DOSEN PENGAMPU :
Drs. ANNA JUNIAR, M.Si
DISUSUN OLEH :
NAMA : MUHANNI FADILLAH
NIM : 4183131045
KELAS : KIMIA DIK C 2018
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Mata Kuliah Analisis
Industri Makanan “Mutu Minyak Kelapa Sawit”.
Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Orang Tua yang telah mendukung penulis
sepenuhnya dalam menyelesaikan tugas ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pengasuh mata kuliah Kimia Analisis Industri Makanan yaitu Ibu Drs. ANNA
JUNIAR, M.Si. yang telah mengarahkan tugas ini ke arah yang lebih baik.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyelesaian tugas ini.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan tugas ini.
Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................4
1.3. Tujuan........................................................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................................6
2.1. Kelapa Sawit..............................................................................................................6
2.2. Perkembangan Industri Minyak Kelapa Sawit......................................................7
2.3. Standardisasi Nasional Indonesia Terhadap Minyak Kelapa Sawit..................11
2.4. Indeks DOBI............................................................................................................11
2.5. β-Karoten.................................................................................................................12
2.6. Iodine Value.............................................................................................................13
BAB III METODE...............................................................................................................15
3.1. Indeks DOBI............................................................................................................15
3.2. β-Karoten.................................................................................................................16
3.3. Iodine Value.............................................................................................................17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................19
4.1. Hasil Indeks DOBI..................................................................................................19
4.2. Hasil β-karoten........................................................................................................20
4.3. Hasil Iodine Value...................................................................................................21
BAB V PENUTUP...............................................................................................................25
5.1. Kesimpulan..............................................................................................................25
5.2. Saran.........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana perkembangan ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia?
5. Bagaimana metode yang dilakukan untuk menganalisis Iodine pada minyak
kelapa sawit?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui indeks DOBI?
2. Mengetahui β-karoten
3. Mengetahui iodine value
4. Mengetahui perkembangan ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia?
5. Mengetahui metode yang dilakukan untuk menganalisis Iodine pada minyak
kelapa sawit?
2
BAB II
KAJIAN TEORI
3
dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 19.760.011 (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2010).
Tanaman kelapa sawit memiliki banyak kegunaan. Hasil tanaman ini dapat
digunakan pada industri pangan, tekstil (bahan pelumas), kosmetik, farmasi dan biodiesel.
Selain itu, limbah dari pabrik kelapa sawit seperti sabut, cangkang, dan tandan kosong
kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pupuk organik (Fauzi et al.,
2008).
4
Minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang cukup penting bagi
masyarakat Indonesia. Hampir semua masakan dan jenis makanan di Indonesia
membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan mediasi pengolahannya. Terdapat
beberapa jenis minyak goreng yang biasa digunakan untuk memasak. Mulai dari minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung, hingga minyak kedelai. Meski berbeda jenis,
seluruhnya memiliki fungsi yang sama, yakni untuk memasak makanan.
Di Indonesia, minyak kelapa sawit masih menjadi salah satu jenis minyak yang
paling digemari masyarakat. Memiliki harga yang lebih murah dibandingkan jenis minyak
goreng lainnya, produk yang terbuat dari ekstrak biji kelapa sawit ini tak pernah surut
peminat.
Dalam proses pembuatan minyak, biji kelapa sawit yang telah dipanen akan
dikumpulkan dan diuji kualitasnya. Setelah itu, biji kelapa sawit yang memenuhi
kualifikasi akan dibawa ke pabrik penggilingan (mill) yang berdekatan dengan kebun. Di
sana, biji kelapa sawit diekstraksi menjadi larutan berwarna oranye pekat yang sering
dikenal sebagai crude palm oil (CPO). CPO akan dikumpulkan di dalam tabung raksasa,
kemudian disuling (refinery) untuk menghasilkan RBDPO yang dihasilkan dari ketiga
proses diatas terdiri dari dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein).
Setelah selesai difraksinasi, minyak goreng kemudian akan didiamkan hingga mencapai
suhu ruang, lalu dikemas dengan aneka kemasan plastik, lalu didistribusikan ke para
konsumen.
Perkembangan produksi minyak sawit (CPO) dari tahun 2000 sampai dengan 2016
selalu mengalami peningkatan per tahun. Pada tahun 2013 sampai 2015, produksi minyak
kelapa sawit mengalami kenaikan antara 5,67 sampai dengan 7,70 persen. Kemudian pada
tahun 2016, produksi minyak kelapa sawit mengalami peningkatan tajam sebesar 53,28
persen dari tahun 2015. Pada tahun 2013 produksi minyak sawit (CPO) sebesar 17,77 juta
ton, meningkat menjadi 31,49 juta ton pada tahun 2016 atau terjadi peningkatan 77,18
persen. Sementara tahun 2017 diperkirakan produksi minyak sawit (CPO) akan meningkat
menjadi 34,47 juta ton atau sebesar 9,46 persen.
5
Gambar 2.1 Perkembangan Produksi Minyak sawit Indonesia Tahun 200-
2017 (ribu ton)
Dengan melimpahnya produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh perkebunan di
Indonesia, menempatkan Indonesia menjadi salah satu kekuatan besar pengekspor minyak
kelapa sawit di dunia. Total ekspor minyak kelapa sawit empat tahun terakhir cenderung
mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2016 yang mengalami penurunan.
Peningkatan tersebut berkisar antara 9,44 sampai dengan 16,06 persen per tahun,
sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 13,96 persen. Selanjutnya, pada
tahun 2017 total volume ekspor kembali mengalami peningkatan sebesar 19,45 persen.
Pada tahun 2013 total volume ekspor mencapai 22,22 juta ton dengan total nilai sebesar
US$ 17,14 milyar, meningkat menjadi 29,07 juta ton pada tahun 2017 dengan total nilai
sebesar US$ 20,72 milyar.
6
Produksi minyak kelapa sawit Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara
dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia
menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa
utama di Asia. Pada tahun 2017, lima besar negara pengimpor CPO Indonesia adalah
India, Belanda, Singapura, Italia, dan Spanyol. Volume ekspor ke India mencapai 4,63 juta
ton atau 65,40 persen dari total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 3.068
juta. Peringkat kedua adalah Belanda, dengan volume ekspor sebesar 0,62 juta ton atau
8,70 persen dari total volume CPO Indonesia dengan nilai US$ 415,7 juta. Peringkat
ketiga adalah Singapura, dengan volume ekspor sebesar 0,60 juta ton atau 8,55 persen dari
total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 398,6 juta. Peringkat keempat
adalah Italia dengan volume ekspor 0,36 juta ton atau sekitar 5,04 persen dari total volume
ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 231,4 juta. Peringkat kelima adalah Spanyol
dengan volume ekspor 0,22 juta ton atau 3,05 persen dari total volume ekspor CPO
dengan nilai US$ 138,6 juta
7
2.3. Standardisasi Nasional Indonesia Terhadap Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan yang memiliki andil yang
signifikan bagi perekonomian Indonesia. Indonesia saat ini merupakan negara penghasil
CPO terbesar di dunia. Peluang bisnis pertanian kelapa sawit dan produk turunannya
sangatlah menjanjikan untuk pengembangan lahan pertanian dan pengembangan pabrik
kelapa sawit. Iklim tropis dan curah hujan yang cukup memungkinkan tanaman kelapa
sawit tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia.
Proses Produksi dikatakan baik apabila proses tersebut menghasilkan produk yang
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Namun pada kenyataannya dalam proses
produksi masih sering terjadi berbagai penyimpangan dan hambatan yang
mengakibatkan produk dianggap cacat. Oleh karena itu pengendalian kualitas sangatlah
perlu dilakukan agar perusahaan dapat megoreksi terjadinya kesalahan atau
penyimpangan dalam produksinya (Sirine dan Kurniawati, 2017).
Untuk menghasilkan produk CPO mengacu pada standar mutu CPO yang ditetapkan
oleh pembeli atau pelanggan. Pemerintah sendiri melalui BSN telah menetapkan
standarisasi mutu CPO yang dimuat dalam SNI-01-2901-2006 yaitu:
Tabel 2.1. Standar Nasional Mutu Kelapa Sawit
No Karakteristik Keterangan
1 Kadar asam lemak bebas < 5.00%
2 Kadar air < 0,50%
3 Kadar kotoran < 0,50 %
4 Bilangan yodium 50-55g/100gr
5 Warna CPO (Crude Plam Oil) Jingga Kemerah-merahan
Sumber : SNI, 2006)
8
Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang
memberikan warna merah-kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai
konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat
mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut dalam
minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan
semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Deterioration Of
Bleachability Index).
Dalam industri, pemucatan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan proses
absorpsi dan dengan reaksi kimia. Proses absorpsi dilakukan dengan menggunakan
bahan bleaching clay (floridin dan kaolin), bleaching karbon, serta karbon
aktif.Pemucatan dengan reaksi kimia dapat dilakukan denganoksidasi menggunakan
peroksida, dikromat, dan klorin.
Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang
terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan
ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses
pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses
dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan (Pahan, 2012).
Deterioration Of Bleachability Index ( DOBI) bukan merupakan salah satu dari
spesifikasi mutu. Bagaimanapun, kebanyakan dari para pembeli CPO menginginkan
produk yang telah mengalami proses penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO
(Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Bleachibilitas atau daya pemucatan yang
baik akan menjadi suatu indikator dari kesiapan CPO untuk digunakan.
Analisa kadar air, pengotoran dan asam lemak bebas sendiri tidak cukup untuk
membuktikan mutu dari CPO. DOBI dalam analisanya dapat memperlihatkan suatu
indikasi yang baik dari status oxidative dari CPO setelah CPO di produksi.
2.5. β-Karoten
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau
merah orange yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang atau kerangka luar
(eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm, oyster,
scallop),crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan (salmon, trout, sea beam, kakap
merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur,
ganggang dan tanaman hijau (Desiana, 2000).
9
Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya
disusun oleh delapan unit isoprena, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul
pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi
C1dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi.
Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil
dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya
ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora
yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda
terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna
merah (Heriyanto, 2009).
Kandungan karoten dalam minyak sawit mencapai 0,05-0,18%. Selain sebagai obat
anti kanker, karoten juga merupakan sumber provitamin A yang cukup potensial.
Karoten yang terdiri dari α, β dan γ karoten ini, tersimpan didalam daging buah kelapa
sawit.
Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai
beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain untuk menanggulangi
kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses
penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit
degeneratif. Selain itu ada korelasi negatif antara konsumsi karoten dengan gejala
penyakit kanker paru-paru. Beta karoten juga berperan aktif sebagai pemusnahan radikal
bebas (Seto, 2001).
Beta karoten menyerap sinar pada daerah ultra-violet sampai violet, tetapilebih kuat
pada daerah tampak antara 400 dan 500 nm dengan puncak 470 nm (Winarno, 1997).
10
menggunakan differential scanning calorimetry, H-nuclear magnetic resonance, near
infrared spectroscopy, dan fourier transform infra red (Miyake et al, 1998; Haryati et al,
1997; Gee, 1995; Reda et al, 2007; Sedman et al, 2000; Cox et al, 2000). Meskipun
banyak metode yang telah dikembangkan, Wij‟s merupakan metode standar dan sangat
luas digunakan.
Bilangan iod (IV) merupakan suatu ukuran dari ketidakjenuhan minyak dan lemak.
Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak (Ketaren,
2005). Parameter ini sangat penting di industri minyak sawit dan dapat digunakan
sebagai panduan pada proses pengolahan minyak sawit. Metode yang umum untuk
menentukan IV adalah Wijs dan selalu menjadi standar di dalam pengembangan
beberapa metode analisa IV (Haryati, 1998).
11
BAB III
METODE
B. Alat
Alat yang digunakan yaitu alat press buah manual, volumetric flask 50 mL,
Erlenmeyer 250 mL, gelas beker 100 mL, gelas ukur 100 mL, cuvette 2,5 mL, cawan,
neraca analitik merk Precisa tipe XB 220A (Swiss), timbangan 100 kg merk Avery Berkel,
oven merk Memmert (Jerman), spektrofotometer merk Agilent Technologies tipe Cary 60
UV-Vis (Malaysia), moisture analyzer merk AND MX-50 (Jepang), soxhlet merk
Besttech, buret digital merk Witeg tipe Titrex 2000, autoklaf electric sterilizer,
micropipette 100 µL.
C. Metode
Panaskan sampel minyak hasil ekstraksi buah kelapa sawit pada suhu 60-70 oC
sampai terlihat encer dan homogen. Kemudian timbang sampel minyak sebanyak 0,2 g
kedalam volumetric flask 50 mL lalu tambahkan n-hexane sampai batas volumetric flask
dan kocok larutan untuk menyatukan minyak dan n-hexane (homogen). Ukur absorbansi
sampel menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm dan 269 nm.
Setelah didapat data absorbansi, dihitung nilai DOBI dengan rumus :
Ab
DOBI =
As
Keterangan :
Ab : Absorbansi 446 nm
As : Absorbansi 299 nm
12
Tabel 3.1 Jumlah sampel tanaman kelapa sawit yang digunakan untuk
pengukuran DOBI
Tipe Kelapa Jumlah Sampel Tanaman pada Perlakuan
Sawit 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
Dura 4 4 2 4 4
Tenera 4 4 4 4 4
Pisifera 4 4 4 4 4
3.2. β-Karoten
A. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah minyak kelapa sawit dari PT. Nutri
Palma Nabati (Bogor, Indonesia); heksana, etanol, etil asetat, asetonitril, aseton, toluen,
kloroform, petroleum eter, natrium hidroksida, lempeng KLT (gel silika G 60 F 254
Merck), potassium hidroksida, gel silika (Wako), sea sand, senyawa standar βkaroten
(Sigma-Aldrich), standar α-karoten (Wako), standar β-cryptoxanthin (Extrasynthese),
anhydrous natrium sulfat dan akuades.
B. Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah set alat kromatografi kolom terbuka,
set alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Waters®, kolom C-18), set alat refluks (labu
dasar bulat 100 ml, heat mantel, tabung refluks), termometer, chamber KLT, corong pisah
500 ml, spektrofotometer UV-VIS (Varian®), buret, sonikator, water bath, timbangan
analitik, pipet volumetrik, desikator, oven pengering, wadah porselen, mikropipet,
magnetic stirrer, rotary evaporator, kertas saring (Whatmann® No. 40), gelas ukur, botol
amber, erlenmeyer, labu volumetrik dan gelas kimia.
C. Metode
Karakterisasi bahan baku
Karakterisasi minyak sawit mentah meliputi penentuan kadar air, analisis total
karotenoid dan kadar β-karoten. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan
kelayakan minyak sawit mentah (crude palm oil) untuk digunakan sebagai bahan baku
isolasi senyawa β-karoten.
13
Ekstraksi dengan metode transesterifikasi adsorpsi-desorpsi (Damayanti et al.,
2014 )
Sampel minyak kelapa sawit mentah ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukan ke
dalam labu dasar bulat 250 ml bersamaan dengan 0,25 g H2SO4 dalam 9,45 g metanol,
diaduk pada kecepatan 300 rpm dan dipanaskan pada suhu 60 C selama 1 jam. Kemudian
ke dalam labu tersebut ditambahkan 0.5 g NaOH dalam 9,45 g metanol, diaduk pada
kecepatan 300 rpm dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 1 jam. Hasil larutan tersebut
kemudian dimasukkan ke sentrifugasi (1500 rpm, 30 menit) untuk memisahkan fraksi
metanol, metil ester kasar dan fase polar hasil reaksi transesterifikasi. Akuades kemudian
ditambahkan untuk memisahkan fasa polar dan metil ester kasar. Metil ester kasar yang
sudah dicuci kemudian dicuci kembali dengan akuades untuk menghilangkan fasa polar
yang masih tersisa serta mengatur pH menjadi netral akibat pengaruh katalis pada
transesterifikasi.
Metil ester kasar kemudian ditambahkan dengan adsorben kaolin masing-masing
dengan perbandingan berat kaolin : metil ester kasar sebesar 1:2, 1:3 dan 1:4. Campuran
adsorben kaolin dan metil ester kasar diaduk dengan pengaduk magnetis pada kecepatan
200-300 rpm selama 60 menit pada suhu 60 C. Hasil pengadukan campuran adsorben dan
metil ester kasar disaring menggunakan kertas saring (Whatmann® No. 40) dengan
bantuan pompa vakum. Filtrat yang lolos melalui kertas saring dilakukan penyaringan
ulang dengan kertas saring hingga filtrat berwarna jernih. Residu yang tertinggal pada
kertas saring kemudian dikumpulkan dan didesorpsi menggunakan pelarut heksana dengan
metode maserasi selama 24 jam dengan bantuan pengadukan.
Hasil maserasi proses desorpsi kemudian didekantasi, dipindahkan pada labu dasar
bulat dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 35 C kondisi vakum. Residu pada
labu dasar bulat kemudian dilarutkan kembali dengan 5 ml heksana sehingga menjadi
konsentrat untuk kemudian disimpan dalam botol amber gelap. Perhitungan konsentrasi
karotenoid dihitung berdasarkan metode analisis total karotenoid.
Ekstraksi dengan metode esktraksi saponifikasi (Parker, 1992)
Sampel minyak kelapa sawit mentah ditimbang 10 g dalam ke labu takar gelap 100 ml
menggunakan timbangan analitik. Masing-masing sampel ditambahkan dengan 30 ml
campuran pelarut HAET (heksana, aseton, etanol dan toluen dengan perbandingan
10:7:6:7), disonikasi selama 2 menit, ditambahkan pelarut hingga batas tera pada labu
takar tepat 100 ml kemudian dikocok hingga homogen. Tahapan selanjutnya adalah
14
saponifikasi dengan cara 10 ml larutan diambil dan dipindahkan ke labu takar gelap yang
sudah berisi 20 ml pelarut HAET, 1 ml air, 4 ml KOH dalam metanol (40% w/v) dan
dimasukan ke dalam penangas air pada suhu 56 C dengan variasi waktu reaksi 0 menit,
30 menit dan 60 menit.
Hasil saponifikasi kemudian dipindahkan ke dalam corong pisah gelap dan
ditambahkan 40 ml pelarut HAET, 40 ml Na2SO4 anhidrat (3% w/v) dan 50 ml akuades,
dikocok dan didiamkan hingga terpisah menjadi dua fasa, fase terbawah diambil.
Pengulangan dilakukan dengan cara menambahkan 50 ml akuades pada corong pisah,
dikocok kemudian dipisahkan. Fasa teratas dikumpulkan pada labu dasar bulat untuk
dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 35 C kondisi vakum. Residu pada labu
dasar bulat dilarutkan dengan etanol absolut sebanyak 5 ml. Perhitungan konsentrasi
karotenoid dihitung berdasarkan metode analisis total karotenoid.
Analisis hasil ekstraksi dengan kromatografi lapis tipis (Zeb & Murkovic, 2010)
Konsentrat yang dihasilkan dari proses ekstraksi diuji menggunakan kromatografi
lapis tipis (KLT). KLT yang digunakan adalah KLT fase normal, yaitu fase diam bersifat
polar dan eluen yang digunakan bersifat non-polar. Adsorbent yang digunakan adalah gel
silika (G 60 F 254 Mercks®) dan eluen yang digunakan adalah campuran pelarut organik
seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Kombinasi pelarut organik yang digunakan sebagai eluen pada
analisis menggunakan KLT
Sejumlah kecil konsentrat (0.05-0.1μl) ditotolkan pada fase diam gel silika secara
perlahan dan berulang. Hal yang sama dilakukan pada standar senyawa α-karoten, β-
karoten dan βkriptosantin. Kombinasi campuran pelarut (sebagai eluen) dimasukan ke
dalam chamber KLT untuk dijenuhkan selama 60 – 120 menit. Setelah fase gerak jenuh,
fase diam yang telah dibubuhkan contoh konsentrat dan senyawa standar dimasukan ke
dalam chamber KLT, didiamkan hingga fase gerak mencapai batas atas yang telah
ditentukan. Nilai Rf senyawa standar dibandingkan dengan nilai Rf contoh konsentrat.
15
Pemisahan fraksi dengan kromatografi kolom terbuka (Damayanti et al, 2014
dengan modifikasi)
Penggunaan fase diam dan teknik kromatografi kolom didasarkan pada penelitian
isolasi beta karoten yang dilakukan oleh Damayanti et al (2014) dengan modifikasi pada
jumlah volume konsentrat yang dimasukan ke dalam kolom. Fase diam gel silika
(Wakosil® C-200, ukuran partikel 64-210μm) dimasukan kedalam kolom kromatografi
(Pyrex®, panjang kolom 300 mm, diameter 24,5 mm). Sebanyak 250 μl dari konsentrat
hasil ekstraksi paling optimum dipipet ke dalam kolom dengan fase diam gel silika dan
fase gerak pelarut optimum hasil uji coba pada analisis KLT. Keran kolom dibuka dan
kecepatan alir diatur sehingga konsisten pada kecepatan 1 ml/menit. Kecepatan aliran
fraksi perlu diatur untuk menyeragamkan kepadatan gel silika di dalam kolom yang
dipengaruhi oleh dimensi ukuran, partikel gel silika, dimensi kolom, viskositas cairan dan
tekanan yang dipakai untuk mengalirkan zat pelarut. Eluat hasil kromatografi
dikumpulkan dalam wadah botol amber gelap setiap 3 menit. Hasil eluat tersebut diukur
absorbansi maksimumnya menggunakan spektrofotometer UVVIS pada rentang panjang
gelombang 350 – 800 nm. Eluat digabung menjadi kelompok berdasarkan kesamaan nilai
absorbansi.
Karakterisasi dan kuantifikasi fraksi mengandung β-karoten (Karnjanawipagul,
2010; Zeb & Murkovic, 2010)
Masing-masing kelompok eluat yang telah dikumpulkan dikarakterisasi melalui KLT
dengan cara membandingkan nilai Rf yang didapat dengan senyawa standar. Fase diam
yang digunakan adalah gel silika (G-60 F 254 Mercks®). Fraksi yang telah dikumpulkan
dikarakterisasi dengan cara diukur panjang gelombang maksimumnya menggunakan
spektrofotometer UV-VIS.
Tabel 3.3. Rancangan acak lengkap modifikasi faktor tahapan ekstraksi minyak
kelapa sawit mentah
16
Konsentrasi kelompok eluat yang mengandung senyawa β-karoten dihitung dengan
instrumen spektrofotometer UV-VIS berdasarkan perhitungan dari rumus regresi standar
β-karoten pada konsentrasi 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 2,0, 3,0, 4,0 dan 5,0 ppm. Persentase
recovery perolehan β-karoten dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi β-karoten
senyawa setelah diisolasi dengan konsentrasi β-karoten bahan baku sebelum diekstraksi
dan diisolasi. Persentase recovery dapat dihitung menggunakan rumus:
betakaroten hasil isolasi
% revover= x 100 %
betakaroten bahan baku
Analisis data
Analisis statistik digunakan untuk menentukan metode ekstraksi terbaik dari
modifikasi perlakuan pada metode transesterifikasi-adsorpsi-desorpsi dan ekstraksi-
saponifikasi. Dalam penelitian ini digunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
dengan faktor modifikasi tahapan ekstraksi dari minyak sawit dan respon analisis total
karotenoid. Hasil penelitian diolah secara statistik dengan menggunakan analisis sidik
ragam (ANOVA), yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikansi 5% apabila
hasil yang diperoleh berbeda nyata antar sampel dengan menggunakan software SPSS
22.0. Tabel 3.3 menunjukan rancangan acak lengkap untuk modifikasi faktor tahapan
ekstraksi minyak kelapa sawit mentah.
17
B. Alat
Labu, buret, statif dan klem, Erlenmeyer, timbangan , gelas beaker, gelas ukur, cawan
petri,
C. Metode
Minyak dipanaskan hingga mencair dan homogen. Minyak ditimbang dengan berat
tertentu ke dalam labu yang bertutup. Ke dalam labu ditambahkan sikloheksan:asam asetat
(1:1) dan diaduk untuk memastikan bahwa sampel sudah larut sempurna. Ke dalam labu
ditambahkan 10 mL larutan Wijs lalu labu ditutup dan diaduk agar tercampur merata.
Labu disimpan dalam ruang bebas cahaya selama 30 menit pada suhu kamar. Ke dalam
labu ditambahkan 10 mL larutan KI dan 100 mL akuades lalu dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,1N secara perlahan. Titrasi dilanjutkan hingga diperoleh warna kuning hampir
hilang kemudian ditambahkan 1-2 mL larutan kanji dan dilanjutkan titrasi sampai warna
biru tepat hilang. Untuk setiap jenis sampel digunakan sebuah blanko dengan cara dan
perlakuan yang sama seperti sampel. Bilangan iod dihitung sesuai persamaan berikut:
Titrasi ( B−S ) x N x 12,69
Bilangan Iod=
W
B adalah volume (mL) titrasi blanko, N adalah normalitas Na-tiosulfat, S adalah
volume (mL) Na-tiosulfat sampel, dan W adalah berat contoh (gr).
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1. Pengaruh lama waktu penyimpanan buah kelapa sawit terhadap
DOBI minyak sawit yang dihasilkan dari kelapa sawit tipe dura, tenera, dan
pisifera. Data merupakan rata-rata ± SE (n= 2-4). Tanda (*) mengindikasikan
secara statistik signifikan dari kontrol (0 hari) pada P < 0,05 dengan uji
Dunnet.
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan buah,
semakin menurun nilai DOBI minyak sawit. Berdasarkan hasil analisis, perlakuan
lamanya waktu penyimpanan buah selama 21 hari dan 28 hari untuk tipe dura, 14 hari, 21
hari, dan 28 hari untuk tipe tenera, serta 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari untuk tipe
pisifera, hasil uji untuk perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap kontrol (P < 0,05). Ini
artinya perlakuan lamanya waktu penyimpanan buah berpengaruh signifikan terhadap
DOBI minyak sawit pada perlakuan tersebut dari ketiga tipe kelapa sawit.
Gambar 4 juga menunjukkan pada perlakuan kontrol (0 hari) minyak dari tanaman
kelapa sawit tipe dura, tipe tenera, dan tipe pisifera memiliki angka DOBI masing-masing
1,97, 3,21, dan 4,02. Dari hasil pengukuran tersebut, berdasarkan standar mutu PORIM
yang menentukan hubungan DOBI dengan kualitas minyak sawit mentah atau CPO,
19
minyak sawit dari tipe dura memiliki kualitas minyak kurang (CPO dengan angka DOBI
antara 1,76-2,30), minyak sawit dari tipe tenera memiliki kualitas minyak baik (CPO
dengan angka DOBI antara 2,99-3,24), dan minyak sawit dari tipe pisifera memiliki
kualitas minyak terbaik (CPO dengan angka DOBI >3,24). Pada penelitian yang lain
Zuherawan (2008) menyatakan pengukuran DOBI yang dihasilkan dari pengujian yaitu
didapatkan nilai sebesar 2,58.
Kadar air bahan baku minyak sawit mentah yang digunakan masih sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006 dengan persyaratan kadar air
maksimum 0.5 %. Semakin tinggi kadar air minyak sawit mentah maka akan semakin
rendah mutunya. Hasil perhitungan total karotenoid yang didapat adalah sebesar 627,75
µg/g sebagaimana data literatur komponen karotenoid pada minyak sawit mentah yang
berada pada kisaran 500 – 700 ppm (Sundram et al., 2003).
Karotenoid termasuk dalam 1% komponen minor yang terkandung dalam minyak
sawit mentah selain komponen mayor seperti trigliserida, gliserol dan asam lemak.
Komponen minor pada minyak sawit mentah terdiri dari komponen senyawa karotenoid,
tokoferol, tokotrienol, sterolsterol, fosfolipid, glikolipid, terpen dan gugus alifatik, serta
elemen sisa (trace element) lainnya. Komponen terbesar karotenoid dalam minyak sawit
mentah adalah β-karoten dan α-karoten (Sundram et al., 2003). Berdasarkan Tabel 3,
20
terdapat 36.40 % senyawa β-karoten dari keseluruhan total karotenoid pada contoh minyak
sawit. Hasil analisis kandungan β-karoten yang didapat menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah sebesar 228.50 ± 7.78 µg/g.
Perlakuan terbaik tahapan ekstraksi karotenoid
Perlakuan ektraksi yang dilakukan terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok
pertama melalui metode transesterifikasi-adsorpsi-desorpsi dengan variabel rasio
penggunaan adsorben kaolin dan fase metil ester kasar (hasil transesterifikasi). Kelompok
kedua melalui metode ekstraksi-saponifikasi dengan variabel waktu reaksi saponifikasi.
Hasil uji metode ekstraksi-saponifikasi menunjukkan bahwa metode ekstraksi-
saponifikasi dapat menghasilkan jumlah senyawa karotenoid yang lebih banyak
dibandingkan metode transesterifikasi-adsorpsi-desorpsi
Tabel 4.2. Recovery kandungan β-karoten hasil ekstraksi terhadap bahan baku
Hasil dari ekstraksi karotenoid dari metode terbaik kemudian dihitung konsentrasi
βkarotennya dengan instrumen spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 451
nm menggunakan deret standar senyawa β-karoten. Hasil konsentrasi β-karoten tersebut
akan digunakan untuk menghitung % recovery terhadap konsentrasi β-karoten awal pada
bahan baku. Berdasarkan Tabel 4, % recovery yang didapat adalah sebesar 80,90 %.
Angka tersebut menunjukan persentase jumlah β-karoten yang dapat terekstrak dari bahan
baku. β-karoten yang hilang dari total bahan baku diduga terdegradasi selama tahapan
ekstraksi
Karakterisasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) pada penelitian ini memiliki dua fungsi utama yaitu
sebagai tahapan optimasi pelarut dalam pemisahan senyawa βkaroten dan sebagai tahapan
konfirmasi komponen senyawa β-karoten melalui perbandingan nilai Rf dengan senyawa
standar. Fase diam yang digunakan adalah gel silika. Senyawa standar yang digunakan
adalah β-karoten, α-karoten dan βcryptoxanthin. Penggunaan standar-standar tersebut
adalah untuk konfirmasi keberadaan senyawa target yang ingin diisolasi, melihat pola
pemisahan senyawa-senyawa dengan kemiripan secara struktur kimia (antara β-karoten
dan αkaroten), mengevaluasi efektifitas pemisahan senyawa oleh eluen yang digunakan
21
serta melihat kemungkinan pemisahan pita β-karoten dengan kelompok xantofil
(kelompok karotenoid dengan atom oksigen). Pada setiap eluen hanya terdapat satu pita
yang terbentuk dari crude senyawa hasil metode ekstraksi terbaik. Satu pita tersebut
memiliki nilai Rf yang identik dengan pita senyawa standar β-karoten pada kelima eluen
yang digunakan. Pita tersebut juga terpisah dengan pita senyawa β-cryptoxanthin (sebagai
perwakilan senyawa xantofil) serta memiliki kesamaan dengan pita standar α-karoten.
Pada Tabel 4.3. disajikan data mengenai hasil nilai Rf standar dan senyawa hasil ekstraksi
minyak sawit mentah.
Table 4.3 Nilai Rf senyawa standar dan hasil ekstraksi pada beberapa kombinasi
fase gerak
22
heksana, aseton, etil asetat, metanol (27:4:2:2), kemudian dibiarkan mengendap.
Rangkaian kolom kromatografi terbuka yang digunakan dalam penelitian. Keunggulan
kromatografi kolom dibandingkan dengan teknik pemisahan yang lain adalah dapat
memisahkan banyak senyawa dalam waktu bersamaan, komponen alat sederhana sehingga
mudah dalam pengoperasian, relatif lebih murah karena tidak perlu energi dari luar karena
pemisahan berdasarkan gravitasi. Hasil eluat yang tertampung sebanyak 27 botol untuk
kemudian dilakukan screening absorbansi maksimum menggunakan spektrofotometer
pada rentang panjang gelombang 350 nm – 800 nm. Eluat dengan kecenderungan
kesamaan nilai absorbansi maksimum dikumpulkan sebagai satu fraksi. Tabel 4.4
menunjukkan hasil pengelompokan eluat berdasarkan pengukuran absorbansi maksimum.
Dari Tabel 4.4 didapat empat kelompok fraksi berdasarkan screening absorbansi
maksimum. Senyawa karotenoid yang memiliki sifat lebih nonpolar seperti β-karoten
diduga akan keluar pada urutan eluat terdepan sesuai dengan pola retensi pada KLT. β-
karoten dapat keluar pada eluen urutan terdepan dikarenakan kecilnya preferensi βkaroten
untuk berinteraksi dengan fase gerak (Zulkipli, 2007).
Tabel 4.4 Kelompok Eluat Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Maksimum
23
dengan spektrofotometer UV-VIS untuk membandingkan λmaks fraksi 1 dengan standar
senyawa β-karoten. Absorbansi maksimum standar β-karoten berada pada panjang
gelombang 451.0 nm sedangkan absorbansi maksimum fraksi hasil isolasi yang diduga
mengandung β-karoten berada pada panjang gelombang 448.0 nm. Terjadi sedikit
perbedaan pada panjang gelombang fraksi 1 dengan standar diduga karena faktor tingkat
kemurnian fraksi yang masih terdapat campuran senyawa karotenoid lainnya selain β-
karoten. Adanya senyawa lainnya dalam fraksi akan mempengaruhi respon serapan
spektrum cahaya yang diterima dari spektrofotometer sehingga panjang gelombang yang
dihasilkan akan berbeda dengan senyawa murni.
