Anda di halaman 1dari 11

ABON IKAN TUNA SEBAGAI ALTERNATIF

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN

DISUSUN OLEH :
ZAHWA GALUH PRAMESTI
1913511017
KELAS A

PROGRAM STUDI LMU KELAUTAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan
sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total wilayah Indonesia) yang terdiri dari 0,35 juta km2
perairan teritorial; 2,8 juta km2 perairan laut nusantara; dan 2,7 juta km2 laut ZEEI (Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia). Selain itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal
sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di
dunia. Potensi Perikanan Indonesia. sangatlah banyak baik dari segi perikanan darat dan laut
(Dahuri, 2002). Upaya untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi
hasil tangkapan laut adalah dengan mengembangkan produk bernilai tambah, baik olahan
tradisional maupun modern. Saat ini, produk bernilai tambah untuk tangkapan laut yang
diproduksi di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti ikan tuna, udang dan lain
sebagainya, yang diketahui telah memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan proses lanjutan.
Apabila ingin mengubah nilai jual ikan non ekonomis maka salah satu cara yang bisa
ditempuh adalah melalui diversifikasi pengolahan produk agar lebih bisa diterima oleh
masyarakat dan sesuai dengan selera pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat, aman, sehat melalui asupan gizi vitamin/protein (Maulana, 2011). Salah satu
pengolahan ikan tuna yang banyak dilakukan kelompok masyarakat, baik industri rumah
tangga maupun UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah industri abon. Usaha
pengolahan abon ikan ini sejalan dengan upaya menumbuh kembangkan UMKM, yang
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa perbankan masih kekurangan informasi mengenai
kelayakan usaha dan pola pembiayaan yang cocok bagi usaha ini, sehinggga menjadi
kebutuhan mendesak untuk menyediakan informasi dalam bentuk pola pembiayaan (lending
model) usaha kecil untuk usaha pengolahan abon ikan. UMKM menjadi penting dalam
kerangka nilai tambah suatu produk, karena UMKM mempunyai fleksibilitas dan
kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat. dibanding
dengan perusahaan skala besar (Sartika,2002). Pengolahan abon ikan di kota Parepare yang
dilakukan oleh UMKM “Mekar” dengan melibatkan ibu rumah tangga yang bekerja sebagai
tenaga borongan, yang memanfaatkan waktu serta kemampuan mereka untuk mendapatkan
nilai tambah terhadap ikan tuna yang cukup mudah diperoleh di pasar. Menurut Leksono dan
Syahrul (2001) pembuatan abon merupakan salah satu alternatif pengolahan ikan yang
dilakukan untuk mengantisipasi kelimpahan produk ataupun untuk diversifikasi produk
perikanan. Pengolahan abon merupakan pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan
bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan. Dalam
penelitian ini akan diketahui besaran pendapatan yang mereka peroleh dari pengolahan abon
ikan tuna dan tingkat kelayakan usaha UMKM tersebut.
Di Indonesia banyak terdapat industri pengolahan hasil perikanan, salah satunya
adalah industri pengolahan ikan. Ikan sangat bermanfaat bagi perkembangan tubuh manusia.
Ikan sangat mudah ditemukan di Indonesia karena hampir 70% daerah indonesia adalah
perairan. Beberapa jenis ikan juga merupakan salah satu komoditas hasil perikanan ekspor
yang mampu bersaing dengan komoditas lainnya dalam menghasilkan devisa negara. Ikan
merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan. Pembusukan disebabkan oleh
enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan. Kadar air ikan segar
yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang
terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha
perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat
produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat berusaha melakukan
berbagai macam proses pengolahan pascapanen ikan guna meminimalkan kendala tersebut
(Bank Indonesia, 2008) Pada dasarnya proses pengolahan pascapanen ikan bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat
perkembangbiakan mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan
memiliki daya tahan lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-
macam cara pengolahan pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern.
Pada dasarnya proses pengolahan pascapanen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan
mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya tahan
lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam cara pengolahan
pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern.
Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan ikan kaleng.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mutu produk pengalengan.
3. Untuk mengetahui kerusakan pada produk kaleng.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Ikan Tuna
Tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanandunia dan termasuk
golongan ikan pelagis. Efektivitas tindakan dalampengontrolan kualitas ikan tuna sangat
ditunjang oleh pengetahuan terhadapbiologinya. Ikan tuna dapat hidup di air yang lebih
dingin dan bertahan dalamkondisi yang beragam. Daging ikan tuna berwarna merah muda
sampai merah tua,karena otot ikan tuna lebih banyak mengandungmyoglobindibandingkan
ikanlainnya (Nurjanah, 2011). Ikan tuna memiliki kebiasaan untuk bermigrasisepanjang
hidupnya. Kebiasaan ikan tuna untuk bermigrasi didukung oleh sistemmetabolisme ikan tuna
yang dapat mengatur jumlah panas yang ada di dalamtubuh untuk mencapai kondisi biologis
yang efektif (FAO, 2010 dalam Nurjanah,2011). Ikan tuna terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
ikan tuna sirip kuning(Thunnus albacares),ikan tuna albakor (Thunnus alalunga), ikan tuna
mata besar(Thunnus obesus), dan ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tuna dan sejenisnya sampai saat ini masih mendominasi eksporproduk perikanan
Indonesia. Perkembangan perikanan tuna diikuti denganberkembangnya industri pengolahan
tuna, terutama di lokasi-lokasi sentrapendaratan tuna. Pada umumnya tuna dipasarkan sebagai
produk segar(didinginkan) dalam bentuk utuh disiangi; sebagai produk beku dalam bentuk
utuhdisiangi, loin (frozen loin), steak (frozen steak) dan produk dalam kaleng (cannedtuna)
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).Hasil perikanan merupakan komoditi yang cepat
mengalami kemunduranmutu, atau mengalami pembusukan, karena ikan mempunyai
kandungan protein(18-30 %) dan air yang cukup tinggi (70-80%) sehingga merupakan media
yangbaik bagi perkembangan bakteri pembusuk. Dengan kelemahan tersebut telahdirasakan
sangat menghambat usaha pemasaran hasil ikan bahkan menimbulkankerugian besar,
terutama pada saat produksi ikan melimpah.
Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas
produk perikananmelalui proses pengolahan atau pengawetan.Prinsip pengolahan ikan pada
dasarnya bertujuan melindungi ikan daripembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk
memperpanjang daya awet danmendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Salah satu
jenis pengolahanyang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme
adalahpengalengan ikan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan
danpengawetan ikan secara modern yang dikemas secara hermatis dan kemudiandisterilkan.
Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau
alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwapenutupannya sangat rapat,
sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,kerusakan oksidasi maupun perubahan cita
rasa.
Proses Pengolahan Ikan Tuna Menjadi Abon Ikan Proses pengolahan ikan tuna
menjadi abon ikan melalui beberapa tahapan dengan tujuan untuk menghasilkan abon ikan
yang lebih baik, Proses pembuatan abon dimulai dengan perebusan daging yang sudah bersih,
kemudian diremah. Daging yang telah diremah kemudian ditambah gula, garam serta
berbagai bumbu yang telah dihaluskan. Selanjutnya dilakukan pemasakan dan penggorengan
hingga terbentuk warna kuning kecoklatan (Riyanto, 2006). adapun tahapan proses
pembuatan abon ikan tuna yaitu :
- Pembersihan Ikannya dibersihkan terlebih dahulu dibuang isi perut dan bagian kepala,
kemudian ikan tersebut di cuci dengan air sehingga bersih dari seluruh kotoran, lalu
kemudian dibilas kembali dengan air sehingga ikan tersebut benar ± benar bersih, setelah itu
kemudian ikannya di potong - potong.
- Pengukusan Ikan dikukus sampai matang (untuk memudahkan pengambilan daging dan
memisahkan dari tulang). Ikan yang telah dikukus kemudian ditiriskan atau didinginnkan.
Setelah dingin ikan di suir ± suir dan di tumbuk hingga menjadi serpihan halus.
- Pemberian bumbu Bumbu ± bumbu dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dimasak bumbu
bersama dengan santan setelah mendidih bumbu tersebut kemudian dicampur dengan ikan
yang telah di suir ± suir dan aduk setengah kering.
- Penggorengan Daging ikan yang telah dicampur dengan bumbu kemudian digoreng selama
20 menit sampai berubah warna menjadi berwarna kecoklatan. Setelah kering angkat lalu
kemudian didinginkan.
- Pengepresan Setelah diangkat dari wajan, abon kemudian dimasukkan kedalam alat press
(spinner) dan di tekan ± tekan sampai minyaknya habis keluar (tuntas). Lalu abon kemudian
dikeluarkan untuk didinginkan.
- Pengemasan Setelah dingin kemudian abon dikemas, dimasukkan pada kemasan toples
dengan harga 39.000/90 gr, plastik biasa 33.500/90gr, plastik aluminium voil 47.000/130gr.
Sedangkan untuk harga perkilogramnya di kenakan sebesar Rp. Rp 389.152/Kg.
Penggunaan Peralatan
Biaya peralatan yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan abon ikan terbesar adalah pada
lemari kaca, dengan harga Rp 1.500.000. dan biaya terendah yang dikeluarkan untuk
pembelian toples dengan harga Rp 2.791. Berdasarkan hasil penelitian nilai penyusutan
peralatan dalam setiap bulan yaitu lemari kaca Rp 8.333,3 dengan umur ekonomis 30 tahun
penggunaan peralatan, kompor gas Rp 13.690,47 dengan umur ekonomis 7 tahun, blender Rp
5.952,38 dengan umur eknomis 7 tahun, baskom Rp 5.208,33 dengan umur ekonomis 2
tahun, spinner Rp 9.166,67 dengan umur ekonomis 10 tahun, parang Rp 1.666,67 umur
ekonomis 5 tahun, talenan Rp 316,67 umur ekonomis 5 tahun, mesin parut kelapa Rp
8.472,22 umur ekonomis 3 tahun, toples Rp 34.887,5 umur ekonomis 2 tahun, pisau Rp
833,33 umur ekonomis 2 tahun, wajan Rp 7.500 umur ekonomis 5 tahun, dandang Rp
33.333,33 umur ekonomis 2 tahun, sutil Rp 4.166,67 umur ekonomis 2 tahun, siller Rp
18.750 umur ekonomis 2 tahun. Jadi nilai penyusutan dari seluruh peralatan yang di gunakan
selama satu bulan adalah sebesar Rp 152.225,57
Dalam satu bulan ( dua belas kali proses produksi) bahan baku yang digunakan adalah
890 kg, dengan rata-rata 70 - 80 kg/proses produksi. Besarnya biaya bahan baku yang
dikeluarkan tergantung dari jumlah bahan baku yang digunakan. sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh pengolah untuk biaya bahan baku selama satu bulan adalah sebesar Rp.
8.900.000 dengan rata-rata Rp 741.667/proses produksi.
Bahan Penunjang
Bahan penunjang berupa bawang putih, bawang merah, kelapa, sereh, lengkuas, minyak
goreng, garam, gula pasir, gula merah, plastik biasa, aluminium voil, dan gas elpiji. Total
biaya bahan penunjang yang dikeluarkan dalam satu bulan yaitu bawang putih Rp 46.000,
bawang merah Rp 45.000, kelapa Rp 5.000, sereh Rp 2.000, lengkuas Rp 2.000, minyak
goreng Rp 15.000, garam Rp 3.500, gula pasir Rp 12.500, gula merah Rp 17.500, plastik
biasa Rp 34.000, aluminium voil Rp 150.000, dan gas elpiji Rp 75.000. Total keseluruhan
bahan penunjang yang dikeluarkan oleh pengolah dalam satu bulan adalah sebesar Rp
722.000
Jumlah dan Upah Tenaga Kerja Hasil upah kerja untuk pekerja dihitung per bulan
(dua belas kali proses produksi) yaitu sebesar Rp 60.000 dengan rata-rata Rp 5.000/kg, upah
kerja satu bulan yaitu sebesar Rp 2.350.000/pekerja dengan rata-rata Rp 195.833,33/proses
produksi, sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pemilik usaha pengolahan abon
ikan dengan 8 pekerja adalah sebesar Rp 18.800.000/bulan dengan rata-rata Rp
1.566.667/proses produksi sedangkan upah rata-rata per hari kerja yaitu Rp 209.226,2/hk.
Produksi Dalam satu bulan pengolah melakukan pengolahan sebanyak 12 kali produksi
dengan hasil produksi yang berbeda - beda setiap satu kali produksi. jumlah tiap satu kali
produksi berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian, produksi dengan menggunakan bahan
baku yang sama memiliki hasil yang berbeda. Dari jumlah bahan baku ikan yang digunakan
selama satu bulan yaitu 890 kg, setelah melalui proses proses produksi jumlah bahan baku
yang digunakn selama satu bulan berkurang menjadi 470 kg. Hal ini dikarenakan adanya
bagian-bagian dari ikan yang tidak di gunakan dalam pengolahan abon ikan.
Kompleksnya permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri pengolahan
hasil perikanan menuntut dilakukannya pemilihan prioritas komoditi, lokasi pengembangan
dan pola olahan produk perikanan. Potensi sumber daya alam Provinsi Sulawesi Barat
menjadi lengkap dengan didukung oleh posisi geografis provinsi ini yang sangat strategis,
terletak di jantung Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berhadapan langsung dengan
jalur lintas kepulauan Indonesia (Selat Makassar). Tujuan dari penelitian ini, antara lain
mengidentifikasi tingkat keberdayaan pengolah ikan yang berorientasi pasar di kecamatan
Mamuju dilihat dari aspek ekonomi,mengkaji kelayakan usaha industri pengolahan abon ikan
di kecamatan mamuju, mengkaji bagaimana persepsi/keinginan konsumen terhadap produk
olahan ikan yang diminati pasar, merumuskan strategi pengembangan industri pengolah abon
ikan. Usaha abon ikan layak secara finansial jangka pendek dengan R/C ratio selama setahun
mencapai 1.442 yaitu lebih besar dari 1, Keuntungan mencapai Rp 26,807,505,-., rentebilitas
dalam satu tahun yaitu 44.17%, BEP sales senilai Rp. 22,245,242.91, dan BEP unit yaitu
6244 unit. Usaha abon ikan layak secara finansial jangka panjang yaitu NPV >0/bernilai
positiftiv, Net B/C>1 dan IRR> 12% dengan Payback period hanya 0,28 tahun. Usaha abon
ikan berada pada kuadran 1 dan strategi pengembangan usaha abon ikan yaitu dengan
memanfaatkan kondisi sumber daya dengan baik dan memperluas daerah pemasaran abon
ikan menjalin kerjasama yang menguntungkan dengan pihak supplier bahan baku dan
pemasaran.
Analisa swot dan strategi pemberdayaan
a. Faktor internal Kekuatan (S) Pada industry abon ikan di kecamatan mamuju kekuatan
usaha yaitu :
1. Bahan baku tergolong mudah untuk didapatkan dengan kualitas yang baik mengingat
sumberdaya perikanan di kabupaten mamuju cukup melimpah, industry abon ikan mengaku
tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan baku.
2. Masyarakat sudah paham teknik dasar pembuatan abon ikan yang ilmunya diwariskan
secara turun temurun sehingga pengolah memiliki kemampuan dasar untuk membuat abon
ikan yang berkulitas, selain itu industry abon ikan di kecamatan mamuju rata-rata telah
memulai usaha lebih dari 3 tahun.
3. Berdasarkan analisa finansial usaha abon ikan layak untuk dijalankan.
4. Lokasi usaha strategis Kelemahan (W) Kelemahan pada usaha abon ikan di kecamatan
Mamuju yaitu :
1. Modal usaha pada industry abon ikan sebagian besar masih menggunakan modal
pribadi sehingga produksi masih sangat terbatas, pengolah yang mengambil pinjaman
modal di Bank hanya 1 pengolah.
2. Walaupun pengolah paham teknik dasar untuk pembuatan abon ikan namun tidak
satupun pengolah yang memiliki pengetahuan tentang Good Manufacturing Proccess,
mengingat pengolah bukan berasal dari latar belakang pendidikan pengolah dan tidak
satupun pengolah yang tamat sarjana. Minimnya sarana dan prasaran produksi abon
ikan membuat proses produksi berlangsung lebih lama dan kurang efisien sehingga
mempengaruhi biaya upah tenaga kerja dan biaya bahan baku.
4. Cakupan pemasaran produk abon ikan hanya terbatas pada pemasaran local,
pengusaha belum memiliki jalur pemasaran antar daerah ataupun secara nasional,
pengusaha juga belum mengetahui penggunaan pemasaran online.
b. Faktor external Peluang (O)
Peluang yang dimilki oleh industry abon ikan di Kecamatan Mamuju yaitu:
1. Harga ikan di kecamatan Mamuju tergolong cukup rendah jika dibandingkan dengan
daerah lain, industry abon ikan yang membeli ikan langsung di TPI biasanya membeli bahan
baku Ikan Tuna dengan Harga Rp. 25.000 – Rp. 40.000/ Kg.
2. Saran transportasi di mamuju cukup memadai mulai transportasi darat, laut dan udara.
Suplay bahan pendukung seperti kemasan dan alat produksi biasnya di beli di Luar kota
dengan memanfaatkan pengiriman melalui bus antar kota yang tergolong sangat murah.
Kemungkinan untuk pemasaran ke Kalimantan juga cukup tinggi mengingat tersedianya
pelabuhan fery yang menghubungkan mamuju dan Balikpapan. Serta didukung oleh saran
transportasi udara.
3. Kemungkinan untuk bekerjasama dengan pihak lain cukup tinggi, mengingat industry
perikanan di Kabupaten mamuju juga terdiri dari usaha yang dapat mendukung usaha abon
ikan seperti usaha penangkapan ikan dan budidaya.
4. Peluang bantuan dan dukungan dari pemerintah daerah cukup tinggi mengingat daerah
Provinsi Sulawesi Barat direncanakan akan menjadi daerah dengan basis perikanan.
Ancaman (T) Ancaman yang mungkin akan didapatkan oleh industry abon ikan di
Kecamatan mamuju yaitu :
1. Ketidak stabilan harga bahan pendukung seperti minyak goring dan bahan bakar
gas. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan kenaikan biaya produksi yang signifikan,
sehingga dapat mengurangi profit usaha.
2. Produk subtitusi abon ikan adalah abon ayam dan sapi, yang sampai saat ini masih
mendominasi pasar. Ini menjadi ancaman terbesar bagi pasar abon ikan.
3. Pesaing dari luar daerah/kota seperti palu dan Makassar memiliki ancaman yang
cukup tinggi mengingat produk yang di hasilkan dari kedua kota tersebut cukup
mendominasi pasar di Kabupaten Mamuju
4. Tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan akibat aktifitas pemanfaatan yang
tidak ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Maulana, M.S., 2011. Teknologi Agroindustri Pengolahan Fillet Ikan.
ForumSains.com.
Sartika, Titik. 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Ghalia Indonesia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai