Anda di halaman 1dari 6

Laporan Praktikum Farmakognosi II

Pembuatan Minyak Atsiri(Daun Kayu Putih)

Dosen Pengampu: apt. Desti Wulandari, S.Farm.

Oleh:
Muhammad Fahris 10119008

Program Studi S1 Farmasi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Har-Kausyar
Rengat
2021
Pembuatan Minyak Atsiri (Daun Kayu Putih)

I. Tujuan
Agar mahasiswa mampu membuat atau melakukan suatu praktikum tentang pembuatan
minyak atsiri dari daun kayu putih.

II. Tinjauan Pustaka


Tanaman kayu putih (Melalauca leucadendron Linn.) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang penting bagi industri minyak atsiri di Indonesia. Tanaman kayu
putih merupakan salah satu tanaman penghasil produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki
prospek cukup baik untuk dikembangkan dengan memanfaatkan daun dan rantingnya untuk
disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial menjadi atsiri yang
bernilai ekonomi tinggi.

Tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik
pada tanah yang berdrainase baik maupun tidak dengan kadar garam tinggi maupun asam dan
toleran ditempat terbuka. Di gunung Kidul hutan kayu putih tersebar di dua kecamatan yaitu
Playen dan Karangmojo sedangkan di Kulon Progo terdapat di areal perhutani di kecamatan
Kokap.

Minyak kayu putih sudah dikenal luas penggunaanya oleh masyarakat di Indonesia untuk
rumah tangga maupun kebutuhan industry farmasi dan kosmetika. Kenyataan menunjukkan
bahwa produksi dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan domestic. Pada saat ini
Indonesia termasuk salah satu pengimpor terbesar minyak kayu putih, umumnya berasal dari
Cina dan Vietnam.

Berdasarkan data yang ada kebutuhan domestic minyak kayu putih adalah 1.500 ton per
tahun namun saat ini Indonesia hanya memproduksi kurang dari 500 ton setahun.
ton per tahun namun saat ini Indonesia hanya memproduksi kurang dari 500 ton setahun.
Karena itu sisanya harus di impor. Produksi minyak kayu putih yang terbesar berasal dari
pabrik-pabrik perum perhutani di daerah dengan iklim yang agak kering di Jawa tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pabrik kayu putih di kedua daerah ini menghasilkan sekitar 300 – 350 ton per tahun,
sumber lain adalah Maluku yang menghasilkan 90 ton per tahun, Nusa Tenggara Timur
(NTT) 3 – 4 ton per tahun dan papua yang di perkirakan 20 ton per tahun. (Jogo dan Subarudi
2005).

Sebuah kajian cepat tentang aspek sosial dan ekonomi kayu putih di pulau Jawa dan
Nusa Tenggara Timur sudah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kehutanan Bidang Sosial
Ekonomi dan Budaya. Kenyataan menunjukan bahwa industry minyak kayu putih yang ada di
Indonesia belum menunjukkan hasil yang optimal, karena kurang taunya para petani cara
mengolah daun dan ranting kayu putih saat akan diproses, kebanyakkan dilakukan secara
turun temurun tanpa merubah bentuk alat maupun merubah perlakuan bahan.

Nama kayu putih dibeberapa daerah di Indonesia yaitu: gelam (Sunda, Jawa), ghelam
(Madura), inggolom (Batak), gelam, kayu gelang, kayu putih (Melayu), bru galang, waru
gelang (Sulawesi). Minyak kayu putih sebagai obat antara lain: reumatik, radang usus, diare,
radang kulit, batuk, demam, flu, sakit kepala, sakit gigi, eczema, nyeri pada tulang dan saraf,
lemah tidak bersemangat (neurasthenia), susah tidur, asma. Komposisi kimia minyak atsiri
daun kayu putih (kering angin) mengandung sekitar 1,36 % minyak atsiri.

Potensi tanaman kayu putih di Indonesia cukup besar mulai dari daerah Maluku, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Bali dan Papua yang berupa hutan alam kayu putih.
Sedangkan yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat berupa hutan tanaman
kayu putih (Mulyadi 2005).

Di Pulau Jawa sendiri kayu putih memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan, dilihat dari adanya pabrik-pabrik pengolahan daun kayu putih milik Perum
Perhutani yang cukup banyak di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Produk
utama yang dihasilkan dari tanaman kayu putih adalah minyak kayu putih yang diperoleh dari
hasil penyulingan daun kayu putih.

Penyulingan daun kayu putih (Melaleuca Cajuputi) menghasilkan minyak Atsiri kayu
putih, standar mutu minyak kayu putih di indonesia digunakan standar SNI 01- 5009.11-
2001. Indonesia masih mengimpor dari Negara lain yaitu Cina Dan Vietnam, karena hasil
produksi tidak sesuai dengan pemakaian masyarakat. hal ini perlu adanya penambahan lahan
tanam pada setiap daerah, penambahan pabrik penghasil minyak kayu putih dan perbaikan
proses penyulingan.

Pabrik kayu putih di Pulau Jawa memiliki kapasitas terpasang pabrik sebesar 53.760
ton per tahun untuk daun kayu putih dan total produksi tahunan minyak kayu putih yang
dihasilkan di Pulau Jawa sebesar 300 ton (Rimbawanto et al. 2009). Minyak kayu putih
merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak digunakan untuk bahan berbagai
produk kesehatan atau farmasi sehingga minyak kayu putih menjadi produk yang banyak
dicari.

Kebutuhan minyak kayu putih saat ini semakin meningkat dengan semakin
berkembangnya variasi dari pemanfaatan minyak kayu putih. Menurut Rimbawanto dan
Susanto (2004), suplai tahunan minyak kayu putih yang dibutuhkan Indonesia sebesar 1500
ton sedangkan Indonesia sendiri hanya mampu menyuplai sebesar 400 ton dan kekurangannya
dipenuhi dengan impor minyak ekaliptus dari Negara Cina.
Produksi minyak kayu putih di Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung
mengalami penurunan berdasarkan data dari direktorat jenderal bina produksi kehutanan.
Menurut Sumadiwangsa (1976), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi
minyak kayu putih, dan salah satunya adalah teknik penyulingan.

Menurut Anto Rimbawanto dan Susanto (2004) berdasarkan data dari berbagai pabrik
kayu putih yang ada di Indramayu, Gundih, Paliyan-Gunung Kidul dan Ponorogo
menunjukkan bahwa rendemen berkisar antara 0,60 – 1,00 sedangkan kadar 1,8-cineol nya
berkisar antara 55-65%. Dari paparan di atas belum dapat diketahui secara pasti teknik
distilasi yang paling tepat guna menghasilkan rendemen minyak kayu putih tertinggi, dan juga
bagaimana sifat kimia dan sifat fisika yang terkandung di dalam minyak kayu putih hasil
distilasi tersebut.

Selain itu fraksinasi atau isolasi senyawa 1,8-sineol juga belum dilakukan oleh para
pengusaha minyak kayu putih, padahal isolasi ini penting dilakukan guna pemanfaatan
senyawa 1,8-sineol ini lebih lanjut. Penelitian tentang minyak atsiri kayu putih telah banyak
dilakukan. Dalam laporannya, Siregar (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan
metoda proses penyulingan rebus terhadap daun kayu putih kering dan daun kayu putih segar.

Hasil identifikasi menunjukkan komponen minyak atsiri yang didistilasi dari daun
kayu putih segar dengan GC-MS menunjukkan minyak atsiri tersebut mengandung 32
komponen, tujuh diantaranya merupakan komponen utama yaitu : α-pinene (1,23%), sineol
(26,28%), α-terpineol (9,77%), kariofilen (3,38%), αcaryofilen (2,76%), Ledol (2,27%), dan
elemol (3,14%).

Daun kayu putih kering mengandung 26 komponen, tujuh komponen diantaranya


merupakan komponen utama yaitu: α- pinene (1,23%); sineol (32,15%); α- terpineol (8,87%);
kariofilen (2,86%); α- kariofilen (2,31%); Ledol (2,17%); dan Elemol (3,11%). Khabibi
(2011)

Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan daun M.


leucadendron Linn. dan semakin sedikit volume air penyulingan pada distilasi kukus
mengakibatkan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan semakin menurun. Rahayoe,
dkk (2007) dalam makalahnya menyimpulkan bahwa rendemen minyak
atsiri pada daun kayu putih utuh lebih tinggi dibandingkan rendemen pada daun kayu putih
rajang yang didistilasi dengan metode kukus.

Penelitian tentang pemilihan teknik penyulingan terbaik untuk minyak atsiri kayu putih dan
juga indentifikasi sifat kimia dan fisikanya sekaligus isolasi senyawa 1,8-sineol diharapkan
akan dapat memberikan masukan bagi IKM penyuling minyak atsiri kayu putih supaya dapat
meningkatkan pendapatannya.

III. Alat dan Bahan


A. Alat
 Kompor dan Gas
 Kaleng
 Botol
 Selang
 Wadah

B. Bahan
 Daun kayu putih 500 gram
 Es batu
 Air

IV. Cara Kerja


1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang daun kayu putih sebanyak 500 gram
3. cuci semua bahan (daun kayu putih)
4. Masukkan air kedalam kaleng kemudian masukkan daun kayu putih yang sudah dicuci
untuk dipanaskan
5. Alirkan uap kedalam wadah (botol) yang sudah diberi en batu menggunakan selang
6. Tunggu hasil uap minyak atsiri daun kayu putih mengalir kedalam wadah (botol) minyak
atsiri
7. Hitung volume hasil dari minyak atsiri yang didapat

V. Hasil dan Pembahasan

Hasil
Hasilyang didapat dari daun kayu putih 500 gram didapat minyak atsiri daun kayu putih
sebanyak 51 ml.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mahasiswa diharapkan dapat membuat suatu sediaan
minyak atsiri yang berasal dari tanaman herbal yang mudah didapatkan, dimana disini kami
menggunakan daun kayu putih yang akan kami uji apakah ada kandungan minyak atsiri dan
berapa persen kadar minyak atsiri yang terdapat didalam daun kayu putih tersebut. Seperti
yang kita ketahui kayu putih mengandung banyak minyak atsiri yang terbagi dalam daun,
kulit dan batang kayu putih.
Dari 500 gram daun kayu putih yang digunakan diperoleh 51 ml kandungan minyak
atsiri yang didapat. Tetapi jika kita melakukan prosedur pembuatan minyak atsiri ini tentu
melewati berbagai macam prosesnya sehingga tidak mudah untuk mendapatkan minyak
atsiri yang banyak.

VI. Kesimpulan
Praktikum kali ini dapat kita simpulkan bahwa semakin banyak bahan yang kita
gunakan semakin banyak kandungan minyak atsiri yang didapat.
Seperti yang kita ketahui tanaman herbal yang memiliki seribu manfaat untuk tubuh kita
sangat mudah untuk kita dapatkan, salah satunya tanaman kayu putih ini yang telah banyak
digunakan atau diolah untuk mendapatkan khasiat atau kandungan yang terdapat pada kayu
putih ini yang sudah jelas didepan mata kita sekarang yaitu untuk penggunaan kosmetik.

DAFTAR PUSTAKA
Jogo, T dan Subarudi., 2005. ’’Minyak Kayu Putih’’, Produksi dan kebutuhn Dalam negeri,
Berita Bioteknologi Jakarta.
Khabibi, J., 2011, Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan terhadap
Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih, skripsi, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyadi, T., 2005, Studi pengelolaan kayu putih Melaleuca leucadendron Linn. Berbasis
ekosistem di BDH Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta, tesis, Program Pascasarjana S2
Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rahayoe, S., Suhargo, Tetuko,
Y. dan Mega, T., 2007, Kajian Kinetika Pengaruh Kadar Air dan Perajangan terhadap Laju
Distilasi Minyak Atsiri, Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian, Yogyakarta.
Rimbawanto, A., Kartikawati, N.K., Baskorowati, L., Susanto, M., Prastyono., 2009, Status
terkini pemuliaan Melaleuca cajuputi, Hasil-hasil Penelitian Hal. 148-157, B2PBPTH,
Yogyakarta.
Rimbawanto, A., Susanto, M., 2004, Pemuliaan Melaleuca cajuputi subsp cajuputi untuk
Pengembangan Industri Minyak Kayu Putih Indonesia, Prosiding Ekspose Hasil Litbang
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Hal.83- 92, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta.
Siregar, N., 2010, Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Daun Kayu Putih
(Melaleucae Folium) Segar dan Kering Secara GC-MS, Skripsi, Fakultas Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai