Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu


tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari
50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Hampir seluruh pertanaman nilam
di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang melibatkan 36.461 kepala
keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia
dengan kontribusi 90%. Ekspor minyak nilam pada tahun 2002 sebesar 1.295 ton
dengan nilai US $ 22,5 juta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004) Sebagian
besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum,
kosmetik, antiseptik dan insektisida (Dummond, 1960 ; Robin, 1982,
Mardiningsih et al., 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan
aromaterapi, penggunaan minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat
selain penyembuhan fisik juga mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam
bersifat fixatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang belum ada
produk substitusinya (Ibnusantoso, 2000).
Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Bengkulu, Sumatera
Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berkembang di
provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya.
Luas areal pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun
produktivitas minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina
Produksi Perkebunan, 2004). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman
petani, kadar minyak berkisar antara 1 - 2% dari terna kering (Rusli et al., 1993).
Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain disebabkan
rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang masih sederhana,
berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca panen yang
belum tepat.
Penyakit yang dapat menyebabkan kerugian besar pada pertanaman nilam
adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum
(Nasrun et al., 2004), penyakit budog yang diduga disebabkan oleh virus (Sitepu
dan Asman, 1991) dan penyakit yang disebabkan oleh nematoda (Djiwanti dan

Momota, 1991 ; Mustika et al., 1991). Nematoda dapat merusak fungsi akar,
merubah proses fisiologi tanaman serta mengurangi efisiensi fotosintesa sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat, produktivitas dan mutu rendah (Evans, 1982 ;
Melakeberhan et al., 1990). Serangan nematode (Pratylenchus brachyurus) pada
tanaman nilam dapat mengurangi berat bagian atas tanaman (batang, daun,
ranting) sampai 72% (Mustika dan Rostiana, 1992 ; Nuryani et al., 1999).
Penyakit layu bakteri menyebabkan kerugian sebesar 60-95% pada
pertanaman nilam di Sumatera (Sitepu dan Asman, 1991). Dewasa ini penyakit
tersebut sudah ditemukan pula di pertanaman nilam di Jawa Barat, Jawa Tengah
dan daerah lainnya, namun persentase serangan tidak sebesar di Sumatera.
Tanaman nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena
kadar minyak (> 2%) dan kualitas minyaknya (PA > 30%) lebih tinggi dari pada
nilam Jawa (kadar minyak < 2%) (Nuryani dan Hadipoentyanti, 1994). Nilam
Aceh tidak berbunga, perbanyakannya dilakukan secara vegetatif (setek),
sehingga keragaman genetiknya rendah. Peningkatan keragaman genetik secara
alami diharapkan hanya dari mutasi alami yang frekuensinya biasanya rendah
(Simmonds, 1982). Keterbatasan sumber genetik merupakan salah satu factor
penentu dalam pemuliaan tanaman nilam. Untuk meningkatkan keragaman
genetik pada tahap awal dilakukan pengumpulan plasma nutfah nilam dari
berbagai daerah terutama dari sentra-sentra produksi.
Dari hasil eksplorasi telah terkumpul 28 nomor yang kadar minyaknya
bervariasi antara 1,60-3,59% (Nuryani et al., 1997). Hasil seleksi dari nomornomor tersebut, diperoleh 4 nomor harapan yang produktivitas, kadar dan mutu
minyaknya relatif tinggi, yaitu nomor 0003, 0007, 0012 dan 0013. Keempat
nomor tersebut telah diuji multilokasi di Ciamis, Cimanggu dan Sukamulya. Dari
hasil uji multilokasi diperoleh 3 varietas unggul baik produksi terna maupun kadar
dan mutu minyaknya, ketiga varietas tersebut adalah : Tapak Tuan, Lhokseumawe
dan Sidikalang (Nuryani et al., 1994).
Penggunaan varietas nilam yang tepat, disertai teknik budidaya yang baik,
panen dan pengolahan bahan yang sesuai akan menghasilkan produksi minyak
tinggi.

BAHAN TANAMAN
Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labiateae, ordo Lamiales, klas
Angiospermae dan devisi Spermatophyta. Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam
yang dapat dibedakan antara lain dari karakter morfologi, kandungan dan kualitas
minyak dan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam
tersebut adalah: 1) P.cablin Benth. Syn. P. patchouli Pellet var. Suavis Hook
disebut nilam Aceh, 2) P. heyneanus Benth. Disebut nilam jawa dan 3) P. hortensis
Becker disebut nilam sabun (Guenther, 1952). Diantara ketiga jenis nilam
tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga. Yang paling luas
penyebarannya dan banyak dibudidayakan yaitu nilam Aceh, karena kadar minyak
dan kualitas minyaknya lebih tinggi dari kedua jenis yang lainnya.
Nilam Aceh merupakan tanaman introduksi, diperkirakan daerah asalnya
Filipina atau semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang
lalu. Setelah sekian lama berkembang di indonesia, tidak tertutup kemungkinan
terjadi perubahan-perubahan dari sifat-sifat asalnya. Dari hasil ekplorasi
ditemukan ber macam-macam tipe yang berbeda baik karakter morfologinya,
kandungan minyak, sifat fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap
penyakit dan kekeringan. Nilam Aceh berkadar minyak tinggi (> 2,5%) sedangkan
nilam Jawa rendah (< 2%).
Disamping nilam Aceh, di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa
Timur petani mengusahakan juga nilam Jawa. Nilan Jawa berasal dari India,
disebut juga nilam kembang karena dapat berbunga. Ciri-ciri spesifik yang dapat
membedakan nilam Jawa dan nilam Aceh secara visual yaitu pada daunnya.
Permukaan daun nilam Aceh halus sedangkan nilam Jawa kasar. Tepi daun nilam
Aceh bergerigi tumpul, pada nilam Jawa bergerigi runcing, ujung daun nilam
Aceh runcing, nilam Jawa meruncing. Nilam jawa lebih toleran terhadap
nematoda dan penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh (Nuryani et al.,
1997), karena antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya lebih tinggi
dari pada nilam Aceh (Nuryani et al., 2001).

1. Varietas Unggul Nilam


Tanaman nilam adalah tanaman penghasil minyak atsiri, oleh sebab itu
produksi, kadar dan mutu minyak merupakan faktor penting yang dapat
dipergunakan untuk menentukan keunggulan suatu varietas. Disamping itu,
karakter lainnya seperti sifat ketahanan terhadap penyakit juga merupakan salah
satu indikator penentu. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar dan mutu
minyak nilam, antara lain, genetic (jenis), budidaya, lingkungan, panen dan pasca
panen.
2. Produksi Minyak
Rata-rata produksi minyak nilam Indonesia masih sangat rendah yaitu
97.53 kg/ha (th. 2002), rendahnya produksi minyak disebabkan rendahnya
produksi terna (4-5 ton/ha terna kering) dan kadar minyak (1-2%) yang rendah
pula. Balittro telah mengoleksi 28 nomor nilam, dari hasil seleksi terhadap
beberapa nomor nilam telah dilepas 3 varietas unggul yaitu Tapak Tuan,
Lhoksemawe dan Sidikalang. Penamaan ketiga varietas nilam tersebut
berdasarkan nama daerah asalnya. Ketiga varietas mempunyai keunggulan
masingmasing. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol.
Lhoksemawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap
penyakit layu bakteri dan nematoda (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi terna kering, kadar minyak, produksi minyak dan kadar
patchouli alkohol 3 varietas nilam.
Varietas
Tapak Tuan
Lhokseumawe
Sidikalang

Produksi Terna

Kadar Minyak

Produksi

Kering (ton/ha)
13.278
11.087
10.902

(%)
2,83
3,21
2,89

Minyak (Kg/ha)
375,76
355,89
315,06

Disamping karakter kwantitatif, karakter kualitatif yang dapat membedakan ketiga


varietas tersebut adalah warna pangkal batang. Varietas Tapak Tuan, warna
pangkal batangnya hijau dengan sedikit ungu, varietas Lhoksemawe lebih ungu
dan varietas Sidikalang paling ungu (Gambar 1).

Kadar Patch

Alkohol (%
33,31
32,63
32,95

Tapak

Lhokseuma

Sidikala
ng

Gamb

ar 1. Tiga varietas unggul nilam


3. Kadar dan Mutu Minyak
Diantara ketiga varietas unggul tersebut, kadar minyak tertinggi terdapat
pada varietas Lhokseumawe (3,21%), namun karena produksi ternanya lebih
rendah dari pada produksi terna Tapak Tuan, oleh karena itu produksi
minyaknyapun lebih rendah (355,89 kg/ha) (Tabel 1).
Mutu minyak ditentukan oleh sifat fisika-kimia minyaknya, faktor yang
paling menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli alkohol (PA). PA
merupakan komponen terbesar (50 - 60%) dari minyak (Walker, 1969) dan
memberikan bau (odour) yang khas pada minyak nilam, karena antara lain
mengandung norpatchoulene (Trifilief, 1980). Pada ketiga varietas nilam unggul,
kadar PAnya > 30%, merupakan syarat minimum untuk diekspor, kadar PA yang
tertinggi pada Tapak Tuan (33,31%) (Tabel 1). Hasil analisis mutu minyak ketiga
varietas, semuanya telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar
Nasional Indonesia (SNI).
Berikut adalah parameter mutu minyak nilam Nasional Indonesia :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Warna
Bobot Jenis
Indeks Bias
Bilangan Asam
Bilangan Ester
Kelarutan dalam alcohol 90%

: Kuning muda sampai coklat tua


: 0,943 0,983
: 1,504 1,514
: Maksimal 5,0
: Maksimal 10,0
: Tidak Ada

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


BUDIDAYA NILAM
Standar Operasional

SOP Bagian I

Dibuat Oleh

Prosedur

I.

Pengadaan Bahan

Halaman :

Tanaman

6/10

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

PENGADAAN BAHAN TANAMAN


A. Definisi
Pengadaan bahan tanaman adalah suatu kegiatan menyediakan bahan
tanaman bermutu unggul untuk keperluan budidaya.
B. Tujuan
Tujuan dari pengadaan bahan tanaman adalah mendapatkan bahan
tanaman nilam yang bermutu untuk menjamin kualitas sehingga
memberikan kepastian terhadap hasil budidaya tanaman.
C. Ruang Lingkup
1. Tanaman nilam dapat diperbanyak dengan cara vegetative melalui
setek batang dan setek cabang.
2. Setek yang dipilih untuk benih harus berasal dari varietas unggul atau
tanaman yang berproduksi tinggi, sehat serta bebas dari hama dan
penyakit.
3. Batang atau cabang yang diambil untuk setek adalah yang berdiameter
0,8 1,0 cm.
4. Setek yang ditanam berukuran 10 20 cm dan paling sedikit harus
mempunyai tiga atau empat mata tunas.
5. Benih nilam dapat juga berupa setek pucuk tetapi harus disemai
terlebih dahulu di polibag dan diberi sungkup untuk menjaga
kelembaban.
Standar Operasional
Prosedur

SOP Bagian I

Pengadaan Bahan

Halaman :

Tanaman

7/10

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

6. Benih berupa setek baik setek batang maupun setek pucuk yang diambil dari
tanaman induk. Dianjurkan untuk menggunakan setek pucuk karena
pertumbuhannya lebih cepat daripada setek batang.

Setek Batang
Setek Pucuk
7. Setek cabang atau setek cabang dapat langsung ditanam di lapang,
namun cara ini kurang efisien karena seringkali banyak setek yang
tidak tumbuh sehingga harus banyak disulam dan pertumbuhan tidak
merata. Disamping itu, tanaman tumbuh lebih lambat dan gulma
tumbuh lebih cepat, sehingga biaya penyiangan lebih tinggi. Dengan
demikian, benih nilam sebaiknya disemaikan terlebih dahulu.
D. Alat
1. Polibag
2. Naungan
3. Cangkul
4. Gunting tanaman
E. Prosedur Kerja
a. Persiapan Rumah Atap, Media Semai dan Sungkup
1. Pilih areal yang sehat/tidak tercemar jamur patogen, dekat sumber
air.

Standar Operasional
Prosedur

SOP Bagian I

Pengadaan Bahan

Halaman :

Tanaman

8/10

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

2. Buat rumah atap setinggi 2 m yang condong kearah Timur. Bentuk


dan luasan disesuaikan dengan kebutuhan. Siapkan campuran tanah
dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 (v/v).
3. Polibag (yang berlubang) dengan ukuran 15 x 10 cm diisi dengan
media yang telah disiapkan dan diletakkan secara teratur di bawah
rumah atap, kemudian disiram dengan menggunakan emprat.
4. Untuk mempertahankan kelembaban agar setek tidak layu setelah
ditanam perlu diberi sungkup dari plastik. Kerangka sungkup
dibuat dari bambu dengan ukuran lebar 1 m, tinggi m dan
panjang sesuai kebutuhan.
7

b. Pembenihan Melalui Setek


1. Setek yang digunakan untuk perbanyakan adalah setek yang cukup
besar, kekar dan lurus mempunyai diameter 0,50,8 cm, sehat
tanpa ada gejala kekurangan hara atau tanda-tanda serangan OPT.
2. Berasal dari bagian pangkal, tengah dan pucuk batang utama atau
cabang, memiliki 4-5 buku, diameter 0,51,0 cm, panjang 2025
cm.
3. Bila menggunakan setek pucuk/cabang, buang daun tua untuk
mengurangi penguapan, sisakan 1-2 pasang daun muda/pucuk.
4. Setek nilam segera disemai (<3 hari setelah dipotong), penanaman
langsung di lapangan tidak direkomendasikan karena resiko
kematian cukup tinggi.
5. Sebelum ditanam setek terlebih dahulu direndam dalam air yang
dicampur dengan fungisida benomil 0,2% (510 menit) untuk
mencegah serangan cendawan penyebab penyakit budok.

Standar Operasional
Prosedur

SOP Bagian I

Pengadaan Bahan

Halaman :

Tanaman

9/10

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

6. Pembenihan hendaknya dilakukan di sekitar lokasi penanaman dan


dekat dengan sumber air untuk memudahkan penyiraman.
c. Pembibitan di Bedengan
1. Pilih tanah untuk persemaian yang gembur dan datar, dekat dengan
sumber air, dan besih dari tanaman
2. Untuk memudahkan perkembangan akar, setelah diolah cukup
gembur tanah dicampur dengan pasir dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2 : 1 : 2 bagian tanah, 1 bagian pasir, 1 bagian pupuk
kandang.

3. Bedeng persemaian dibuat dengan ukuran lebar 1,5 m, tinggi 30


cm dan panjangnya tergantung kebutuhan dan kondisi lahan. Jarak
tanam di pembenihan adalah 10 cm x 10 cm. Diantara
bedenganbedengan tersebut dibuat parit pembuangan air selebar 30
40 cm. Parit-parit tersebut sangat berguna untuk pembuangan air
yang berlebihan.
d. Pembibitan di polibag
1. Setek yang paling baik adalah setek pucuk yang mempunyai 4 5
buku.
2. Untuk mengurangi penguapan, daun tua dibuang sisakan 1 2
pasang daun muda/pucuk.
3. Penyemaian dilakukan dengan membenamkan 1 buku kedalam
media semai (tanah + pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1)
pada polibag (14 x 10 cm) yang berlubang.

Standar Operasional
Prosedur

SOP Bagian 1

Pengadaan Bahan

Halaman :

Tanaman

10/10

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

4. Untuk mempertahankan kelembaban, benih disungkup dengan


sungkup plastik, kerangka sungkup dibuat dari bambu dengan
ukuran lebar 1 m, tinggi m dan panjang sesuai kebutuhan.
5. Sungkup dibuka setelah tanaman berumur 2 minggu.
6. Pemberian pupuk melalui daun dan penanggulangan hama dan
penyakit (kalau diperlukan) dilakukan satu kali seminggu.
7. Digunakan daun kelapa atau alang-alang yang diletakkan pada
para-para untuk naungan.
8. Naungan dibuat menghadap ke timur dengan tinggi 180 cm (bagian
timur) dan 150 cm di bagian barat.
9. Setelah berumur 5 6 minggu tanaman sudah mempunyai cukup
akar, tunasnya sudah tumbuh dan berdaun.

10. Selanjutnya benih ini dapat dipindahkan ke kebun yang telah


dipersiapkan sebelumnya

Standar Operasional
Prosedur
Persiapan Lahan
II.

SOP Bagian II
Halaman :
11/13

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

PERSIAPAN LAHAN
A. Definisi
Persiapan lahan adalah suatu kegiatan persiapan lokasi usaha tani yang
sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan tanaman budidaya guna
menghasilkan produksi bermutu yang optimal.
B. Tujuan
Tujuan dari persiapan lahan adalah mendapatkan lahan usaha tani yang
cocok untuk budidaya tanaman nilam.
C. Ruang Lingkup
1. Pengolahan tanah hendaknya dilakukan secara intensif agar diperoleh
keadaan tanah yag gembur dan bebas dari gulma.
2. Lokasi penanaman hendaknya mempunyai aksesibilitas yang baik
sehingga lokasi mudah dijangkau.

10

3. Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai pada


dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1.200 m diatas permukaan
laut.
4. Nilam akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada
ketinggian tempat antara 50 - 400 m dpl .
5. Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar patchouli
alcohol lebih rendah, sebaiknya pada dataran tinggi kadar minyak
rendah, kadar patchouli alkohol (Pa) tinggi.
6. Tanaman menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta
membutuhkan curah hujan merata sepanjang tahun berkisar antara
2000- 2500 mm/th, suhu optimum unuk tanaman ini adalah 24 - 28
%C dengan kelembaban lebih dari 75%.
Standar Operasional
Prosedur
Persiapan Lahan

SOP Bagian II
Halaman :
12/13

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

7. Tanaman nilam memerlukan intensitas penyinaran berkisar antara 75100 %. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, nilam masih dapat
tumbuh dengan baik, tetapi kadar minyak lebih rendah dari pada
tempat terbuka.
8. Nilam yang ditanam di bawah naungan akan tumbuh lebih subur, daun
lebih lebar dan tipis serta hijau, tetapi kadar minyaknya rendah.
9. Tanaman nilam yang ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman
kurang rimbun, habitus tanaman lebih kecil, daun agak kecil dan tebal,
daun berwarna kekuningan dan sedikit merah, tetapi kadar minyaknya
lebih tinggi, sebaiknya pada awal pertumbuhan diberi sedikit naungan,
karena nilam rentan terhadap cekaman kekeringan.
10. Jenis tanah yang paling sesuai adalah yang mempunyai tekstur remah,
seperti Andosol atau Latosol.
D. Alat
1.
2.
3.
4.

Traktor
Alat bajak tradisional
Cangkul
Meteran

11

E. Prosedur Kerja
1. Tanah dibersihkan dari segala jenis rumput-rumputan, kayu, dan semak
belukar.
2. Tanah dicangkul dan diolah hingga gembur secara merata. Hal ini
bertujuan agar kadar oksigen meningkat dan tanah menjadi mudah
ditanami
3. Dibuat lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm (p x l x t).

Standar Operasional
Prosedur
Persiapan Lahan

SOP Bagian II
Halaman :
13/13

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

4. Ke dalam lubang dimasukkan pupuk kandang yang telah matang


dengan dosis 1-1,5 kg/lubang tanaman, diberikan 1-2 minggu sebelum
tanam.
5. Tanaman nilam rentan terhadap penggenangan air oleh karena itu
apabila tanah banyak mengandung air, maka harus dibuat parit-parit
dengan lebar 30 - 40 cm dan dalamnya 50 cm. sebagai tempat
pembuangan air sehingga air yang berlebihan dapat dikurangi, serta
untuk menghindari serangan hama dan penyakit.
6. Pengolahan tanah pada lahan miring harus dilakukan dengan
mengikuti garis kontur, atau melintang lereng. Pengolahan dengan cara
demikian mempunyai kelebihan karena akan terbentuk tangga untuk
menghambat aliran air permukaan dan menghindari terjadinya erosi.

12

Standar Operasional
Prosedur

Halaman :

Penanaman

III.

SOP Bagian III

14/17

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

PENANAMAN
A. Definisi
Penanaman adalah proses meletakkan benih ke dalam lubang
tanam yang telah disiapkan sesuai dengan kondisi penanaman yang sesuai.
B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya penanaman adalah agar benih tanaman yang
dibudidaya

dapat

tumbuh

dengan

baik

dan

seragam

sehingga

menghasilkan hasil panen yang bermutu.


C. Ruang Lingkup
1. Tanaman nilam membutuhkan tanah yang lembab selama masa
pertumbuhannya agar dapat berproduksi secara optimal. Oleh karena
itu penanaman sangat dianjurkan pada awal musim penghujan.
2. Ada dua cara penanaman, yaitu penanaman secara tidak langsung, dan
penanaman secara langsung.
3. Penanaman yang dilakukan menggunakan jarak tanam antar barisan 60
100 cm dan jarak tanam dalam barisan 40 60 cm.
4. Pada lahan dengan kesuburan yang tinggi (banyak humus), jarak tanam
sebaiknya 100 x 100 cm, karena pada umur 5 6 bulan kanopi sudah
bertemu.
5. Kebutuhan benih diperkirakan sebesar 20.000 setek benih untuk 1
hektar lahan.
6. Jarak tanam yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lahan. Pada
lahan datar dan terbuka sebaiknya jarak tanam yang digunakan lebih
lebar karena kanopi/tajuk tanaman nilam cukup luas.

13

Standar Operasional

Dibuat Oleh

SOP Bagian III

Prosedur

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

Halaman :

Penanaman

15/17

7. Penanaman

yang

diperjarang

..
dimaksudkan

untuk

mengurangi

persaingan kebutuhan sinar matahari.


8. Pada lahan miring, jarak antar barisan dapat dipersempit.
9. Arah barisan sebaiknya mengikuti garis kontur.
10. Penanaman nilam dapat dilakukan baik secara monokultur maupun
polikultur, baik secara tumpangsari, tumpanggilir,maupun budidaya
lorong dengan tanaman perkebunan, buah-buahan, sayuran atau
tanaman lainnya.
11. Dalam pola tanam perlu diperhatikan intensitas cahaya matahari yang
tinggi dan terus menerus. Pemberian naungan ringan ( 25 %) dapat
meningkatkan hasil, sebaliknya tingkat naungan yang tinggi akan
menghasilkan tanaman yang kurang vigor dan kandungan minyak yang
rendah. Pola tanam nilam ada dua, yaitu :
a) Monokulur
Penanaman pola monokultur memerlukan sistem budidaya
intensif, mulai dari kesesuaian lahan , penggunaan varietas,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta cara dan waktu
panen. Pola demikian seringkali diterapkan oleh perusahaan swasta
dengan luasan yang cukup besar.
b) Polikultur
Pola polikultur umumnya diterapkan pada pertanaman
rakyat dengan luasan yang sangat sempit, seperti pola tumpangsari
dengan tanaman perkebunan atau tanaman semusim, pola
tumpanggilir, atau budidaya lorong. Pola polikultur ini diterapkan
untuk menghindari kegagalan panen.

Standar Operasional
Prosedur
Penanaman

SOP Bagian III


Halaman :
16/17

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

14

Keuntungan lain dari pola ini adalah pemanfaatan lahan


lebih efisien, aneka ragam tanaman, kesuburan tanah dapat
dipertahankan, dan serangan hama lebih mudah dikendalikan.
Penanaman pola ini umumnya dikombinasikan/dicampur dengan
tanaman palawija dan holtikultura.
D. Alat
1. Cangkul
2. Sekop
3. Sarung tangan
E. Prosedur Kerja
1. Penanaman dianjurkan dilakukan pada musim penghujan.
2. Lakukan penanaman sesuai jarak yang telah ditentukan (lihat ruang
lingkup).
3. Benih nilam diletakkan secara hati-hati ke dalam tiap-tiap lubang
tanam yang telah disiapkan dengan tunas tanaman menghadap ke atas.
4. Cara penanaman ada dua macam, yaitu :
a. Penanaman Secara Tidak Langsung
1. Benih diambil dari tempat persemaian yang telah berakar dan
mempunyai 2 - 4 daun.
2. Setiap lubang tanam diisi satu benih.
3. Bila akarnya terlalu panjang sebaiknya dipotong, sebab dalam
penanaman akar yang terlalu panjang akan berlipat-lipat.
Lipatan akar dalam tanah seringkali menyebabkan terjadinya
serangan penyakit busuk akar.

Standar Operasional
Prosedur
Penanaman

SOP Bagian III


Halaman :
17/17

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

b. Penanaman Secara Langsung


1. Benih berasal dari setek yang telah berkembang
2. Setiap lubang tanam ditanami 2 - 3 setek untuk menjaga
kemungkinan ada setek yang mati.

15

3. Kebutuhan setek yang banyak tersebut menjadi kelemahan dari


jenis penanaman ini sehingga cara ini tidak disarankan untuk
diterapkan di perkebunan.

Standar Operasional
Prosedur
Pemeliharaan

IV.

SOP Bagian IV
Halaman :
18/20

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

PEMELIHARAAN
A. Definisi
Pemeliharaan adalah suatu proses yang mencakup kegiatan penyulaman,
penyiangan, penyiraman, pengairaan, pembumbunan, pemberian mulsa,
dan pemangkasan.

16

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya pemeliharaan adalah agar tanaman yang dibudidaya
dapat tumbuh dengan baik sehinggga menghasilkan panen yang bermutu.
C. Ruang Lingkup
1. Setelah tanaman berumur 2 bulan atau saaat tanaman mencapai
ketinggian 20 30 cm dan telah mempunyai cabang bertingkat dengan
radius 20 cm, areal pertanaman perlu disiangi.
2. Penyiangan ini berfungsi untuk membersihkan gulma pengganggu,
sehingga tidak terjadi persaingan pengambilan hara tanaman dan sinar
matahari. Penyiangan juga berfungsi untuk menghilanngkan gulma
sebagai sarang hama.
3. Penyiangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara mekanis dan
secara kimia.
4. Penyiraman dilakukan supaya tanaman yang dibudidaya mendapatkan
air agar tanaman tidak mati atau layu
5. Penyulaman adalah mengganti tanaman yang mati atau tanaman yang
pertumbuhannya kurang baik dengan tanaman/benih yang baik.
Pekerjaan ini dilakukan kurang lebih 2 - 4 minggu setelah tanam,
karena pada saat itu telah diketahui benih yang mati atau
pertumbuhannya kurang baik.
Standar Operasional
Prosedur
Pemeliharaan

SOP Bagian IV
Halaman :
19/20

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

6. Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah,


memperbaiki kesuburn tanah, dan untuk menekan pertumbuhan gulma
terutama pada awal pertumbuhan.
7. Beberapa jenis yang dapat dipergunakan sebagai mulsa antara lain
adalah alang-alang, jerami, glirisidia, dan tanaman legum lainnya.
8. Pembumbunan dilakukan agar diperoleh rumpun tanaman yang
mempunyai banyak anakan.
D. Alat
1. Alat penyiram tanaman
2. Cangkul

17

3. Parang
4. Alat semprot herbisida
E. Prosedur Kerja
Penyiraman
1. Dilakukan pengecekan kadar air, apabila tanaman kering dilakukan
penyiraman secukupnya.
2. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat penyiram
tanaman pada pagi atau sore hari.
3. Tanaman disiram dari ujung ke ujung agar semua tanaman
mendapatkan air secara merata.
Penyulaman
1. Dilakukan pengecekan terhadap tanaman yang mati atau pun layu.
2. Tanaman yang mati diganti dengan benih tanaman baru yang
memiliki umur sama
Standar Operasional
Prosedur

SOP Bagian IV

Pemeliharaan

Halaman :
20/20

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara rutin, dengan selang waktu 2 - 3 bulan
tergantung pertumbuhan gulma dan dilakukan dengan cara :
a. Secara mekanis
1. Dilakukan pengecekan apakah terdapat gulma.
2. Gulma dibersihkan dengan menggunakan alat seperti cangkul,
parang, dan sebagainya.
3. Biasanya dilakukan pada saat musim penghujan.
b. Secara kimia
1. Dilakukan pengecekan apakah terdapat gulma.
2. Gulma dibersihkan dengan menyemprotkan herbisida sesuai
dengan dosis yang dianjurkan.
3. Penggunaan bahan herbisida ini harus dilakukan dengan hatihati agar tidak mengganggu pertumbuhan nilam.
4. Biasanya dilakukan pada saat musim kemarau dan saat
matahari sudah cukup tinggi, yakni antara pukul 9.00 10.00.
Pemberian mulsa

18

1. Disekitar tanaman nilam diberikan alang-alang, jerami, glirisidia,


atau tanaman legum
2. Pemberian mulsa sebaiknya diberikan setelah tanam dan setelah
panen.
Pembubunan
1. Cabang-cabang tanaman yang ditinggalkan ditimbun dengan tanah
dari sekitar tanaman setinggi 10 - 15 cm,
2. Pembumbunan umumnya dilakukan setelah panen pertama.
Standar Operasional
Prosedur
Pemupukan
V.

SOP Bagian IV
Halaman :
21/22

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

PEMUPUKAN
A. Definisi
Pemupukan adalah proses pemberian unsur hara tambahan berupa pupuk
organik dan pupuk anorganik ke tanaman yang sedang dibudidayakan.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya pemupukan adalah agar tanah yang ditanamani tetap
subur sehingga dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan
tanaman yang sedang dibudidayakan.
C. Ruang Lingkup
Pemupukan sangat penting untuk diperhatikan. Karena hasil yang
diambil adalah bagian daunnya, maka pemupukan dilakukan dengan
tujuan agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat dicapai secara maksimal.
Untuk itu jenis pupuk yang dianjurkan tidak saja pupuk buatan, yaitu
Urea, SP-36 dan KCl, tetapi diperlukan juga pupuk kandang, kompos atau
pupuk hijau. Pupuk kandang dan kompos yang digunakan sebaiknya sudah
matang, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.
Dosis pupuk anjuran untuk nilam adalah 10 ton pupuk kandang,
250 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 100 kg KCl. Pupuk SP-36 dan KCl

19

diberikan pada saat tanam. Pemupukan berikutnya diberikan setiap kali


setelah panen dengan dosis 150 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 75 kg KCl.
D. Alat
1. Sekop
2. Ember
3. Timbangan
Standar Operasional
Prosedur
Pemupukan

SOP Bagian IV
Halaman :
22/22

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh
..

E. Prosedur Kerja
1. Pupuk ditebarkan pada tanah disekitar pangkal batang tanaman.
2. Digunakan pupuk organik untuk varisi jenis pemupukan karena
memiliki mutu yang baik
3. Dengan cara yang sama, berikan pupuk anorganik sesuai dosis
penggunaan.
4. Pupuk kandang atau kompos diberikan seminggu sebelum tanam agar
pupuk tersebut dapat bercampur dalam tanah dengan baik.
5. Pupuk urea diberikan 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 1 bulan
setelah tanam, 2/3 bagian diberikan pada umur 3 bulan.

20

Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Penyakit

VI.

SOP Bagian

Dibuat Oleh

VI
Halaman :

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

23/27

..

PENGENDALIAN PENYAKIT
A. Definisi
Pengendalian penyakit adalah suatu proses dimana penyakit yang
merugikan pada tanaman dicegah dan dihilangkan dengan cara
memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dipadukan dalam
satu kesatuan.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya pengendalian penyakit adalah mendapatkan tanaman
budidaya yang bermutu serta bebas dari OPT (organisme pengganggu
tanaman).
C. Ruang Lingkup
a. Penyakit Layu Bakteri
Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum (Nasrun et al., 2003), merupakan salah satu penyakit
yang menyebabkan kerugian cukup besar bagi petani nilam. Gejala
serangan yang ditimbulkan berupa kelayunan pada tanaman muda
maupun tua, dan dalam waktu singkat menimbulkan kematian tanaman
(Sitepu dan Asman, 1998). Penyakit ini menyebabkan kerugian sebesar
60 - 95% pada pertanaman nilam di Sumatera (Asman et al., 1998).
Selain di Sumatera (Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Bengkulu), ditemukan juga pada pertanaman nilam di
Jawa Barat, Jawa Tengah. Untuk menanggulangi penyakit tersebut
telah dilakukan berbagai upaya antara lain secara kimiawi namun
belum memberikan yang memuaskan.
Standar Operasional

SOP Bagian

Dibuat Oleh

21

Prosedur
Pengendalian Penyakit

VI
Halaman :

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

24/27

..

Dari hasil pengamatan baik rumah kaca (pembenihan) maupun


di lapangan. Diantara ketiga varietas yang telah dilepas, varietas
Sidikalang lebih toleran dibandingkan varietas lainnya.
Tabel Persentase tanaman mati pada masing-masing varietas
Varietas
Sidikalang
Tapak Tuan
Lhokseumawe
(Nuryani et al., 2005)
Ketahanan

Persentase Tanaman Mati (%)


6,0 a
19,2 b
39,0 c

nilam

terhadap

penyakit

layu

bakteri

kemungkinan disebabkan adanya kandungan kimia yang dihasilkan


oleh tanaman tersebut seperti fenol dan lignin . sebagai contoh pada
tanaman tomat terdapat enzym-enzym pectic, cellulolytie (Prior et al.,
1994), pada tanaman tembakau ditemui kandungan polyphenoloxidase
dan phytoalexin (Akiew dan Trevorrow, 1994).
Penyakit layu bakteri dapat menulari tanaman nilam dari
tanaman inang yang sudah ada pada lahan sebelum ditanami nilam,
atau dari benih yang telah mengandung penyakit. Untuk mencegah
tertularnya tanaman, sebaiknya sebelum tanam terlebih dahulu
diperhatikan tanaman apa saja yang telah ada dilahan yang akan
ditanami dan yang lebih penting yaitu hindari pengambilan setek dari
tanaman yang telah tertular penyakit.
Cara yang paling efektif untuk menekan kerugian karena
berkurangnya produksi yang disebabkan oleh serangan penyakit layu
bakteri adalah menanam varietas yang tahan.

Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Penyakit

SOP Bagian

Dibuat Oleh

VI
Halaman :

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

24/27

..

22

Berhubung sampai sekarang belum diperoleh varietas nilam


yang tahan, penanggulangannya dapat dilakukan dengan memadukan
komponen varietas, agen hayati dan budidaya (Supriadi et al., 2000).
Agen hayati antara lain : Pseudomonas flurescens, dapat menekan
perkembangan penyakit pada tanaman nilam hingga 68,75% (Nasrun,
1996), P. cepasia dan Bacillus sp., dapat menekan perkembangan
penyakit dan meningkatkan produksi jahe besar (Mulya, 2000).
Untuk mencegah penularan penyakit, benih yang akan
ditanam harus bebas dari penyakit. Gejala penyakit layu bakteri yaitu
tanaman layu, jadi setek jangan diambil dari tanaman yang telah layu.
b. Penyakit yang Disebabkan oleh Nematoda
Nematoda menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar
menyebabkan berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata
menutup, akibatnya laju fotosintesa menurun (Wallace, 1987).
Beberapa jenis nematoda yang menyerang tanaman nilam antara lain
Pratylenchus brachyurus, Meloidogyne incognita, Radhopolus similis
(Djiwanti dan Momota, 1991 ; Mustika et al., 1991).
Salah satu mekanisme ketahanan nilam terhadap nematode
adalah adanya kandungan fenol dan lignin (Fogain dan Gowen, 1996 ;
Valette et al., 1998). Senyawa fenol dan lignin merupakan proteksi
alami dari tanaman terhadap factor biotic (Nelson, 1981). Salah satu
varietas

nilam Aceh

yang

lebih

toleran

terhadap

nematoda

dibandingkan varietas lainnya adalah varietas Sidikalang, kandungan


fenolnya (81.45 ppm) lebih tinggi dari pada nilam Jawa (76.45 ppm)
(Nuryani et al., 2001). Nilam Jawa termasuk nilam yang tahan
terhadap nematoda.
Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Penyakit

SOP Bagian

Dibuat Oleh

VI
Halaman :

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

26/27

..

23

Penanggulangan serangan nematoda, selain dengan varietas


yang tahan/toleran, juga dengan agen hayati (Pasteuria penetrans,
Arthrobotrys sp., jamur penjerat nematoda, pestisida nabati (serbuk biji
nimba, bungkil jarak), nematisida dan budidaya (pupuk organik dll)
(Mustika dan Nazarudin, 1998). Kombinasi nematisida (Furadan)
bahan organik dan dolomit dapat menekan populasi nematoda
sehingga meningkatkan produksi (terna), (Mustika et al., 1995).
Salah satu cara untuk mencegah penularan nematoda yaitu
dengan menanam benih yang bebas dari nematoda. Pengendalian
nematoda dengan menggunakan nematisida Furadan 3G (39Hm) bahan
organic dan dolonit. Gejala serangan nematoda terutama nampak pada
warna daun yang berubah menjadi kecoklatan atau kemerahan.
Disamping itu perlu diperhatikan tanaman inang yang telah ada
dilokasi sebelum dipergunakan untuk menanam nilam. Tanaman inang
bagi nematoda antara lain : pisang, jahe, tomat, kacang tanah dll.
c. Penyakit Budog
Penyakit budog diperkirakan disebabkan oleh virus (Sitepu dan
Asman, 1992). Penyakit ini ditemukan dipertanaman nilam di Aceh
dan Sumatera Barat, sejauh ini belum ditemukan di Jawa dan daerah
lainnya. Gejala penyakit terlihat pada batang yang membengkak,
menebal dan daun yang berkerut dan tebal, dengan permukaan bawah
berwarna merah, permukaan atas daun menguning karena kekurangan
unsur hara. Sampai saat ini belum ditemukan bahan kimia yang efektif
untuk mengendalikan penyakit budog dan belum ada varietas nilam
yang tahan terhadap penyakit ini.

Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Penyakit

SOP Bagian

Dibuat Oleh

VI
Halaman :

..........................
Direvisi Oleh
Disetujui Oleh

27/27

..

24

Diduga penyebaran penyakit oleh serangga, oleh karena itu


tindakan budidaya perlu diperhatikan antara lain penyemprotan dengan
insektisida untuk mematikan serangga/ vektor, pergiliran tanaman,
sanitasi kebun dan yang terpenting adalah menggunakan benih sehat.
Tanaman yang sudah terserang penyakit tidak boleh diambil seteknya
untuk perbanyakan.
D. Alat
1. Cangkul
2. Sabit
3. Alat semprot
E. Prosedur Kerja
1. Bibit yang dipilih berasal dari bibit bebas penyakit
2. Apabila tanaman terkena penyakit, bila belum parah kendalikan
dengan dilakukan penyemprotan
3. Apabila tanaman mati karena terserang penyakit, segera buang
tanaman.

Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Hama
VII.

SOP Bagian VII


Halaman :
28/29

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh Disetujui Oleh
..

PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN NILAM


A. Definisi

25

Pengendalian hama adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan


tujuan mencegah dan mengendalikan hama agar tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman yang sedang dibudidayakan
B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya pengendalian hama pada tanaman nilam adalah
untuk mendapatkan tanaman nilam yang bebas dari hama sehingga dapat
dihasilkan panen yang maksimal.
C. Ruang Lingkup
1. Hama-hama penting yang banyak menyerang tanaman ini adalah ulat
penggulung daun, belalalng dan tungau merah, sedang penyakit
pentingnya adalah penyakit layu bakteri, budok, dan penyakit akibat
gangguan nematoda parasit.
2. Serangan hama dan penyakit selain mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman, ternyata juga mampu mengakibatkan kematian
tanaman. Oleh karena itu, pengendalian serangan hama dan penyakit
dalam budidaya tanaman nilam merupakan salah satu faktor penting
yang perlu dilaksanakan dengan baik.
3. Pengendalian dengan insektisida dan pestisida dapat juga dilakukan
antara lain menggunakan ekstark mimba dan bioinsektisida seperti
beveria bessiana, metarrhizinia anisophia dengan dosis sesuai anjuran
kemasan.

Standar Operasional
Prosedur
Pengendalian Hama

SOP Bagian VII


Halaman :
29/29

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh Disetujui Oleh
..

4. Penggunaan fungisida Dishare M-45 atau coboy dosis 0,3% dapat


dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak daun dan pangkal
batang daun, bususk akar.
D. Alat
1. Cangkul
2. Sabit

26

3. Alat semprot
E. Prosedur kerja
1. Menjaga kebersihan kebun dari gulma.
2. Apabila tanaman telah terserang hama, lakukan pengikisan serta
memangkas tanaman yang terserang hama kemudian dikumpulkan lalu
dibakar.
3. Dilakukan pengendalian hama dengan insektisida, fungisida, dan
pestisida

Standar Operasional
Prosedur
Pemanenan
VIII.

SOP Bagian VII


Halaman :
30/31

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh Disetujui Oleh
..

PEMANENAN
A. Definisi
Pemanenan adalah kegiatan di bidang pertanian, yakni kegiatan akhir dari
masa produksi atau masa pemeliharaan komoditas, ditandai dengan
kegiatan memungut hasil.
B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya pemanenan adalah mengumpulkan hasil
budidaya untuk dilanjutkan ke proses pengolahan selanjutnya.
C. Ruang Lingkup

27

Panen pada umumnya dilakukan dengan memangkas/ memotong


daun dengan sedikit cabang sekunder diambi pada umur 6 bulan setelah
tanam. Kemudian berturut-turut setiap 3 - 4 bulan.
Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan
sebelum daun berubah warnanya menjadi coklat, dilakukan pada waktu
pagi atau sore hari agar kandungan minyak dalam daun tetap tinggi. panen
selanjutnya 3 4 bulan setelah panen pertama.
D. Alat
1. Sabit
2. Parang
3. Cangkul
4. Alat potong/gunting tanaman

Standar Operasional
Prosedur
Pemanenan

SOP Bagian VII


Halaman :
31/31

Dibuat Oleh
..........................
Direvisi Oleh Disetujui Oleh
..

E. Prosedur Kerja
1. Memotong tiga pasang daun teratas beserta batangnya.
2. Setiap kali panen ditinggalkan satu cabang tanaman untuk merangsang
pertumbuhan berikutnya.

28

ANALISIS USAHATANI NILAM


Keragaman usahatani nilam merupakan gambaran yang diperoleh petani
atau pengusaha didalam menggunakan faktorfaktor produksi (lahan, tenaga
kerja, modal) dalam mengelola komoditas nilam. Analisis usahatani nilam
dianggap penting karena memberikan informasi dan gambaran yang bermanfaat
mengenai pendapatan dari usahatani nilam. Pendapatan usahatani dapat
digambarkan sebagai balas jasa dari penggunaan faktorfaktor produksi lahan,
tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Besarnya pendapatan dari usahatani
nilam tergantung dari besarnya penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan
merupakan perkalian dari produksi dikalikan harga, sedang pengeluaran
merupakan sejumlah nilai yang dibebankan kepada pengelolaan faktorfactor
produksi tersebut yang terdiri atas biaya upah, sarana produksi (bahan) dan
pengeluaran lainlain.
Dari pendapatan yang diperoleh, biasanya diikuti dengan pengukuran
tingkat kelayakan atau efisiensinya. Efisiensi pendapatan usahatani nilam dapat
dihitung melalui penerimaan (benefit) dibanding dengan biaya (cost) yang
dikeluarkan (B/C rasio). Besarnya nilai B/C rasio menunjukkan besarnya
penerimaan yang diperoleh dengan biaya pengeluaran sebesar satu satuan biaya.

29

Apabila B/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari satuan biaya
yang dikeluarkan. Jika B/C, 1 biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
penerimaannya dan disebut merugi.
Tabel 5. Analisis Ushatani Nilam
No.
I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
IX.
11.
12.

Uraian
Tenaga Kerja
Tebe Semak Belukar
Penebangan Pohon
Pembersihan Tunggal
Persiapan Lahan
Penanaman
Penyulaman
Pemupukan
Pembuatan Saluran Air
Penyiangan
Pengendalian H/P
Panen
Prosesing/Penyulingan
JUMLAH

Satuan

Volume

HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK

28
30
20
150
25
8
30
60
140
30
70
56

Biaya

Total Biaya

Satuan

(Rp)

20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000

HOK

560.000
600.000
400.000
3.000.000
500.000
160.000
600.000
1.200.000
2.800.000
600.000
1.400.000
1.120.000
12.940.000

Tabel 5. Lanjutan
No.
II
1.
2.

Uraian

Bahan-Bahan
Bibit
Pupuk : - Kandang
- Urea
- SP 36
- KCl
3.
Obat-obatan
4.
Karung
5.
Tali Rafia
6.
Bahan Pembantu Lain
JUMLAH
III. Alat-Alat
Cangkul
Sabit/Golok
Sprayer
JUMLAH
TOTAL Biaya (I+II+III)
V. Produksi minyak
VI.
Harga minyak nilam per kg

Satuan
Polibag
Kg
Kg
Kg
Polibag
Paket
Bh
Gulung
Paket

Volume

Total Biaya

Biaya Satuan

(Rp)

22.000
10.000
250
100
100
100
10
1

300
250
1.200
1.200
1.600
500.000
5.000
25.000
500.000

6.600.000
2.500.000
300.000
120.000
160.000
500.000
500.000
250.000
500.000
11.430.000

5
5
2

50.000
50.000
300.000

250.000
250.000
600.000
1.100.000
25.470.000

Buah
Buah
Buah
: 357,93 kg
: Rp. 150.000,-

30

VII.
VIII.
IX.
X.

Penerimaan (V x VII)
: Rp. 53.689.500,Pendapatan usahatani (VII IV)
: Rp. 28.219.500,-/hektar
B/C rasio ((VII : IV)
: 2,1
Kesimpulan :
a. Layak diusahakan karena memenuhi indikator kelayakan (B/C >1)
b. Menguntungkan dengan pendapatan bersih sebesar Rp.219.500/hektar
Dalam analisis usahatani nilam jika petani atau pengusaha menggunakan

standar prosedur operasional dengan baik dan benar akan diperoleh pendapatan
usahatni sebesar Rp. 28.219.500,- per hektar per musim dan B/C rasio sebesar 2,1.

DAFTAR PUSTAKA

31

Akiew, A. and P.R. Trevorrow, 1994. Management Of Tobacco. Bacterial Wilt.


The Disease And Its Causal Agents. Pseudomonas Solanacearum. CAB.
International p.179-197.
Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia.
2001-2003. 23 Hal. Djiwanti, S.R. And Momota, 1991. Parasitic
Nematodes Associated With Patchouli Disease In West Java. Indust.
Crops. Res. J. 3 (2) : 31-34.
Dummond, H.M., 1960. Patchouli Oil. Journal Water Use, Calsium Uptake And
Tolerance Of Cyst. Nematode Attack In Potatoes of Perfumery and
Essential Oil Record.484-492
Forgain, R. and S.R. Gowen, 1996. Investigations On Possible Mechanisms Of
Resistance To Nematodes In Musa. Euphytica 92 : 375-381.
Guenther, E., 1952. The Essential Oils. D. Van Nostrand Co. Inc. New York. 2nd
Ed. III 552-574p.
Hernani dan Risfaheri, 1989. Pengaruh Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan
Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Minyak Nilam. Pembe. Littri. 15
(2) : 84-87.
Ibnusantosa, G., 2000. Kemandegan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia.
Makalah Disampaikan Pada Seminar Pengusahaan Minyak Atsiri
Hutan Indonesia. Fak. Kehutanan IPB Darmaga Bogor, 23 Mei 2000.
Malakeberhan, H.T., H.J. Newbury & B.V. Ford-Lloyd, 1996. The Detection Of
Somaclonal Variants Of Beet Using RAPD. Plant. Cell Rep. 15, 474478.
Mardiningsih, T.L., Triantoro, S.L., Tobing dan S. Rusli, 1995. Patchouli Oil
Product As Insect Repellent. Indust. Crops. Res. Journal 1 (3) : 152-158.
Mulya, K., Supriadi, Ester, M.Adhi dan Nuri Karyani, 2000. Potensi Bakteri
Antagonis Dalam Menekan Perkembangan Penyakit Layu Bakteri Jahe.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri 6 (2) : 37-43.
Mustika I., Y. Nuryani dan O. Rostiana, 1991. Nematoda Parasit Pada Beberapa
Kultivar Nilam Di Jawa Barat. Bull. Littro. VI (1) : 9-14.

32

Nasrun, 1996. Penggunaan Pseudomonas Fluorescens Dalam Pengendalian


Penyakit Layu Tanaman Jahe. Proc. Seminar on integrated control on
main disease of industrial crop. Bogor 12-14 Maret 1996. hal 160-165.
Nasrun, Y. Nuryani, Hobir dan Repianyo, 2004. Seleksi Ketahanan Nilam
Terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum). Secara In
Planta. Journal Stigma XII (4) : 421-473.
Nelson, P.E., 1981. Life Cycle And Epidemiology Of Fusarium Oxysporum In
M.E. Moel. A.A. Ball And C.H. Beckman. Fungol With Disease Of
Plants. Academic. Press. New.York.640 p.
Nurdjannah, N. dan Makmun, 1994. Pengeringan Bahan Dan Penyimpanan Daun
Nilam Kering. Pembr. Litantri XX (1-2) : 11-15.
Nuryani, Y., dan E. Hadipoentyanti, 1994. Koleksi, Konservasi, Karakterisasi Dan
Evaluasi Plasma Nutfah Tanaman Atsiri. Review Hasil Dan Program
Penelitian

Plasma

Nutfah

Pertanian.

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan Pertanian. Deptan Hal, 209-219.


Prior, P.V. Grimault and J. Schmit, 1994. Resistance To Bacterial Wilt
(Pseudomonas Solanacearum) In Tomato. Present Status And Prospect.
Bacterial Wilt. The Disease And its causative agent Pseudomonas
solanacearum. CAB International p.115-119.
Robin, S.R.J., 1982. Selected Market For The Essential Oils Of Patchouli And
Vetiver. Tropical Product Institute Ministry Of Overseas Development.
Great Britain G. 167: 7-20.
Singh, R.K. and R.D. Chaudhary, 1979. Biometrical Methods In Quantitative
Genetic Analysis, Kalyani Publishers. New Delhi. 299 p.
Simmonds, N.W., 1982. Principles Of Crops. Improvement. Logman. LondonNew York.
Sitepu, D. dan A. Asman, 1991. Penelitian Penyakit Nilam Di Aceh. Laporan
Kerjasama PT. Pupuk Iskandar Muda Dan Balai Penelitian Tanaman
Rempah Dan Obat, Bogor. 11 hal.
Soetopo, D.,L.M. Trisawa dan Wiratno, 1998. Hama Penting Dan Strategi
Pegendaliannya. Monograf Nilam. Balittro 5 : 75-83.

33

Supriadi, Karden Mulya dan Djiman Sitepu, 2000. Strategy For Controlling Wilt
Diseases Of Ginger Caused By Pseudomonas Solanacearum. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 19 (3) : 106-111.
Tasma, I.M., dan P. Wahid, 1988. Pengaruh Mulsa Dan Pemupukan Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Nilam. Pembr. Littri. XV (1-2) : 34-40.
Trifilief, E., 1980. Isolation Of The Postulated Precurser Of Nor Patchoulenol In
Patchouli Leaves. Phytochemistry 19. 2464.
Trisawa, I. M., dan Siswanto, 1994. Pengaruh Ekstrak Biji Nimbi Terhadap Ulat
Penggulung Daun Dan Tungau Merah Pada Tanaman Nilam. Laporan
Hasil Penelitian. 11 hal.
Valette, C., C. Andary, J.P. Geiger, J.L. Sarah and M.Nicole, 1998. Histochemical
And Cytochemical Investigations Of Phenols In Roots Of Banana
Infected

By

The

Burrowing

Nematode

Radopholus

Similis.

Phytopathotory 88 (11) : 1141-1147.


Wallace, H.R., 1987. Effects Of Nematode Parasites On Photosynthesis. Vitos On
Nematology. A. Commemoration Of The Twentyfifth Anniversary.
Society Of Nematologists. Ins. Hyattville, Maryland. 34 : 253-259.
Walker, T.G. 1969. The Structure And Synthesis Of Patchouli Alcohol.
Manufacturing Chemist And Aerosol News P.2.

34

Anda mungkin juga menyukai