KELOMPOK 2 :
ADEL 2015349090
MAHFUDH 2015349096
1
Pemanfaatan ikan tenggiri yang luas di Indonesia, dapat diasumsikan
bahwa banyak limbah ikan yang dihasilkan dari ikan tenggiri, yang merupakan
sumber protein yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. Limbah hasil
perikanan, berupa daging dekat tulang, tulang ikan, kepala ikan, dan organ dalam
biasanya dibiarkan terbuang, yang dapat mencemari lingkungan. Dalam limbah
ikan juga terdapat kandungan asam amino esensial dan asam lemak tak jenuh,
yang jika dimanfaatkan dengan tepat berpotensi memberi nilai guna dan nilai
ekonomis yang tinggi.
Sejalan dengan kesadaran bahwa kekayaan laut tidaklah tak terbatas,
banyak usaha dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat hasil laut dan limbahnya.
Terlebih dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengkonsumsi ikan dan hasil laut lainnya dikarenankan kadar protein esensialnya
yang tinggi.
Sudah dilakukan beberapa upaya pemanfaatan hasil samping ikan,
termasuk ikan tenggiri. Kebanyakan dibuat menjadi tepung ikan untuk makanan
ternak, yang sayangnya memiliki nilai ekonomis yang rendah. Juga beberapa
dibuat sebagai masakan, seperti gulai kepala ikan, tetapi hanya dapat
memanfaatkan limbah dalam jumlah terbatas.
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan cara mengekstrak hanya
zat-zat yang diperlukan dari limbah ikan tenggiri, seperti kandungan protein dan
lemak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengambil protein dari limbah
ikan tenggiri adalah dengan cara metode ekstraksi asam. Metode ini mudah dalam
pengerjaannya, bahan yang relatif mudah untuk diperoleh, dan juga pengerjaannya
yang tidak memakan waktu yang lama. Metode ekstraksi asam, selain dapat
mengurangi jumlah limbah ikan, juga diharapkan dapat meningkatkan nilai guna
dan nilai ekonomi dari limbah ikan tenggiri. Dengan metode ini juga diharapkan
akan mendapatkan protein bermutu tinggi, yaitu memiliki kadar asam amino
esensial yang tinggi karena diendapkan pada pH tinggi, dimana kebanyakan asam
amino esensial memiliki titik isoelektrik pada pH lebih tinggi daripada asam
amino non-esensial
Protein hasil ekstraksi asam dari limbah ikan tenggiri diharapkan dapat
dipergunakan untuk fortifikasi makanan. Fortifikasi dengan protein telah banyak
2
dilakukan oleh industri-industri makanan saat ini. Fortifikasi merupakan salah
cara dalam meningkatkan Biological Value (BV) dalam suatu bahan makanan. BV
merupakan indeks kualitas protein dimana semakin banyak protein dari makanan
yang terserap dalam tubuh maka dapat dikatakan nilai BV yang semakin tinggi.
Protein yang ditambahkan ke dalam makanan dapat berupa protein sintesis
maupun hidrolisat protein.
Kayan (2011) dan Hilmanto (2012) melakukan ekstraksi protein pada
limbah ikan tenggiri dan masing-masing mengendapkannya pada pH 7 dan pH 9.
Pada penelitian ini dicoba untuk mengekstrak protein dari limbah ikan tenggiri
dengan asam dan mengendapkannya pada pH 8 kemudian menganalisis asam
amino penyusunnya. Pemanfaatan limbah industri ikan diharapkan dapat menjadi
salah satu cara fortifikasi asam amino esensial.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Scomberomorus
Ikan tenggiri mempunyai morfologi tubuh yang cukup unik. Di bagian
samping tubuhnya terdapat garis lateral yang memanjang dari insang hingga akhir
sirip dorsal kedua, sedangkan pada punggungnya terdapat warna biru kehijauan.
Garis pada bagian samping menjadi ciri khas ikan tenggiri yang berbeda dengan
ikan sejenis. Secara umum, warna ikan tenggiri adalah perak keabu-abuan. Ikan
tenggiri dikenal pula dengan nama spanish mackerel, namun nama tersebut
berbeda-beda di setiap daerah. Orang India menyebutnya ikan anjai, di Filipina
lebih dikenal dengan nama ikan dilis, dan di Thailand akrab dengan istilah ikan
Thuinsi. Ukuran ikan tenggiri dapat mencapai panjang 240 cm dengan berat 70
kg. Usia dewasa tercapai setelah 2 tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-
4
82 cm. Ikan tenggiri betina ukurannya lebih besar dan usianya lebih panjang
dibanding jantan. Ikan tenggiri betina dapat hidup selama 11 tahun.
Ikan tenggiri tergolong ke dalam ikan laut yang menyukai daerah laut
dangkal (pelagis). Bagian-bagian yang terdapat batu karang (reef) merupakan
habitat yang cocok bagi ikan tenggiri. Perairan yang memiliki salinitas (salinity)
rendah dan kekeruhan (turbidity) tinggi disukai pula olehnya. Ikan tenggiri dapat
menetap pada suatu habitat dan terkadang bermigrasi ke tempat yang cukup jauh.
Pola migrasi ikan tenggiri sangat khas, karena bergantung kepada temperatur air
laut dan musim bertelur (spawning season). Jatuhnya musim bertelur ini
bervariasi di setiap habitat yang ditinggali.
Ikan tenggiri memiliki sifat rakus (voracious) ketika makan dan mencari
makan seorang diri (solitary). Jenis makanannya adalah ikan-ikan kecil karena
ikan tenggiri tergolong ke dalam hewan karnivora. Ikan kecil jenis anchovy
(semacam ikan haring) merupakan salah satu makanan utama bagi ikan tenggiri,
khususnya ikan tenggiri muda. Selain itu, ikan tenggiri juga memakan beberapa
jenis cumi-cumi (squid) dan udang.
Penangkapan ikan tenggiri di Indonesia sebagian besar dilakukan secara
sederhana dan tradisional (artisanal). Artinya, ikan tenggiri menjadi komoditas
andalan para nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Populasi ikan
tenggiri yang tinggi di Indonesia berpeluang memperbaiki kesejahteraan para
nelayan. Perdagangan ikan laut dipicu oleh permintaan (demand) yang tinggi dari
Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Cina. Negara-negara tersebut memberikan
harga mahal untuk ikan yang memiliki kesegaran (freshness), rasa (flavour), dan
gizi (health promoting) yang baik. Khususnya untuk ikan tenggiri.
5
dikatagorikan sebagai white meat (daging putih). Daging ikan merupakan salah
satu produk pangan hewani yang kontribusinya penting sebagai sumber protein.
Ikan Tenggiri merupakan sumber protein penting di Indonesia bahkan
dunia karena kandungan protein yang tinggi dan bagus untuk pertumbuhan.
Menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (2005), hasil
analisa proksimat Ikan Tenggiri memiliki kandungan air 76,5%, protein 21,4%,
lemak 0,56%, karbohidrat 0,61% dan kadar abu 0,93%. Protein berperan penting
dalam metabolisme tubuh manusia. Protein berperan sebagai zat pembangun sel-
sel tubuh, dan dapat pula dikonversi menjadi energi pada tubuh manusia. Protein
terdiri dari susunan beberapa asam amino. Beberapa asam amino yang dapat
disintesis di dalam tubuh manusia, disebut sebagai asam amino non-esensial. Ada
juga protein yang tidak dapat dibuat di dalam tubuh manusia, didapatkan dari
makanan yang dikonsumsi, yang disebut asam amino esensial.
Ikan tenggiri ternyata mengandung asam lemak tak jenuh omega 3. Asam
lemak tak jenuh sangat penting bagi pertumbuhan normal tubuh karena asam
lemak esensial tidak dapat dibentuk di dalam tubuh, dan harus dipenuhi dari diet.
Beberapa ikan hasil laut yang hidup di perairan dalam yang memiliki tingkat
aktifitas tinggi, mengkonsumsi plankton laut akan menghasilkan daging dengan
kandungan Omega 3.
Kandungan omega 3 yang relatif tinggi seperti ikan salmon, gindara, tuna
sardine dan Tenggiri. Minyak ikan mengandung DHA (Docosa Hexaenoic Acid)
yang sangat penting dalam pertumbuhan otak serta perkembangan retina mata.
Menurut penelitian Hibbeln et al. (2007), wanita yang sering mengkonsumsi ikan
pada masa kehamilannya akan melahirkan anak dengan rata-rata IQ (Intelligence
Quotient) yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita hamil yang jarang atau
tidak sama sekali mengkonsumsi ikan. Lemak pada perut ikan juga mengandung
omega 3 yang sangat berfungsi mencegah penyempitan pembuluh darah dan dapat
menurunkan kolesterol.
Disamping asam amino essensial di dalam daging ikan terkandung juga
mineral dan vitamin. Dalam daging ikan yang berlemak mengandung Vitamin A
dan D, disamping juga untuk ikan yang tidak berlemak mengadung vitamin B.
6
3. Mutu Bahan Baku
Menurut SNI 01-2729 -1992, mutu bahan baku harus memenuhi
persyaratan kesegaran, kebersihan dan kesehatan. Bahan baku dan bahan
tambahan yang dipakai harus tidak merusak atau merubah komposisi dan sifat
khas dari ikan segar. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai
karateristik kesegaran sebagai berikut.
Tabel 1. Karakteristik Ikan Segar
No Bagian Ikan Ikan segar Ikan busuk
Cerah, bening cembung, Pudah, berkerut, cekung,
1 Mata
menonjol tenggelam
Merah, bau segar, lendir Coklat/kelabu, bau asam,
2 Insang
bening tertutup lendir keruh
3 Warna Terang, lendir bening Pudar, lendir kelabu
4 Bau Segar, bau laut Asam busuk
Kemerahan terutama
Putih, padat kenyal, bila
sekitar tulang punggung,
5 Daging ditekan daging kembali
bekas tekanan jari tidak
dengan cepat
hilang
6 Sisik Menempel kuat pada kulit Mudah lepas
Menggelembung, pecah,
7 Dinding perut Utuh, elastic
isi perut keluar, lembek
Terapung (bila sangat
8 Tenggelam dalam air
busuk)
7
TEKNOLOGI PENANGANAN IKAN TENGGIRI
8
Cakalang, Tenggiri, Layur dan sebagainya. Jenis ikan ini umumnya ditangkap
dengan jaring dan sudah mati saat diangkat dari air terutama jika menggunakan
alat tangkap jaring insang (gillnet). Oleh karena itu harus diperhitungkan waktu
antara menebar dan menarik jaring agar diusahakan paling lama setiap 4 jam
dengan perhitungan ikan yang tertangkap maksimum di dalam air tanpa perlakuan
kurang dari 3 jam.
a. Kelengkapan sarana handling ikan di atas kapal
Sarana penanganan (handling) minimal yang harus ada di atas kapal adalah :
1. Palka berinsulasi dengan kapasitas sesuai dengan target penangkapan dan
ukuran kapal biasanya 1/3 – 2/3 kali dari bobot mati kapal penangkap yang
dapat ditutup rapat, sehingga penetrasi panas dari udara luar ke dalam palka
dapat dihambat semaksimal mungkin. Dilengkapi dengan sistem pembuangan
air lelehan es yang baik sehingga tidak terjadi perendaman ikan yang disimpan
di dalamnya. Palka ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil ikan
selama operasi penangkapan sampai dengan pembongkarannya di pangkalan
pendaratan ikan. Dengan mengetahui dimensinya (p x l x t) bagian dalam
dapat dihitung volumenya.
Dari total volume tersebut umumnya 2/5 – 3/5 untuk ikan, 1/5 – 2/5 untuk es
dan sisanya lebih kurang 1/5 ruang kosong di bagian atas untuk keperluan
mobilitas wadah dan orang. Palka berinsulasi ini sebaiknya disekat-sekat
menjadi 3 kompartemen yang sama volumenya. Satu kompartemen diisi es
separuhnya untuk tempat memulai penyimpanan hasil tangkapan, sedangkan
dua kompartemen lainnya penuh diisi es. Apabila kapal berukuran kecil
biasanya digunakan cool-box portable ukuran kapasitas mulai dari 50 kg, 100
kg dan 200 kg yang dilengkapi dengan lubang penirisan (drain hole) untuk
membuang air lelehan es. Dengan ukuran kecil ini penempatannya di kapal
lebih luwes, yang penting ditempat yang terlindung dari cahaya matahari
langsung.
2. Bak pendinginan (chilling) dan pencuci ikan ukuran 0,5 – 2 m 3, sebagai
tempat mencuci sekaligus chilling ikan setelah dilepas dari jaring, dimana bak
ini akan diisi air laut yang diberi es. Sebaiknya bak ini bertutup dan
9
berinsulasi agar dapat menghemat pemakaian es. Perbandingan es curai dan
air laut 2 : 1.
3. Keranjang plastik dari bahan HDPE, yang cukup kuat dengan kapasitas
maksimum 25-30 kg ikan agar cukup ringan sehingga mudah ditangani secara
manual. Keranjang ini didesain sedemikian rupa sehingga air lelehan es dapat
mengalir dengan lancar dan dapat ditumpuk tanpa memberikan tekanan
produk ikan yang ada di dalamnya. Keranjang ini memiliki dua fungsi yaitu
untuk wadah ikan hasil seleksi, tempat melakukan pencucian sekaligus wadah
ikan selama penyimpanannya dalam palka. Jumlahnya disesuaikan agar dapat
menampung semua hasil produksi.
Film PE (poli-etilen), untuk membungkus ikan jika diperlukan agar
ikan tidak langsung bersentuhan dengan es.
Pompa air laut yang dilengkapi dengan kran-kran, slang dan spryer.
Penyemprot yang dapat menghasilkan tekanan cukup (1 kg /cm2 )
untuk mencuci dek kapal dan peralatan handling lainnya sebelum dan
sesudah melakukan operasi penanganan ikan.
Terpal, untuk membuat pelindung dari panas matahari bagi area dek
kapal dimana kegiatan penanganan ikan dilakukan.
Katrol derek, untuk memindahkan keranjang berisi ikan, terutama
apabila digunakan keranjang dengan kapasitas di atas 100 kg.
Pisau yang tajam dari berbagai bentuk dan ukuran sesuai dengan
fungsinya sebagai penyayat, pemotong dan sebagainya. Pisau ini
dipersiapkan untuk menyiangi ikan hasil tangkapan ikan yang
berukuran besar.
b. Kecukupan jumlah bekal es yang dibawa ke laut. Jumlah bekal es ke laut
harus diperhitungkan dengan cermat berdasarkan :
Jumlah hasil ikan yang direncanakan akan ditangkap
Suhu udara rata-rata di laut dan suhu air laut rata-rata di area
penangkapan untuk memperkirakan suhu ikan.
Kapasitas, ukuran dan kondisi palka (konstruksi, jenis isolasi yang
digunakan, kebocoran dan sebagainya.)
10
Perkiraan lama operasi penangkapan per trip. Dengan dasar ini akan
dapat dihitung jumlah es keseluruhan yang dibutuhkan berdasarkan : -
Es yang dibutuhkan untuk menjaga suhu di dalam box/palka agar
selalu mendekati 0°C selama trip penangkapan ikan. - Es yang
dibutuhkan untuk mendinginkan ikan dari suhu air laut menjadi 0°C. -
Es sebanyak 10% dari jumlah kebutuhan tersebut di atas, sebagai
cadangan kemungkinan adanya kecerobohan dalam menggunakan es.
c. Prinsip Penanganan Ikan
Urutan penanganan ikan ukuran kecil di atas kapal sebagai berikut :
Melepas ikan dari jaring atau alat tangkap lain yang digunakan, dan
langsung memasukannya ke dalam bak chilling yang telah diisi air
laut dingin (telah diberi es sebelumnya). Apabila memungkinkan
langsung diseleksi menurut jenis, ukuran dan mutu ikan dengan cara
menyiapkan sejumlah keranjang (sesuai dengan jumlah jenis dan
ukuran ikan) dalam kondisi 3/4 - 4/5 nya terendam air laut dingin
untuk diisi ikan yang dilepas dari jaring.
Setelah penuh ikan (lebih kurang setengahnya berisi ikan) keranjang
beserta isinya digoyang dalam air rendaman, kemudian diangkat untuk
penirisan. Kegiatan ini sekaligus merupakan proses mencuci ikan.
Selanjutnya dilakukan pengemasan, yaitu menyiapkan keranjang
kosong yang bersih, kemudian menata es ikan disusun selapisselapis
berselang seling dengan yang terbawah dan teratas adalah lapisan es
yang cukup tebal. Jumlah es : ikan = 1 : 1. Apabila tidak dilakukan
proses perendaman dalam bak chilling, maka penyusunan ini juga
berperan sebagai proses chilling dimana semakin tebal lapisan ikan,
maka akan semakin lama waktu pendinginannya untuk mencapai suhu
tengah ikan mencapai 0-3 °C.
Keranjang dapat disusun dengan ditumpuk di dalam palka, dimana
sebelumnya palka sudah diisi es curai secukupnya sehingga sudah
cukup dingin saat ikan dimasukkan ke dalamnya.
Apabila tidak menggunakan sistim keranjang,
penyimpanan/pendinginan ikan dapat dilakukan secara curah dimana
11
palka dilengkapi dengan sekat-sekat yang dapat dilepas dipasang
(knock down) sesuai dengan kebutuhan.
Sistim pembuangan air lelehan es harus cukup lancar sehingga
mencegah terendamnya ikan oleh air yang kotor.
Penambahan es selama penyimpanan di palka dapat dilakukan jika
jumlahnya telah berkurang. Frekwensi dan jumlahnya sangat
ditentukan oleh kekedapan konstruksi palka terhadap penetrasi panas
dari luar. - Selama proses penanganan lindungi ikan dari cahaya
(panas) matahari langsung, yaitu dengan memasang tenda di atas dek
menggunakan terpal yang telah disiapkan. - Selama proses
penanganan ikan harus dihindarkan dari perlakuan kasar maupun
benturan fisik yang dapat membuat ikan luka atau memar.
Proses penanganan ikan tenggiri dimulai setelah seluruh jaring terangkat.
Ikan dikumpulkan di atas kapal selama proses hauling dan sesekali disiram
dengan air laut untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu. Ikan yang
tertangkap dimasukkan ke dalam fiber box. Fiber box yang digunakan dapat
menampung ikan sebanyak ± 100 kg. Ikan hasil tangkapan yang disusun
dalam fiber box. Ikan disusun berlawanan arah dan ditumpuk dengan cara mengisi
ruang kosong diantara ikan yang berada dibawahnya. Semua ikan yang telah
tersusun didalam fiber box diberi hancuran es balok yang diletakkan hanya pada
bagian atas ikan. Selanjutnya nelayan menyiram sejumlah air laut ke atas
permukaan ikan sampai seluruh ikan terendam di dalam fiber box. Cara ini dikenal
dengan istilah Chilled Sea Water (CSW) (Septiarini, 2008).
Metode CSW memiliki kelebihan, yaitu mempunyai suhu pendinginan
lebih rendah dari es dan waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhunya lebih
cepat daripada media pendingin es saja. Hal ini disebabkan media pendingin CSW
lebih banyak bersinggungan langsung dengan permukaan ikan. Air laut yang
mengandung garam dapat menurunkan titik lebur es sehingga es lebih lambat
melebur. Cara penanganan di atas kapal dengan metode ini diharapkan dapat
menghambat kemunduran mutu ikan sampai tiba di darat (Septiarini, 2008).
Ikan yang mempunyai kesegaran baik diperoleh dengan memperhatikan
jumlah es yang digunakan dan lamanya peng-es-an. Banyaknya es yang
12
digunakan untuk rasio antara jumlah es dan jumlah ikan yang didinginkan
merupakan faktor yang menentukan. Hal ini menyangkut suhu ikan yang ingin
dicapai. Jika rasionya kecil, suhu yang dicapai tidak cukup rendah untuk tetap
mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu yang lama. Sebaliknya jika
rasionya terlalu besar akan dapat menyebabkan ikan rusak secara fisik karena
himpitan dan tekanan oleh bongkahan atau pecahan es yang digunakan.
Prinsipnya es yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu ikan sampai
00C,kemudian mempertahankan suhu tersebut selama penyimpanan
(Hadiwiyoto,1993). Perbandingan yang baik untuk memperpanjang kesegaran
ikan adalah 1 : 1 (1 kg es digunakan untuk mendinginkan 1 kg ikan) (Moeljanto,
1992).
Ikan hasil tangkapan disortasi dalam proses penanganan di atas kapal. Ikan
yang bernilai jual tinggi dipisahkan dari ikan-ikan lainnya dan biasanya dikirim
keluar daerah. Kebanyakan nelayan kecil di Indonesia tidak melakukan sortasi
dalam proses penanganan di atas kapal namun melakukan sortasi setelah tiba di
pelabuhan. Oleh karena itu, ikan kecil yang tertangkap kebanyakan akan dibuang
oleh nelayan yang menangkapnya karena bukan merupakan permintaan pembeli
ikan.
Kegiatan sortasi seharusnya dilakukan setelah ikan ada di atas dek kapal
yang bertujuan untuk memudahkan dalam proses penjualan di darat dan
memperkecil terkontaminasinya ikan oleh bakteri atau perlakuan-perlakuan fisik
saat ikan disortir oleh pembeli (Junianto, 2003). Sortasi juga bertujuan untuk
memisahkan jenis-jenis ikan ekonomis penting dengan jenis-jenis ikan non
ekonomis penting dan mempermudah pemasaran (Nasran, 1972).
Ketika kapal tiba di pelabuhan, ikan yang disimpan dalam fiber box
langsung dipindahkan ke keranjang yang diperoleh dari pengumpul setelah kapal
merapat di pelabuhan. Pengumpul membeli ikan hasil tangkapan nelayan terlebih
dahulu sebelum nelayan pergi melaut. Hal ini berarti semua nelayan harus
menjual ikan hasil tangkapan hanya kepada pengumpul yang membeli ikan
tangkapan nelayan sebelumnya. Semua hasil tangkapan para nelayan dijual
kepada pengumpul dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga yang
diperuntukkan kepada konsumen (Septiarini, 2008).
13
Ikan yang ada di pengumpul disusun rapi dalam box styrofoam yang diberi
es dan kemudian dipak rapi. Ikan yang telah dipak disimpan dalam gudang
penyimpanan dingin untuk siap dikirim ke luar kota pada hari berikutnya. Es yang
digunakan untuk mengawetkan ikan agar mutunya masih bagus diganti dalam
jangka waktu tertentu (kira-kira setiap pukul 13.00, 19.00, 23.00, dan 03.00 WIB)
dan air dari es yang meleleh dibuang agar tidak mempengaruhi mutu ikan
(Septiarini, 2008).
Kesegaran ikan laut yang didaratkan tergantung pada perlakuan pertama
saat ikan ditangkap, kecepatan dalam penanganan dan cara penyimpanan di kapal
(Junianto, 2003). Cara penanganan ikan di kapal oleh nelayan tergolong lambat
karena tergantung pada jumlah ikan yang ditangkap. Ikan yang semakin banyak
tertangkap maka penanganannya akan semakin lambat karena proses penanganan
di atas kapal mulai dilakukan setelah semua ikan yang tertangkap diangkat
dariatas permukaan air. Cara penyusunan ikan dalam fiber box yang dilakukan
nelayan kurang baik karena ikan diletakkan kurang teratur dan terlalu tinggi
(hampir memenuhi fiber box). Ikan sebaiknya diatur agar tidak berhimpitan dan
diusahakan tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar fisik ikan tidak cepat rusak
(Septiarini, 2008).
14
TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN TENGGIRI
15
1. Mengintroduksikan panas dengan cara memasak, pasteurisasi atau
sterilisasi.
2. Menghilangkan panas tubuh ikan sehingga menjadi dingin atau beku.
3. Menambahkan bahan kimia.
4. Menghilangkan sebagian air.
5. Mengiradiasi untuk pasteurisasi dan sterilisasi.
6. Kombinasi perlakuan-perlakuan di atas (Irianto, 2014).
Perlakuan-perlakuan tersebut berhubungan dengan pengendalian atau
destruksi mikroorganisme dan produk-produk metaboliknya serta mengurangi
atau meningkatkan reaksi-reaksi kimia dan fisika tertentu. Penerapan perlakuan-
perlakuan tersebut secara memadai dapat mencegah perkembangan
mikroorganisme berbahaya dan terbentuknya toksin. Selain itu juga dapat
membunuh mikroorganisme patogen yang berpotensial membahayakan
keselamatan konsumen. Pengolahan seperti pengalengan, pengasinan,
pengeringan, dan metode-metode yang lain dapat digunakan untuk tujuan
tersebut. Sebaliknya, apabila perlakuan-perlakuan tersebut diterapkan secara tidak
memadai bahkan dapat mengontaminasi produk yang sedang diolah (Irianto,
2014).
Banyak reaksi-reaksi kimia dan fisika yang tidak dikehendaki terjadi di
dalam produk, seperti ketengikan oksidatif, kerusakan vitamin, terlarutnya zat-zat
gizi larut air, dan perubahan tekstur yang sering disebabkan atau dirangsang oleh
teknik-teknik pengolahan yang digunakan. Tingkat kerusakan dan efisiensi
pengolahan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Mutu bahan baku yang digunakan oleh pengolah;
2. Karakteristik fisik dari produk yang diproses dari bahan baku tersebut;
3. Keterampilan dari pekerja yang menerapkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dan rekayasa yang digunakan dalam disain, konstruksi, dan
kegiatan-kegiatan penanganan, penyimpanan, dan pengolahan (Irianto,
2014).
Pengolahan juga dapat mengarah pada pemanfaatan bahan baku ikan
secara menyeluruh sehingga menghasilkan limbah sesedikit mungkin yang
sekaligus memaksimalkan nilai tambah yang diperoleh. Bahan-bahan yang pada
awalnya dipandang sebagai limbah, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi akhirnya dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti pemanfaatan cangkang kepiting dan
16
kulit udang menjadi produk khitin, khitosan, dan khitooligomer. Dengan
demikian, akan dapat diciptakan industri pengolahan perikanan yang ramah
lingkungan dan mendekati sebagai zero waste industry (Irianto, 2014).
Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk
didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Data selama 20 tahun
terakhir menunjukkan bahwa di Indonesia, produksi ikan yang diolah hanya
serkitar 23-47%, dan sisanya dijual sebagai ikan segar atau ikan basah. Cara
pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan,
pengasapan, dan fermentasi lebih dominan daripada cara pengolahan modern
seperti pembekuan dan pengalengan. Hal ini terjadi karena pengolahan modern
memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, yaitu
pasokan bahan baku yang bermutu tinggi dalam jenis dan ukuran yang seragam,
dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri (Heruwati,
2002).
Pengolahan Tradisional
Menurut terminologi FAO, ikan olahan tradisional, atau “crude fish”
adalah produk yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala
industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini
adalah ikan kering atau asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk
fermentasi yaitu kecap, peda, terasi, dan sejenisnya. Perbaikan proses pengolahan
diperlukan untuk menghasilkan produk yang konsisten sifat fungsionalnya dengan
mutu dan nilai nutrisi yang tinggi serta aman bagi konsumen (Heruwati, 2002).
Pada prinsipnya, yang dimaksudkan dengan pengolahan tradisional adalah
suatu kegiatan pengolahan yang dilakukan berdasarkan tata cara atau metoda
tradisional yang turun menurun, dilakukan dengan teknik yang sederhana, serta
tidak memerlukan peralatan yang canggih. Pengolahan tradisional juga dicirikan
oleh kecilnya skala produksi dan dilakukan oleh industri rumah tangga; atau
meskipun mempunyai skala produksi yang agak besar tetapi merupakan industri
padat karya. Pengolahan tradisional menghasilkan berbagai macam produk yang
mempunyai mutu sangat bervariasi, tergantung pada: kualitas bahan baku, cara
pengolahan, bahan tambahan yang digunakan, jenis pengemas yang digunakan,
serta kondisi dan lama penyimpanan.
17
Pengolahan Modern
Pada prinsipnya, yang dimaksudkan dengan pengolahan modern adalah
suatu kegiatan pengolahan yang dilakukan berdasarkan tatacara atau metoda
modern (hasil formulasi dan perhitungan ilmiah), dilakukan dengan teknik yang
lebih maju, serta umumnya memerlukan peralatan yang canggih. Pengolahan
modern juga umumnya dicirikan oleh cukup besarnya skala produksi dan
dilakukan oleh industri skala menengah keatas (meskipun ada juga yang
dilakukan pada skala rumah tangga). Manajemen produksi dilakukan secara
professional dan didasarkan pada aspek efisiensi dan efektivitas. Skala produksi
umumnya besar dan merupakan industri padat modal. Pengolahan modern
menghasilkan berbagai macam produk yang mempunyai mutu relatif seragam.
18
Untuk penggorengan pasca beku sebaiknya gunakan panas sedang yaitu suhu
170º-175ºC.
3. Suhu freezer. Suhu freezer yang bagus harus minus (-18 ºC). Bila suhu
freezer lebih dari 0ºC, minta teknisi untuk segera diperbaiki.makanan dapat
dibekukan dengan menggunakan freezer box atau freezer di lemari es. Selama
proses pembekuan makanan, pintu freezer jangan terlalu sering dibuka. Bila
produk masih panas jangan dimasukkan freezer, tunggu hingga dingin.
Masukkan produk dalam kondisi panas disamping merusak mesin, freezer
anda juga dapat menghasilkan bunga es berlebihan dari pada makanan.
4. Teknik pembekuan. Agar hasil pembekuan sempurna, letakkan makanan pada
baki/wadah satu persatu, jangan saling menumpuk agar suhu dingin sampai
pada tengah makanan karena ini akan mempengaruhi daya simpan makanan.
Biarkan 4-5 jam dalam freezer (sampai makanan mengeras), bila makanan
sudah beku, ambil lalu kemas dalam plastik dan tutup rapat agar udara dingin
tidak masuk. Kemasan plastik yang bocor/tidak rapat membuat makanan
kering sehingga mempengaruhi rasa makanan. Simpan kembali makanan yang
sudah dikemas di dalam freezer box. Sesekali periksa suhu freezer. Untuk
makanan yang lebih tebal atau lebih besar proses pembekuan perlu waktu
lebih lama lagi.
5. Cara membuat makanan beku. Makanan beku tidak perlu dicairkan. Ambil
secukupnya sesuai kebutuhan lalu goring dalam wajan hingga matang.
Rapatkan plastik wadah makanan, simpan makanan siap saji dalam freezer
box. Agar rasa lezat tidak berkurang sebaiknya jangan membekukan ulang
makanan yang sudah cair. Ambil sesuai kebutuhan. Untuk makanan yang
sudah di pre-fry agar praktis dapat dimasukan dengan menggunakan oven dan
microwave.
6. Pemilihan bahan dan kebersihan. Pemilihan bahan merupakan titik kritis yang
menentukan daya simpan makanan dan rasa makanan beku. Pilih udang/cumi-
cumi/ ikan yang masih segar dan burmutu bagus. Jagan gunakan bahan yang
sudah mengarah busuk, tengik atau rusak. Pembekuan tidak perlu
menggunakan bahan pengawet karena kebersihan selama pembuatan makanan
perlu diperhatikan. Cuci bahan sampai bersih dan peralatan yang dipakai
jangan kotor (Sudariastuty, 2011).
19
Preparasi Ikan
Untuk melakukan kegiatan pengolahan, wajib dilakukan preparasi. Preparasi
merupakan suatu kegiatan penanganan ikan setelah dipanen dan ditangkap,
sehingga siap untuk diolah. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam proses
preparasi adalah bagaimana cara mematikan ikan, penyiangan, pembentukan,
pencucian sampai produk yang siap dikonsumsi. Preparasi bertujuan untuk
mempermudah dalam pengolahan, mempertahankan mutu, memperbaiki
penampakan (ukuran dan bentuk), dan untuk mengetahui rendemen dari bagian
yang diambil (Sudariastuty, 2011).
Tersedianya hasil perikanan yang telah dipreparasi (ready to cook) atau siap
saji (ready to eat) akan meningkatkan konsumsi hasil perikanan dan sekaligus
akan meningkatkan penghasilan nelayan dan petani ikan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses preparasi adalah identifikasi jenis, penimbangan
(bobot) sortasi (mutu, ukuran, dan jenis). Pada semua tahapan ini yang perlu
diperhatikan adalah C3Q (clean, careful, cold dan quick) yaitu semua peralatan
dan wadah (tempat) yang digunakan harus bersih (saniter) dan yang bekerja sehat
(higienis) secara cermat dan hati hati dalam kondisi dingin (rantai dingin/ cold
chain system) dengan segera (Sudariastuty, 2011).
Bentuk preparasi hasil perikanan sangat tergantung pada tujuan peroduk
akhir, misalnya untuk dikalengkan disesuaikan dengan ukuran dan bentuk kaleng,
demikian juga untuk ikan bakar dan sebagainya. Beberapa definisi dari berbagai
bentuk preparasi sebagai berikut:
1. Fillet. Potongan melintang dari daging ikan secara parallel sejajar dengan
tulang punggung, berupa potongan atau irisan daging yang sebagian besar
tanpa tulang memanjang dari belahan ikan disebut juga single fillet atau
side.
2. Block Fillet. Potongan daging ikan dari kedua belah sisi dari ikan dan
biasanya dengan belakang, semua tulang dilepas/dibuang kecuali pin bone.
Fillet ini sering juga disebut dengan istilah angel fillet, butterfly fillet,
cutlet, double fillet , atau pada ikan asap disebut golden cutlet.
3. Loin. Potongan memanjang dari daging ikan besar (tuna) yang dibelah
pada satu sisi dibagi menjadi dua potong memanjang. Pada satu ekor ikan
akan terdapat 4 loin.
20
4. Steak. Potongan melintang dari steak dengan berbagai ukuran.
5. Gutted fish. Ikan yang sudah dibuang isi perutnya, dan biasanya
pembuangan isi perut ini dilakukan di laut, sebelum ikan disimpan dalam
es atau dibekukan. Gutting biasanya dipotong pada permukaan perut dari
lubang pengeluaran ke pembukaan insang dan isi perutnya dibuang. Untuk
beberapa kasus kepala ikan juga dibuang.
6. Split fish. Ikan biasanya dibelah pada saat preparasi.untuk diasap atau
dijemur. Tujuan pembelahan adalah untuk memperluas permukaan ikan
agar cepat kering (perluasan permukaan untuk penguapan) atau untuk
mempermudah penyerapan garam dalam proses pembuatan ikan asin dan
pemerataan bumbu selama proses. Umumnya pembelahan diikuti dengan
pembuangan jeroan tanpa pembuangan tulang.
7. Boned fish. Ikan yang telah dibuang tulangnya termasuk fillet yang
mungkin masih terdapat tulang-tulang kecil. (pin bone atau tulang rusuk)
dikatagorikan sebagai boned.
8. Boneless fish. Daging ikan yang semua tulangnya telah dibuang/dilepas.
9. Dressed fish. Ikan yang sudah disiangi siap untuk dimasak atau diolah
untuk berbagai keperluan (diversifikasi produk).
10. Steaking. Potongan dari ikan yang disiapkan dengan cara memotong ikan
tegak lurus/melintang.
11. Cleaning. Wadah, peralatan dan pekerja (higienis) terutama dari
kontaminan baik logam, debu (tanah dan lumpur). Hewan (kumbang,
kecoa, rayap) kimia ( pestisida , antibiotik). Mikroorganisme yang
menghasilkan toksin warna dan bau. Metode clening terdiri sistem basah
(wet) menggunakan air bersih yang telah disanitasi dengan desinfektan.
Sistem kering (dry) yaitu disemprot dengan gas (uap).
12. Grading. Penetapan/penentuan tingkatan mutu berdasarkan atas analisis
sensori, sehingga sangat diperlukan ketrampilan dan pelatihan. Selain
analisis sensori bisa juga dengan analisis objektif, namun memerlukan
waktu yang lama dengan biaya yang relatif mahal.
13. Peeling. Peeling adalah suatu kegiatan yang tujuannya untuk mendapatkan
rendemen yang diperlukan dengan membuang/mengupas bagian bagian
yang tidak diperlukan (kerang, udang, rajungan, kepiting). Disini standar
yang penting adalah nilai rendemen. Penentuan komposisi dari produk
21
perikanan kadang-kadang memerlukan spesifikasi tertentu atau aturan-
aturan (Sudariastuty, 2011).
22
Gambar Nugget Ikan
2. Fish finger
Fish finger adalah makanan dengan bahan baku ikan tengiri, yang difilet,
dipotong–potong persegi panjang, dilapisi dengan predust dan premix terakhir
dibalut dengan tepung roti.
23
Seafood vegetable cake adalah makanan camilan yang terdiri dari bahan ikan
dan sayuran yang ditambah saus asam manis, ditambah dengan bumbu-bumbu
dan telur, dibentuk bulat lonjong dilapisi dengan pelapis dan digoreng.
8. Bakso Ikan Tenggiri
Bakso ikan merupakan makanan yang sangat popular di Indonesia. Berbentuk
bulat, teksturnya halus dan proteinnya tinggi. Pada umumnya bakso dikonsumsi
berupa sup dan dicampur dengan bahan tambahan lain.
9. Kerupuk Ikan
Kerupuk adalah makanan ringan (snack food) yang bersifat kering, renyah
dan kandungan lemaknya tinggi. Renyah adalah keras tapi mudah patah. Sifat
renyah pada kerupuk akan hilang pada saat krupuk menyerap air.
24
Pempek terbuat dari bahan dasar ikan yang digiling, tepung sagu, air, dan
garam. Memiliki kandungan gizi utama pada protein, lemak, dan karbohidrat yang
diperoleh dari ikan dan tepung sagu.
11. Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging ikan
yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya.
Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Produk
yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai
daya simpan yang relatif lama.
25
Gambar Abon Ikan Tenggiri
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28