Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN JURNAL BIOTEKNOLOGI KELAUTAN

Judul 1 : APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMBUATAN


SILASE IKAN RUCAH MELALUI FERMENTASI
BAKTERI ASAM LAKTAT
Nama Jurnal : Jurnal Akuakultura
Volume dan Halaman : Volume 5, Nomor 1
Tahun : 2021

Latar Belakang

Keberhasilan dalam melakukan usaha budidaya ikan sangat ditentukan oleh kualitas
pakan yang digunakan. Hal itu dikarenakan kebutuhan utama ikan berasal dari pakan, dimana
setiap kandungan nutrisi yang ada di dalamnya memengaruhi pertumbuhan, kesehatan, dan mutu
produksi ikan. Pakan ikan dapat dikategorikan menjadi pakan alami dan buatan. Akan tetapi,
sebagian besar sumber pakan paling utama untuk menunjang produktivitas ikan peliharaan
berasal dari pakan buatan. Pakan buatan dapat terbuat dari berbagai macam campuran bahan
seperti bahan nabati, hewani, atau dapat ditambahkan bahan olahan sebagai pelengkap nutrisi
pakan untuk kemudian diolah menjadi pakan pellet dengan bentuk yang sesuai dengan jenis dan
bukaan mulut ikan (Anggraeni & Abdulgani, 2013). Kualitas pakan akan memengaruhi kualitas
dan mutu produksi ikan. Kualitas pakan ditentukan oleh kandungan nutrisi yang harus sesuai
dengan kebutuhan ikan. Kualitas pakan ditentukan pula oleh kemudahan pakan untuk dicerna
bagi ikan. Selain itu, pakan berkualitas ialah pakan yang tidak mengandung bahan yang
membahayakan bagi tubuh ikan.
Salah satu hasil samping perikanan yang memiliki nilai ekonomis dan berpotensi untuk
dijadikan bahan baku pembuatan pakan yaitu ikan rucah. Ikan rucah merupakan sisa dari hasil
tangkapan yang memiliki potensi untuk dijadikan tepung ikan serta memiliki nutrisi dan asam
amino essensial yang bagus untuk laju pertumbuhan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aplikasi bioteknologi dalam bidang perikanan dan untuk menemukan upaya
pemanfaatan hasil samping perikanan tangkap yaitu ikan rucah. Aplikasi bioteknologi dalam
bidang perikanan dapat diwujudkan melalui proses fermentasi pembuatan silase ikan rucah.
Silase ikan mengandung protein yang lebih tinggi yaitu 57,49% dibandingkan dengan pakan
buatan. Penggunaan bakteri asam laktat 15 - 20 % dengan tambahan karbohidrat 200 gram per 1
kg ikan dirasa efektif dalam proses fermentasi pembuatan silase ikan rucah. Dengan adanya
penambahan karbohidrat maka akan merangsang proses fermentasi. Silase ikan yang diberi
bakteri asam laktat mempunyai warna yang gelap, tekstur yang cair, serta memiliki aroma asam.
Manfaat dari bakteri asam laktat adalah sebagai pengawet alami agar bakteri pembusuk pada
suatu bahan pangan dapat dihilangkan, sehingga tingkat keamanan pangan bisa meningkat.
Bakteri Aerococus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococus, Lactobacillus, Lactococcus, dan
Vagococcus merupakan bakteri yang berperan dalam pembuatan silase ikan rucah.
Peranan bioteknologi di bidang perikanan

Bioteknologi dalam perikanan mempunyai cakupan manfaat luas terhadap bidang


perikanan dan budidaya perikanan. Manfaat tersebut antara lain yaitu dapat meningkatkan
tingkat pertumbuhan ikan dalam budidaya, meningkatkan sistem imunitas dan kesehatan
ikan, meningkatkan kandungan nilai gizi pada pakan ikan, membantu memperbaiki kondisi
lingkungan budidaya, serta memperluas cakupan jenis atau keragaman ikan, dan
meningkatkan pengelolaan dan ketersediaan benih ikan di alam atau asalnya, dan lainnya.
Contoh peranan bioteknologi di bidang perikanan yaitu pembuatan pakan silase ikan rucah
dengan fermentasi asam laktat. Pakan yang dibuat dengan silase ikan rucah mempunyai
keuntungan lebih dalam hal kegiatan budidaya, dimana silase ikan rucah ini kaya akan nutrisi
dan protein asam amino essensial yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan serta
dapat menekan biaya produksi pakan yang relative mahal, sehingga mendapatkan keuntungan
lebih. Pakan silase ikan rucah dibuat dengan menggunakan bakteri asam laktat dengan waktu
kurang lebih 14 hari. Dari pembuatan pakan tersebut didapatkan kandungan nilai protein
essensial asam dari silase ikan rucah sebesar 45,95% dan lemak 5,87%, serta warna yang
dihasilkan yaitu warna abu-abu gelap dan aroma asam pada silase ikan tersebut.

Silase ikan rucah


Produk pakan silase ikan rucah merupakan produk cair berupa fermentasi ikan yang
dibuat dari ikan-ikan utuh atau sisa-sisa industri pengolahan ikan. Sisa- sisa ikan tersebut
dicairkan oleh enzim- enzim yang terdapat pada ikan-ikan itu sendiri sampai menyerupai bubur
melalui proses fermentasi dengan bantuan asam laktat atau mikroba yang sengaja ditambahkan
dalam ikan yang difermentasi. Proses fermentasi ikan yang dilakukan dengan menggunakan ragi
dapat meningkatkan kandungan protein dari 3,41% menjadi 5,53%.
Pembuatan silase ikan rucah dibedakan menjadi dua proses, secara kimiawi dan secara
biologis. Pembuatan secara kimiawi yaitu dengan menambahkan asam kuat berupa asam organik
maupun asam anorganik. Sedangkan pembuatan secara biologis yaitu melalui proses fermentasi
menggunakan mikroba tertentu seperti bakteri asam laktat dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung karbohidrat seperti dedak, polard, ataupun molase. Silase yang dibuat dengan
asam anorganik bersifat sangat korosif, sehingga harus dinetralkan terlebih dahulu sebelum
digunakan, namun penetralan tersebut memerlukan biaya tambahan sehingga kurang efektif.
Kelompok bakteri yang termasuk asam laktat yaitu kelompok bakteri dari genus Aerococus,
Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,
Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus.
Berdasarkan penelitian Erfanto et al. (2013), silase ikan rucah yang mengandung protein
yang lebih tinggi yaitu 57,49% dibandingkan dengan pakan buatan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa produk silase ikan sangat berpotensi untuk dijadikan pakan ikan sehinga dapat
mendukung pertumbuhan ikan lebih cepat.
Pembuatan produk silase ikan rucah dengan kadar protein yang tinggi dapat dibuat secara
fisiologis dengan menggunakan probiotik + molasses 20% dengan waktu fermentasi 14 hari
menghasilkan protein silase sebesar 45,76%. Sedangkan untuk memperoleh kandungan lemak
5,84% dibutuhkan waktu selama 14 hari dengan menggunakan protein dan molase sebesar 30%.
Untuk mendapatkan aroma asam dan warna pada silase dapat diperoleh dengan menggunakan
probiotik + molase 30% selama 7 hari. Biasanya pembuatan silase ikan rucah membutuhkan
waktu selama 7-14 hari. Untuk mendapatkan kandungan protein yang tinggi pembuatan silase
dilakukan secara biologis dengan menggunakan probiotik + molasses 20% dengan waktu
fermentasi 14 hari menghasilkan protein silase 45,76%. Sedangkan untuk kandungsn lemak
5,84% dibutuhkan waktu selama 14 hari dengan menggunakan probiotik dan molase 30%. Untuk
mendapatakan aroma asam dan warna pada silase dapat diperoleh dengan menggunakan
probiotik + molase 30% selama 7 hari.

Pembuatan silase ikan rucah dengan pemanfaatan bakteri asam laktat

Fermentasi adalah proses pengolahan bahan makanan dengan memanfaatkan mikro-


organisme. Produk makanan fermentasi sudah dikenal sejak jaman dahulu dan produk makanan
fermentasi dapat diolah antara lain yaitu untuk pengawetan, meningkatkan cita rasa, dan untuk
menghasilkan produk baru.
Asam laktat merupakan salah satu produk metabolit sekunder yang banyak digunakan
sebagai monomer dalam proses produksi polimer plastik biodegradable asampolilaktat atau
Polylactic Acid (PLA) (Téllez-Luis et al., 2003). Asam laktat dapat diproduksi melalui dua cara,
yaitu menggunakan sintesis kimiawi dan fermentasi mikrob. Produksi asam laktat dengan
menggunakan fermentasi mikroba memiliki beberapa keunggulan, diantaranya asam laktat yang
dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi (90-95%) dengan L (+) asam laktat optis memiliki
kristalinitas dan titik leleh yang tinggi, sedangkan asam laktat yang diproduksi dengan sintesis
kimiawi menghasilkan asam laktat rasemisasi campuran, yaitu berbentuk konfigurasi D-L
(Kotzamanidis et al., 2002). Namun demikian, proses fermentasi untuk produksi asam laktat
dengan bantuan mikroorganisme memiliki kelemahan, misalnya media untuk pertumbuhan
bakteri yang pada umumnya tidak ekonomis, karena terdiri dari beberapa komposisi bahan yang
mahal, seperti ekstrak ragi dan pepton.
Prosedur pembuatan bakteri asam laktat yaitu dengan bahan baku limbah kubis, yang
pertama yaitu kubis tersebut dicuci dan digiling halus, kemudian ditambahkan larutan garam
25% atau 1000 gram garam ke dalam setiap 4 liter air bersih (25 gram/liter air). Setelah itu. kubis
dan larutan garam dicampur di dalam wadah dengan perbandingan jumlah 1:4, artinya setiap
kilogram kubis dicampur dengan 4 liter larutan garam 25%, selanjutnya kubis dan larutan garam
ditutup dengan rapat di dalam wadah dan biarkan proses selama 4-5 hari, kemudian larutan
disaring, lalu dimasukkan ke dalam toples. Larutan sudah jadi dan yang dihasilkan adalah bakteri
asam laktat.
Setelah membuat bakteri asam laktat, kemudian membuat silase ikan rucah dengan
memanfaatkan bakteri asam laktat. Proses pembuatan silase ikan rucah yaitu 1 kg ikan rucah
dicincang halus dan dimasukkan ke dalam toples, kemudian tambahkan larutan kubis dan garam
yang sudah menjadi bakteri asam laktat ke dalam wadah perlakuan kemudian diaduk dengan rata
agar bahan dan larutan tersebut tercampur merata. Selanjutnya tambahkan 200gram tepung kanji,
kemudian wadah ditutup rapat dan difermentasi selama 7 hari.
Judul 2 : METABOLIT SEKUNDER DARI SPONS SEBAGAI
BAHAN OBAT-OBATAN
Nama Jurnal : Oseana
Volume dan Halaman : Volume XXVIII , Nomor 3
Tahun : 2003

Latar Belakang

Diantara biota laut tak bertulang belakang spons menduduki tempat teratas sebagai
sumber substansi aktif.
Berbagai macam senyawa telah berhasil diisolasi dari biota ini diantaranya adalah
alkaloid, terpenoid, acetogenin, senyawa nitrogen, halida siklik, peptide siklik dan lain-lain.
Senyawa-senyawa ini merupakan hasil metabolisme sekunder dari biota spons.
Hasil metabolisme sekunder ini mempunyai keaktifan sebagai antimikroba, antivirus,
antikanker yang sangat berguna sebagai bahan baku obat.
Metabolit sekunder adalah senyawa- senyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit
primer yang umumnya diproduksi oleh organisme yang berguna untuk pertahanan diri dari
lingkungan maupun dari serangan organisme lain. Sedangkan substansi yang dihasilkan oleh
organisme melalui metabolisme dasar, digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
organisme yang bersangkutan disebut dengan metabolit primer. Hasil metabolit sekunder dari
spons merupakan produk alam yang potensial sebagai bahan baku obat.
Indonesia mempunyai banyak keanekaragaman jenis spons, dan berdasarkan ekspedisi
Snellius-II terdapat 830 ditemukan dari perairan Indonesia Timur (VAN SOEST, 1989).
Kekayaan jenis spons yang sangat potensial ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia. Untuk memberi nilai tambah terhadap biota tersebut beberapa penelitian telah
dilakukan baik oleh institusi pemerintah maupun perguruan tinggi. Perlunya penelitian
pencarian bahan aktif dari hasil metabolisme sekunder dari biota-biota laut selain tersebut di
atas adalah untuk mendapatkan sumber bahan baku obat-obatan dari biota laut.

Isolasi Subtansi Aktif

Untuk mendapatkan metabolit sekunder dari biota laut khususnya spons dilakukan
isolasi dengan metode pemisahan senyawa organik. Isolasi metabolit sekunder dari biota laut
ini dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya adalah ekstraksi senyawa menggunakan
pelarut organik.
Pelarut organik yang biasa digunakan dalam isolasi biota laut adalah yang bersifat polar
seperti metanol, etanol dan etil asetat.
Tahap kedua adalah dengan ekstraksi partisi pelarut. Ekstraksi partisi ini dimaksudkan
untuk memisahkan senyawa-senyawa non- polar dengan senyawa polar yang terdapat dalam
ekstrak kasar. Ekstraksi partisi dilakukan dengan mencampurkan dua pelarut yang tidak
bercampur kedalam corong pisah. Ekstrak kasar akan terdistribusi kedalam dua pelarut sesuai
dengan kepolarannya.
Tahap selanjutnya adalah pemisahan senyawa organik menggunakan metode
kromatografi. Metode kromatografi adalah pemisahan berdasarkan distribusi senyawa dalam
fase gerak dan fase diam. Pemisahan dengan kromatografi cair kinerja tinggi akan
menghasilkan isolat-isolat senyawa tunggal untuk kemudian diuji bioaktivitasnya dan
diidentifikasi struktur kimianya.
Uji bioaktivitas antimikroba dan antijamur yang dilakukan dilaboratorium produk alam
laut menggunakan metode difusi agar, dengan bioindikator bakteri Staphylococ- cus aureus,
Bacillus subtilis dan Vibrio eltor.
Identifikasi struktur kimia senyawa aktif dilakukan dengan metode spektroskopi massa
dan NMR. Spektroskopi massa digunakan untuk menentukan bobot molekul dan massa
fragmentasi ion molekulnya.
Multidimensi NMR inti karbon dan pro- ton sangat mempermudah penentuan struktur
kimia, karena mampu mendeteksi bentuk kerangka karbon berikut atom yang berikatan
dengan inti karbon.

Subtansi aktif yang diisolasi dari spons

Penelitian senyawa aktif dari hasil metabolisme sekunder biota spons telah
menghasilkan beberapa senyawa obat, antara lain adalah antimikroba, antikanker, anti virus
dan lain-lain. Berikut adalah beberapa senyawa aktif dari biota spons yang berpotensi sebagai
bahan farmasi.

1. Senyawa Antimikroba

Substansi antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan


mikroorganisme tertentu. Sifat penghambatan ini dimanfaatkan dalam farmakologi sebagai
obat terhadap penyakit yang umumnya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
yeast dan jamur. Beberapa senyawa antimikroba yang telah diisolasi dari biota spons
diantaranya adalah :

a. Aeroplysinin-1 yang diisolasi dari spons jenis Aplysina aerophoba. Senyawa


aeroplysinin-1 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio micrococcus
atau Alteromonas sp.
b. Strongylophorines diisolasi dari spons Strongylophora durissina, senyawa
meroditerpenoid ini aktif menghambat bakteri Salmonella typhii dan Micrococ- cus
luteus dengan zone diameter hambat bakteri 7-9 mm pada konsentrasi 100μg/disk .
c. Chromodorolide A adalah senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba dan
sitotoksik. Chromodorolide tidak disintesa dalam tubuh spons, melainkan berasal dari
nudibranch yang dimakannya.
d. Muqubilin, adalah senyawa peroksida siklik norsesterpen yang diisolasi dari spons
Prianos sp.
Senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antibiotik
e. Sigmosceptrellin-A adalah senyawa antimikroba peroksida siklik norsesterpen, yang
tidak berbentuk Kristal , senyawa ini diisolasi dari spons jenis Sigmosceptrella laevis
yang berasal dari pantai utara Papua New Guinea.
f. Oroidin adalah senyawa antibiotik sikloheksadiena yang mempunyai fungsi antiseptik
seperti iodine tincture.
g. Aaptamine dan Demethylaaptamine adalah senyawa alkaloid yang mempunyai
keaktifan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis
dan Vibrio eltor.
h. Senyawa N-Amidino-4-bromo-pyrole-2- carboxamide senyawa antibiotik yang
diisolasi dari spons jenis Agelas sp.
i. Senyawa3,5-Dibromo-4- hydroxyphenyl-acetamide dann 4- Acetamido-2,6-dibromo-
4-hydroxy- cyclohexadienon. Kedua senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai
antibiotik diisolasi dari spons Verongia archeri dan Verongia cauliformis.

2. Senyawa Anti Kanker

Beberapa senyawa yang berhasil diisolasi dari biota spons telah terbukti menghambat
pertumbuhan sel kanker, berikut adalah senyawa-senyawa antikanker yang ditemukan:

a. Spongouridin dan spongothymidine, adalah senyawa yang disintesa dari spons


Cryptotetis crypta yang mempunyai keaktifan sitotoksik terhadap sel karsinoma
pada manusia. Senyawa ini merupakan sebuah nukleosida yang berbeda dari
biasanya dan dapat berfungsi sebagai terapi terhadap nukleosida virustatik Ara-A
Kedua senyawa ini merupakan zat aktif terhadap virus harpes simplex.
b. Avarol dan avaron adalah senyawa yang mempunyai keaktifan menghambat virus
HIV. Senyawa ini dapat menghambat replikasi virus-HIV dan melindungi T-
lymphoocytes dari infeksi virus.
c. Adociaquinon B diisolasi dari spons Xestospongia sp., Senyawa ini aktif dalam
menghambat pertumbuhan sel tumor manusia.
d. Bistratamide D diisolasi dari senyawa Lissoclinum bistratum. Senyawa ini aktif
menghambat sel tumor HCT
e. Makaluvamine N, Senyawa ini diisolasi dari Zyzzyafiiliginosa dikumpulkan dari
Filipina, mempunyai keaktifan menghambat aktifitas katalitik topoisomerase II.
Selain senyawa-senyawa yang mempunyai keaktifan sebagai antimikroba dan
antikanker, beberapa senyawa dari spons dapat digunakan juga sebagai "lead compound"
obat antasida, antiepileptic, lipotropik dan hypotensif. Contoh senyawa tersebut
diantaranya :

a. Glisin diisolasi dari spons Zoanthids, senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai
antasida.
b. Asam Glutamat, senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai antiepileptic
c. N,N-Dimethylhistamine, diisolasi dari spons Geodia gigas dan Ianthella sp.
Senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai hipotensif
d. Metionin, senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai lipotropic agent

KESIMPULAN
Hasil metabolit sekunder dari beberapa spons terbukti mengandung senyawa- senyawa
aktif sebagai "lead compound" dalam pengembangan obat antibiotik, antikanker antivirus dan
Iain-lain. Hal ini membuktikan bahwa spons sangat potensial dalam pengembangan industri
farmasi, mengingat senyawa-senyawa aktif yang dihasilkan mempunyai perbedaan dengan
senyawa yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan darat yang selama ini merupakan sumber
utama bahan obat-obatan.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan obat dari biota laut ini adalah
terbatasnya bahan baku yang tersedia di alam, karena itu sangat perlu sekali untuk dilakukan
penelitian bioteknologi untuk budidaya spons.

Anda mungkin juga menyukai