Anda di halaman 1dari 30

Minyak Atsiri Indonesia

Sumber: Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, 2009, Minyak Atsiri Indonesia. Editor: Dr. Molide
Rizal, Dr. Meika S. Rusli dan Ariato Mulyadi.

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat
mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-
bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman.
Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau
dibuat secara sintetis.

Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2)
ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) penyulingan (distillation). Penyulingan
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan
dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk
memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel
penyulingan.

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan
bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi
minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong
oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian.

1
A. Potensi Indonesia sebagai Sumber Atsiri

Beberapa contoh tanaman sumber minyak atsiri yang tumbuh di Indonesia dan bagian tanaman yang
mengandung minyak atsiri:

Akar : Akar wangi, Kemuning


Daun: Nilam, Cengkeh, Sereh lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura, Jeruk
Purut, Karmiem, Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Kunci, Selasih, Kemangi.
Biji: Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga, Klausena, Kasturi, Kosambi.
Buah: Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar.
Bunga: Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap malam, Cemopaka kuning, Daun seribu,
Gandasuli kuning, Srikanta, Angsana, Srigading.
Kulit kayu: kayu manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok.
Ranting: Cemara gimbul, Cemara kipas.
Rimpang: Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang sari,Temu hitam,
Temulawak, Temu putri.
Seluruh bagian: Akar kucing, Bandotan, Inggu, Selasih, Sudamala, Trawas.

Dalam buku ini, akan dijelaskan beberapa tanaman penghasil minyak atsiri yang menjadi komoditi andalan
Indonesia.

Nilam (Patchouli)

Nilam (Pogostemon spp) dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti: dilem (Sumatera-Jawa),
rei (Sumbar, pisak (Alor), ungapa (Timor). Dalam perdagangan internasional nilam dkenal sebagai
pathcouly. Di kalangan ilmiawan dikenal beberapa spesies Pogostemon sp, antara lain:

Pogostemon cablin Benth. Populer dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya
membulat seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut. Jenis ini
sampai umur 3 (tiga) tahun hampir tidak berbunga.
Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciri utamanya lembaran daun
lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau.
Pogostemon heyneanus Benth. Sering disebut nilam hutan atau nilam Jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung
daun agak runting, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat.

2
Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5 5,0%),
sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung 0,5 1,5 %. Saat ini telah dikenal 3 varitas unggul
nilam Indonesia dengan produktivitas > 300 kg minyak / ha yaitu Sidikalang, Tapaktuan dan Lhokseumawe.

Budidaya nilam tidaklah terlalu sulit, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis varitas nilam,
pengelolaan budidaya secara intensif dan lingkungan tumbuh yang memenuhi persyaratan, yakni pada suhu
24 28 C, curah hujan 2000 3500 mm / tahun atau kelembaban > 75%, tekstur tanah remah, gembur dan
banyak humus, dan ketinggian tanah mencapai 50 400 m dpl. Tanaman yang tumbuh di dataran rendah
memiliki kadar minyak tinggi, PA (pathchouly alcohol) rendah, dan sebaliknya di dataran tinggi, kadar
minyak rendah tapi PA-nya tinggi.

Sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Jabar, Jateng,
dan Jatim. beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulsel, Kaltim, Kalteng. Tabel I
memperlihatkan luas areal dan produksi minyak nilam di beberapa daerah.

Minyak nilam diproduksi dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun uap bertekanan
tinggi. Komponen utama dalam minyak nilam adalah PA yng kadarnya berkisr 30%. Komponen inilah yang
biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam yang diinginkan pembeli selain minyak bebas
cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel berbahan
bebas karat (stainless steel) bukan dari besi atau baja yang bersifat korosif.

Minyak nilam digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam komposisi parfum
dan kosmetik. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab
kulit, menghilangkan bau badan, pengawet mayat dan obat gatal-gatal pada kulit.

Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Switzerland,
Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai
ekspor US$ 27.136.913 pada ahun 2004 (BPS, 2007). Perkiraaan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar
1500 ton / tahun dan Indonesia adalah produsen utama. Situasi tahun 2007 2008 yang tidak kondusif
(harga berfluktuatif cukup signifikan) berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih dari 40%
(Mulyadi, 2008). Performa ekspor minyak nilam Indonesia secara volume (kg) diperkirakan hanya sekitar
50-60% dari ekspor 2006, meskipun secara nilai (USD/Rp) meningkat tajam karena ada lonjakan harga
yang signifikan.

3
Akar Wangi (Vetiver)

Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan. Memiliki bau
yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, akar serabut bercabang banyak berwarna merah tua. Waktu
penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musim hujan.

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat I-3 atm
selama 8 9 jam dengan laju destilasi 0,7 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak akar
wangi 1,5 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga tergantung
dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat akan menurunkan
mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli.

Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron, vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam
palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan
pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping
itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative).

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun. Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra
produksi di Garut memiliki luas areal sebesar 2.063 ha dan produksi minyak sebanyak 34,5 ton pada tahun
2007 (Subdit. Tanaman Atsiri Deptan, 2008). Dewasa ini selain ke Eropa, minyak akar wangi juga
diekspor ke USA, Jepang, dan Singapura. Kinerja ekspor minyak akar wangi (2002-2006) diperlihatkan
pada Tabel 2.
4
Sereh Wangi (Citronella)

Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon nardus L., termasuk dalam
suku Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varitas Mahapegiri
(java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu memberikan
mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu.

Daerah penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal pada tahun 2007
sebesar 19.592,25 ha (Tabel 3), terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar
dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat.
Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis,
Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data
Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).

Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan melalui proses penyulingan
selama 3 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 1,2% tergantng jenis sereh wangi
serta penanganan dan efektifitas penyulingan.

Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut
menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri, sehingga kadarnya harus memenuhi
syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun,

5
sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi
teknis.

Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2007 lebih dari 2000 ton / tahun. Indonesia adalah produsen ketiga
dunia setelah Cnia dan Vietnam. Beberapa negara yang selalu aktif membeli sereh wangi Indonesia antara
lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, India, dan Taiwan.
Dengan pembeli utama adalah AS, Perancis, Italia, Singapura dan Taiwan. Volume ekspor minyak sereh
wangi relatif kecil, yakni sebesar 115,67 ton dengan nilai US$ 701,0 pada tahun 2004.

Cengkeh (Clove)

Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memliki batang pohon besar
dan berkayu keras. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 20 meter dan dapat bertahan sampai umur ratusan
tahun.

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar,
batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi
jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian
gagang dan daun mengandung sekitar 4 6 %.

Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai
Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan Sulawesi. Luas areal tanaman ini mengalami sedikit
peningkatan setiap tahunnya atau lebih cenderung stabil (Tabel 4).

6
Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan penyulingan
air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7 8 jam untuk daun basah dan 6 7 jam untuk penyulingan
daun kering.

Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan
menjadi 4 5 jam.

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan mempunyai rasa yang
pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika
terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.

Sentra produksi minyak cengkeh terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumtarea Barat, Bali,
dan Sulawesi Selatan. Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun 2007 sekitar 2.500 ton dengan
perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi, 2008). Walaupun demikian volume ekspor
minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi produk
turunannya sehingga yang diekspor lebih banyak pada produk turunannya, seperti eugenol, eugenol asetat,
dll.

Pala (Nutmeg)

7
Pala yang mempunyai mutu terbaik dalam dunia perdagangan adalah pala yang berasal dari Myristica
fragrans H. Pala menghendaki iklim laut yang panas (25 30 C), tetapi basah, curah hujan 2.500
mm/tahun. Tanaman pala dapat tumbuh di dataran rendah yang kurang dari 700 m dpl pada tanah berpasir
bercampur humus. Tingginya dapat mencapai 12 m. Mulai berbunga dan berbuah setelah berumur 4 6
tahun, dan produktif berbuah sampai 25 tahun. Buah pala berbentuk bulat telur sampai lonjong, bagian
terluar adalah kulit buah. Di bawah daging buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh jala
berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di awah tempurung tersebut terdapat biji pala.

Tanaman pala tersebar di wilayah Sumatera, NAD, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Luas arel terbesar berada
di NAD dan Maluku seperti ditunjukan pada Tabel 5.

Minyak pala dihasilkan dengan penyulingan air dan uap dari biji atau fulinya. Biji pala menghasilkan
minyak atsiri sekitar 7-16%, sedangkan bagian fuli menghasilkan minyak sekitar 4 15%. Biji pala muda
menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua.

Komponen utama minyak pala adalah miristisin yang bersifat racun dan mempunyai efek narkotika,
sehingga penggunaan dalam industri pangan dan obat-obatan sangat sedikit. Minyak pala juga digunakan
dalam industri parfum dn pasta gigi.

Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar kebutuhan pala dunia
berasal dari Indonesia. Negara produsen utama lainnya adalah Granada, India, dan Madagaskar. Lebih dari
60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun, cenderung
stabil hingga tahun 2007 (Mulyadi, 2008). Namun pada tahun 2008, output minyak pala Indonesia menurun
drastis karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera. Jika ditinjau dari nilainya, perkembangan
nilai ekspor minyak pala menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.

8
Jahe (Ginger)

Kondisi lingkungan dimana tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik adalah pada curah hujan sekitar 2500-
4000 mm per tahun, pada suhu 25-35 oC, dan dengan kelembaban udara yang sedang dan tinggi. Tanaman
jahe menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan humus dan berdrainase baik; dapat juga tumbuh di
tanah latosol merah coklat dan tanah andosol.

Proses produksi minyak jahe dilakukan dengan penyulingan (melalui steam distillation atau water
distillation) atau ekstraksi rimpang jahe yang sebelumnya telah dikeringkan dalam bentuk serpihan atau
dibuat serbuk. Rendemen rata-rata minyak jahe adalah 1-3% (kering) tergantung jenis jahe serta penanganan
dan efektifitas proses penyulingan. Ekstraksi dengan pelarut menghasilkan rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penyulingan, karena selan minyak atsiri, juga dihasilkan oleoresin. Oleoresin inilah
yang membentuk rasa pedas pada jahe.

Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen, dan zingberol yang menyebabkan bau khas minyak
jahe. Minyak jahe digunakan sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), dalam industri penyedap,
farmasi dan wangi-wangian.

Minyak jahe banyak diekspor ke USA, Singapura, Jerman, India dan Afrika Selatan, dengan importir
terbesar adalah USA. Indonesia masih sebagai produsen jahe ketiga terbesar setelah China dan India di
pasar global, padahal secara iklim dan kesesuaian lahan Indonesia sangat potensial.

9
Kenanga (Cananaga)

Tanaman kenanga (Cananga odorata) berasal dari Filipina. Di Pulau Jawa tanaman tersebut tumbuh liar.
Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan dekat
dengan pantai. Di Jawa, kenanga biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan.

Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu
minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua).

Minyak nenanga diperoleh dengan cara penyulingan bunga kenanga. Di daerah biasanya dilakukan dengan
cara rebus. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda.
Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi, sesquiterpen
yang rendah. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa,
minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut.
Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%.

Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Khusus di Pulau Jawa
daerah penghasil minyak kenanga adalah Boyolali dan Blitar. Di dunia pemakaian minyak kenanga masih
terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak kenanga lebih
tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa
digunakan sebagai bahan pewangi sabun.

Cendana (Sandalwood)

Minyak cendana (Santanum album L) di Indonesia banyak terdapat di Pulau Timor. Tanaman cendana
berupa pohon kecil yang selalu hijau dengan batang lurus dan bulat tanpa alur. Tanaman ini sangat cocok
pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan kering
yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Varietas tanaman
cendana yang berdaun kecil, mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi pada bagian kayu teras, namun
kadar santanolnya lebih rendah.

10
Minyak cendana diperoleh dari hasil pengulingan jantung kayu cendana dengan waktu penyulingan cukup
lama karena titik didih minyak ini cukup tinggi. Rendemennya sekitar 3-5%.

Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Dalam perdagangan internasional, kadar santanol
tersebut harus lebih dari 90%, jika tidak maka pasar tidak akan menerimanya.

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2 setelah
India (Myrose). Sandalwood oil memegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain dapat
digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet, Cassie,
Rose, Reseda, dan Ambete).

Pada tahun 2007, volume ekspor minyak cendana sebanyak 403.148 kg dengan nilai ekspor sebesar US$
3.814.800 (BPS, 2008), naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya dengan volume ekspor hanya 21.751
kg dan nilai sebesar US$ 1.736.214.

Masoi

Masoi (Cryptocarya spp) tumbuh liar di hutan Indonesia bagian Timur, tingginya sekitar 40 m. Berbatang
tegak, bagian dalam berwarna merah, sedangkan kulit berwarna kelabu muda.

Minyak masoi dihasilkan dari proses penyulingan kulit kayu masoi, mempunyai bau wangi (sweetish oil)
dan terasa pedas jika terkena kulit. Minyak ini mengandung sekitar 80% eugenol, dan 6% terpene dan
safrole. Minyak ini merupakan sumber natural laktone. Kandungan safrole dalam minyak masoi dibutuhkan
dalam industri kimia, untuk pembuat heliotropin, bahan baku celluloide (film), kosmetik dan wewangian.

Minyak masoi diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun dengan negara tujuan ekspor
yakni USA, Eropa, Australia dan Jepang.

11
Kayu Putih (Cajeput)

Kayu putih (Melaleuca spp) termasuk ke dalam famili Myrtaceace dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies
yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah
M. leucodendrom, M. cajuputih Roxb dan M. viridiflora Corn.

Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa
tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai
komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-
rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tidak
mempunyai nilai ekonomi.

Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan Sumatera
Selatan (sepanjang Sungai Musi, Palembang), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Irian
Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang diusahakan
terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.

Minyak kayu putih yang diperoleh dengan cara menyuling daun tanaman kayu putih berwarna biru sampai
hijau, sementara minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak berwarna dan
berbau seperti kamfer.

Komponen utama dalam minyak kayu putih adalah sineol yang mencapai 65%. Dengan adanya komponen
tersebut, minyak kayu putih dapat langsung digunakan sebagai obat-obatan dan minyak wangi. Tetapi di
luar negeri, minyak kayu putih juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan parfum.
Tanaman lain yang juga mengandung sineol adalah eucalyptus, dengan kadar yang kebih besar yakni sekitar
85%.

Permintaan dunia untuk minyak kayu putih ini diperkirakan lebih dari 100 ton per tahun dengan pemakaian
terbesar di Asia tengara, sedangkan di dunia, yang lebih banyak diguakan adalah minyak eucalyptus.

12
Jeruk Purut (Kaffir Lime)

Tinggi pohonnya antara 2 dan 12 meter. Batangnya agak kecil, bengkok atau bersudut dan bercabang
rendah. Batang yang telah tua berbentuk bulat, berwarna hijau tua, dapat polos atau berbintik-bintik. Daun
jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap. Bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan
bertangkai. Tangkai daun bersayap lebar, sehingga hampir menyerupai daun.

Untuk mendapatkan minyak jeruk purut pada umumnya dilakukan penyulingan dengan metode kukus
ataupun uap. Bahan yang digunakan adalah daun atau kulit buah jeruk purut tersebut.

Karakteristik minyak daunya terutama didominasi oleh minyak atsiri citronelal (80%), sisanya adalah
citronelol (10%), nerol, dan limonena.

Minyak atsiri yang berasal dari kulit jeruk purut pada indutri banyak digunakan sebagai bahan pembuat
kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain,

Minyak daun jeruk purut dalam perdagangan internasional disebut kaffir lime oil. Minyak atisiri ini banyak
diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Pemakaian minyak jeruk purut sementara ini
hanya untuk fragran, padahal potensi di flavor cukup besar, namun minyak atsiri ini belum memiliki nomor
FEMA.

Adas (Fennel)

13
Minyak adas, disebut juga fennel oil, dihasilkan dari tanaman adas. Varietas yang menghasilkan minyak
adas terdiri dari 2 sub spesies, yaitu Var. Vulgare (Miller) Thelling (liar dan pahit) dan Var. Dulce (Miller)
Thelling (budidaya secara intensif dan manis).

Minyak adas secara komersil dihasilkan dengan cara penyulingan buah (biji) adas menggunakan sistem
penyulingan uap. Rendemennya sekitar 1-6%. Penyulingan sebaiknya langsung dilakukan setelah biji
dipanen. Selama proses penyulingan, harus dijaga agar suhu kondensor agak tinggi, untuk mencegah
pembekuan minyak dalam tabung kondensor.

Komponen utama yang terdapat pada minyak adas seperti anthole, fenchone, dan estragole. Keberadaan
komponen tersebut tergantung pada jenis varietas adas yang digunakan.

Kayu Manis (Cinamon / Cassia)

Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Ness disebut minyak Cinnamon,
sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia. Minyak kayu manis dipergunakan
sebagai flavouring agent dalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.

Volume ekspor minyak kayu manis relatif kecil. Data BPS 2000 2003 menyebutkan volume ekspor
minyak ini cukup besar pada tahun 2000 yakni sebesar 14.400 ton, namun menurun drastis pada tahun-tahun
berikutnya, hanya sampai 100 ton / tahunnya. (Tabel 6).

14
Melati (Jasmine)

Ada dua macam varietas melati yang diusahakan yaitu tanaman J. officinale L; dan J. officinale var
grandiflorum L. Perancis merupakan negara yang paling banyak memproduksi bunga melati dan terutama
diproduksi untuk parfum.

Bunga setelah dipetik tetap hidup secara fisiologis dan memproduksi minyak atsiri. Produksi minyak atsiri
oleh bunga tersebut akan terhenti apabila bunga telah mati dan membusuk. Untuk mendapatkan minyak
bunga melati, dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan sistem enfleurasi (lemak dingin). Dengan cara
ini, rendemen yang dihasilkan cukup tinggi dan tingkat kewangian yang tinggi, namun biaya produksinya
cukup mahal, sehingga jarang dipergunakan. Cara ekstraksi lainnya adalah dengan mempergunakan pelarut
menguap (solvent extraction). Minyak melati yang baru diekstrak berwarna coklat kemerahan, dan
mempunyai bau khas minyak melati. Absolute melati bersifat lengket, jernih, berwarna kuning coklat dan
mempunyai bau harum. Apabila mengadsorbsi udara, minyak berubah baunya, lebih kental, dan akhirnya
membentuk resin.

Minyak bunga melati umumnya dipergunakan sebaga zat pewangi parfum kelas tinggi. Minyak ini biasanya
diekspor ke Singapura, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, China, dan Thailand. Volume ekspor minyak
melati mengalami penurunan drastis pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 7)

15
B. Proses Produksi Minyak Atsiri

Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tunbuhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (a) penyulingan
(distillation), (b) pressing (expression), (c) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (d)
adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi). Di antara keempat cara tersebut yang banyak digunakan oleh
industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.

16
Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri. Metoda ini cocok untuk
minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar
wangi dan jahe.

Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan suatu alat yang disebut
hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara pengepresan
adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.

Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil
dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain
kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus untuk memisahkan
minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.

Dalam booklet ini hanya akan dipaparkan proses produksi minyak atsiri yang banyak digunakan oleh
industri yang disebut dengan penyulingan. Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu
campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara mendidihkan
terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran (Kister, 1990).

Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan (penanganan
bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan, pencucian dan perajangan.

Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, namun selama
pengeringan kemungkingan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara
(Ketaren, 1985). Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan bahan lain
yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.

Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan rimpang.
Tujuannya adalah untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil minyak agar
tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.

Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan
suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba. Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 30
cm.

Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu (1) penyulingan dengan air (water
distillation), (2) penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan dengan uap
langsung (steam distillation). Gambar 1 memperlihatkan diagram alir proses penyulingan minyak atsiri
secara umum.

Pada pross penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama penyulingan diatur berdasarkan jenis
komoditi. Lama penyulingan sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 8 jam untuk
minyak nilam dan cengkeh, 10 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk minyak akar wangi
bergantung kepada jenis bahan baku (basah / kering), penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan
uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan lebih baik
dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses.

Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara
periodik melalui keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini dapat
menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.

Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam tabung atau kolam pendingin yang ideal
sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air keluar maksimum 40 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut dapat
17
diatur dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam tabung / kolam
pendingin.

Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya tidak diciduk (diambil dengan gayung), karena hal itu
akan menyebabkan minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan sulit memisah
kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses).

Minyak yang dihasilkan masih terlihat keruh karena mngandung sejumlah kecil air dan kotoran yang
terdispersi dalam minyak. Air tersebut dipsahkan dengan menyaring minyak menggunakan kain teflon /
sablon. Pemisahan air juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengikat air berupa Natrium Sulfat
anhidrat (Na2SO4) sebanyak 1% selanjutnya diaduk dan disaring.

C. Kondisi Perdagangan Domestik Minyak Atsiri

Komoditi minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri dalam bentuk kasar
(crude essential oil) yang hampir seluruhnya diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil
penyulingan yang tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri. Mata rantai perdagangan
minyak atsiri di Indonesia relatif panjang yang berawal dari petani produsen dan berakhir pada eksportir,
dengan berbagai variasi seperti dapat dilihat pada skema rantai tata niaga pada gambar 2.

Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di dalam
negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga
agen atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. Pedagang perantara membeli minyak
atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul
umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak yang dihasilkan
oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul tersebut dengan harga yang ditentukan oleh
pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif
(organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam produk minyak
atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah yang
menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang bermutu baik
atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.

18
Industri minyak atsiri terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang
satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai nilai juga merupakan keterkaitan dalam suatu
kegiatan usaha sejak bahan baku tanaman sampai dengan konsumen industri, yaitu industri parfum,
kosmetik, toiletries, dan pangan.

Industri pangan, farmasi dan kosmetik di dalam negeri merupakan pasar produk minyak atsiri atau turunan
minyak atsiri. Potensi pasar yang besar tersebut masih belum dimanfaatkan, oleh karena industri yang
mengolah minyak atsiri kasar menjadi produk turunannya masih sangat terbatas. Kebutuhan produk turunan
yang dibutuhkan oleh industri pangan, farmasi dan kosmetik diperoleh melalui impor.

D. Perkembangan Ekspor Impor Minyak Atsiri Indonesia

19
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, minyak atsiri merupakan komoditi ekspor dan Indonesia
merupakan salah satu negara produsen utama minyak atsiri, khususnya minyak nilam, minyak pala, minyak
akar wangi, minyak daun cengkeh dan minyak sereh. Daerah tujuan ekspor antara lain meliputi Eropa,
Amerika, Australia, Afrika, Cina, India, dan ASEAN. Namun ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar
internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jati. Kebutuhan industri pangan, kosmetik dan
farmasi Indonesia juga masih mengimpor produk turunan minyak atsiri atau minyak atsiri yang telah
dimurnikan

Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukan nilai ekspor minyak atsiri tahun 2007 mencapai
US$ 101,14 juta dengan 20 jenis minyak atsiri. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor minyak atsiri,
turunan, produk parfum dan flavournya senilai 381,9 juta US$.

E. Perkembangan Harga Minyak Atsiri Domestik dan Ekspor

Harga minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh perkembangan industri hilir berbahan baku minyak atsiri yaitu
industri parfum, kosmetika, farmasi, industri makanan dan minuman. Karena itu kebutuhan negara-negara
pengimpor terhadap minyak atsiri sangat tergantung pada besarnya kebutuhan industri-industri tersebut
baik yang berasal dari industri-industri pengguna dalam negeri maupun luar negeri. Dinamika sektor hilir
akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan harga minyak atsiri.

Penggunaan minyak atsiri dalam produk-produk hilir memerlukan tingkat kemurnian yang tinggi, karena
digunakan secata spesifik dalam dosis tertentu dengan persyaratan yang ketat. Sebagai contoh penggunakan
minyak atsiri dalam produk-produk aromaterapi yang dapat kita jumpai di salon-salon dan spa. Pada industri
besar , penggunaan produk-produk seperti pangan, parfum, kosmetik, toiletries, bahan baku yang digunakan
berasal dari turunan minyak atsiri seperti eugenol (dari minyak cengkeh), methyl cedryl ketone (dari
cedarwood oil), vetiveryl acetate (dari minyak akar wangi), dsb.

Pada beberapa komoditas, perdagangan minyak atsiri tidak saja berdasarkan bekerjanya aspek fundamental
yaitu penawaran global, tetapi juga terdapat aspek non fundamental, seperti sentimen pasar. Sentimen pasar
merupakan produk dan sikap seluruh pelaku pasar mulai dari petani, pedagang perantara, eksportir, para
importir, para spekulator (fund manager) dan para pengguna akhir (end user) sendiri. Oleh karena tu faktor
resiko tetap akan dihadapi oleh para eksportir dalam memutuskan kebijaksanaan penjualannya.

Perilaku harga minyak atisiri ekspor di pasar dunia setiap tahunnya menunjukan pola perubahan harga
terbagi menjadi 3, yakni cenderung menurun, relatif stabil, cenderung meningkat atau fluktuatif.
Perkembangan harga yang cenderung meningkat menunjukkan masih adanya prospek pasar yang cerah.
Pada tingkat penyuling dalam pasar domestik, dari awal tahun 2009 hingga saat ini (Mei 2009),
kecenderungan harga minyak atsiri Indonesia masih cukup stabil (Lampiran 1).

Beberapa harga komoditi atsiri Indonesia cenderung stabil setiap tahunnya, artinya fluktuasi tidak terlalu
tajam seperti pada komoditi minyak daun cengkeh dan minyak akar wangi (Gambar 3 dan 4). Minyak daun
cengkeh pernah mengalami harga paling rendah, yakni sekitar 3,2 US$ pada tahun 1998, perlahan mulai
meningkat hingga pada tahun 2001 pada level harga 6 US$. Tahun berikutnya mengalami penurunan
hingga pada level harga 3,5 US$ dan mulai naik kembali hingga pada tahun 2007 kembali mencapai harga 6
6.5 US$.

20
Komoditi minyak atsiri yang mengalami fluktuasi yang sangat hebat adalah minyak nilam (Gambar 5). Pada
tahun 1997, minyak nilam sempat dihargai tingga hingga mencapai 150 US$, namun tahun berikutnya
(tahun 1998) menurun drastis hingga pada level harga di bawah 20 US$. Krisis ekonomi di Indonesia pada
waktu itu adalah salah satu penyebabnya. Pada tahun 1998 2006, harga minyak nilam dapat dikatakan
cenderung stabil pada rentang harga 20 60 US$.

Pada tahun 2007, kombinasi cuaca yang tidak mendukung & harga minyak nilam yang tidak atraktif pada
tahun 2006 dibanding komoditas tani lainnya serta munculnya berbagai penyakit tanaman menyebabkan
turunnya produksi sangat tajam, diperkirakan hampir separuh dari situasi normal. Situasi ini menyebabkan
harga melonjak naik hingga mencapai 150 USD$ (diperlihatkan Gambar 5).

Pada tahun 1997 2002, harga minyak akar wangi cukup stabil pada tingkat harga 25 0- 55 US$,
selanjutnya mengalami peningkatan mencapai 85 US$ hingga pada tahun 2007 (Gambar 6).

21
Lampiran 1. Harga Minyak Atsiri Domestik (di Tingkatan Penyuling)

22
23
24
25
26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai