Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM

BEKASAM

Nama : Nurul Hidayati

NIM : 202010220311009

Nama Instruktur : Sukma Maulana Safitri, S. TP

Nama Asisten: Rosalia Rachma Oktavianasari

Jurusan Teknologi Pangan

Fakultas Pertanian-Peternakan

Universitas Muhammadiyah Malang

2021
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan, hampir 70% luas negara nya yaitu perairan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beranekaragam makanan yang sangat
beragam, salah satu nya yaitu makanan yang berasal dari olahan ikan. Ikan merupakan salah satu
sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah diperoleh dan
harganya yang terjangkau (Zainal, Sarifah & Imamul, 2016). Ikan merupakan sumber protein
yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena mengandungan protein yang sangat tinggi,
mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi, dan harganya murah dibandingkan
sumber protein lainnya, akan tetapi memiliki kelemahan karena cepat mengalami kebusukan.
Karena mudah nya ikan tersebut mengalami pembusukan, perlu dilakukan penanganan untuk
mencegah kerusakan ikan supaya dapat memperpanjang masa simpan hasil perikanan.
Pengolahan sumber daya perikanan merupakan salah satu aspek penting dalam memberikan
kontribusi ketahanan pangan dan social ekonomi masyarakat pesisir. Ikan processing unit (FPU)
adalah salah satu lanjutan rantai pemanfaatan sumber daya ikan, baik dari penangkapan ikan dan
budidaya ikan.
Biasanya ikan diolah dengan cara tradisional, selain itu sebelum diolah dilakukan suatu
fermentasi, biasanya fermentasi ikan dilakukan dengan cara tradisional. Fermentasi ikan yang
biasa digunakan yaitu bekasam. Bekasam adalah produk fermentasi yang biasanya berasal dari
ikan air tawar, melalui proses penggaraman, serta pemberian sumber karbohidrat berupa nasi
(Bella et.al. 2017). Bekasam memiliki ciri rasa asam dan tidak terlalu asin. Menurut Kalista et
al. (2012) tahapan yang dilakukan dalam pembuatan bekasam yaitu penyiangan, pencucian ikan,
pemasukan ke dalam wadah tertutup, dan di fermentasikan selama tujuh hari. Penambahan nasi
dalam pembuatan bekasam berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Penambahan karbohidrat
bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam Laktat merupakan
kelompok bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik, terutama galur Lactobacillus,
Bifiidobacterium. Probiotik adalah suplemen dari mikroba hidup yang dapat mengganti
komposisi dan atau mengganti aktivitas metabolic mikrobia alami usus atau mengatur reaktivitas
system imun yang bermanfaat bagi Kesehatan (Furrie et al. 2006).
Selain itu penambahan garam dalam pembuatan bekasam bisa membantu menyeleksi
populasi bakteri penyebab pembusuk dan mencegah terjadinya pembusukan. Daya awet
terbentuk akibat adanya metabolit seperti asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
karena bakteri asam tersebut merombak gula menjadi asam laktat dan juga menguraikan
karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti asam asetat,asam propionate dan etil
alcohol. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada produk
bekasam.
Praktikum ini bertujuan untuk membantu mahasiswa untuk memahami bagaimana proses
pembuatan bekasam dan untuk mengatahui perlakuan fisiko-kimiawi terhadap kualitas sensorik
dan mikrobiologis ikan berdasarkan uji organoleptik (rupa, bau, rasa, tekstur), pH, dan total
bakteri asam laktat.

TINJAUAN PUSTAKA

Bekasam merupakan hasil atau produk fermentasi secara tradisional yang dibuat dari ikan
air tawar, yang diawali dengan proses pembersihan ikan, pemberian garam dan pemberian nasi
serta diinkubasi selama satu minggu. Bekasam adalah metode fermentasi yang sangat praktis dan
mudah dikerjakan dengan menggunakan peralatan sederhana, tidak membutuhkan biaya yang
mahal serta dapat meningkatkan nilai gizi (Zainal et al. 2016). Bekasam merupakan suatu
produk fermentasi ikan yang rasanya asam dan banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sumatera
Selatan dan Kalimantan Tengah. Salah satu kekhasan dari produk ini adalah rasanya yang tidak
terlalu asin, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumsi atau intake protein yang
berasal dari produk perikanan (Rahayu et al., 1992). Ikan yang dapat digunakan sebagai
bekasam merupakan jenis ikan air tawar. Penelitian menunjukkan bahwa makanan fermentasi
mengandung bakteri asam laktat (BAL) seperti Lactobacillus plantarum, Lactobacilllus sp,
Pediococus sp dan weissella sp (Melizah, 2018). Bakteri asam laktat adalah mikroba dominan
yang ditemukan dalam fermentasi ikan (Ostergaard, et. Al., 1998). Metabolit bakteri asam laktat
hasil fermentasi bekasam bersifat sebagai antimikroba, sehingga memiliki peran yang sangat
penting dalam fermentasi makananan karena meyebabkan perubahan aroma dan tekstur serta
meningkatkan umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan segar.
Keberhasilan dalam pembuatan bekasam sangat dipengaruhi oleh jenis bakteri asam
laktat yang ada pada makanan tersebut. Oleh karena itu, pada saat pembuatan bekasam untuk
menciptakan pertumbuhan yang ideal bagi bakteri asam laktat perlu dibuat kondisi yang optimal
agar menghasilkan bakteri asam laktat yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan pada
saat fermentasi ikan tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
bakteri asam laktat antara lain kadar garam, suhu, pH dan tersedianya karbohidrat sebagai
sumber makanan (Pelczar dan Chan, 2005). Pertumbuhan suatu bakteri dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan, antara lain nutrien berupa zat organik seperti garam-garam yang mengandung
Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S dan P. Selain itu, mikroba juga memerlukan sumber makanan yang
mengandung C, H, O, N yang diambil dalam bentuk senyawa organik, seperti karbohidrat,
protein, lemak dan sebagainya. Selain itu suhu juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
kegiatan fisiologi suatu mikroba atau bakteri (Muhammad, A., Et. al, 2009). Secara umum,
fermentasi secara tradisional dilakukan seccara spontan, yang melibatkan mikroorganisme yang
ada dalam bahan baku agar berbagai jenis mikroorganisme tumbuh sesuai dengan evolusi
lingkungan. Akibatnya, pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat menyebabkan
fermentasi gagal. Akibatnya kualitas makanan fermentasi menjadi kurang baik dan sering
terkontaminasi pathogen dan bakteri pembusuk, sehingga umur simpan produk menjadi lebih
pendek dan tidak aman bagi konsumen.
Berdasarkan data hasil wawancara para ahli pembuat bekasam, diperoleh informasi
bahwa bekasam yang baik diketahui melalui teksturnya yang lembut atau hancur beraroma khas,
warna merah kecoklatan, rasa asam asin. Tekstur yang lembut mempengaruhi rasa dan aroma
bekasam yang semakin nikmat. Standar mutu bekasam belum terstandarisasi karena merupakan
produk fermentasi spontan yaitu pada saat fermentasi yang berperan adalah bakteri pertumbuhan
dirangsang dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat. Proses seperti ini dapat
mengakibatkan jumlah dan jenis mikroba yang berperan aktif dalam bekasam beraneka ragam,
sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh tidak seragam dan mutunya tidak menentu (Hana.,
et al. 2018).
Adapun beberapa penelitian mengenai bahan baku bekasam dari berbagai komoditas hasil
perairan baik ikan air asin, air payau maupun air tawar diantara adalah cumi-cumi (Hadinoto,
2013), nila merah (Nuraini et al.., 2014), ikan mas (Desniar et al.., 2012), ikan seluang (Lestari et
al.., 2018), lele dumbo (Kalista dkk., 2012), ikan bandeng (Zummah dan Wikandari, 2013), ikan
sepatsiam (Berlian et al.., 2016), dan ikan patin (Widowati et al., 2011). Bahan baku yang
digunakan dalam penelitian adalah ikan gabus dengan berat 800-1000 g, sedangkan bahan
lainnya adalah padi yang disangrai, (pyloric caeca) ikan gabus, garam dan asam kandis
(Suyatno,2015). Sumber karbohidrat yang digunakan dalam pembuatan bekasam dapat berupa
nasi, beras sangrai, singkong, tape ketan, tepung, dan sebagainya (Murtini et al.,1997).
Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan ada yang menggunakan tambahan gula merah
sebagai sumber karbohidrat (Erli,2014). Penambahan karbohidrat bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat akan menguraikan pati menjadi senyawa-
senyawa sederhana yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan etil alkohol. Bakteri asam
Laktat merupakan kelompok bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik, terutama galur
Lactobacillus, Bifiidobacterium. Probiotik adalah suplemen dari mikroba hidup yang dapat
mengganti komposisi dan atau mengganti aktivitas metabolic mikrobia alami usus atau mengatur
reaktivitas system imun yang bermanfaat bagi Kesehatan (Furrie et al. 2006).
Proses pengolahan bekasam yang dilakukan adalah sebagai berikut: Ikan gabus yang
digunakan untuk pembuatan bekasam mula-mula dibersihkan (dibuang kepalanya, insang, isi
perut, sisik dan sirip), kemudian ikan dipotong kecil, lalu dilakukan pencucian dan penirisan
selama 15 menit. Berat masing-masing sampel ikan setiap perlakuan dan ulangan sebanyak 300
gr selanjutnya ditambah dengan garam sebanyak 30 gr (10 % dari berat ikan b/b) dan dilakukan
penambahan nasi dengan cara meratakan diseluruh permukaan tubuh ikan gabus dengan
perbandingan antara ikan dengan nasi, yaitu 1:1. Selanjutnya ikan dimasukkan kedalam toples
ditutup rapat. Kemudian difermentasi selama 7 hari pada suhu ruang, dilakukan pengamatan
setiap 2 hari.

ALAT DAN BAHAN METODE

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, wadah (ember plastic) beserta
tutupnya, toples beserta tutup yang sudah disterilkan. Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah ikan, nasi / beras sangrai, garam, air.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian Total BAL sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1

PERLAKUAN Total BAL


(cfu/mL)
Garam 6% tanpa Beras sangrai 3,2 x 105
Garam 6% dengan Beras Sangrai 4,0 x 106
Garam 11% tanpa Beras sangrai 1,5 x 104
Garam 11 % dengan Beras sangrai 2,5 x 105

Pada data tabel 1 menunjukkan hasil pengujian total bakteri asam laktat pada bekasam.
Data tersebut menunjukkan adanya perbedaan total bakteri asam laktat pada setiap perlakuan.
Pada perlakuan garam 6% tanpa beras sangrai total bakteri asam laktatnya yaitu 3,2 x 105
cfu/mL. Pada perlakuan dengan menggunakan garam 6% dengan beras sangrai total bakteri asam
laktatnya yaitu 4,0 x 106 cfu/mL. Selanjutnya, pada perlakuan dengan garam 11% tanpa beras
sangrai memiliki total BAL 1,5 x 104 cfu/mL. Pada pengujian yang terakhir dengan garam 11%
dengan beras sangrai memiliki total BAL 2,5 x 105 cfu/mL. Dari data diatas dapat disimpulkan
bahwa penambahan beras sangrai dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat
(mikroorganisme), sedangkan perlakuan yang tidak menggunakan beras sangrai jumlah bakteri
asam laktatnya menurun. Begitu juga dengan kadar garam yang diberikan pada setiap perlakuan
memberikan hasil yang berbeda dimana semakin banyak kadar garam yang diberikan maka
pertumbuhaan bakteri asam laktat akan terhambat. Begitu juga sebaliknya apabila kadar garam
yang diberikan sedikit maka akan memperlancar pertumbuhan bakteri asam laktat. Sehingga
kemampuan menghasilkan asam laktat menjadi tidak optimal.

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa perlakuan konsentrasi garam secara umum
cenderung sama yakni adanya penurunan pH pada saat terjadinya fermentasi dari hari ke-0
sampai dengan hari ke-7 penyimpanan. Penurunan pH selama fermentasi disebabkan karena
adanya enzim galactosidase yang memecah laktosa menjadi asam laktat, sehingga meningkatkan
keasaman dengan waktu fermentasi yang lebih lama. Pada saat fermentasi glukosa diubah
menjadi asam laktat. Peningkatan asam laktat menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi
H+ yang artinya terjadi penurunan pH. Hal tersebut terjadi karena fermentasi bakteri asam laktat
yang menghasilkan asam laktat yang ditandai dengan menurunnya nilai pH. Hasil dari analisis
ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh terhadap pH. Semakin lama
fermentasi, maka semakin rendah pHnya. Nilai pH produk bekasam berkaitan dengan
pertumbuhan bakteri asam laktat, karena bakteri asam laktat berperan dalam memproduksi asam
laktat sehingga menurunkan nilai pH pada bekasam.

KESIMPULAN
Bekasam merupakan hasil atau produk fermentasi secara tradisional yang dibuat dari ikan
air tawar, yang diawali dengan proses pembersihan ikan, pemberian garam dan pemberian nasi
serta diinkubasi selama satu minggu. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri asam laktat antara lain kadar garam, suhu, pH dan tersedianya karbohidrat
sebagai sumber makanan. Dari data perlakuan pengujian di atas menyatakanbahwa penambahan
beras sangrai dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat (mikroorganisme), sedangkan
perlakuan yang tidak menggunakan beras sangrai jumlah bakteri asam laktatnya menurun. Begitu
juga dengan kadar garam yang diberikan pada setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda
dimana semakin banyak kadar garam yang diberikan maka pertumbuhaan bakteri asam laktat
akan terhambat. Selain itu, semakin lama perlakuan maka nilai pH dari bekasam tersebut akan
semakin menurun.

DAFTAR PUSTAKA

ARFIANTY, B. N. (2017). Dinamika Populasi Bakteri Dan Total Asam pada Fermentasi
Bekasam (Pagasius hypopthalmus) DINAMIKA POPULASI BAKTERI DAN TOTAL
ASAM PADA FERMENTASI BEKASAM IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus).
Habib, I., & Aminudin, M. (2009). Pengaruh lamanya penyimpanan terhadap pertumbuhan
bakteri pada nasi yang dimasak di rice cooker dengan nasi yang dikukus. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 9(2), 18-22.
Mardalena, M. (2016). Fase Pertumbuhan Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) Tempoyak Asal
Jambi yang Disimpan Pada Suhu Kamar. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 11(1), 58-
66.
Melizah, A., Husin, S., & Alkaf, S. (2018). Identification of Lactic Acid Bacteria Isolate From
Fermentation Food Bekasam. Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and
Translational Research, 2(1), 16-23.
Mumtianah, O. N., Kusdiyantini, E., & Budiharjo, A. (2014). Isolasi, Karakterisasi Bakteri Asam
Laktat, dan Analisis Proksimat dari Makanan Fermentasi Bekasam Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus peters). Jurnal Akademika Biologi, 3(2), 20-30.
Nurnaafi, A., & Setyaningsih, I. (2015). Potensi probiotik bakteri asam laktat asal bekasam ikan
nila. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 26(1), 109-114.
Priyanto, A. D., & Djajati, S. (2018). Bekasam ikan wader pari menggunakan berbagai macam
olahan beras terhadap sifat mikrobiologi dan organoleptik. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil
Pertanian, 2(2), 107-115.
Rusmana, I., Suwanto, A., & Mubarik, N. R. (2012). Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat asal bekasam. Jurnal Akuatika, 3(2).
Suyatno, S. N., & Loekman, S. (2015). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam
Ikan Gabus (Channa striata). Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan, 3(2), 2-8.
Syarifah, S., & Huda, I. (2016). Pengaruh Kuantitas Garam Terhadap Kualitas Bekasam. Jurnal
Biota, 2(2), 151-157.
DAFTAR LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai