Anda di halaman 1dari 25

E k s t r u s i | 429

13
Ekstrusi
Paul Ainsworth
13.1
Prinsip Umum
Ekstrusi dapat didefinisikan sebagai proses mengalirkan secara paksa bahan pangan melalui
keluaran tertentu. Cara ini melibatkan kompresi dan kerja bahan untuk membentuk massa
semi-padat dalam berbagai kondisi yang terkendali dan kemudian diberi gaya pada tingkat
yang telah ditentukan, untuk melewati lubang.
Proses ekstrusi bermula dari industri metalurgi, di mana pada 1797 perangkat pistondriven digunakan untuk menghasilkan pipa timah. Saat ini, proses ekstrusi banyak digunakan
dan dikembangkan pada industri pembuatan plastik.
Teknologi ekstrusi pertama diaplikasikan pada bahan makanan dipertengahan tahun
1800-an, ketika daging cincang diisi ke dalam wadah menggunakan ekstruder tipe piston.
Tahun 1930, ekstruder sekrup tunggal diperkenalkan ke industri pasta, baik untuk
mencampur bahan (semolina dan air) dan maupun untuk membentuk adonan yang dihasilkan
menjadi makaroni dalam satu operasi yang kontinyu.
Saat ini, teknologi ekstrusi sudah digunakan sangat luas untuk menghasilkan prouk
pangan.
13.1.1
Proses Ekstrusi
Ekstrusi didominasi operasi pengolahan termomekanis yang menggabungkan beberapa unit
operasi, termasuk mixing, kneading, shearing, conveying, heating, cooling, forming, partial
drying, atau puffing, bergantung pada bahan dan peralatan yang digunakan. Pada pengolahan
ekstrusi, bahan makanan umumnya mengalami perlakuan suhu tinggi, tekanan tinggi, dan
gerakan tinggi. Hal ini dapat menyebabkan berbagai reaksi sesuai dengan sifat fungsional
dari bahan yang diekstrusi.
Dalam proses ekstrusi, umumnya ada dua input energi utama sistem. Pertama, energi
ditransfer dari rotasi screw, dan kedua, energi ditransfer dari pemanas melalui dinding barrel.
energi panas yang dihasilkan oleh disipasi kental dan/atau ditransfer melalui dinding barel
yang meningkatkan suhu material yang diekstrusi. Sebagai hasil dari ini, mungkin ada

E k s t r u s i | 430

perubahan fase, seperti mencairnya bahan padat, dan penguapan air. Bahan yang digunakan
dalam ekstrusi didominasi bahan bubuk kering, yang paling umum digunakan menjadi tepung
gandum, jagung, dan beras. Kondisi ekstruder yang mengubah bahan bubuk kering menjadi
fluida, sehingga karakteristik seperti gesekan permukaan, kekerasan, dan keseragaman
ukuran partikel menjadi penting. Dalam konsentrasi padatan tinggi dalam ekstruder,
kehadiran bahan lain, seperti lipid dan gula, dapat menyebabkan perubahan signifikan
terhadap karakteristik produk akhir. Selain produk berbasis pati, berbagai produk yang kaya
protein dapat diproduksi dengan cara ekstrusi, menggunakan bahan baku seperti kedelai atau
bunga matahari, kacang fava, bidang kacang, dan protein sereal terisolasi.
Gambar 13.1 menunjukkan diagram skematik suatu ekstruder.
Untuk memasukkan baku kering ke dalam barrel ekstruder dapat digunakan pengumpan
volumetrik dan gravimetrik. Perangkat volumetrik termasuk single dan twin-screw feeder,
pengumpan airlock rotary, pengumpan disk, pengumpan getaran, dan pengumpan volumetrik
belt. Dalam semua mekanisme umpan tersebut, diasumsikan bahwa densitas bahan pangan
tetap konstan dari waktu ke waktu sehingga volume bahan konstan, menghasilkan massa laju
alir konstan. Gravimetric feeder lebih mahal dan lebih kompleks dari pengumpan volumetrik.
Feeder tersebut biasanya dikendalikan dengan mikroprosesor untuk memantau massa laju
alir, dan menyesuaikan kecepatan pengumpanan yang sesuai. Pengumpan gravimetri yang
umum digunakan adalah weight-belt feeder dan loss-in-weight feeder [3].
Penambahan bahan cair ke dalam ekstruder dapat dicapai dengan menggunakan
berbagai perangkat termasuk rotameter, fluid-displacement meter, diferential-pressure meter,
velocity flow meters, dan positive displacement pumps [2].

Gambar 13.1 Diagram Skema Eksruder

E k s t r u s i | 431

13.1.2
Keuntungan Proses Ekstrusi
Ada banyak manfaat menggunakan ekstruder untuk pengolahan bahan makanan. Ekstruder
mampu menghasilkan berbagai jenis dan bentuk produk yang berbeda, hanya dengan sedikit
perubahan pengaturan operasional ekstruder atau bahan baku yang digunakan. Dari perspektif
engineering, ekstruder dapat digambarkan sebagai kombinasi dari pompa dan penukar panas
permukaan pada kondisi operasi yang relatif tidak sensitif terhadap viskositas bahan. Dengan
demikian sistem ekstrusi mampu mengolah bahan viskos yang sulit atau tidak mungkin
diolah menggunakan metode konvensional. Kemampuan ekstruder untuk memproses
biopolimer dan bahan campuran pada relativitas suhu-masing tinggi (250C) dan tekanan
(misalnya, 25MPa) dengan gaya geser yang tinggi dan kadar air yang rendah (10-40%),
menyebabkan berbagai kecepatan dan efisiensi relatif reaksi kimia dan perubahan fungsional
dari bahan yang diekstrusi [5].
Kemampuan sistem ekstrusi untuk melaksanakan serangkaian unit operasi secara
simultan dan terus menerus menyebabkan penghematan biaya tenaga kerja, biaya lantai
ruangan, dan biaya energi, sekaligus meningkatkan produktivitas. Efisiensi produksi
dikombinasikan dengan kemampuan untuk menghasilkan bentuk yang tidak mudah dibentuk
dengan metode pengolahan lainnya, menyebabkan ekstrusi digunakan secara ekstensif pada
industri pangan. Berbagai aplikasi Ekstrusi diberikan dalam Tabel 13.1

E k s t r u s i | 432

13.2
Peralatan Ekstrusi
Ekstruder datang dalam berbagai bentuk, ukuran, dan metode operasi, tetapi dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis utama: piston, roller, dan screw extruders [4, 7]. Yang paling
sederhana adalah ekstruder piston, yang terdiri dari satu atau baterai piston yang memaksa
materi melalui nozzle ke atas konveyor. Piston dapat memberikan jumlah bahan yang presisi
sehingga sering digunakan dalam industri gula untuk pusat deposit pengisian cokelat. Roller
extruders terdiri dari dua drum counter-rotating yang ditempatkan berdekatan. Materi
dimasukkan ke dalam celah antar rollers yng berputar pada kecepatan sama atau berbeda
dengan permukaan roller halus atau kasar. Berbagai karakteristik produk dapat diperoleh
dengan mengubah kecepatan rotasi roller dan jarak antar roller. Proses ini digunakan
terutama dengan bahan sticky yang tidak memerlukan tekanan tinggi pada pembentukannya.
Screw extruders merupakan jenis ekstruder yang paling kompleks dari tiga kategori ekstruder,
dan menggunakan single, twin, atau multiple screw yang berputar dalam stationary barrel
untuk mengolah bahan dengan desain die khusus. Di antara ekstruder tipe screw, mesin-mesin
umumnya diklasifikasikan berdasarkan jumlah energi mekanik yang dihasilkan. Sebuah lowshear extruder dirancang untuk meminimalkan energi mekanik yang dihasilkan dan
digunakan terutama untuk mencampur dan membentuk produk. Sebaliknya, high-shear
extruders bertujuan untuk memaksimalkan masukan energi mekanik, dan digunakan dalam
pengolahan yang memerlukan pemanasan. Dalam industri makanan, single dan twin-screw
extruders paling umum digunakan, sehingga akan dibahas lebih rinci.
menunjukkan twin-screw extruder.

Gambar 13.2 Co-rotating twin-screw extruder (Continua 37,


Werner and Pfleiderer, Stuttgart, Germany).

Gambar 13.2

E k s t r u s i | 433

13.2.1
Single-Screw Extruders
Single-screw extruders pertama kali digunakan pada tahun 1940 untuk memproduksi
makanan ringan kembung dari tepung sereal dan bubur jagung. Selama transportasi melalui
extruder, energi mekanik dari rotasi screw diubah menjadi panas, meningkatkan suhu
campuran menjadi lebih dari 150oC yang menghasilkan campuran plasticized. Lalu
penurunan tekanan pada hasil die di-flash dengan cepat dari uap. Sejak akhir 1950-an, proses
ekstrusi dikembangkan untuk memproduksi produk-produk seperti makanan hewani kering,
makanan yang siap makan seperti sereal, dan protein nabati bertekstur.
Karena single-screw extruder memiliki kemampuan pencampuran yang relatif rendah,
ekstruder tersebut sering digunakan untuk pengolahan bahan yang telah dilakukan prekondisi
atau pre-mix terlebih dahulu. Prekondisi digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal, untuk
mengurangi tenaga mesin konsumsi, dan/atau untuk meningkatkan kapasitas. Preconditioner
merupakan atmosfer atau ruang bertekanan yang baku bahan makanan granular seragam
dibasahkan atau dipanaskan atau keduanya melalui kontak dengan uap langsung atau air
sebelum memasuki extruder.
Single-screw extruder bergantung pada drag flow untuk menyampaikan bahan pakan
melalui extruder dan untuk mengembangkan tekanan pada die. Dalam urutan untuk produk
yang maju bersama barel tidak harus memutar dengan sekrup. Gaya gesekan antara material
dan dinding barrel adalah satu-satunya kekuatan yang dapat menjaga material dari balik
dengan screw dan karenanya banyak single-screw mesin memiliki alur pemotongan selaras
untuk meningkatkan adhesi pada dinding barel.
Rotasi screw dalam barel menimbulkan aliran kedua, yang disebut cross-channel flow.
Aliran ini tidak memberikan kontribusi gerakan bersih bahan sepanjang barel melainkan
recirculates dalam screw flight sehingga bertanggung jawab untuk beberapa tindakan
pencampuran ekstruder. Forcing bahan umpan sepanjang barel ekstruder dan melalui bukaan
die tertentu, dihasilkan aliran ketiga yang dikenal sebagai pressure flow. Aliran tekanan
menyebabkan gerakan mundur ke bawah barel ekstruder yang menyebabkan pencampuran
produk berlangsung. Tiga arus bergabung untuk memberikan aliran pada bahan untuk keluar
dari die.
Operasi single-screw ekstrusi tergantung pada tekanan die, slip di dinding barrel
(dikontrol oleh temperatur dinding barel, alur dinding barrel, atau keduanya), dan sejauh
mana screw diisi. Pengisian screw ditentukan oleh tingkat pengumpanan, kecepatan screw,
karakteristik lelehan, dan viskositas bahan yang diekstrusi. Kopling variabel-variabel ini
membatasi rentang operasi dan fleksibilitas single-screw extruder.
Pada bagian kompresi screw, rasio kompresi meningkat pesat, menyebabkan sebagian
besar energi mekanik yang digunakan untuk mengubah screw yang akan didisipasi sehingga
menyebabkan peningkatan suhu material. Hal ini menyebabkan plasticization dari bahan
kering. masukan energi ke sistem ekstrusi juga mungkin timbul dari perpindahan panas
melalui jaket, dan panas laten dari uap disuntikkan ke bahan dalam preconditioner tersebut.

E k s t r u s i | 434

13.2.2
Twin-Screw Extruders
Twin-screw extruder diperkenalkan ke industri makanan pada 1970-an dan sekarang banyak
digunakan dalam produksi pangan. Penggunaannya sama seperti single-screw extruder,
dengan aplikasi yang lebih meluas karena kontrol proses yang lebih baik dan lebih fleksibel,
sehingga mempermudah dalam pembersihan dan lebih cepat dalam changeover produk, serta
kemampuan yang baik untuk mengolah beragam formulasi secara meluas.
Twin-screw extruder berbeda dari single-screw extruder dalam hal kemampuannya
mengolah bahan dan karakteristik mekanik, dan sebagian besar bertanggung jawab untuk
meningkatkan popularitas pengolahan ekstrusi. Screw pada twin-screw extruder diposisikan
berdekatan satu sama lain dan tetap dalam posisi oleh diprofilkan perumahan barel, memiliki
seperti terlihat 'angka delapan 'horisontal'. Posisi screw saling berhubungan sesuai arah rotasi
sehingga dapat digunakan pada kelompok twin-screw machines.
Twin-screw extruders memiliki intermeshing screw di mana penerbangan dari satu
screw melibatkan screw lainnya atau mesin dapat memiliki non-intermeshing screw di mana
benang screw tidak terlibat satu sama lain, yang memungkinkan satu screw berubah tanpa
mengganggu yang lain. Screw non-intermeshing extruders berfungsi seperti single-screw
ekstruder tetapi memiliki kapasitas yang lebih tinggi.
Terdapat twin-screw extruder yang memiliki co-rotating atau counter-rotating screw
sepenuhnya, sebagian, atau non-intermeshing screw. Co- dan counter-rotating screw berbeda
dalam transportasi. Oleh karena itu karakteristik dan cocok untuk aplikasi teknologi yang
berbeda, Intermeshing extruders twin-screw umumnya bertindak seperti perpindahan positif
pompa, memaksa materi dalam mesin bergerak menuju die oleh rotasi screw. Pergerakan
material tergantung pada geometri screw dan terjadi independen dari kondisi operasi. Twinscrew intermeshing extruders telah menemukan aplikasi luas karena dapat memompa positif,
efisien pencampuran, dan membersihkan diri karakteristik.
Intermeshing mesin counter-rotating sangat cocok untuk pengolahan bahan yang
memiliki viskositas relatif rendah yang membutuhkan kecepatan screw rendah dan waktu
tinggal lama. Contoh produk yang sesuai dengan jenis extruder ini seperti permen karet, jeli,
dan licorice. Karakteristik pencampuran ekstruder jenis ini rendah akibat setengah chamber
terisi oleh screw yang bertindak independen sehingga menghasilkan dua aliran material yang
memiliki sedikit interaksi. Oleh karena itu, pencampuran yang dilakukan efek sirkulasi dalam
ruang itu sendiri. Meskipun tekanan tinggi dapat dicapai dalam counter-rotating extruder
dengan meningkatkan kecepatan screw, gaya pemisahan yang besar antara screw
menyebabkan efek calendaring yang dapat menyebabkan keausan yang berlebihan. Oleh
karena itu, produksi counter-rotating extruders dianggap tidak ekonomis [2, 7].
Intermeshing co-rotating extruder sangat cocok untuk aplikasi yang memerlukan
tingkat perpindahan panas yang tinggi tanpa perlu forcing, dengan demikian secara luas
digunakan untuk produksi produk skala besar. Dalam ekstruder jenis ini, bahan yang
diekstrusi ditransfer dari satu screw ke screw yang lain. Mekanisme aliran merupakan

E k s t r u s i | 435

kombinasi dari kedua drag dan aliran perpindahan positif [10]. Co-rotating extruders ini
paling sering digunakan karena kapasitas dan kemampuan pencampuran yang tinggi.
Extruders co-rotating dapat dioperasikan pada kecepatan lebih tinggi dari extruders counterrotating karena kekuatan radial yang dihasilkan didistribusikan lebih merata. Kemampuan
menyampaikan extruders twin-screw memungkinkan mereka untuk penanganan bahan yang
lengket dan bahan lainnya yang sulit ditangani [7].
Dalam rangka meningkatkan pencampuran, perpindahan panas dan disipasi viskos
dari energi mekanik, seluruh bagian ekstruder harus diisi dengan bahan. Untuk itu, beberapa
jenis pembatas ditempatkan pada konfigurasi screw. Penambahan forward- atau reverse disk
ke dalam screw konfigurasi mengubah profil tekanan dalam barel. Forward conveying
mendorong material ke arah die, meningkatkan tekanan barel. Reverse-conveying disk
mengurangi tekanan dengan menunda bagian materi melalui extruder, meningkatkan
pembatas pada barel, yang memungkinkan pengolahan tambahan dan peningkatan efisiensi
perpindahan panas melalui dinding barel. Pembatas pada konfigurasi screw ditempatkan di
bawah tekanan yang lebih besar, sehingga cenderung digunakan, memerlukan penggantian
lebih sering penggantian dibandingkan elemen screw lainnya.
Non-Intermeshing twin-screw extruders dapat digambarkan sebagai dua single-screw
extruders yang diletakkan bersebelahan dengan sebagian kecil barel. Seperti Single-screw
extruder, ekstruder ini jarang mendapatkan friksi saat ekstrusi.
13.2.3
Perbandingan Single dan Twin-Screw Extruders
Perbandingan single dan twin-screw extruder ditunjukkan pada Tabel 13.2 [9]. Untuk
throughput yang diberikan, extruders twin-screw 1,5-2,0 kali lebih mahal dari pengekstrusi
single-screw, terutama karena kompleksitas dari screw, drive, dan mantel perpindahan panas.
Pengkondisian bahan pangan dengan uap langsung secara luas digunakan dalam
hubungannya dengan proses ekstrusi single-screw, dan menyediakan sekitar setengah dari
panas yang diperlukan untuk memasak/pengolahan, sisa panas berasal dari input energi
mekanik. Laju perpindahan panas ke bahan menggunakan injeksi langsung steam uap sangat
tinggi, dan dengan demikian merupakan biaya terendah dengan metode pemanasan ini. Untuk
alasan ini, extruders single-screw biasanya memiliki biaya energi yang lebih rendah daripada
extruders twin-screw. Biaya pengekstrusi twin-screw akan diimbangi oleh kemampuannya
untuk memproses pada tingkat kadar air yang lebih rendah, sehingga mengurangi atau
menghilangkan kebutuhan untuk tambahan pasca-proses pengeringan.
Geometri dan karakteristik dari screw yang digunakan dalam twin-screw ekstrusi
menyajikan beberapa keunggulan dibandingkan ekstruder single-screw dan memungkinkan
twin-screw extruder untuk memproses berbagai bahan yang menjadi masalah pada mesin
single-screw [11]. Untuk menyampaikan sudut dikombinasikan dengan diri-pengelapan Hasil
fitur dalam ekstruder yang kurang rentan terhadap bergelombang. Peningkatan keseragaman
pengolahan juga terjadi di extruders twin-screw karena konsistensi laju geser di kedalaman

E k s t r u s i | 436

saluran, yang mengarah ke distribusi waktu tinggal sempit dan peningkatan pencampuran
dalam saluran screw.

Sebuah single-screw extruder relatif tidak efektif dalam mentransfer panas dari
mantel barel karena perpindahan panas konvektif dibatasi oleh terbatasnya pencampuran
dalam saluran. Sebaliknya, suhu dinding barrel pada mantel single-screw ekstruder dapat
dikontrol untuk mengatur slip antara bahan dan dinding. Pengekstrusi twin-screw memiliki
cukup kemampuan lpertukaran panas yang dikembangkan pada aplikasi untuk pemanas dan
pendinginan pasta kental, solusi, dan lumpur [12].
Ekstruder ulir tunggal dan ganda memiliki banyak perbedaan dalam aplikasi pada
industri pangan. Sebagai contoh, ekstruder ulir tunggal mempertimbangkan metode ekomonis
dan efektif untuk proses termal dan membentuk makanan untuk hewan peliharaan, sedangkan
ekstruder ulir ganda banyak digunakan pada produksi makanan ringan, yang mana memiliki
kelebihan dalam hal kontrol dan fleksibilitas diperlukan [9].

E k s t r u s i | 437

13.3
Pengaruh Ekstrusi pada Sifat Pangan
13.3.1
Ekstrusi dari Produk Berbasis Pati
Tepung sereal dan bahan berpati lainnya banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
produksi berbagai produk ekstrusi. Pengembangan karakter fisik dari sereal cair dalam
ekstruder dan ekstrudat sebagian besar komponen pati, yang biasanya mewakili antara 50 dan
80% dari campuran padatan kering. Karena itu, banyak hubungan dari penelitian untuk
ekstrusi sereal pada perubahan yang terjadi pada kandungan pati dari produk yang dibawah
variasi dari kondisi ekstrusi dan menghasilkan pengaruh pada sifat fisik, kimia dan
organoleptik. Tipe dari ekstruder, bahan mengandung air, aliran bahan, suhu barel, kecepatan
ulir, penampang ulir, dan ukuran die semuanya penting dalam pengembangan karakteristik
dari produk ekstrusi.
Sereal dan produk berbasis pati telah diolah dengan ekstrusi sejak proses tersebut
dikenalkan pada industri pangan.
Sebuah studi tentang pengaruh dari kandungan air pada bahan dan suhu barel pada
ekstrusi dari bubur jagung kuning yang dikembangkan dengan komersial untuk meningkatkan
kandungan air pada bahan atau suhu barel hingga 177C, yang menyebabkan peningkatan
indeks penyerapan air (WAI) [13]. Pada suhu di atas 177C, WAI menurun. Sama halnya,
indeks kelarutan air (WSI) meningkat secara bertahap dengan peningkatan suhu barel hingga
bernilai 177C, dengan peningkatan yang lebih jelas di atas suhu tersebut. Untuk kondisi dari
setiap operasi, penurunan kandungan air pada bahan mengakibatkan berkurangnya WAI dan
meningkatnya WSI. Penentuan akhir viskositas pasta masak menunjukkan viskositas
maksimal pada 25% kandungan air pada bahan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mercier dan Feillet [14] dilihat berdasarkan
modifikasi komponen karbohidrat pada berbagai produk sereal yaitu bubur jagung, jagung,
lilin jagung, Amylon 5 dan 7 (amilosa 52 dan 61%), gandum, beras. Suhu barel bervariasi
mulai dari 70-225C dengan kadar air sebesar 22%. Penelitian mereka menunjukkan bahwa
peningkatan yang konsisten pada WSI dengan peningkatan suhu barel, sesuai dengan tugas
sebelumnya [13]. Analisa dari WAI untuk lilin jagung menunjukkan penurunan dengan
meningkatkan suhu barel dari 70-225C, sedangkan sampel Amylon 5 dan 7 menunjukkan
sedikit perubahan hingga 200C, setelah terjadi peningkatan yang tajam.
Data WAI untuk jagung, gandum, dan produk beras menunjukkan peningkatan secara
bertahap dengan suhu barel mencapai maksimum sekitar 180C. Pada suhu ekstrusi 135 C,
viskositas jagung masak sama dengan pati beras, sedangkan viskositas pati gandum masak
lebih tinggi. Data yang diperoleh dari ekstrusi pati dengan kadar amilosa yang berbeda pada
suhu yang berbeda menunjukkan bahwa WSI dan karbohidrat yang larut dalam air kurang
meningkat dengan meningkatnya kadar amilosa.

E k s t r u s i | 438

Penelitian tentang pengaruh beberapa variabel ekstrusi seperti kelembaban, suhu


barel, geometri ulir, dan kecepatan ulir pada gelatinisasi pati jagung ditandai dengan suhu
barel dan kelembaban memiliki pengaruh besar pada gelatinisasi pati [15]. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gelatinisasi maksimum terjadi pada tingkat kadar air tinggi dan suhu
barel rendah atau sebaliknya. Kecepatan ulir tinggi mengurangi gelatinisasi dan menurunkan
waktu tinggal. Selama ekstrusi pati sereal, ditemukan bahwa pati yang dilarutkan dalam
bentuk makromolekul dan bukan bentuk oligo- atau monosakarida [14]. Penelitian tentang
pati pada kentang [16] menunjukkan ekstrusi yang lebih disukai memecahkan -1-4
berhubungan dengan amilosa dan bukan rantai terluar amilopektin. Oligosakarida linier tidak
memiliki hubungan -1-6 yang ditemukan.
Pengaruh kadar air pada pangan, suhu barel, kecepatan ulir, dan ukuran die pada
gelatinisasi dari tepung gandum selama ekstrusi menunjukkan tingkat gelatinisasi pati
meningkat tajam dengan meningkatnya suhu, ketika kadar air bahan pangan 24-27%, tetapi
meningkat secara bertahap ketika kadar air 18-21% [17]. Pada suhu yang lebih rendah (6580C), peningkatan kadar air bahan pangan menyebabkan sedikit penurunan pada gelatinisasi
sementara pada suhu yang lebih tinggi (95-110C), peningkatan kadar air mengakibatkan
peningkatan yang signifikan pada kadar gelatinisasi. Peningkatan pada kecepatan ulir untuk
mengurangi kadar gelatinisasi pati meskipun proses pemotongan meningkat. Hal ini
diterangkan dengan penurunan waktu retensi sampel dalam alat ekstruder. Peningkatan
ukuran die untuk mengurangi kadar gelatinisasi pati. Hal ini menjelaskan kemungkinan
penurunan dalam waktu retensi sampel pada ekstruder untuk tekanan yang lebih rendah dan
penurunan pemotongan permukaan.
Pada kadar air konstan, pengaruh dari suhu barel, aliran bahan, dan kecepatan ulir
pada gelatinisasi pati selama proses ekstrusi dari campuran yoghurt-gandum, menunjukkan
bahwa suhu barel memiliki pengaruh paling nyata, diikuti oleh aliran bahan dan kecepatan
ulir [18].
Perbandingan tampilan dari bulir pati dari gandum semolina sebelum dan setelah
ekstrusi pada suhu 60C, menunjukkan sedikit perbedaan dalam bentuk bulir pati [19].
Peningkatan suhu barel mengakibatkan pada perataan bulir walaupun bentuk asli (tanpa
ekstrusi) masih dapat dikenali. Penghancuran menyeluruh pada bulir tidak terlihat sampai
suhu barel telah mencapai 125C.
Sifat fisikokimia dari beberapa campuran yang mentah, gelatinisasi dan dekstrin
tepung jagung yang di evaluasi [20] dan perbandingan hasil ekstrusi tepung jagung pada pada
kisaran kadar air. Sampel yang diekstrusi memiliki sifat yang sama dengan campuran jagung
yang mengandung gelatin dan dextrin. Penurunan tingkat kadar air ekstrusi mengakibatkan
pada peningkatan proporsi yang relatif jagung dextrin dari 10-60%. Disarankan bahwa
dekstrinisasi merupakan mekanisme yang dominan untuk degradasi pati selama proses
ekstrusi, terutama pada kadar air rendah.
Colonna et al. [21] modifikasi ekstrusi pati gandum dan menyebabkan degradasi
makromolekul dari amilosa dan amilopektin, dengan pemecahan rantai secara acak. Pecahan
yang larut dalam air yang terdiri dari bagian amilosa depolimer dan amilopektin. Hal itu juga

E k s t r u s i | 439

disimpulkan bahwa pemotongan pada seluruh proses ekstrusi menyebarkan komponen pati
dengan mengurangi belitan molekul.
Sebuah penelitian [22] untuk mengevaluasi modifikasi struktural yang terjadi selama
proses ekstrusi pengolahan pati gandum mengungkapkan bahwa pecahan amilopektin dari
pati secara signifikan terdegradasi selama proses ekstrusi dan degradasi produk juga
makromolekul. Hal ini dirasakan bahwa modifikasi struktural yang terjadi selama proses
ekstrusi terbatas yang disebabkan pemecahan mekanis dari ikatan kovalen.
Sebuah penelitian [23] pengaruh kadar air, kecepatan ulir dan suhu barel pada
pemecahan pati dari pati jagung ditemukan bahwa bentuk karbohidrat pati jagung dari sampel
yang diekstrusi terlarut pada tingkat signifikan yang lebih cepat daripada pati jagung asli,
dengan perbedaan nyata pada jumlah bahan yang dilarutkan dalam 2 jam pertama. Penelitian
ini mengusulkan bahwa indikasi pada peningkatan jumlah dari polisakarida linier dan
peningkatan pada tingkat fragmentasi. Jumlah berat bahan molekul menurun dari 68%
menjadi 24-58% tergantung kondisi ekstrusi yang digunakan. Penurunan pada kadar air atau
suhu mengakibatkan peningkatan fragmentasi saat kecepatan ulir berkurang mengakibatkan
penurunan fragmentasi.
Bhattacharya dan Hanna [24] mempelajari pengaruh kadar air, suhu barel, dan
kecepatan ulir pada sifat tekstural dari pati jagung masak. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa kadar air bahan dan suhu barel mempengaruhi dominasi ekspansi dari
produk ektrusi. Peningkatan kadar air mengurangi ekspansi pada kedua sampel pati jagung
lilin dan non-lilin. Mereka berpendapat bahwa hal ini di sebabkan pengurangan adonan/ suhu
pencair yang pada gilirannya mengurangi tingkat gelatinisasi. Peningkatan pada suhu barel
untuk meningkatkan tingkat ekspansi, mencerminkan peningkatan pada gelatinisasi. Hasil
yang sama dilaporkan pada ekstrusi dari tepung kentang [25]. Kecepatan ulir terbukti tidak
signifikan dalam pengaruh ekspansi produk. Meskipun peningkatan kecepatan ulir akan
meningkatkan laju geser dan karenanya tingkat modifikasi pati ini di sertai dengan
pengurangan waktu tinggal yang menghilangkan pengaruh dari penambahan laju geser.
Kekuatan geser dari produk meningkat dengan meningkatnya kadar air, mencerminkan
penurunan pada ekspansi dan meningkatkan kepadatan.
Pengaruh dari kecepatan ulir pada ekstrusi dari campuran tepung jagung kuning
dengan gandum dan serat gandum yang telah dilaporkan [26]. Peningkatan pada kecepatan
ulir diketahui untuk mengurangi torsi dan tekanan die sekaligus meningkatkan energy
mekanis tertentu, yang berakibat penurunan pada ekspansi radial dengan peningkatan pada
ekspansi aksial, massa jenis dalam jumlah besar, dan kekuatan pemecah. Disarankan bahwa
penurunan pada torsi dan tekanan die adalah hasil dari penurunan pada pengisian ulir.
Pengurangan ekspansi radial dan peningkata pada ekspansi aksial, massa jenis, dan kekuatan
pemecah menyebabkan penurunan tekanan die dan resistensi pada aliran ekstrudat pada die.
Hasil ini bertentangan dengan dari Fletcher et al. [27] yang mengamati peningkatan pada
tekanan die dan ekspansi radial dengan peningkatan kecepatan ulir. Hasil tersebut berlawanan
dalam penelitian yang menyarankan bahwa karakteristik tektural mungkin atau terpengaruh
atau tidak terpengaruh oleh kecepatan ulir, tergantung pada bahan pangan dan geometri dan
design ulir yang digunakan.

E k s t r u s i | 440

Meskipun karakteristik ekstrusi dari sereal di dominasi oleh perubahan fisik dan kimia
yang terjadi pada bagian pati, secara khusus pati mengandung antara 6 dan 16% protein dan
antara 0.8 dan 7% lemak, yang dapat secara signifikan mempengaruhi sifat dari produk
ekstrusi [28]. Penambahan komponen dari sereal itu sendiri, berbagai macam bahan disatukan
dalam pencampuran ekstrusi sereal untuk memodifikasi karakteristik produk akhir.
13.3.1.1 Protein
Secara khusus pretein berperan sebagai filler pada proses ekstrudat sereal dan tersebar
dalam fase kontinyu pada pelarutan ekstrusi, modifikasi aliran sifat dan karakteristik dari
ekstrudat yang didinginkan. Bahan protein hidrat pada tahap pencampuran dan menjadi
adonan viskoelastis yang lembut selama pembentukan ekstrusi cair. Kekuatan pemotongan
yang dihasilkan dalam ekstruder menyebabkan kerusakan protein menjadi partikel kecil yang
berbentuk silinder dan bulat yang kasar. Pada tingkat 5-15%, mereka cenderung mengurangi
ekstensibilitas dari busa polimer pati selama proses ekspansi pada jalan keluar melalui die,
penurunan tingkat ekspansi [28].
Ekstrudat menunjukkan penurunan ukuran sel dengan penambahan protein yang
seimbang dengan jumlah dari protein yang ditambahkan. Pada tingkat yang lebih tinggi dari
protein, beberapa bagian yang rusak pada dinding sel dari ekstrudat, mengindikasikan
hilangnya elastisitas pada ekstrusi cair.
Martinez-Serna et al. [29] meneliti pengaruh dari pemisahan protein air dadih pada
ekstrusi pati jagung. Isolat dicapur dengan pati jagung pada konsentrasi antara 0 dan 20%,
kemudian diekstrusi pada suhu per barel, kecepatan ulir, dan kadar air yang bervariasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu barel meningkatkan tingkat interaksi patiprotein. Ekstrusi dari campuran menunjukkan penurunan 30% jika dibandingkan dengan
ekstsrusi pati jagung sendiri. Mereka berpendapat bahwa hal ini disebabkan modifikasi pada
sifat viskoelastis , sebagai hasil dari persaingan untuk ketersediaan air diantaranya pati dan
fraksi protein, untuk menunda pada proses gelatinisasi pati. Peningkatan kecepatan ulir dan
tingkat pemotongan, untuk meningkatkan viskositas untuk membuka protein, menyertakan
pecahnya ikatan kovalen, atau interaksi dengan pati. Kecenderungan yang sama juga diamati
ketika konsentrasi protein ditingkatkan.
13.3.1.2 Lemak
Lemak dan minyak memiliki dua fungsi pada proses ekstrusi pati. Mereka berperan sebagai
pelumas dalam ekstrusi cair dan modifikasi kualitas pangan dari produk akhir. Aksi dari ulir
ekstruder menyebabkan minyak terpisah menjadi rintik kecil atau berlumuran pada polimer
[28].
Ekstrusi pati dengan kandungan lemak rendah, seperti kentang atau kacang, dengan
kadar air rendah (<25%) sangat sulit karena dehidrasi degradatif dari polimer pati. Hal ini
menyebabkan pembentukan lelehan yang sangat lengket yang cenderung menyebabkan

E k s t r u s i | 441

penyumbatan. Selain dari 0,5-1,0% dari minyak pati mengurangi degradasi dari pati, dan
memungkinkan ekstrusi tanpa penyumbatan [28].
Perubahan makro molekul terjadi pada ubi kayu pati diekstrusi tanpa dan dengan
berbagai lemak (oleic acid, dimodan, copra, dan soya lecithin) telah diselidiki [30]. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu ekstrusi atau kecepatannya meningkatkan
tingkat degradasi makro molekul dari pati ubi kayu asli. Selain dari semua lemak pada 2%
terliha tmengurangi tingkat degradasi makro molekul, dengan semua sampel memilik I
viskositas intrinsik lebih tinggi dari pati asli yang diekstrusi pada kondisi yang sama.
Sementara semua lemak menambahkan peningkatan pada intrinsik viskositas, perbedaan
yang jelas antara masing-masing ekstrudat lemak-pati, menunjukkan pilihan yang berbeda
dari tindakan untuk masing-masing lemak untuk dipelajari.
Sebuah produk sereal oat sangat sulit untuk dicapai karena kandungan lemak yang
tinggi. Efek dari kondisi proses pada sifat fisik dan sensorik dari diekstrusi oat-jagung
menunjukkan bahwa peningkatan tingkat tepung oat (dan konten pada lemak) menyebabkan
peningkatan kepadatan ekstrudat dan pengurangan tertentu pada panjang dan ekspansi [ 31].
Sebuah penyelidikan dalam peningkatan produk beras yang diekstrusi menunjukkan
bahwa deffating dan dari tepung mengakibatkan peningkatkan ekspansi dan kepadatan yang
lebih rendah [32].
13.3.1.3 Gula
Sukrosa dan gula lainnya biasanya ditambahkan keproduk ekstrusi, khususnya sarapan sereal.
Tingkat gula yang ditambahkan keproduk bervariasi tetapi biasanya dalam kisaran 6-25%
berat pada hasil kering dalam produk. Gula memberikan kontribusi untuk mengikat, rasa dan
karakteristik kecoklatan dan penting dalam mengendalikan tekstur dan rasa dimulut. Selain
itu, ia dapat bertindak sebagai pembawa dan potensial dari rasa lainnya.
Efek dari sukrosa pada struktur dan tekstur ekstrudat telah dipelajari secara ekstensif.
Ketika ekstrusi dilakukan pada kadar air di atas 16%, sukrosa semakin mengurangi ekspansi
ekstrudat dengan peningkatan menyertain dalam kepadatan produk. Efek ini tercatat pada
konsentrat sukrosa serendah 2% ketika ekstrusi dengan kelembaban pakan dari 20% [33].
Selain pengurangan ekspansi dan peningkatan kepadatan, peningkatan kekuatan mekanik dan
jumlah sel yang terbentuk per satuan luas pun telah diamati [34]. Perubahan struktural dalam
ekstrudat dibawa oleh penambahan sukrosa telah dikaitkan dengan perbandingan pada
kelembaban, penghambatan gelatinisasi, dan Plastiktikasi dari sistem berbasis pati dengan
berat molekul rendah selama ekstrusi.
Pengaruh sukrosa dan fruktosa pada ekstrusi dari bubur jagung menunjukkan
penghambatan konversipati karena penurunan masukan energimekanik yang spesifik [35].
Selain itu, perubahan dalam kemasan kompleks amylose-lemak dalam ekstrudat yang
tercatat. Disarankan bahwa proses penataan ulang ini dipercepat dengan penambahan gula
karena mobilitas molekul ditingkatkan.

E k s t r u s i | 442

Pengaruh sukrosa pada kedua jagung dan tepung gandum ekstrudat menunjukkan
bahwa, berbeda dengan ekstrudat jagung, sukrosa mempunyai pengaruh kecil pada tingkat
konversi dan perluasan dari ekstrudat tepung gandum [36]. Itu perbedaan di amati antara
gandum-sukrosa dan ekstrudat jagung-sukrosa mungkin akibat dari ukuran partikel dan
adanya gluten.
13.3.1.4 Serat Makanan
Ada minat yang tumbuh dalam peningkatkan serat dari makanan dari sudut pandang
kesehatan. Sejumlah peneliti telah meningkatkan tingkat serat makanan dalam ekstrudat
dengan mensuplementasikan dedak oat [37], dedak gandum [38], dedak barley [39], bir
menghabiskan gandum [40, 41], dan kol oleh-produk [42].
Ditemukan bahwa penambahan serat makanan mempengaruhi karakteristik tekstur
dari ekstrudat, peningkatkan kekerasan dari produk [38, 40] sebagai akibat dari efeknya pada
ketebalan dinding sel.
Tingkat serat juga telah ditemukan untuk mempengaruhi ekspansi ekstrudat. Dalam
studi oleh Grenus et al. [43], baik radial dan aksial perluasan ekstrudat meningkat dengan
penambahan 10% dedak beras tetapi menurun pada tingkat yang lebih tinggi. Penambahan
bir 'menghabiskan gandum [40] mengakibatkan ekspansi dari ekstrudat berkurang pada
kecepatan yang tetap penghancuran tetapi ekspansi meningkat dengan meningkatnya
kecepatan penghancuran. Stojceska et al. [41] menemukan pada ekstrudat serat yang
tinggi, korelasi yang tinggi antara daerah sel dan rata-rata indeks ekspansi sectional (SEI),
menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari serat menurunkan ekspansi produk,
memberikan struktur yang mengandung sel-sel yang lebih kecil.
13.3.2
Perubahan Nutrisi
13.3.2.1 Protein
Pemasakan ekstrusi, seperti pengolahan makanan lainnya, mungkin keduanya memiliki
manfaat dan efek yang tidak diinginkan pada nilai gizi protein. Selama ekstrusi, kandungan
kimia dan bahan pakan yang terkena suhu tinggi, geseran tinggi, dan / atau tekanan tinggi
yang dapat meningkatkan atau merusak kualitas gizi dari protein dalam bahan yang
diekstrusi oleh berbagai mekanisme. Perubahan ini tergantung pada suhu, kelembaban , pH ,
laju geseran, waktu tinggal dan interaksi mereka, sifat dari protein sendiri, dan kehadiran
bahan seperti karbohidrat dan lemak.
Protein yang hadir dalam bahan pakan dapat mengalami penurunan struktural yang
berlangsung dan/atau agregasi ketika mengalami panas atau geseran selama ekstrusi.
Struktur protein utuh mewakili penghalang signifikan untuk enzim pencernaan dan
kombinasi dari panas dan geseran adalah cara yang sangat efisien untuk mengganggu struktur
tersebut.
Secara umum, denaturasi dari protein untuk konfigurasi acak meningkatkan kualitas
nutrisional dengan membuat molekul lebih mudah diakses oleh protease dan dengan

E k s t r u s i | 443

demikian, lebih mudah dicerna. Selain itu, daya cerna protein juga akan meningkat selama
proses ekstrusi mempengaruhi level antinutrisional, seperti tipsin, inhibitors, tanin, dan lectin.
Faktor kehancuran anti nutrional adalah pengaruh temperatur minyak yang tinggi, meningkat
dalam waktu bersamaan, dan konten embun yang tinggi. Ini khususnya penting dalam
tumbuhan polong-makanan asal dari yang mengandung enzim inhibitor dalam keadaan
mentah.
Ikatan disulfida menstabilkan konfigurasi tersier asli dari protein penting. Bantuan
dalam protein yang berlangsung dan digestif (sistem pencernaan). Pergeseran ringan dapat
mempengaruhi dalam memutus ikatan parsial hidroli-sistem dari protein selama ekstrusi
meningkatkan sistem pencernaan yang di hasilkan lebih dari konfigurasi yang terbuka dan
meningkatnya angka exopeptidase-susceptible. Sebaliknya, produksi dari isopeptide ekstensif
yang melintasi jaringan dapat mengganggu dengan aksi protease, mempengaruhi sistem
pencernaan.
Reaksi Maillard mungkin memakan tempat selama memasak ekstrusi dari makanan
mengandung protein mengurangi gula. Reaksi kimia antara mengurangi gula dan amino
dalam golongan asam amino memiliki nuttisional penting dan konsekuensi fungsional dari di
ekstrusi. Reaksi Malliard dapat berlngsung dalam sebuah penurunan kualitas protein. Dengan
menurunnya sistem pencernaan dan memproses bahan yang tidak bermanfaat. Selama proses
ekstrusi, reaksi Malliard dipengaruhi dari kondisi suhu yang tinggi (>180c) dan shear
(>100rpm) dalam kombinasi dengan kadar air yang rendah (15).
Kekurangan total lisin dan perubahan dalam ketersediaan in vitro dari asam amino
dalam protein diperkaya biskuit saat proses di ekstrusi dalam temperatur massa yang berbeda
dan konten embun yang telah di teliti. Sudah ditemukan bahwa sistem pencernaan produk
yang diekstrusi pada 170C tidak berbeda dari saat masih berbentuk material mentah.
Bagaimanapun itu, peningkatan massa temperatur sampai 210C menurunkan sistem
pencernaan in vitro.
Dalam penelitian serupa, dilaporkan kecepatan sekrup bukan faktor utama dalam
ketersediaan lemak. Tapi 40 dari ketersediaan lemak dihasilkan dalam proses ekstrusi yang
tidak terekstrusi dengan suhu di atas 170c dalam konten embun 13. Kekurangan dari
lemak yang menurun saat air sudah naik sampai 18 meskipun sebuah kenaikan dalam
trmprratur minyak hingga menghasilkan massa temperatur yang hampir sama hingga kadar
air campuran 13. Kekurangan dalam lemak telah diteliti dengan dinaikkan kandungan
sukrosa dan di kurangi pH. Ekstrusi protein jagung dan campuran protein jagung dan whey di
berbagai kecepatan dan suhu barrel menunjukkan peningkatan daya cerna vitro dari produk
ekstrusi jika dibandingkan dengan bahan baku [51]. Itu juga ditemukan bahwa penambahan
whey tidak berpengaruh signifikan terhadap daya cerna.
Nilai nutrional protein dari tepung terigu yang di ekstrusi sudah di pelajari oleh
Bjorck. Penelitian asam amino menunjukan retensi lemak berada antara 63 dan 100. Sudah
ditemukan dalam penyimpanan yang terpengaruh positif dalam kenaikan nilai makanan dan
negatif oleh kenaikan kecepatan sekrup. Penulis merasa bahwa lemak menonjol yang
berbahaya di bawah kondisi yang buruk mungkin disebabkan oleh formasi dari mengurangi

E k s t r u s i | 444

karbohidrat melewati hidrolis pati. Kehilangan asam amino lainnya sangat kecil untuk
ditemukan.
Efek dari sebuah variabel ekstrusi dalam in vitro protein digestif dari ikan yang di
cacah dan tepung terigu sudah di pelajari. Ekstrudat menunjukkan sedikit peningkatan in
vitro protein nilai cerna. Penulis menemukan bahwa variabel proses, hanya efek dari rasio
pakan dan suhu ekstrusi yang signifikan.
Pengaruh ekstrusi pada in vitro protein cerna sorgum menunjukkan bahwa berbagai
kecepatan screw dan kadar air tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap daya cerna
sorgum, tetapi suhu signifikan dalam meningkatkan kecernaan sorgum [54].
Dahlin dan Lorenz [55] meneliti efek ekstrusi pada kecernaan protein dari berbagai
biji-bijian sereal (sorgum, millet, quinoa, gandum, rye, dan jagung). Ketika ekstrusi
kelembaban pakan menurun dari 25 menjadi 15% peningkatan kecernaan protein langsung
diamati. Ditemukan bahwa kecepatan sekrup dari 100 rpm dan suhu produk dari 150 C
ditingkatkan dalam cerna protein in vitro serta dipelajari semua sereal.
Ekstrusi dari campuran yoghurt-gandum pada kadar air 43% tidak menunjukkan
penurunan invitro protein cerna, hingga suhu laras 120 C dan sekrup kecepatan 300 rpm [56].
Selain kerugian lisin dan penurunan kecernaan protein, warna produk ekstrusi adalah
indikasi lain dari sejauh mana reaksi Maillard. Sebuah korelasi yang ditemukan antara tingkat
kematangan tepung terigu yang diekstrusi dan total sampel lisin [52]. Hal itu pun menemukan
bahwa ada korelasi positif antara nilai pemburu L untuk berbasis gandum sereal sarapan dan
dicerna protein in vitro Juga tersedia lisin [57].
13.3.2.2 Serat Makanan
Berbagai perubahan polisakarida dalam dinding sel tumbuhan selama proses pemasakan yang
diakibatkan perlakuan fisikokimia terhadap serat makanan yang juga apat berefek pada
kandungan nutrisi. Beberapa penelitian mengkji tentang perubahan serat makanan selama
ekstrusi yang telah dipublikasikan, namun penelitian-penelitian tersebut sering menemui
masalah akibat sumber serat yang digunakan dan kategori serat yang dianalisis.
Dilaporkan bahwa pengolahan dengan cara ekstrusi meningkatkan total serat dalam
sereal akibat pembentukan resistant starch [58]. Pada sayuran, panas dan solubilitas moistur
dan degradasi kandungan pektat [59] berpengaruh terhadap penurunan kandungan serat.
Sanberg et al. [60] menemukan bahwa pengolahan ekstrusi tidak mengubah
kandungan serat makanan hasil ekstrusi dari produk padi dibandingkan dengan produk tanpa
ekstrusi. Namun, ditemukan bahwa pulp jeruk kehilangan banyak serat makanan selama
proses ekstrusi [61]. Total serat makanan pulp jeruk menurun pada temperatur barel yang
tinggi dan kadar air rendah dengan kecepatan screw konstan pada 160 rpm. Penulis
menemukan bahwa proses ekstrusi memodofikasi komponen serat menghasilkan penurunan
serat makanan tidak larut dan peningkatan serat makanan terlarut.

E k s t r u s i | 445

Proses ekstrusi diharapkan dapat memutuskan ikatan glikosidik pada polisakarida


total serat makanan yang membentuk oligosakarida sehingga meningkatkan kadar serat
makanan terlarut [62]. Jika terbentuk bagian yang memiliki massa molekul kecil, akan
menyebabkan penyimpangan nilai kandungan serat total [63]. Peningkatan kandungan serat
tidak larut telah diamati pada beberapa pengolahan dengan cara ekstrusi [64]. Hal tersebut
menjadi dasar proses gelatinisasi dan degradasi yang terjadi selama pengubahan bahan
menjadi bentuk polisakarida yang tidak terurai seperti resistant starch.
Pengaruh pengolahan dengan cara ekstrusi terhadap tingkat total serat makanan
pada produk snack yang dihasilkan dari bahan pangan, seperti biji gandum untuk pembuatan
bir (brewer) dan garnish kubis merah, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan
total serat yang signifikan [65]. Kelembaban bahan awal meningkat 12% hingga 15%,
kemungkinan akibat pembentukan resistant starch. Hasil yang sama dilaporkan oleh
stergard et al. [66] dimana kandungan total serat makanan dari gandum meningkat saat
ekstrusi, disertai oleh penurunan kadar pati total, mungkin karena terbentuk komponen pati
yang tidak dapat dicerna. Kemudian, Vasanthan et al. [67] melaporkan bahwa pengolahan
dengan cara ekstruksi meningkatkan total serat dari tepung gandum, terutama disebabkan
oleh perubahan serat tidak larut menjadi serat makanan yang larut, sebagaimana
pembentukan resistant starch dan enzim glucans resistant yang sulit dicerna. Esposito et al.
[68] telah menguji proses ekstrusi untuk mengevaluasi kemungkinan meningkatnya jumlah
serat larut dalam produk ekstruksi dengan cara membuat dedak dari durum gandum.
Ditemukan bahwa ekstrusi tidak mempengaruhi jumlah serat larut tapi meningkat serat tidak
larut. Ainsworth et al. [40] menemukan bahwa perubahan kecepatan screw antara 100 hingga
300 rpm tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan total serat. Namun, menjadi catatan
bahwa peningkatan kecepatan screw menyebabkan berkurangnya resistant starch akibat
modifikasi molekul pati oleh efek shear pada kecepatan screw yang lebih tinggi.
13.3.2.3 Vitamin
Retensi vitamin akibat pengolahan dengan cara ekstrusi umumnya menurun seiring dengan
peningkatan temperatur, peningkatan kecepatan screw, penurunan kadar air, penurunan
throughput, pengecilan diameter die, dan peningkatan energi masukan spesifik [69].
Stabilitas tiamin, riboflavin, dan niasin selama ekstrusi tepung kedelai full-fat telah
dipelajari [70, 71]. Perbedaan suhu barel atau drum dengan suhu air yang berisi bahan awal
(feed) pada rentang waktu satu menit tidak mempengaruhi riboflavin dan niasin. Namun,
menyebabkan hilangnya beberapa tiamin pada kadar air tinggi (> 15%), suhu barel tinggi (>
153 C), dan lama perlakuan (> 1 menit).
Retensi tiamin dan riboflavin dalam grit (bulir) tepung jagung selama ekstrusi telah
diteliti [72]. Rata-rata retensi tiamin adalah 54 dan 92% untuk riboflavin. Ditemukan bahwa
kadar air (13-16%) tidak memberi pengaruh terhadap stabilitas tiamin. Degradasi tiamin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan kecepatan screw. Sedangkan degradasi
riboflavin meningkat dengan peningkatan kadar air dan peningkatan kecepatan screw.
Tiamin yang hilang selama proses ekstrusi potato flakes pada interval temperatur
barel dan kecepatan screw tertentu, beda rasio kompresi dan diameter die, dan kadar air 20%

E k s t r u s i | 446

telah diteliti [25]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiamin yang hilang tidak lebih dari
15% selama proses.
Penelitian mengenai pengaruh kadar air terhadap ketahanan tiamin dalam potato
flakes selama proses ekstrusi menujukkan bahwa pada kadar air 25-29%, retensi tiamin
berada pada interval 22-97% [73]. Retensi melemah pada kadar air rendah.
Tiamin yang hilang pada produk kacang-kacangan hasil ekstrusi meningkat pada
temperatur ekstrusi (93-165 C), pH (6.2-7,4), dan kecepatan screw (10-200 rpm) telah diteliti
[74]. Retensi tiamin meningkat pada kadar air yang lebih tinggi (30-45%).
Efek throughput dan kadar air terhadap stabilitas tiamin, riboflavin, B6, B12, dan
asam folat selama proses ekstrusi flat bread menunjukan bahwa kestabilan vitamin dapat
dioptimalkan dengan meningkatkan throughput dan kadar air [75].
Guzman-Tello dan Cheftel [76] meneliti kestabilan tiamin sebagai indikator dari
intensitas proses termal selama pengolahan dengan cara ekstrusi. Mereka menemukan bahwa
retensi tiamin menurun dari 88,5 menjadi 57,5% ketika suhu produk meningkat dari 131
menjadi 176C dengan parameter ekstrusi lainnya tetap konstan. Selain itu, tiamin dapat
dipertahankan dengan meningkatkan kadar air (14-28,5% basis basah), sedangkan kecepatan
screw yang lebih tinggi (125 dan 150 rpm) menyebabkan kehilangan tiamin lebih tinggi.
Pada kecepatan screw hingga 300 rpm dengan suhu barel 120C, tidak teramati
tiamin dan riboflavin yang hilang selama ekstrusi campuran yoghurt-gandum dengan kadar
air 43% [56].
Meskipun sistem ekstrusi dapat mempertahankan kandungan vitamin dengan baik,
produsen makanan seringkali melakukan fortifikasi vitamin pada akhir proses ekstrusi dengan
cara dusting, enrobing, spraying, atau coating.
Penelitian mengenai ketahanan vitamin pada produk ekstrusi sebagian besar
berpusat pada vitamin B dan sebagian kecil vitamin lain. Lorenz dan Jansen [77] meneliti
tentang ekstrusi campuran jagung/kedelai, ditemukan bahwa sangat mungkin untuk
mempertahankan kadar vitamin C hingga 80% sebagai vitamin yang paling banyak hilang
selama penyimpanan ekstrudat berikutnya. Kehilangan asam askorbat selama ekstrusi potato
flakes telah diteliti [73] antara 14 dan 68%, dengan retensi terbaik pada kadar air tinggi
(59%) dan suhu barel rendah (70 C). Namun, pada temperatur barel tinggi dan kadar air
rendah (10%), kandungan asam askorbat dalam tepung hasil ekstrusi menurun [78]. Pengaruh
suhu barel (75-150C) dan kecepatan screw (100-300 rpm) terhadap ketahanan asam askorbat
dalam beras-basis ekstrudat telah diteliti [79]. Pada semua kecepatan screw, kehilangan asam
askorbat terjadi dengan meningkatnya suhu barel. Ketahanan asam askorbat bervariasi antara
56 hingga 79%, dengan ketahanan terbesar pada kecepatan screw dan suhu barel rendah.
13.3.2.4 Mineral
Sangat sedikit penelitian yang membahas tentang perubahan mineral selama ekstrusi. Mineral
dapat stabil pada proses pemanasan dan cenderung tidak berubah selama ekstrusi.
Peningkatan kandungan besi dengan cara meningkatkan kecepatan screw dan suhu telah
dibuktikan pada proses ekstrusi potato flakes [73] dan hal ini telah dikaitkan dengan
penggunaan screw extruder [80]. Pada tepung beras ekstrusi menunjukkan peningkatan
kandungan besi dibandingkan dengan tepung tanpa ekstrusi [79]. Peningkatan kecepatan
screw pada setiap suhu menunjukkan peningkatan kandungan besi ekstrudat. Namun, suhu

E k s t r u s i | 447

yang terus dinaikkan dengan berbagai kecepatan screw menyebabkan bahan yang telah
diekstrusi menjadi lebih cair dan kurang abrasif di alam.
13.3.3 Pembentukan Flavor dan Ketahanannya selama Ekstrusi
Banyak flavor, atau komponen volatil dari flavor yang mudah terlepas ke atmosfer sebagai
keluaran ekstrudat dari die atau dapat juga terikat bersama pati dan protein selama ekstrusi.
Karena tingginya kehilangan, flavor seringkali ditambahkan setelah proses ekstrusi. Proses
penambahan flavor pada akhir ekstrusi memiliki banyak kelemahan, termasuk kesulitan
dalam pengaplikasian, kemungkinan kontaminasi, dan menggores lapisan kemasan atau
tangan konsumen. Berbagai penelitian terbatas mengenai kestabilan flavor pada ekstrusi telah
dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, namun seringkali terhambat akibat masalah
biaya. Pendekatan alternatif mengenai flavoring pada produk hasil ekstrusi dapat diatasi
dengan penambahan flavor yang bereaksi dengan campuran ekstrusi. Kondisi tersebut dapat
diaplikasikan selama ekstrusi karena reaksi dari prekursor menghasilkan senyawa flavor yang
diinginkan. Prekursor ini biasanya merupakan senyawa yang bereaksi membentuk
pencoklatan pada bahan dan flavor yang normal terjadi selama proses ekstrusi.
Dalam ekstrusi produk berbasis sereal, sebagian besar flavor dihasilkan oleh reaksi
pencoklatan non-enzimatis seperti karamelisasi, reaksi Maillard, dan dekomposisi oksidatif.
Kondisi suhu dan shear dari ekstruder mempengaruhi sifat fisik dan kimia yang berarti
sebagian pati dan protein dapat terdegradasi akibat reaksi pencoklatan non-enzimatis. Selain
itu, lipid (terutama lipid jenuh) mungkin mengalami degradasi termal menghasilkan senyawa
flavor tambahan.
Kajian mengenai senyawa volatil dan pembentukan warna dalam konsentrat whey
protein jagung sebagai produk hasil ekstrusi menunjukkan bahwa terdapat 71 senyawa volatil
dalam sampel dengan 68 di antaranya telah diidentifikasi [81]. Senyawa-senyawa tersebut
yaitu 12 Aldehida, 10 keton, 6 alkohol , 2 Ester, 6 aromatik, dan 10 hidrokarbon. Selain itu,
11 pyrazines, 4 Furan, 5 heterocyclics dan 2 senyawa belerang yang terisolasi. Menurut
penelitian tersebut, senyawa tersebut merupakan hasil reaksi Maillard dan merupakan faktor
yang sangat penting dalam mempengaruhi flavor dari produk jagung tersebut. Konsentrasi
pyrazines, furan, dan heterocyclics lainnya menunjukkan peningkatan seiring dengan
meningkatnya kandungan whey protein dalam ekstrudat.
Nair et al. [82] mengidentifikasi 91 senyawa dalam flash-off kondensat dan 56
senyawa dari headspace ekstrudat dari tepung jagung. Mereka berpendapat bahwa perbedaan
komposisi kedua sampel merupakan akibat dari volatilitas senyawa terhadap air. Selain itu,
penelitian tersebut juga mengidentifikasi sejumlah senyawa yang terbentuk di ekstrudat
selama ekstrusi, disimpulkan bahwa flash-off pada die masih merupakan masalah utama pada
proses flavoring pada produk ekstrusi.
Efek suhu produk, kadar air, dan waktu tinggal terhadap aroma volatil yang
dihasilkan selama ekstrusi tepung jagung telah diteliti oleh Bredie et al. [83]. Hasilnya
menunjukkan bahwa suhu rendah dan kadar air tinggi dapat meningkatkan produksi senyawa
volatil yang juga berpengaruh terhadap degradasi lipid. Peningkatan suhu dan waktu tinggal

E k s t r u s i | 448

dengan menurunkan kadar air dilakukan untuk meningkatkan produksi senyawa hasil reaksi
Maillard, sementara penurunan kandungan senyawa tersebut dapat dilakukan dengan
degradasi lipid.
Pengaruh pH terhadap senyawa volatil yang dibentuk dalam sistem pemodelan yang
mengandung pati gandum, lisin, dan glukosa menunjukkan bahwa total hasil maupun jumlah
senyawa yang terbentuk optimal pada pH 7,7 dibandingkan pada pH 4.0 dan 5.0, di mana
total hasil serupa [84]. Pada pH 7,7 senyawa volatil dari ekstrudat didominasi oleh pyrazine
yang memberikan sifat ekstrudat menjadi nutty, toasted, dan roasted. Modifikasi pH menjadi
4.0 atau 5.0 dapat mengurangi produksi pyrazine dan meningkatkan produksi 2-furfural dan
5-methylfurfural, yang menyumbang lebih dari 80% dari total senyawa volatil. Kehadiran
senyawa tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi pati berdasarkan
penambahan prekursor sumber karbohidrat selama ekstrusi. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa pengendalian flavor dan pengembangan warna dapat dilakukan dengan cara kontrol
yang baik terhadap kondisi selama proses pengolahan.
Sebuah panel sensorik (trained sensory) dapat digunakan untuk mempelajari profil
aroma yang dihasilkan ekstrudat dari tepung terigu dan pati gandum yang telah difortifikasi
dengan campuran sistein, glukosa, dan xilosa [85], 24 jenis kosakata mengenai aroma telah
dikembangkan dengan 17 jenis di antaranya berbeda signifikan terhadap sampel. Hasilnya
mengindikasikan bahwa ekstrusi terigu mengakibatkan ekstrudat menghasilkan aroma seperti
biscuity, cornflakes, sweet, dan cooked milk. Penambahan sistein dan glukosa
menghasilkan perbedaan besar dalam aroma seperti aroma sereal popcorn, nutty/roasted,
dan puffed wheat yang mendominasi. Campuran sistein/xilosa meningkatkan aroma sulfur
dengan aroma seperti garlic-like, onion like, rubbery, dan sulfury, serta aroma
yang kurang diharapkan yaitu acrid/burnt, sharp/acidic dan stale cooking oil.
Penelitian yang lebih ekstensif menggunakan pati gandum, sistein-xilosa, dan
glukosa yang diekstrusi pada rentang pH dan temperatur die telah dilakukan [86]. Ekstrudat
disiapkan dengan menggunakan glukosa yang lebih mendeskripsikan aroma biscuity dan
nutty, sedangkan xilosa mendeskripsikan aroma meaty atau onion-like. Berdasarakan
hasil analisis, ditemukan 80 jenis senyawa dalam ekstrudat. Senyawa yang terbentuk
umumnya lebih banyak dari ekstrudat yang berasal dari xilosa dibandingkan dengan
menggunakan glukosa, pada kondisi yang sama selama proses. Peningkatan pH dan
temperatur dapat meningkatkan senyawa yang terbentuk. Pyrazine dan thiophene merupakan
senyawa yang paling banyak teridentifikasi. Hasil analisis ekstrudat menggunakan glukosa
menunjukan senyawa sulfur alifatik dan tiazol membentuk aroma yang kuat, sementara
penggunaan xilosa meningkatkan kandungan nonsulfur dan sulfur yang mengandung gugus
furan.
Acuan
1. Hsieh, F. 1992. Extrusion and extrusion cooking. Dalam: Encyclopedia of Food
Science and Technology. ed. Y.H. Hui. John Wiley & Sons. Inc: New York. Hal. 795
800.

E k s t r u s i | 449

2. Harper, J.M. 1989. Food extruders and their applications. Dalam: Extrusion Cooking.
ed. C. Mercier, P. Linko, dan J.M. Harper. AACC: St Paul. MN Hal. 116.
3. Lanz, R. 1983. Successful multi-component, continuous-extruder feeding dalam
Progress in Food Engineering. ed. C. Canterelli dan C. Peri. Forster: Kisnacht. Hal.
625629.
4. Janssen, L.P.B.M. 1993. Extrusion cooking principles and practice. Dalam:
Encyclopedia of Food Science Food Technology and Nutrition. ed. R. Macrae, R.K.
Robinson, dan M.J. Sadler. Academic Press: London. Hal. 17001705.
5. Cheftel, J.C. 1986. Nutritional effects of extrusion cooking. Food Chem. 20.
Hal.263283.
6. Heldman, D.R. dan Hartel, R.W. 1997. Principles of Food Processing. Chapman dan
Hall: New York.
7. Frame, N.D. 1994. Operational characteristics of the co-rotating twin-screw extruder.
Dalam: The Technology of Extrusion Cooking. ed. N.D. Frame. Blackie Academic and
Professional: Glasgow. Hal. 151.
8. Harper, J.M. 1990. Extrusion of foods. Dalam: IFT Symposium Series: Biotechnology
and Food Process Engineering. ed. H.G. Schwartzberg dan M.A. Rao. Marcel
Dekker: New York. Hal. 295308.
9. Harper, J.M. .1986. Processing characteristics of food extruders. Dalam: Food
Engineering and Process Applications, Unit Operations, vol. 2. ed. M.L. Maguer dan
P. Jelem. Elsevier Applied Science: London. Hal. 101114.
10. Jager, T., van Zuilichem, D.J., dan Stolp, W. 1992. Residence time distribution, mass
ow, and mixing in a co-rotating twin-screw extruder. Dalam: Food Extrusion
Science and Technology. ed. J.L. Kokini, C. Ho, dan M.V. Karwe. Marcel Dekker:
New York. Hal. 7178.
11. Dziezak, J.D. 1989. Single- and twin-screw extruders in food processing. Food
Technol.: 43. 163174.
12. Harper, J.M. 1992. A comparative analysis of single and twin screw extruders. Dalam:
Food Extrusion Science and Technology. ed. J.L. Kokini, C. Ho, dan N.V. Karwe.
Marcel Dekker: New York. hal. 139148.
13. Anderson, R.A., Conway, H.F., Pfeifer, V.F., dan Grifn, E.L. 1969. Gelatinization of
corn grits by roll- and extrusion-cooking. Cereal Sci. Today. 14. 112.
14. Mercier, C. dan Feillet, P. .1975. Modication of carbohydrate components by
extrusion cooking of cereal products. Cereal Chem., 52. 283297.
15. Lawton, B.T., Henderson, G.A., dan Derlatka, E.J. 1972. The effects of extruder
variables on the gelatinization of corn starch. Can.J. Chem. Eng., 50. 168173.
16. Mercier, C. 1997. Effect of extrusion-cooking on potato starch using a twin screw
french extruder. Staerke. 29. 4852.
17. Chiang, B.Y. dan Johnson, J.A. 1977. Gelatinization of starch in extruded products.
Cereal Chem., 54. 436443.
18. Ibanoglu, S., Ainsworth, P., dan Hayes, G.D. 1996. Extrusion of tarhana: effect of
operating variables on starch gelatinization. Food Chem., 57. 541544.
19. Kim, J.C. dan Rottier, W. 1980. Modication of aestivum wheat semolina by
extrusion. Cereal Foods World. 24. 6266.
20. Gomez, M.H. dan Aguilera, J.M. 1983. Changes in the starch fraction during
extrusion cooking of corn. J. Food Sci., 48. 378381.
21. Colonna, P., Doublier, J.L., Melcion, J.P., Monredon, F., dan Mercier, C. 1984.
Physical and functional properties of wheat starch after extrusion cooking and drum
drying. Dalam: Thermal Processing and Quality of Foods. ed. P. Zeuthen, J.C.

E k s t r u s i | 450

Cheftel, C. Eriksson, M. Jul, H. Leniger, P. Linko, G. Varela, dan G. Vos. Elsevier


Applied Science: London. hal. 96112.
22. Davidson, V.J., Paton, D., Diosady, L.L., dan Larocque, G. (1984) Degradation of
wheat starch in a single-screw extruder: characterization of extruded starch polymers.
J. Food Sci., 49, 453459
23. Wen, L.F., Rodis, P., dan Wasserman, B.P. 1990. Starch fragmentation and protein
insolubilization during twin-screw extrusion of corn meal. Cereal Chem., 67. 268
275.
24. Bhattacharya, M. dan Hanna, M.A. 1987. Textural properties of extrusion-cooked
corn starch. Lebensm. Wiss. Technol., 20. 195201.
25. Maga, J.A. dan Cohen, M.R. 1978. Effect of extrusion parameters on certain sensory,
physical and nutritional properties of potato akes. Lebensm. Wiss. Technol., 11. 195
197.
26. Hsieh, F., Mulvaney, S.J., Huff, H.E., Lue, L., dan Brent, J. 1989. Effect of extrusion
parameters on certain sensory, physical and nutritional properties of potato akes.
Lebensm. Wiss. Technol., 22. 204207.
27. Fletcher, S.I., Richmond, P., dan Smith, A.C. 1985) An experimental study of twinscrew extrusion-cooking of maize grits. J. Food Eng., 4. 291312.
28. Guy, R.C.E. 1994. Raw materials for extrusion cooking processing. Dalam: The
Technology of Extrusion Cooking. ed. N.D. Frame. Blackie Academic and
Professional: Glasgow. hal. 5272.
29. Martinez-Serna, M., Hawkes, J., dan Villota, R. 1990. Extrusion of modied and
natural whey proteins in starch-based systems. Dalam: Engineering and Food:
Advanced Processes, vol. 3. ed. W.E.L. Spiess and H. Schubert. Elsevier Applied
Science: London. hal. 346365
30. Colonna, P. dan Mercier, C. 1983. Macromolecular modications of manioc starch
components by extrusion cooking with and without lipids. Carbohydr. Polym., 3. 87
108.
31. Liu, Y., Hsieh, F., Heymann, H., dan Huff, H.E. 2000. Effect of process conditions on
the physical and sensory properties of extruded oat-corn puff. J. Food Sci., 65. 1253
1259.
32. Kumagai, H., Lee, B.H., dan Yano, T. 198. Flour treatment to improve the quality of
extrusion-cooked rice our products. J. Agric. Biol. Chem., 51. 20672071.
33. Jin, Z., Hsieh, F., dan Huff, H.E. 1994. Extrusion cooking of corn meal with soya
ber, salt and sugar. Cereal Chem., 71. 227234.
34. Ryu, G.H., Neumann, P.E., dan Walker, C.E. 1993. Effects of some baking ingredients
on physical and structural properties of wheat our extrudates. Cereal Chem., 70.
291297.
35. Fan, J., Mitchell, J.R., dan Blanshard, J.M.V. 1996. The effect of sugars on the
extrusion of maize grits II. Starch conversion. Int.J. Food Sci. Technol., 31. 6776.
36. Carvalho, C.W.P. dan Mitchell, J.R. 2000. Effect of sugar on the extrusion of maize
grits and wheat our. Int.J. Food Sci. Technol., 35. 569576.
37. Martianez-Tomea, M., Murcia, A., Frega, N., Ruggieri, S., Jimea, A., Roses, F., dan
Parras, P. 2004. Evaluation of antioxidant capacity of cereal brans. J. Agric. Food
Chem., 52. 46904699.
38. Yanniotis, S., Petraki, A., dan Soumpasi, E. 2007. Effect of pectin and wheat bers on
quality attributes of extruded cornstarch. J. Food Eng., 80. 594599.
39. Baik, B.K., Powers, J., dan Nguyen, L.T. 2004. Extrusion of regular and waxy barley
for production of expanded cereals. Cereal Chem., 81. 9499.

E k s t r u s i | 451

40. Ainsworth, P., Ibanoglu, S., Plunkett, A., Ibanoglu, E., dan Stojceska, V. 2007. Effect
of brewers spent grain addition and screw speed on the selected physical and
nutritional properties of an extruded snack. J. Food Eng., 81. 702709.
41. Stojceska, V., Ainsworth, P., Plunkett, A., dan Ibanoglu, S. 2008. The recycling of
brewers processing by-product into ready-to-eat snacks using extrusion technology. J.
Cereal Sci., 47. 469479.
42. Stojceska, V., Ainsworth, P., Plunkett, P., Ibanoglu, E., dan Ibanoglu, S. 2008.
Cauliower by-products as a new source of dietary bre, antioxidants and proteins in
cereal based ready-to-eat expanded snacks. J. Food Eng., 87. 554563.
43. Grenus, K.M., Hsieh, F., dan Huff, H.E. 1993. Extrusion and extrudate properties of
rice our. J. Food Eng., 18. 229245.
44. Bjorck, I. and Asp, N.G. 1983. The effects of extrusion cooking on nutritional value- a
literature review. J. Food Eng., 2. 281308.
45. Asp, N.G. dan Bjorck, I. 1989. Nutritional properties of extruded foods. Dalam:
Extrusion Cooking. ed. C. Mercier, P. Linko, dan J.M. Harper. American Association
of Cereal Chemists: St Paul. MN. hal. 399434.
46. Alonso, R., Aguirre, A., dan Marzo, F. 2000. Effects of extrusion and traditional
processing methods on antinutrients and in vitro digestibility of protein and starch in
feba and kidney beans. Food Chem., 68. 159165.
47. Phillips, R.D. 1989. Effect of extrusion cooking on the nutritional quality of plant
proteins. Dalam: Protein Quality and the Effect of Processing. ed. R.D. Phillips dan
J.W. Finley. Marcel Dekker: New York. hal. 219246.
48. Camire, M.E., Camire, A., dan Krumhar, K. 1990. Chemical and nutritional changes
in foods during extrusion. Crit. Rev. Food Sci. Nutr., 29. 3557.
49. Bjorck, I., Asp, N.G., dan Dahlqvist, A. 1984. Protein nutritional value of extrusioncooked wheat ours. Food Chem., 15. 203214.
50. Noguchi, A., Mosso, K., Aymard, C., Jeunink, J., dan Cheftel, J.C. 1982. Protein
nutritional value of extrusion-cooked wheat ours. Lebensm. Wiss. Technol., 15. 105
110
51. Bhattacharya, M. dan Hanna, M.A. 1988. Extrusion processing to improve nutritional
and functional properties of corn gluten. Lebensm. Wiss. Technol., 21. 2024.
52. Bjorck, I., Matoba, T., dan Nair, B.M. 1985. In-vitro enzymatic determination of the
protein nutritional value and the amount of available lysine in extruded cereal-based
products. Agric. Biol. Chem., 49. 945951.
53. Bhattacharya, S., Das, H., dan Bose, A.N. 1988. Effect of extrusion process variables
on in vitro protein digestibility of sh-wheat our blends. Food Chem., 28. 225231.
54. Fapojuwo, O.O., Maga, J.A., dan Jansen, G.R. 1987. Effect of extrusion cooking on in
vitro protein digestibility of sorghum. J. Food Sci., 52. 218219.
55. Dahlin, K. dan Lorenz, K. 1993. Protein digestibility of extruded cereal grains. Food
Chem., 48. 1318.
56. Ibanoglu, S., Ainsworth, P., dan Hayes, G.H. 1997. In vitro protein digestibility and
content of thiamine and riboavin in extruded tarhana, a traditional turkish cereal
food. Food Chem., 58. 141144.
57. McAuley, J.A., Kunkel, M.E., dan Acton, J.C. 1987. Relationships of available lysine
to lignin, color and protein digestibility of selected wheat-based breakfast cereals. J.
Food Sci., 52. 15801582.
58. Englyst, H.N., Bingham, S.A., Runswick, S.A., Collinson, E., dan Cummings, J.H.
1989. Dietary bre (non-starch polysaccharides) in cereal products. J. Hum. Nutr.
Diet., 2, 253271.

E k s t r u s i | 452

59. Anderson, N.E. dan Clydesdale, F.M. 1986. Effects of processing on the dietary bre
content of wheat bran, pureed green beans and carrots. J. Food Sci., 45. 15331537.
60. Sandberg, A.S., Andersson, H., Kivisto, B., dan Sandstrom, B. 1986. Extrusion
cooking of high-bre cereal product. Br.J. Nutr., 55. 245254.
61. Larrea, M.A., Chang, Y.K., dan Bustos, F.M. 2005. Effect of some operational
extrusion parameters on the constituents of orange pulp. Food Chem., 89. 301308.
62. Lue, S., Hsieh, F., dan Huff, H.E. 1991. Extrusion cooking of corn meal and sugar
beet ber: effects on expansion properties, starch gelatinization, and dietary ber
content. Cereal Chem., 68. 227234.
63. Nyman, M. 1995. Effects of processing on dietary bre in vegetables. Eur.J. Clin.
Nutr., 49. S215S218.
64. Unlu, E. and Faller, F. 1998. Formation of resistant starch by a twin-screw extruder.
Cereal Chem., 75. 346350.
65. Stojceska, V., Ainsworth, P., Plunkett, A., dan Ibanoglu, S. 2009. The effect of
extrusion cooking using different water feed rates on the quality of ready-to-eat
snacks made from food by-products. Food Chem., 114. 226232.
66. stergard, K., Bjorck, I., dan Vainionp aa, J. 1989. Effects of extrusion cooking on
starch and dietary bre in barley. Food Chem., 34. 215227.
67. Vasanthan, T., Gaosong, J., Yeung, J., dan Li, J. 2002. Dietary bre prole of barley
our as affected by extrusion cooking. Food Chem., 77. 3540.
68. Esposito, F., Arlotti, G., Bonifati, A.M., Napolitano, A., Vitale, D., dan Fogliano, V.
2005. Antioxidant activity and dietary bre in durum wheat bran by-products. Food
Res. Int., 38. 11671173.
69. Killeit, U. 1994. Vitamin retention in extrusion cooking. Food Chem., 49. 149155.
70. Mustakas, G.C., Grifn, E.L., Alien, L.E., dan Smith, O.B. 1964. Production and
nutritional evaluation of extrusion cooked full fat soybean our. J.Am. Oil Chem.
Soc., 41. 607615.
71. Mustakas, G.C., Albreeth, W.J., Bookwalter, G.N., McGhee, J.E., Kwolek, F., dan
Grifn, E.L. 1970. Extruder processing to improve nutritional quality, avour and
keeping quality of full fat soy our. Food Technol., 24. 12901296.
72. Beetner, G., Tsao, T., Frey, A., dan Harper, J.M. 1974. Degradation of thiamine and
riboavin during extrusion processing. J. Food Sci., 39. 207208.
73. Maga, J.A. dan Sizer, C.E. 1978. Ascorbic acid and thiamine retention during
extrusion of potato akes. Lebensm. Wiss. Technol., 11. 192194.
74. Pham, C.B. dan Rosario, R.R. 1986. Studies on the development of texturized
vegetable products by the extrusion process. III. Effects of processing variables on
thiamine retention. J. Food Technol., 21. 569576.
75. Millauer, C., Wiedmann, W.M., dan Killeit, U. 1984. Inuence of extrusion
parameters on the vitamin stability. Dalam: Thermal Processing and Quality of Foods.
ed. P. Zeuthen, J.C. Cheftel, C. Eriksson, M. Jul, H. Leniger, P. Linko, G. Varela, dan
G. Vos. Elsevier Applied Science: London. hal. 208213.
76. Guzman-Tello, R. dan Cheftel, J.C. 1987. Thiamine destruction during extrusion
cooking as an indication of the intensity of thermal processing. Int.J. Food Sci.
Technol., 22. 549562.
77. Lorenz, K.dan Jansen, G.R. 1980. Nutrient stability of full-fat soy our and corn-soy
blends produced by low-cost extrusion. Cereal Foods World, 25. 161172.
78. Andersson, Y. dan Hedlund, B. 1990. Extruded wheat our: correlation between
processing and product quality parameters. Food Qual. Prefer., 2. 201216.

E k s t r u s i | 453

79. Plunkett, A. dan Ainsworth, P. 2007. The inuence of barrel temperature and screw
speed on the retention of L-ascorbic acid in an extruded rice based snack product. J.
Food Eng., 78. 11271133.
80. Alonso, R., Rubio, L.A., Muzquiz, M., adan Marzo, F. 2001. The effect of extrusion
cooking on mineral bioavailability in pea and kidney bean seed meals. Anim. Feed
Sci. Technol., 94. 113.
81. Bailey, M.E., Gutheil, R.A., Hsieh, F., Cheng, C., dan Gerhardt, K.O. 1994. Maillard
reaction volatile compounds and color quality of a whey protein concentrate-corn
meal extruded product. Dalam: Thermally Generated Flavours: Maillard, Microwave
and Extrusion Processes. ACS Symposium Series, vol. 543. ed. T.H. Parliment, M.J.
Morello, and R.J. Mc.Gorrin. American Chemical Society: Washington, DC. hal. 315
327.
82. Nair, M., Shi, Z., Karwe, M., Ho, C.T., dan Daun, H. 1994. Collection and
characterisation of volatile compounds released at the die during twin screw extrusion
of corn our. Dalam: Thermally Generated Flavours: Maillard, Microwave and
Extrusion Processes. ACS Symposium Series, vol. 543. ed. T.H. Parliment, M.J.
Morello, dan R.J. McGorrin. American Chemical Society: Washington, DC. hal. 334
347.
83. Bredie, W.L.P., Mottram, D.S., dan Guy, R.C.E. 1998. Aroma volatiles generated
during extrusion cooking of maize our. J. Agric. Food Chem., 46. 14791487.
84. Ames, J.M., Defaye, A.B., dan Bates, L. 1997. The effect of pH on the volatiles
formed in an extruded starch-glucose-lysine model system. Food Chem., 58. 323327.
85. Bredie, W.L.P., Hassell, G.M., Guy, R.C.E., dan Mottram, D.S. 1997. Aroma
characteristics of extruded wheat our and wheat starch containing added cysteine
and reducing sugars. J. Cereal Sci., 25. 5763.
86. Ames, J.M., Guy, R.C.E., dan Kipping, G.L. 2001. The effect of ph and temperature
on the formation of volatile compounds in cysteine/reducing sugar/starch mixtures
during extrusion cooking. J. Agric. Food Chem., 49. 18851894.

Anda mungkin juga menyukai