Anda di halaman 1dari 5

Paper PraktikumBiokimia

Analisis Kadar Abu pada IkanLele

Oleh :
Julita Febrina Manalu
180302030
II/B

LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan
pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu
parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Terdapat dua jenis metode pengabuan
yaitu metode pengabuan kering dan metode pengabuan basah, akan tetapi yang
dilaksanakan dalam praktikum hanya pengabuan kering. Kadar abu dapat
dianalisis dalam suatu bahan pangan. Kadar abu dianalisis dengan membakar
bahan pangan atau mengabukannya dalam suhu yang sangat tinggi. Penentuan
kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang ada dalam suatu
bahan, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Pengukuran
kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat
dalam suatu bahan pangan (Amelia et al., 2014).
Kadar abu merupakan parameter nilai gizi suatu bahan produk yang
dihasilkan oleh komponen zat anorganik yang terdapat dalam ikan. Perbedaan
nilai kadar abu, disebabkan oleh lama waktu pengasapan, serta jenis ikan yang
digunakan. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Di dalam tubuh, unsur-
unsur mineral berperan dalam zat pembangun dan pengatur. Kadar abu
berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan
dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan anorganik.
Komponen mineral dalam bahan dapat ditentukan jumlahnya dengan cara
menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan
pengabuan (Swastawatiet al., 2013).
Kadar abumerupakan parameter nilaigizibahanmakanan.Abu
adalahzatanorganik yang dihasilkandarisisapembakaransuatubahan
organic.Sebagianbesarbahanmakanansekitar 96% terdiriatasbahan organic dan
air.Sisanyadalambentukunsur-unsur mineral yang
berperandalamzatpembangundanpengaturtubuh. Kadar abumerupakan parameter
nilaigizisuatubahanatauproduk yang dihasilkanolehkomponenzatanorganik yang
terdapatdalamikan (HasanahdanSuyatna., 2015).
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung mineral yang
berupa abu. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam
garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari
garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat.
Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat
organis. Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh
karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam
mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Achmad.,2000).
Oleh karena itu sangat penting bagi seorang calon ahli gizi untuk
mengetahui metode yang dapat mengukur mentapkan kadar abu suatu bahan
pangan menggunakan metode AOAC (2005). Pengabuan adalah tahapan utama
dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur.
Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api
terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali
digunakan jenis pengabuan dalam tanur. Pengarangan merupakan salah satu
tahapan dalam analisis kadar abu. Pengarangan dilakukan sebelum bahan uji
diabukan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam
cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik
dalam bahan pangan (Khopkar.,2003).
pangan menggambarkan kandungan mineral pada bahan tersebut. Abu
terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam
detergen. Kandungan bahan organic suatu pangan terdiri dari protein kasar, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Pemanasan di dalam
tanur adalah dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan zat anorganik yang
tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu
(Risnawanti., 2015).
Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari
sampel bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan
makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800°C. dalam hal ini
metode pengabuan dengan metode tanur adalah dengan cara membakar bahan
hingga mencapai suhu 600-750 oC hingga bahan berwarna abu-abu. Semua bahan
organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan
elemen-elemen tertinggal sebagai oksidannya. Dengan mengetahui berat cawan
ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat
dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan,
terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus
dilakukan cepat, karena abu yang  kering ini umumnya bersifat higroskopik,
sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena
mengisap uap air dari udara. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada
macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan
dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik
terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat.
Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah
sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia
pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabua  
(Achmad .,2000).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan.Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu. Pengukuran kadar abu juga sangat
penting pada bahan pangan karena untuk mengetahui apakah bahan pangan
tersebut layak atau tidak untuk dikonsumsi (Sulfianiet al., 2017).
Pengabuan adalah  tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu
bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu
pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada
analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur.
Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama untuk mempercepat proses
pengabuan dapat dilakukan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa
murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah
porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang
porosus dan proses oksidasi semakin cepat, dan menambahkan hydrogen
peroksida untuk mempercepat oksidasi   (Khopkar 2003).
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomis, mudah dipelihara dan dapat tumbuh dengan cepat. Potensi tersebut
mendorong minat masyarakat untuk meningkatkan produksi melalui budidaya
secara intensif. Kegiatan budidaya menghasilkan limbah padat dan limbah cair
yang berasal dari feses dan sisa pakan ikan. Akumulasi limbah tersebut dapat
menyebabkan penurunan kualitas air yang berpengaruh terhadap proses fisiologis,
tingkah laku, pertumbuhan, dan mortalitas ikan. Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan terhadap kualitas air media pemeliharaan ikan. Pengelolaan kualitas
air secara konvensional dapat dilakukan dengan pergantian air budidaya secara
berkala, namun kurang efektif karena membutuhkan air yang cukup banyak dan
biaya yang mahal. Salah satu upaya pengelolaan untuk meningkatkan kualitas air
dan mengoptimalkan pemanfaatan air budidaya adalah dengan fitoremediasi
secara resirkulasi. Air limbah budidaya yang mengandung bahan organik akan
dimanfaatkan oleh tanaman sebagai nutrien untuk pertumbuhan
(Effendiet al., 2015 ).
Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa
jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik
dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Bahan pangan ikan mempunyai sifat
mudah rusak karena adanya bakteri dan enzim. Hal ini dapat terjadi karena tubuh
ikan mengandung banyak air, menjadi media yang sangat cocok bagi
pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain jika dibiarkan
begitu saja tanpa dilakukan proses pengawetan (Sulfianiet al., 2017).
Kadar abu yang dihasilkan tepung tulang ikan lele berkisar antara 56,43%
- 58,43% kadar tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu tepung
tulang produksi ISA 2002 yaitu 33,1%. Tingginya kadar abu disebabkan karena
komponene penyusun tulang yang utama adalah mineral. Di dalam tulang
terkandung sel-sel hidup dan matrik intraseluler dalam bentuk garam mineral.
Garam mineral merupakan komponen yang terdiri dari kalsium fosfat sebanyak
80% dan sisa terdiri dari kalsium karbonat dan magnesium fosfat
(Saˈadah., 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Amelia,M.R., D. Nina. A.Trisno .S .W. Julyanty .N. F. Rafika .H. A. Yuni. M. Q.


A.Wijayaa .R. M. Miftachura .2014. Penetapan Kadar Abu(AOAC).
Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor.

Swastawati F., T. Surti., T. W. Agustini., P. H. Riyadi. 2013. Karakteristik


Kualitas Ikan Asapyang Diproses MenggunakanMetodedanJenis
Ikan Berbeda.Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(3).
Hasanah R., I. Suyatna. 2015. KarakteristikMutuProdukIkanBaung(
Mystusnemurus )
AsapIndustriRumahTanggadariTigakecamatanKutai Barat,
KutaiKertanegara.
Achmad,DS. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Risnawanti Y. 2015. KomposisiProksimat Tempe yang
DibuatdariKedelaiLokaldanKedelaiImpor.Skripsi.
Sulfiani.,A.Sukainah., A.Mustarin. 2017. Pengaruh Lama
danSuhuPengasapanDenganMenggunakanMetodePengasapanPanasT
erhadapMutuIkanLeleAsap. JurnalPendidikanTeknologiPertanian. 3
(1): S93-S101.
Effendi H., B. A. Utomo., G. M. Darmawangsa., R. E. Karo-
Karo.2015.Fitromediasi Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.)
dengan Kangkung(Ipomoea aquatica) dan Pakcoy (Brassica rapa
chinensis) dalam SistemResikulasi. Ecolab.9(2) : 47 – 104
Sa’adah U. 2013. Daya TerimadanKomposisi Proksimat Tepung Tulang Ikan
Leleyang Mengalami Proses Perendamandalam Larutan Jeruk Nipis.
NaskahPublikasiUniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai