah (bb)
0.2092
= 0,0513 Cv= 8.2394 𝑥 100%
= 2.5387%
 Basis kering (bk)
 Basis kering (bk)
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2 1.3422
Sd= √ Cv= 52.8714 𝑥 100%
𝑛−1

= = 2.5387%
(35,1705−35,1303)2 +(35,0902−35,1303)2  Kedelai

2−1  Basis basah (bb)
0.0513
= 0,0568 Cv= 31.7085 𝑥 100%
 Nasi = 0.1618%
 Basis basah (bb)  Basis kering (bk)
𝛴(𝑋𝑖−𝑥̅ )2 0.0568
Sd= √ Cv= 35.1303 𝑥 100%
𝑛−1
(2,6346−2,7914)2 +(2,9481−2,7914)2 = 0,1618%
=√ 2−1
 Nasi
= 0,2217  Basis basah (bb)
0.2217
Cv= 2.7914 𝑥 100% = 3.7867%
= 7.9422%
 Basis kering (bk)
0.6261
Cv= 7.8827 𝑥 100%  Basis Kering (bk)
0.3028
= 0,6261% Cv= 𝑥 100%
7.9957

 Beras = 3.7867%
 Basis basah (bb)
0.2620
Cv= 6.9194 𝑥 100%
DOKUMENTASI

1. Kadar Air
No. Gambar Keterangan
1. Penyiapan sampel

2. Penimbangan cawan kosong


3. Penghancuran sampel
dengan mortar

4. Pendinginan cawan dan


sampel di eksikator

5. Pengovenan cawan dan


sampel

2. Kadar Abu

No Gambar Keterangan
1. Pengabuan dalam tanur

2. Setelah di tanur didinginkan dalam


desikator.

3. Penimbangan

4. Pengovenan selama 3 jam


5. Sampel yang
telahdiabukandiletakkankedalamtanur

6. Peletakkantanurkedalam oven
keadaantertutup

7. Pendinginan pada desikator,


tanurdalamkeadaanterbuka

3. Karbohidrat
No. Gambar Keterangan
1. Pengambilan sampel
2. Penyaringan

3. Peneraan sampai batas tera

4. Penambahan glukosa
5. Penambahan 1 ml
arsenomolybdat

6. Penambahan reagen Nelson

4. Kadar Lemak
No. Gambar Keterangan
1. Pengambilan labu minyak
dan sampel (bahan) dari
oven.
2. Pemasukan labu minyak dan
sampel pada desikator

3. Pendiaman labu minyak dan


sampel kedalam desikator
selama 15 menit.

4. penimbangan dilakukan
sebelum diekstraksi agar
diketahui berat awal pada
sampel.

5. Penimbangan juga dilakukan


pada labu minyak.
6. Sampel yang telah diberi
kertas saring, diikat hingga
kuat agar sampel tidak terurai
saat terendam.

7. Pemasukan sampel kedalam


tabung ekstraktor

8. Pemasukan petrolium
benzene kedalam labu
minyak.
9. Perangkaian tabung soxhlet

10. Penghidupan kran air dan


pemanas listrik pada skala 4

11. Pengambilan kertas saring


untuk pembuatan sampel.

12. Sampel ditimbang dan dilipat


dengan kertas saring.
5. Kadar Protein
N Gambar Keterangan
o.
1. Penimbangan pada masing-masing sampel
bahan0,5 gram dan untuk kedelai 0,1 gram.

2. Pemasukansampel, 0,5 dan 0,1 gram, aquades


0,5 gram, xilenium 0,9 gram, H2SO4 5 ml
kedalamlampukjheldal.
3. Pemasukan labu kjheldal kedalam alatd
ekstruksi yang dilakukan selama 3 skala, skala
1: 15 menit, skala 3: 15 menit, skala 9: 1 jam.
Setelah dekstruksi, labu kjheldal didinginkan
pada alat dekstruksi selama ± 1 jam.

4. Preparasi asam 15 ml, dan metilen blue 2 tetes,


selagi menunggu dekstruksi selesai.
5. Gambar labu kjheldal dan sampelnya setelah
dekstruksi.

6. Destilasi sampel yang telah


didekstruksiakandidestilasidenganmenggunaka
ndestilator.
bagianlabukjheldaldiletakkankedalamtabungter
tutupberwarnabiru,
sedangkanpreparasisampelnyadiletakkan di
sampingtabungbiru yang terdapat pipet putih.
Destilasidilakukanselama 4 menit.
7.
Titrasidilakukansetelahdestilasi. Masing-
masingpreparasi yang telahdidestilasi di
titrasidengan HCL hinggaberubahwarna, dan
akandiketahuiberapa HCL yang
diperlukansaatperubahanwarna terjadi.

6. Kadar Vitamin C
No Gambar Keterangan
.
1. Titrasi pada bahan

2. Titrasiblanko

3. Pengulitan pada
buahjeruksebelumditimbang dan
hanyatersisabulir-bulirnyasaja.
4. Pengambilansampel

5. Gambar sampel yang


dimasukkankedalamlabuukur 100
ml.

6. Sampel dan blanko yang


sudahdititrasi. Tabung yang
lurusadalahtitrasiblanko dan yang
melengkungadalahtitrasisampel.
7. Labuuntuktitrasi

8. Pemberianlarutanpati yang
sudahdiberisampel.

9. Penimbangansampel
10. Penghancuranataupenghalusansamp
el

11. Pemanasandenganstirer

12. Jeruk 2 gram


13. Sampeldenganaquades 30 ml

14. Pemasukansampel pada


tabunguntukdilakukansentrifuse

15. Proses sentrifuse


16. Setelah dilakukansentrifuse

17. Penyaringansampel yang


telahdisentrifuse

18. Pendiamansampelhingga air


turunkebawah

19. Sampel dan blanko yang


telahdititrasidengan natrium
thiosulfat
20. Proses titrasi

21. Sampelhasilekstraksibuahjeruk 2
gram

22.
23. Proses titrasidenganpenambahan
natrium thiosulfate
hinggaberwarnakebiruansepertiblan
ko yang telahdititrasi

Anda mungkin juga menyukai