Kuantifikasi fraksi mengandung β-karoten
Konsentrasi β-karoten dihitung dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
451 nm menggunakan kurva standar β-karoten. % recovery dihitung berdasarkan
perbandingan antara konsentrasi β-karoten bahan baku dan konsentrasi β-karoten dalam
fraksi 1. Konsentrasi β-karoten bahan baku dan fraksi satu serta % recovery dapat dilihat
pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Konsentrasi β-Karoten bahan baku dan fraksi 1
.
Untuk menilai keefektifan isolasi menggunakan kolom kromatografi terbuka maka
dihitung % recovery konsentrasi β-karoten dari fraksi 1 dibandingkan dengan konsentrasi
β-karoten hasil ekstraksi terbaik sebelum difraksinasi menggunakan kolom kromatografi
terbuka (Dapat dilihat pada Tabel 8). Dari % recovery yang mencapai angka 96,52 %,
diperoleh bahwa metode kolom kromatografi terbuka efektif digunakan untuk mengisolasi
senyawa β-karoten dari contoh minyak sawit mentah. Dengan demikian, perolehan %
recovery konsentrasi β-karoten fraksi 1 terhadap bahan baku adalah 78,09 %
Tabel 4.6. Konsentrasi β-Karoten hasil ekstraksi (sebelum difraksinasi) dan
fraksi 1
24
4.3. Hasil Iodine Value
Tabel 4.1. Bilangan iod, titik leleh, dan kandungan lemak padat bahan baku
Keterangan: CPO: crude palm oil, RBDPO: refined bleached deodorized palm oil,
RBDPS: refined bleached deodorized palm stearin, RBDOL: refined bleached
deodorized palm olein, CKO: crude palm kernel oil, CKL: crude palm kernel olein,
CKS: crude palm kernel stearin, RKO: refined bleached deodorized palm kernel oil,
RKL: refined bleached deodorized palm kernel olein, RKS: refined bleached
deodorized palm kernel stearin, HPKO: hydrogenated palm kernel oil, HPKL:
hydrogenated palm kernel olein, HPKS: hydrogenated palm kernel stearin: PO: palm
oil, PKO: palm kernel oil.
25
Tabel 4.2. Regresi IVproduk MS berdasarkan SFC
26
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa IV dan MP MIS dan MIS dapat ditentukan
berdasarkan prediksi dari data SFC produk turunan MS dan MIS. Model prediksi yang
terbaik diperoleh menggunakan kombinasi berdasarkan jenis minyak MS (palmitat) atau
MIS (laurat))
27
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Deterioration of Bleachability Index (DOBI) merupakan indeks derajat kepucatan
minyak sawit mentah. Analisa kadar asam lemak bebas dan kadar kotoran tidak
cukup untuk menjadi parameter Crude Palm Oil (CPO) yang berkualitas. Salah
satu penggunaan DOBI adalah dalam membedakan minyak berkualitas rendah
dengan kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) yang sama. Bilangan DOBI
digunakan sebagai indikator kunci dari CPO yang berkualitas dan sebagai indikator
status oksidatif CPO serta kemudahan untuk proses pengolahan lebih lanjut seperti
pada pemucatan minyak goreng
2. β-karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai
beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain untuk
menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit
kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan
mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Selain itu ada korelasi negatif antara
konsumsi karoten dengan gejala penyakit kanker paru-paru. Beta karoten juga
berperan aktif sebagai pemusnahan radikal bebas.
3. Bilangan iod (IV) menunjukkan derajat ketidakjenuhan minyak dan lemak yang
mengekspresikan jumlah yodium yang dapat diadsorpsi. IV dapat digunakan untuk
memprediksi sifat fisika kimia minyak dan lemak seperti stabilitas oksidasi dan
titik leleh
4. Total ekspor minyak kelapa sawit empat tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan, kecuali pada tahun 2016 yang mengalami penurunan. Peningkatan
tersebut berkisar antara 9,44 sampai dengan 16,06 persen per tahun, sedangkan
pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 13,96 persen. Selanjutnya, pada
tahun 2017 total volume ekspor kembali mengalami peningkatan sebesar 19,45
persen. Pada tahun 2013 total volume ekspor mencapai 22,22 juta ton dengan total
nilai sebesar US$ 17,14 milyar, meningkat menjadi 29,07 juta ton pada tahun 2017
dengan total nilai sebesar US$ 20,72 milyar.
5. Bilangan iod (IV) ditentukan dengan metode titrasi menggunakan pelarut dan
membutuhkan waktu yang lama. Beberapa metode penentuan IV adalah Wijs,
Hanus, Hubl, Hoffman, Green, dan Rosenmund-Kuhnhenn.
28
5.2. Saran
Materi yang terdapat dalam makalah ini tentunya dapat menambah dan
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman pembaca terhadap mutu minyak kelapa
sawit pada DOBI, β-karoten dan iodine value. Saran dan kritik sangat penulis harapkan
guna perbaikan serta rujukan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini bisa memberi manfaat kepada pembaca sehingga dapat menambah pengetahuan dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
29
DAFTAR PUSTAKA
30