Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGOLAHAN TEKNOLOGI

HASIL PERIKANAN
(S I L A S E)

DI
S
U
S
U
N
Oleh:
ZAENUDDIN
22121043

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


UNIVERSITAS COKROMINOTO MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan tepung ikan di Indonesia mengalami peningkatan sejalan dengan

pengembangan usaha peternakan unggas dan budidaya hasil perikanan sesuai dengan informasi.

Direktorat Jenderal Peternakan, kebutuhan tepung ikan untuk pakan ungags sebesar + 225.000

ton yang merupakan salah satu komponen pakan unggas yang di produksi pada tahun tersebut

sebesar + 4,5 juta ton (pakan unggas mengandung tepungikan sebesar 5%). Berdasarkan estimasi

yang sering digunakan oleh para pengamat, kebutuhan tepung ikanuntuk pakan ikan/udang

sebesar 25% dari kebutuhan tepung ikan untuk pakan unggas.

Dari estimasi tersebut maka kebutuhan tepung ikan per tahun untuk pakan udang/ikan di

perkirakan 8.000 ton dan total kebutuhan tepung ikan di Indonesia sebesar + 283.000 ton per

tahun. Dari kebutuhan tepung ikan yang sangat besar tersebut ternyata 5-10% baru dapat di suplai

dari hasil produksi di Indonesia dan sisanya masih diimpor dari Amerika Latin, Eropa dan negara

Asia termasuk Thailand.

Oleh karena itu perlu dipikirkan pengambangan pengolahan tepung ikan dan produk

alternatifnya di Indonesia agar dapat membantu kesulitan peternak/petani ikan. Hal ini sangat

dimungkinkan karena harga tepung ikan impor cukup mahal dan produk dalam negeri menjadi

komperatif dan memungkinkan untuk menggunakan bahan baku “Bycatch”. Salah satu produk

alternatif yang dapat di kembangkan adalah “ silase ikan atau tepung silase ikan” (TSI) yang

dapat menggunakan bahan baku segala jenis ikan dansisa pengolahan ikan serta teknologinya

sangat sederhana.
1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang silase dan bahan-

bahan yang terkandung di dalamnya. Dan manfaatnya agar menambah ilmu pengetahuan dan

wawasan mengenai silase


II. PEMBAHASAN

Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalam

suasana asam sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup karena pH berkisar 4.

Oleh karena itu silase ikan merupakan produk bioteknologi berupa lumatan ikan seperti

bubur dengan suasana asam dengan rantai asam amino sebagai penyusun protein menjadi lebih

pendek dan bahkan sebagian menjadi asam amino. Dengan reaksi keasaman dari silase tersebut

maka produk ini dapat di simpan dalam relatif lama karena bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh.

2.1. Bahan Baku

Bahan baku silase berupa ikan utuh, potongan kepala, sisa fillet maupun isi perut ikan

baik yang segar maupun yang kurang segar. Untuk bahan baku yang kurang segar akan segera di

hentikan reaksi pembusukan begitu proses pembuatan silase dimulai karena menurunnya pH

sampai + 4 akan membunuh baktaeri pembusuk yang hanya dapat bertahan minimal pH+ 5,5.

Dalam suasana asam, hanya mikro organisme yang tahan asam tertentu yang dapat hidup

(tumbuh) misalnya Bacillus tertentu yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa

protein dan lemak yang dikenal dengan fermentasi. Perbedaan bahan baku akan mempengaruhi

kandungan protein silase.

Prosesing Untuk membuat silase tentunya di perlukan bahan yang dapat mengubah reaksi

netral dan sedikit basa pada bahan baku menjadi asam atau menurunkan pH dan sebelum di

manfaatkan untuk bahan pakan dinetralkan agar reaksinya tidak asam. Dalam prosesing silase

dikenal dua cara yaitu secara biologis murni dan secara kimia.
2.2. Biologis

Prosesing silase secara biologis murni berarti tidak menggunakan bahan kimia dan

disebut maetode fermentasi. Proses ini biasanya ditambahkan mikrorganisme tertentu, biasanya

Bacillus tertentu dengan jumlah yang cukup dan di inkubasi pada suhu optimum bakteri tersebut

(berkisar 300C) pada suhu kamar (tropis) dan kondisi anaerob. Waktu fermentasi biasanya akan

berlangsung relatif lama lebih dari 10 hari, ditandai dengan hancurnya daging dan rapuhnya

tulang sehingga bentuk akhir menjadi seperti bubur dan tidak berbau busuk.

