TEKNOLOGI UNIVERSITAS MULAWARMAN FAKULTAS PERTANIAN SAMARINDA 2024 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan bukan kayu (HHBK) dewasa ini dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih besar dari hasil hutan kayu, mengingat komoditas dari HHBK sangat beragam. Komoditas HHBK merupakan sumberdaya mata pencaharian dan berperan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat sekitar hutan (Wahyudi, 2017; Nono et al., 2017). Pemanfaatan HHBK menjadi salah satu aspek penting selain sebagai sumber pendapatan (Reshad et al., 2017) juga berkontribusi pada tingkat dan pola degradasi hutan (Albers dan Robinson, 2011), berperan dalam kepastian keamanan pangan (Chukwuone dan Okeke, 2012) serta sosial budaya (Haris et al., 2020). Tanaman kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu komoditas HHBK yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan oleh karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kemiri memiliki berbagai macam cara untuk dimanfaatkan seperti pemanfaatannya yang bisa langsung dipasarkan dan dapat pula diolah terlebih dahulu sebelum dipasarkan, seperti minyak kemiri. Tanaman ini tidak hanya menghasilkan minyak kemiri saja. Hampir semua bagian dari tanaman kemiri dapat dimanfaatkan yakni mulai dari akar, batang, daun dan biji. Bagian-bagian tanaman kemiri dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan, bahan penyedap makanan/bumbu dapur, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan kecantikan (Makkarennu et al., 2020) yang mana produk-produk tersebut tentunya banyak dibutuhkan oleh masyarakat dan industri. Anwar dan Noor (2014) menyebutkan bahwa kemiri tergolong dalam tumbuhan fast growing sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dipanen dan tidak begitu banyak menuntut persyaratan tempat tumbuh. Semua bagian dari tanaman kemiri dapat dimanfaatkan, mulai dari batang, daun, biji dan tempurungnya. Sayangnya pemanfaatan kemiri di Indonesia masih terbatas pada penggunaan tradisional seperti bumbu masak dan obat tradisional. (Arlene dkk, 2010). Padahal kandungan minyak dari biji kemiri tergolong tinggi yaitu 60% dari berat bijinya. Komponen utama penyusun minyak kemiri adalah asam lemak tak jenuh sebesar 86% dan asam lemak jenuh sebesar 14% (Paimin, 1994). Institut Kedokteran Dietary Reference Intakes (DRI) mengatakan bahwa asam lemak tak jenuh dapat mengurangi kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko penyakit jantung. Asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap banyak atau polyunsaturated fatty acids (PUFA) menyebabkan minyak nabati sangat rentan terhadap oksidasi sehingga menyebabkan ketengikan. Proses kerusakan minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena pemanasan yang mengakibatkan perubahan susunan kimiawi karena terurainya gliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak (Aminah, 1988). Proses kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Proses oksidasi asam lemak minyak dapat dicegah dengan cara menambahkan antioksidan, disimpan dalam freezer (dibekukan), dan pemanasan pendahuluan (blanching) (Winarno, 2002). Oksidasi dapat mempengaruhi nilai karakterisasi dari minyak kemiri. Di dalam minyak kemiri terkandung vitamin E yang tergolong sebagai antioksidan alami yang larut dalam lemak, tetapi jumlah vitamin E yang terkandung dalam minyak kemiri relatif rendah untuk dapat mencegah reaksi oksidasi. Sehingga diperlukan penambahan antioksidan sintetik dari luar untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya oksidasi dan untuk meningkatkan ketahanan minyak kemiri, diperlukan tambahan antioksidan dari luar sebagai pengganti antioksidan alami yang hilang akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Salah satu antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butil hidroksi toluene (BHT), senyawa ini tidak beracun (Ketaren, 1986) dan menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan dengan cara mendeaktifasi senyawa radikal. Berdasarkan pernyataan diatas, pada penelitian ini akan ditentukan pengaruh BHT dan pemanasan terhadap nilai karakterisasi minyak kemiri (Candlenut oil). Kemiri merupakan salah satu tanaman yang digolongkan sebagai jenis pioner karena dapat tumbuh pada lahan kritis dengan tingkat kesuburan tanah rendah dan tanahnya terbuka (Hendromono et al. 2005). Biji tanaman kemiri memiliki kulit biji yang keras dan impermiabel (resisten terhadap O2 dan air) menyebabkan benih kemiri menjadi dorman (istirahat), sehingga sulit mendapatkan bibit yang tumbuh serempak dalam jumlah banyak. Benih kemiri membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah. Penanganan pascapanen kemiri (candle nut) ditingkat petani umumnya masih dilakukan secara tradisional dimana pemecahan biji kemiri masih menggunakan alat pemecah sederhana. Cara tradisional kurang efektif dan efisien karena seorang pekerja hanya mampu memecah kemiri 9 - 10 kg kemiri/hari dan hal ini juga menimbulkan kelelahan kerja yang tinggi, disamping itu banyak inti yang pecah dan hancur (persentase inti bulat utuh hanya 40 – 60%) sehingga harga kemiri menjadi lebih murah (Darmawan dan Kurniadi, 2007). Sementara itu untuk mendapatkan inti kemiri yang baik dan berkualitas harus disertai dengan penanganan pascapanen yang baik dan benar. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan kualitas biji kemiri tersebut. Sedikit saja kecerobohan dalam penanganannya dapat mengakibatkan daging biji hancur dan terkontaminasi cendawan. Untuk menjaga kualitas kemiri, operasi pascapanen harus dikelola secara bijaksana khususnya dalam hal pemecahan biji. Kemampuan berkecambah benih kemiri umumnya sekitar 80% dalam waktu 4-6 bulan (Husain dan Tuiyo, 2012). Menurut Udarno et al. (1990) menyatakan waktu berkecambah kemiri dapat mencapai 2 bulan. Jika diberi perlakuan dengan peretakan dapat mempercepat proses perkecambahan menjadi 15-20 hari saja. Kemiri umumnya ditanam sebagai penahan angin, pembatas, penaung, stabilisator tanah dan pengisi lahan – lahan kosong (Krisnawati et al. 2011). Kemiri dapat tumbuh pada tanah agak asam sampai basa (pH 5 – 8), ekstrak minyak kemiri dapat dibuat sabun, di industri kosmetik telah dijual secara luas dan dapat dijadikan produk komersial utama, sisa ekstrak biji dapat digunakan untuk pupuk dan dengan memodifikasi secara kimia, minyak dapat dijadikan bahan bakar untuk mesin diesel (Elevitch dan Manner, 2006). Kemiri (Aleurites moluccana Wild.) merupakan tanaman serbaguna yang penting di Indonesia. Inti kemiri telah digunakan untuk berbagai tujuan baik sebagai bahan dasar bumbu masak dan bahan farmasi. Produksi kemiri bertujuan untuk konsumsi lokal dan ekspor (Koji 2000). Biji kemiri tergolong buah batu karena berkulit keras menyerupai tempurung dengan permukaan luar yang kasar berlekuk. Tempurung biji ini tebalnya sekitar 3 - 5 mm, berwarna coklat atau kehitaman. Kemiri yang bersumber dari suatu daerah memiliki tingkat kekerasan (firmness) yang berbeda dengan daerah yang lain (Anonim, 2006). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari pemaparan latar belakang yang diatas adapun rumusan masalah pada paper yang berkaitan dengan isi yang akan ditulis dan dibahas secara konkret yaitu : 1. Bentuk/Wujud Minyak Biji Kemiri 2. Golongan Minyak Biji Kemiri 3. Sumber Minyak Biji Kemiri 4. Kegunaan Minyak Biji Kemiri 5. Manfaat Minyak Biji Kemiri 6. Karakteristik Minyak Biji Kemiri 7. Pengolahan Minyak Biji Kemiri 1.3 Tujuan Pembahasan Maslah Beberapa rumusan yang telah dikaji, pemaparan paper yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Dapat mengetahui tentang minyak kemiri. 2. Dapat menjelaskan bentuk/wujud, golongan, sumber, kegunaan, manfaat, karakteristik hingga sampai pengolahan minyak kemiri.