Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
Daun
Daun tanaman wijen tersusun berselang-seling, hampir berhadapan. Daun
bagian bawah, tengah, dan atas memiliki bentuk bervariasi: lonjong menjari
ataupun tidak menjari. Demikian juga, tipe daun bervariasi: bergerigi dan tidak
bergerigi. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua dan tangkai daun berwarna
keunguan. Ukuran panjang daun berkisar antara 30 cm- 17,5 cm dan lebar 1 cm -
7 cm (J.S., Dede dan Bambang, 2005).
5. Di China dan Malaysia, biji wijen digunakan untuk membuat kue atau roti
agar terlihat menarik.
6. Di Eropa dan Amerika, minyak wijen sama terkenalnya dengan minyak
zaitun dan minya sea. Selain itu, undang-undang di kedua kawasan tersebut
mengharuskan penambahan minyak wijen paling tidak sebanyak 10% dalam
pembuatan margarine agar tidak mudah tengik serta untuk membedakan
antara bahan alami dan bahan buatan.
7. Di China dan Jepang, penggunaan minyak wijen dalam jumlah banyak
adalah untuk keperluan bahan campuran obat-obatan (J.S., Dede dan
Bambang, 2005).
B. Mutu Wijen
Mutu wijen dalam negeri masih kurang baik karena rata-rata mengandung
kotoran 2%, sedangkan wijen impor yang disosoh dengan mesin mengandung
kotoran 0,2%, dengan warna putih dan seragam (Soenardi dan M. Romli, 1996
dalam Handajani, 2006).
Standar mutu minyak wijen adalah minyak wijen berwarna kuning, tidak
berbau dan mempunyai rasa gurih. Minyak kasarnya bermutu tinggi dan dapat
digunakan sebagai salad dengan tanpa proses winterisasi.
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Wijen Berdasarkan SNI 01-3471-1995
Uraian Keterangan Uraian Keterangan
Biji Wijen
Biji wijen memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi dalam
setiap 100 gram biji wijen meliputi 568 kalori; 19,3 gram protein; 151 gram
lemak; 8,1 gram karbohidrat; 1,125 mg vitamin B; dan 5,8 gram air. Minyak
wijen mengandung 902 kalori dan 100 gram lemak (Dirjen Gizi Depkes, 1991
dalam J.S., Dede dan Bambang, 2005).
Biji wijen berkulit merupakan sumber minyak nabati yang potensial.
Sebagai minyak pada biji wijen, disimpan pada kulit bijinya sehingga wijen
8
Minyak Wijen
Minyak wijen mengandung zat yang tidak tersabunkan dalam jumlah relatif
tinggi. Tetapi kandungan tertinggi adalah sterol dan zat-zat yang tidak dapat
dipisahkan dengan pemurnian, sedangkan kadar bahan non minyak lainnya relatif
rendah (Bailey, 1951 dalam Aziz, 2011).
Minyak wijen mengadung kurang lebih 0,3% - 0,5% sesameoline, fenol
berikatan 1-4 yang dikenal sebagai sesamol, dan sesamin sekitar 0,5% - 0,1%.
Sesamol dihasilkan dari hidrolisa sesamoline dan merupakan suatu antioksidan
(Bailey, 1964 dalam Aziz, 2011).
9
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Wijen dengan Variasi Suhu Ekstraksi
Suhu Ekstraksi
Komponen Asam Lemak
40oC 45oC 50oC
Asam Laurat (C 12:0) 0,00544 0,0706 0,0489
Asam Palmitat (C 16:0) 9,8058 9,5195 9,5664
Asam Palmitoleat (C 16:1) 0,1889 0,1539 tt
Asam Stearat (C 18:0) 5,2872 5,3378 5,4845
Asam Oleat (C 18:1) 37,8729 37,9586 38,1635
Asam Linoleat (C 18:2) 46,0356 45,8235 45,5561
Asam Linolenat (C 18:3) 0,31646 0,2611 0,3505
Sumber : Handajani, dkk (2010)
Prinsip dari metode basah atau destilasi air dalam penetapan kadar minyak
atsiri ini adalah menguapkan atau mengisolasi minyak atsiri dengan
merebus tanaman dalam air di mana metode ini digunakan untuk
karakteristik tanaman yang memiliki minyak atsiri dapat mudah rusak oleh
perlakuan metode panas kering (Ketaren, 1985).
2. Ekspresi (Tekanan). Prinsip ekstraksi metodi ini yaitu dengan menggunakan
tekanan tinggi. Terdiri dari dua tipe, yaitu Hydraulic press dan Screw press.
Screw press adalah metode yang paling banyak digunakan karena dapat
beroperasi secara kontinyu. Bahan kulit jeruk dan biji jeruk, dan anggur cocok
menggunakan tipe ini. Namun, metode ini masih perlu operasi lanjutan dengan
solvent extraction untuk mengambil residu yang masih tertingga di bungkilnya.
3. Solvent Extraction. Solvent extraction merupakan prinsip ekstraksi minyak
atsiri dengan menggunakan pelarut organic (aseton, eter, heksana, etanol, dan
lain-lain). Rangkaian unit peralatan yang digunakan tertutup rapat, karena
kebocoran dapat menyebabkan kebakaran.
4. Maserasi. Prinsip ekstraksi dengan merendam bahan yang mengandung
minyak atsiri ke dalam pelarut. Aplikasi suhu memberikan dampak pelarutan lebih
bagus. Bahan hasil maserasi (ekstrak) dilakukan operasi penyaringan untuk
memisahkan bahan tanaman. Operasi separasi dilakukan untuk memisahkan
minyak atsiri murni dengan pelarut.
5. Enfleurage. Metode ini merupakan metode ekstraksi dengan prinsip
adsorbs, menggunakan bahan berlemak. Cocok untuk bunga yang memiliki
glandular (gelembung cadangan) minyak atsisi (melati, mawar, sedap makam).
Alatnya disebut chasis, dan menggunakan campuran aneka lemak (sapi, kambing,
babi, dan lain-lain).
6. Supercritical Extraction. Merupakan proses ekstraksi dengan kondisi super
kritis menggunakan CO2 cair. Bahan baku minyak atsiri dimasukkan dalam wadah
stainless steel yang kuat menahan tekanan tinggi. Cairan CO2 cair dialirkan dalam
wadah, sehingga mampu mendesak posisi minyak atsiri dalam jaringan untuk
keluar. Tekanan dikurangi, CO2 langsung menguap karena menjadi gas, minyak
atsiri dapat diambil.
11
dielusi oleh fasa cair yang bergiri yang terdiri atas solvent atau campuran solvent.
Pada umumnya minyak atsiri akan dianalisis menggunakan kromatografi gas
apabila senyawanya volatile, dan menggunakan kromatografi cair apabila
nonvolatile.
Kromatografi Gas (Gas Chromatography/GC)
Pada saat ini, analisis GC minyak atsiri lebih sering dilakukan pada kolom
kapiler. Pada umumnya, packed kolom dapat digunakan untuk sampel dengan
rentang ukuran dari 10 20 ml, dan dengan demikian rentang dinamis analisis
dapat ditingkatkan. Pemilihan kolom kapiler dalam analisis GC minyak atsiri
sangat penting untuk karakterisasi keseluruhan matriks : fase diam, sifat kimia dan
ketebalan film, serta panjang kolom dan diameter yang harus dipertimbangkan.
Kromatografi Cair (Liquid Chromatography/LC)
Pada kasus tertentu, informasi yang diperoleh dari analisis GC tidak cukup
untuk mengidentifikasi karakteristik beberapa minyak dan analisis terhadap fraksi
nonvolatil pun diperlukan. Analisis untuk komponen seperti ini biasanya
menggunakan metode lain yaitu LC atau HPLC (High Performed Liquid
Chromatography) aplikasinya dapat berupa normal (NP-HPLC) atau reverdsed
phase (RP-HPLC). Metode terdahulu umumnya digunakan untuk analisis
senyawa yang sedikit polar, pemisahan dalam analisis ini berdasarkan polaritas
yaitu fase stasioner polar dan fase gerak nonpolar. Peningkatan derajat adsorpsi
pada fase stasioner didasari oleh polaritas analit serta hal ini memiliki pengaruh
yang besar pada waktu elusi. Secara umum kekuatan interaksi berhubungan
dengan sifat fungsional analit dan faktor sterik. Di sisi lain RP-HPLC didasarkan
pada fase stasioner nonpolar dan aqueous serta fase gerak sedikit polar. Waktu
retensi untuk molekul polar lebih pendek sehingga elusi lebih mudah terjadi.
Selain itu waktu retensi dapat meningkat dengan menambahkan pelarut polar ke
dalam fase gerak dan dapat berkurang jika ditambahkan pelarut hidrofobik.
13
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul Rahman. 2011. Tugas Akhir : Pengendalian Mutu Minyak Wijen.
Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Desai, N. D., and S.N. Goyal, 1981. Major Problems of Growing Sesame In India
and South East Asia. FAO, Rome, Italy. p.6-14.
Handajani, S., dkk. 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Karakteristik Fisik,
Kimia dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum indicum L.). Agritech, Vol.
30, No. 2, Mei 2010 :116-122.
J.S., Dede dan Bambang. 2005. Wijen, Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani. Yogyakarta. Kansius.