Kendatipun tidak ditambahkan air tetapi silase akan berbentuk bubur karena bahan

bakunya sendiri sudah mengandung air antara 70 –80 % dan tidak berbau karena tidak ada proses

pembusukan dan yang terjadi adalah proses fermentasi.

2.3. Kimiawi

Prosesing silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan menambahkan

bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Bahan kimia tersebut dapat berfungsi

ganda yaitu menumbuhkan bakteri pembusuk dan mulai berfungsi sebagai pemecah rantai asam

amino pada protein yang disebut hidrolisa. Dalam suasana asam maka bakteri tahan asam

misalnya Bacillus yang secara alamiah taerdapat di lingkungan kita akan tumbuh berkembang dan

menyebabkan fermentasi.

Oleh sebab itu fungsi bahan kimia taersebut juga dapat dikatakan sebagai starter. Hal ini

akan mempercepat waktu proses pembuatan silase menjadi + 7 hari. Asam yang digunakan dapat

berupa asam anorganik , misalnya asam khlorida, asam nitrat dan bahkan asam sulfat atau asam

organic misalnya asam formiat, asetat dan propionat.

Umumnya penggunaan asam mineral tidak disukai karena asam tersebut relatif kurang

dapat diterima oleh makhluk hidup yang mengkonsumsi silase khususnya bila berlebihan.
Teknologi prosesing silase dengan asam formiat sangat sederhana yaitu dengan memasukkan ikan

ke dalam wadah (bak) dan bila ikan/sisa ikan terlalu besar perlu di lakukan pencincangan terlebih

dahulu penambahan asam formiat saebanyak 3 % dari berat ikan dan dituang sambil diaduk agar

merata. Campuran ikan dan asam formiat di tutup dan didiamkan selama 7 hari dengan di lakukan

pengadukan 1-2 x sehari. Setelah 7 hari maka akan menjadi bubur ikan yang disebut silase.

2.4. Netralisasi

Sebelum digunakan dapat di lakukan netralisasi terlebih dahulu agar reaksi asam yang

ada tidak merusak saluran pencernaan. Netralisasi dapat dilakukan dengan menambahkan larutan

Na 2 CO3 (soda api) atau yang lain yang sesuai dengan pH berkisar 5-6. Apabila silase sudah

netral maka akan menjadi busuk bila disimpan dalam kondisi basah karena bakteri pembusuk

akan hidup dan tumbuh.

Oleh karenanya harus segera digunakan atau di keringkan menjadi Tepung Silase Ikan

(TSI). Apabila silase dibuat dari bagian ikanyang keras (kepala/tulang dll) yang berukuran besar

dan tidak rapuh maka disarankan sebelum dikeringkan dipisahkan terlebih dahulu dengan

menggunakan serok. Tulang- tulang tersebut dapat di keringkan secara terpisah.

2.5. Tepung Silase Ikan (TSI)

Untuk mempermudah penyimpanan, penggudangan dan distribusi serta proses pembuatan

pakan maka silase dapat diproses menjadi tepung silase ikan (TSI). Dalam pembuatan tepung,

silase yang sudah jadi di netralkan dengan soda api sampai pH 5-6 dan ditambahkan bahan

pembantu yaitu bekatul atau bahan lain yang cocok kemudian di keringkan. Penambahan bekatul

di maksudkan agar mempermudah pengeringan karenaakan memperluas permukaan di samping

mengurangi kadar air. Penambahan bekatul dapat di lakukan dengan proporsi berat yang sama

dengan berat ikan (bahan baku) atau sesuai yang di kehendaki.


2.6. Aplikasi Tepung Silase Ikan (TSI )

TSI adalah salah satu out put perekayasaan secara sederhana yang bertujuan untuk

memanfaatkan limbah yang terdapat ditempat pendaratan ikan (TPI) agar TPI dapat lebih bersih

dan tidak berbau busuk. Hal ini sebagai salah satu persyaratan TPI guna ikut memberikan

jaminan mutu sejalan dengan penerapan Program manajemen Mutu Terpadu yang mengacu pada

HACCP. Disamping adanya harapan agar TPI lebih bersih, sisa-sisa ikan tersebut juga dapat

bermanfaat sebagai bahan baku pakan ternak misalnya babi, dll.Tetapi karena di beberapa

wilayah juga berkembang peternakan unggas, maka pemanfaatan silase tersebut diteruskan

menjadi tepung silase ikan (TSI).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein ikan saat ini maka penggunaan TSI

menjadi salah satu alternatif yang tentunya sangat dipengaruhi oleh tersedianya bahan baku,

kelayakan teknologi, tinjauan usaha serta manajemen pengelolaan. Disamping itu juga di pikirkan

dampak manfaatnya.

2.7. Ketersediaan Bahan Baku

Mengingat bahan baku TSI terdiri dari berbagai jenis, bagian, mutu ikan maka dalam

penerapannya selalu berorientasi pada pemanfaatan limbah dan hasil tangkapan yangsudah

menurun mutunya. Apabila kita gunakan contoh di pantai utara jawa dimana + 20% total hasil

tangkapan nasional didaratkan ( Anon 1995b dalam Sunarya, 1996), maka pada tahun 1995 telah

didaratkan di TPI sepanjang pantai utara jawa sebesar 554.047 ton.

Dari hasil tangkapan tersebut yang mempunyai mutu baik (konsumsi segar) adalah +

20% dan mutu sedang (untuk pindang) 40 – 60 % dan sisanya 5 % dari total tangkapan, termasuk

yang saat ini menjadi sisa-sisa pengolahan dan lain-lain dimanfaatkan sebagai bahan baku TSI

maka bila produksi hasil perikanan sama dengan tahun 1995 di peroleh bahan baku TSI sebesar
27.702 ton dan akan menghasilkan 41,553 ton TSI. Perlu di catat bahwa kepala dan isi perut ikan

rata-rata sebesar 15 % dari ikan utuh.

Oleh sebab itu perhitungan 5% seperti diatas di mungkinkan dan termasuk perhitungan

yang relatif rendah berarti cukup sangat optimis di tinjau dari penyediaan bahan baku. Hal

tersebut belum termasuk tempat-tempat pendaratan ikan lain seperti di luar jawa khususnya

Sumatera.

2.8. Kelayakan teknologi

Dengan teknologi yang sangat sederhana maka proses pembuatan TSI hanya

memerlukan7 bak perendaman (sehingga tiap hari produksi) yang dapat berupa bak terbuat dari

semen atau plastik dan alat penepung serta tempat penjemuran.

Apabila pengeringan menggunakan sinar matahari maka proses pembuatan TSI akan

hemar energi, hemat tenaga kerja dan tidak memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi

sehingga teknologinya sangat layak di lakukan ditempat-tempat pendaratan ikan. Apabila skala

produksi cukup besar dapat digunakan pengering mekanis dengan sumber energi kayu bakar,

minyak tanah atau briket batubara. Untuk produksi 1 ton/hari secara rutin di perlukan lebih

kurang dua tenaga kerja. Karena teknologinya sangat sederhana maka dapat di lakukan oleh siapa

saja, dimana saja baik dengan skala kecil, home industri, medium maupun besar.

Dalam proses tersebut juga sangat sedikit menggunakan komponen impor yaitu hanya

alat penepung sedangkan bahan kimia asam format ataupun soda api sudah di produksi di

Indonesia
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu :

1. Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalamsuasana asam

sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup karena pH berkisar 4.

2. Untuk membuat silase tentunya diperlukan bahan yang dapat mengubah reaksi netraldan sedikit

basa pada bahan baku menjadi asam atau menurunkan pH dan sebelumdimanfaatkan untuk

bahan pakan dinetralkan agar reaksinya tidak asam. Dalam prosesingsilase dikenal dua cara

yaitu secara biologis murni dan secara kimia.


DAFTAR PUSTAKA

Anon (1993) Statistik Impor Hasil Perikanan 1993, Ditjen Perikanan Jakarta.Anon Tepung Silase sebagai
alternatif pakan ternak, Bahan Rapim Deptan, BBPMHPJakarta.

Djazuli N, D Budiyanto, dkk (1998), Perekayasaan teknologi Pengolahan Limbah,BBPMHP Jakarta.

Kanazawa. A(1993) Importance of DHA in organism. Proceeding of the First Indonesian Fishery
Symposium, Center for Fishery Research and Development, Jakarta.

Sunarya (1996), masalah Perikanan Pelagis Kecil di Pantai Utara Jawa dan Upaya Pemecahannya,
sumbangan pemikiran untuk Ditjen Perikanan, BBPMHP, Jakarta.

Sunarya dan Nazory D (1998) Pengembangan Tepung Ikan di Indonesia, Kajian ilmiahsebagai bahan
pertimbangan Ditjen Perikanan, BBPMHP, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai