Anda di halaman 1dari 6

BAB I

Pendahuluan

Kegiatan pengolahan hasil perikanan

menimbulkan produk samping berupa

limbah. Limbah adalah sisa olahan atau

buangan yang dihasilkan dari suatu proses

produksi baik dari industri maupun dari

domestik (rumah tangga) yang tidak memiliki

nilai ekonomis. Menurut Hikama dan

Mubarok (2012), limbah adalah zat, energi

atau komponen yang dapat menurunkan

kualitas lingkungan, umumnya limbah

(polutan) dapat berbentuk padat, cair dan gas.

Limbah perikanan yang dibuang

biasanya berupa jeroan, kulit, tulang, sirip,

darah dan air sisa produksi. Menurut Hossain

dan Alam (2015), jeroan ikan mengandung

14,01% protein, 20% lipid, 4,75% kadar abu,

60,62% kadar air. Di pasar, limbah ikan

dibuang begitu saja sehingga menjadi tempat

berkumpulnya mikroba dan menimbulkan

bau tidak sedap atau busuk, untuk

menanggulangi limbah perikanan tersebut


dibuatlah upaya untuk memanfaatkan limbah

agar menjadi lebih berguna dan tidak

menyebabkan pencemaran lingkungan. Salah

satu alternatif pemanfaatan limbah perikanan

tersebut adalah pembuatan silase ikan.

Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar

limbah pertanian, limbah proses pengolahan rumput

laut dan kotoran hewan dengan jumlah dan jenis unsur

hara yang terkandung dalam bahan tersebut secara

alami. Menurut Musnamar (2003) dan Basmal (2010),

Silase ikan merupakan produk dari ikan utuh

maupun sisa olahan ikan yang dicairkan oleh

enzim dengan cara difermentasikan dengan

bantuan asam maupun mikroba yang sengaja

ditambahkan (Suharto, 1997).

Pembuatan silase ikan di Indonesia

telah berkembang dan dikenal dua cara

pembuatan silase yaitu secara kimiawi dan

secara biologis yang kemudian dilakukan

fermentasi (Wulandari, 2000). Pembuatan

secara kimiawi menggunakan penambahan

asam kuat yaitu asam mineral (asam

anorganik) sedangkan pembuatan secara


biologi yaitu memanfaatkan mikroba tertentu

(bakteri asam laktat) dengan menambahkan

bahan sumber karbohidrat seperti dedak,

polard, ataupun molase. Silase yang dibuat

menggunakan asam mineral bersifat sangat

korosif sehingga perlu dinetralkan terlebih

dahulu sebelum digunakan (Akhirani, 2011).

Proses penetralan ini memerlukan waktu dan

biaya tambahan sehingga sangat tidak efektif

untuk digunakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Silase Ikan

Salah satu cara pemanfaatan limbah perikanan sebagai pakan ternak adalah

melalui proses fermentasi berupa silase. Ikan-ikan yang terbuang (tras fish)

maupun limbah industri pengelolahan hasil perikanan (fish waste) dapat diolah

menjadi sumber protein yang bernilai ekonomi tinggi melalui silase. Cara ini

sangat menguntungkan karena teknik pembuatannya relatif mudah, tidak

tergantung musim dan dapat dilakukan pada skala kecil. Dilihat dari kandungan

gizi dan proses pengelolahan, silase ikan dpat mensubtitusi tepung ikan dalam

pakan ternak, mengingat proses pembuatan tepung ikan yang sangat tergantung

pada cuaca (Akhirany, 2010).


Silase adalah produk yang berupa cairan kental hasil pemecahan senyawa

komplek menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim pada lingkungan

yang terkontrol, berdasarkan proses pengontrolan tersebut, maka pembuatan silase

ikan dapat dilakukan secara kimia dan biologis (Junianto, 2003).

Proses Pembentukan Silase

Pembuatan silase termasuk proses fermentasi yaitu terjadinya perubahan-


perubahan bahan organik yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana oleh adanya kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan
dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pembusuk. Selain menghambat
kegiatan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan-perubahan yang
terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk (Akhitany, 2010). Pembuatan
silase ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui proses kimiawi dan
melalui proses biologi

Pembuatan silase dengan proses kimiawi membutuhkan adanya penambahan asam


untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Jenis asam yang digunakan
dapat menggunakan asam format, asam asetat maupun asam propionate. Selain
menggunakan asam-asam organik, dapat juga menggunakan asam mineral seperti
asam klorida dan asam sulfat. Pembuatan silase secara biologis pada prinsipnya
hampir sama dengan pembuatan silase secara kimiawi, yaitu membuat suasana
asam. Silase secara biologi ini dapat menggunakan bakteri asam laktat. Pada
prosesnya, penambahan bakteri asam laktat ini juga perlu dibarengi dengan
penambahan sumber karbohidrat supaya bakteri asam laktat dapat berkembang.
Sumber karbohidrat dapat menggunakan molasses pada pengolahan gula tebu.
Molases ini tersedia cukup banyak (Pryono, 2009).

BAB III

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum pembuatan silase ikan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14


Juni 2023 pukul 16.00-sampai selesai. Bertempat di laboratorium Politeknik
Kelautan Perikanan Pangandaran.

Alat dan Bahan

Alat :

1. Toples Kaca

2. Mangkuk

3. Blender

4. Stik Kayu

5. pH Meter

6. Ayakan 40 Mesh

7. Timbangan Digital

8. Gelas Ukur

9. Batang Pengaduk

Bahan :

1. Jeroan Ikan

2. EM4

3. Molase

4. Asam Asetat

Prosedur Kerja

1. Sebanyak 1 kg ikan di bersihkan dari kotoran yang menempel

2. Limbah ikan di blender


3. Limbah ikan yang sudah di blender dimasukan kedalam topel kaca. Catat pH
awal dan amati perubahan sensori

4. Bahan fermentasi dicampurkan kedalam gilingan ikan sesuai dengan dosis yang
sudah ditetapkan. Catat kembali pH dan amati sensori bahan

5. Tutup kembali toples kaca, biarkan fermentasi berjalan selama 7 hari

6. Selama 3 hari awal, buka, aduk bahan dan amati pHnya 3 kali dalam sehari

Selanjutnya cukup buka, aduk dan amati pHnya 1 kali dalam sehari

7. Setelah 7 hari, fermentasi di hentikan. Catat pH ahir. Amati perubahan sensori


yang terjadi

8. Silase dikeringkan dalam suhu 105°C sampai kering

9. Silase dihaluskan dengan menggunakan blender dan ayakan 40 mesh

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai