HASIL PERIKANAN
(S I L A S E)
DI
S
U
S
U
N
Oleh:
ZAENUDDIN
22121043
pengembangan usaha peternakan unggas dan budidaya hasil perikanan sesuai dengan informasi.
Direktorat Jenderal Peternakan, kebutuhan tepung ikan untuk pakan ungags sebesar + 225.000
ton yang merupakan salah satu komponen pakan unggas yang di produksi pada tahun tersebut
sebesar + 4,5 juta ton (pakan unggas mengandung tepungikan sebesar 5%). Berdasarkan estimasi
yang sering digunakan oleh para pengamat, kebutuhan tepung ikanuntuk pakan ikan/udang
Dari estimasi tersebut maka kebutuhan tepung ikan per tahun untuk pakan udang/ikan di
perkirakan 8.000 ton dan total kebutuhan tepung ikan di Indonesia sebesar + 283.000 ton per
tahun. Dari kebutuhan tepung ikan yang sangat besar tersebut ternyata 5-10% baru dapat di suplai
dari hasil produksi di Indonesia dan sisanya masih diimpor dari Amerika Latin, Eropa dan negara
Oleh karena itu perlu dipikirkan pengambangan pengolahan tepung ikan dan produk
alternatifnya di Indonesia agar dapat membantu kesulitan peternak/petani ikan. Hal ini sangat
dimungkinkan karena harga tepung ikan impor cukup mahal dan produk dalam negeri menjadi
komperatif dan memungkinkan untuk menggunakan bahan baku “Bycatch”. Salah satu produk
alternatif yang dapat di kembangkan adalah “ silase ikan atau tepung silase ikan” (TSI) yang
dapat menggunakan bahan baku segala jenis ikan dansisa pengolahan ikan serta teknologinya
sangat sederhana.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang silase dan bahan-
bahan yang terkandung di dalamnya. Dan manfaatnya agar menambah ilmu pengetahuan dan
Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalam
suasana asam sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup karena pH berkisar 4.
Oleh karena itu silase ikan merupakan produk bioteknologi berupa lumatan ikan seperti
bubur dengan suasana asam dengan rantai asam amino sebagai penyusun protein menjadi lebih
pendek dan bahkan sebagian menjadi asam amino. Dengan reaksi keasaman dari silase tersebut
maka produk ini dapat di simpan dalam relatif lama karena bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh.
Bahan baku silase berupa ikan utuh, potongan kepala, sisa fillet maupun isi perut ikan
baik yang segar maupun yang kurang segar. Untuk bahan baku yang kurang segar akan segera di
hentikan reaksi pembusukan begitu proses pembuatan silase dimulai karena menurunnya pH
sampai + 4 akan membunuh baktaeri pembusuk yang hanya dapat bertahan minimal pH+ 5,5.
Dalam suasana asam, hanya mikro organisme yang tahan asam tertentu yang dapat hidup
(tumbuh) misalnya Bacillus tertentu yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa
protein dan lemak yang dikenal dengan fermentasi. Perbedaan bahan baku akan mempengaruhi
Prosesing Untuk membuat silase tentunya di perlukan bahan yang dapat mengubah reaksi
netral dan sedikit basa pada bahan baku menjadi asam atau menurunkan pH dan sebelum di
manfaatkan untuk bahan pakan dinetralkan agar reaksinya tidak asam. Dalam prosesing silase
dikenal dua cara yaitu secara biologis murni dan secara kimia.
2.2. Biologis
Prosesing silase secara biologis murni berarti tidak menggunakan bahan kimia dan
disebut maetode fermentasi. Proses ini biasanya ditambahkan mikrorganisme tertentu, biasanya
Bacillus tertentu dengan jumlah yang cukup dan di inkubasi pada suhu optimum bakteri tersebut
(berkisar 300C) pada suhu kamar (tropis) dan kondisi anaerob. Waktu fermentasi biasanya akan
berlangsung relatif lama lebih dari 10 hari, ditandai dengan hancurnya daging dan rapuhnya
tulang sehingga bentuk akhir menjadi seperti bubur dan tidak berbau busuk.
Kendatipun tidak ditambahkan air tetapi silase akan berbentuk bubur karena bahan
bakunya sendiri sudah mengandung air antara 70 –80 % dan tidak berbau karena tidak ada proses
2.3. Kimiawi
Prosesing silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan menambahkan
bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Bahan kimia tersebut dapat berfungsi
ganda yaitu menumbuhkan bakteri pembusuk dan mulai berfungsi sebagai pemecah rantai asam
amino pada protein yang disebut hidrolisa. Dalam suasana asam maka bakteri tahan asam
misalnya Bacillus yang secara alamiah taerdapat di lingkungan kita akan tumbuh berkembang dan
menyebabkan fermentasi.
Oleh sebab itu fungsi bahan kimia taersebut juga dapat dikatakan sebagai starter. Hal ini
akan mempercepat waktu proses pembuatan silase menjadi + 7 hari. Asam yang digunakan dapat
berupa asam anorganik , misalnya asam khlorida, asam nitrat dan bahkan asam sulfat atau asam
Umumnya penggunaan asam mineral tidak disukai karena asam tersebut relatif kurang
dapat diterima oleh makhluk hidup yang mengkonsumsi silase khususnya bila berlebihan.
Teknologi prosesing silase dengan asam formiat sangat sederhana yaitu dengan memasukkan ikan
ke dalam wadah (bak) dan bila ikan/sisa ikan terlalu besar perlu di lakukan pencincangan terlebih
dahulu penambahan asam formiat saebanyak 3 % dari berat ikan dan dituang sambil diaduk agar
merata. Campuran ikan dan asam formiat di tutup dan didiamkan selama 7 hari dengan di lakukan
pengadukan 1-2 x sehari. Setelah 7 hari maka akan menjadi bubur ikan yang disebut silase.
2.4. Netralisasi
Sebelum digunakan dapat di lakukan netralisasi terlebih dahulu agar reaksi asam yang
ada tidak merusak saluran pencernaan. Netralisasi dapat dilakukan dengan menambahkan larutan
Na 2 CO3 (soda api) atau yang lain yang sesuai dengan pH berkisar 5-6. Apabila silase sudah
netral maka akan menjadi busuk bila disimpan dalam kondisi basah karena bakteri pembusuk
Oleh karenanya harus segera digunakan atau di keringkan menjadi Tepung Silase Ikan
(TSI). Apabila silase dibuat dari bagian ikanyang keras (kepala/tulang dll) yang berukuran besar
dan tidak rapuh maka disarankan sebelum dikeringkan dipisahkan terlebih dahulu dengan
pakan maka silase dapat diproses menjadi tepung silase ikan (TSI). Dalam pembuatan tepung,
silase yang sudah jadi di netralkan dengan soda api sampai pH 5-6 dan ditambahkan bahan
pembantu yaitu bekatul atau bahan lain yang cocok kemudian di keringkan. Penambahan bekatul
mengurangi kadar air. Penambahan bekatul dapat di lakukan dengan proporsi berat yang sama
TSI adalah salah satu out put perekayasaan secara sederhana yang bertujuan untuk
memanfaatkan limbah yang terdapat ditempat pendaratan ikan (TPI) agar TPI dapat lebih bersih
dan tidak berbau busuk. Hal ini sebagai salah satu persyaratan TPI guna ikut memberikan
jaminan mutu sejalan dengan penerapan Program manajemen Mutu Terpadu yang mengacu pada
HACCP. Disamping adanya harapan agar TPI lebih bersih, sisa-sisa ikan tersebut juga dapat
bermanfaat sebagai bahan baku pakan ternak misalnya babi, dll.Tetapi karena di beberapa
wilayah juga berkembang peternakan unggas, maka pemanfaatan silase tersebut diteruskan
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein ikan saat ini maka penggunaan TSI
menjadi salah satu alternatif yang tentunya sangat dipengaruhi oleh tersedianya bahan baku,
kelayakan teknologi, tinjauan usaha serta manajemen pengelolaan. Disamping itu juga di pikirkan
dampak manfaatnya.
Mengingat bahan baku TSI terdiri dari berbagai jenis, bagian, mutu ikan maka dalam
penerapannya selalu berorientasi pada pemanfaatan limbah dan hasil tangkapan yangsudah
menurun mutunya. Apabila kita gunakan contoh di pantai utara jawa dimana + 20% total hasil
tangkapan nasional didaratkan ( Anon 1995b dalam Sunarya, 1996), maka pada tahun 1995 telah
Dari hasil tangkapan tersebut yang mempunyai mutu baik (konsumsi segar) adalah +
20% dan mutu sedang (untuk pindang) 40 – 60 % dan sisanya 5 % dari total tangkapan, termasuk
yang saat ini menjadi sisa-sisa pengolahan dan lain-lain dimanfaatkan sebagai bahan baku TSI
maka bila produksi hasil perikanan sama dengan tahun 1995 di peroleh bahan baku TSI sebesar
27.702 ton dan akan menghasilkan 41,553 ton TSI. Perlu di catat bahwa kepala dan isi perut ikan
Oleh sebab itu perhitungan 5% seperti diatas di mungkinkan dan termasuk perhitungan
yang relatif rendah berarti cukup sangat optimis di tinjau dari penyediaan bahan baku. Hal
tersebut belum termasuk tempat-tempat pendaratan ikan lain seperti di luar jawa khususnya
Sumatera.
Dengan teknologi yang sangat sederhana maka proses pembuatan TSI hanya
memerlukan7 bak perendaman (sehingga tiap hari produksi) yang dapat berupa bak terbuat dari
Apabila pengeringan menggunakan sinar matahari maka proses pembuatan TSI akan
hemar energi, hemat tenaga kerja dan tidak memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi
sehingga teknologinya sangat layak di lakukan ditempat-tempat pendaratan ikan. Apabila skala
produksi cukup besar dapat digunakan pengering mekanis dengan sumber energi kayu bakar,
minyak tanah atau briket batubara. Untuk produksi 1 ton/hari secara rutin di perlukan lebih
kurang dua tenaga kerja. Karena teknologinya sangat sederhana maka dapat di lakukan oleh siapa
saja, dimana saja baik dengan skala kecil, home industri, medium maupun besar.
Dalam proses tersebut juga sangat sedikit menggunakan komponen impor yaitu hanya
alat penepung sedangkan bahan kimia asam format ataupun soda api sudah di produksi di
Indonesia
III. KESIMPULAN
1. Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalamsuasana asam
2. Untuk membuat silase tentunya diperlukan bahan yang dapat mengubah reaksi netraldan sedikit
basa pada bahan baku menjadi asam atau menurunkan pH dan sebelumdimanfaatkan untuk
bahan pakan dinetralkan agar reaksinya tidak asam. Dalam prosesingsilase dikenal dua cara
Anon (1993) Statistik Impor Hasil Perikanan 1993, Ditjen Perikanan Jakarta.Anon Tepung Silase sebagai
alternatif pakan ternak, Bahan Rapim Deptan, BBPMHPJakarta.
Kanazawa. A(1993) Importance of DHA in organism. Proceeding of the First Indonesian Fishery
Symposium, Center for Fishery Research and Development, Jakarta.
Sunarya (1996), masalah Perikanan Pelagis Kecil di Pantai Utara Jawa dan Upaya Pemecahannya,
sumbangan pemikiran untuk Ditjen Perikanan, BBPMHP, Jakarta.
Sunarya dan Nazory D (1998) Pengembangan Tepung Ikan di Indonesia, Kajian ilmiahsebagai bahan
pertimbangan Ditjen Perikanan, BBPMHP, Jakarta