Anda di halaman 1dari 51

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Sejarah Industri Gula Putih Dunia

Pada awal kehidupan manusia atau pada zaman manusia masih


primitif, rasa mania sudah digunakan sebagai indikator untuk
memilih bahan makanan yang saat itu langsung didapat dari
alam sekitarnya. Mereka percaya bahwa rasa manis
menunjukkan makanan tersebut tidak beracun, sebaliknya bahan
makanan yang rasanya pahit menunjukkan bahwa makanan
tersebut mengandung racun.

Perkembangan berikutnya, ditemukan madu lebah sebagai bahan


pemanis pertama yang didapat dari alam. Madu kemudian
diketahui merupakan campuran sukrosa, glukosa, fruktosa, dan
air. Berikutnya diketahui ternyata sukrosa juga terkandung dalam
ribuan sumber alam yang lain, seperti buah-buahan, umbi-
umbian, tanaman palma, shorgum dan sebagainya. Walaupun
telah ditemukan berbagai macam pemanis, baik yang alami
seperti sirup glukosa, high fructose sirup, gula merah, gula semut
dan seterusnya maupun pemasin buatan/sintetis seperti
siklamat, sakarin dan sebagainya, namun sukrosa dalam
keadaan murni atau yang lebih dikenal dengan gula putih
diproduksi lebih luas dan lebih banyak dibandingkan bahan
pemanis lainnya (Birch dan Parker, 1978).

Gula putih yang sering disebut dengan gula pasir atau gula
kristal merupakan salah satu jenis gula yang ada di pasaran dan
biasa kita konsumsi sehari-hari. Sama dengan jenis gula lain
(gula merah, gula cair), gula putih ini juga mempunyai fungsi
utama ebagai pemanis. Dilihat dari tingkat kemurniannya, gula

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


2

putih termasuk bahan yang paling murni dalam industri pangan,


yaitu merupakan lebih dari 97% sakarosa.

Teknologi pembuatan gula putih yang ada pada saat ini tentunya
tidak begitu saja ditemukan dalam keadaan seperti ini, tetapi
diawali oleh penemuan-penemuan secara bertahap. Kalau kita
lihat sejarah, umumnya dipercayai bahwa tanaman tebu
ditemukan pertama kali di Hindia pada abad ke-4, tercatat di
legenda Budha. Saat itu tanaman tebu belum dibudidayakan,
tetapi sudah dimanfaatkan selama beraabad-abad untuk diambil
airnya yang manis dengan cara mengunyah batangnya.
Berikutnya pada abad ke-5 di Persia ditemukan semacam gula-
gula (bentuk padat). Pada abad ke-9 sampai ke-10 mulai
didirikan industri gula komersial. Tanaman tebu kemudian
disebarkan oleh orang aArab ke Afrika Utara dan Eropa. Pada
saat yang sama tanaman tebi dibawa ke Jawa dan Philipina oleh
orang China. Colombus mengenalkan gula tebu ke Amerika pada
tahun 1494 dan pada tahun 1600 produksi Raw Sugar di Amerika
(tropis) terbesar di dunia. Industri Refinery Sugar mulai
bermunculan di Jerman, Perancis, dan Inggris pada abad ke-16,
namun Industri Refinery modern muncul di Inggris pada awal
abad ke-19. Industri gula beet secara komersial dimulai pada
pertengahan abad ke-18 (Spencer dan Meade, 1965).

Demikian juga produksi dan konsumsi gula pasir juga


berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,
meningkatnya jumlah industri baik industri pangan maupun
industri farmasi yang banyak menggunakan gula pasir serta
meningkatnya taraf hidup terutama di negara-negara sedang
berkembang. Menurut proyeksi FAO, jumlah permintaan akan
melampaui 160 juta ton pada tahun 2015 dan lebih dari 190 juta
ton pada tahun 2030 atau meningkat 2 juta ton setahun. Di
samping gula sebagai bahan makana dan pemais, gula akan

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


3

semakin banyak digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai


macam produk, mulai dari surfactant biodegradable plstic.

I.2. Perkembangan Industri Gula Putih Indonesia

Perkembangan industri gula putih merupakan agroindustri


penting yang melibatkan sirkulasi uang yang besar, lahan yang
luas serta penyerapan tenaga kerja yang banyak. Tanah yang
digunakan pada umumnya harus cukup baik, berada pada
daerah yang cukup hujan serta mempunyai perbedaan musim
hujan dan kemarau yang nyata (Anonim, 2004).

Gambar 1. Pie chart: Penyebaran dan Kapasitas Produksi


Pabrik Gula di Indonesia, 2001

Dari data yang ditampiilkan pada pie chart diatas terlihat bahwa
sebagian besar industri gula putih lebih banyak terdapat di Jawa
Timur.

I.3. Perkembangan Mutu Gula Putih

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


4

Pengolahan tebu menjadi gula pada garis besarnya sama untuk


setiap pabrik yaitu melalui tahap-tahap: penebangan,
pemerahan, pemurnian, penguapan, kristalisasi, pengeringan,
dan pengemasan. Namun, mutu gula yang dihasilkan sangat
ditentukan oleh cara pemurnian yang digunakan. Dari cara
pemurnian yang berbeda akan dihasilkan mutu gula putih yang
berbeda.

Pada dasarnya mutu gula putih yang beredar di pasaran ada 3


jenis yaitu Raw Sugar, Super High Sucrose dan Refined Sugar.

Raw Sugar diperoleh dari proses pengolahan tebu yang


menggunakan metode pemurnian defikasi yaitu hanya
menggunakan bahan pembantu pemurnian kapur. Gula mutu
Raw Sugar mempunyai kemurnian yang relatif rendah, warna
kecoklatan dan tidak tahan lama disimpan. Warna kecoklatan
disebabkan permukaan sukrosa masih dilapisi oleh mulasses
yang mengandung gula invert/reduksi yang bersifat higroskopis
sehingga Raw Sugar akan lebih cepat menggumpal dan rusaj
oleh aktifitas mikroorganisme. Raw Sugar sebenarnya belum
layak untuk dikonsumsi langsung dan masih harus diproses
(Rafinasi) menjadi gula dengan mutu Refined Sugar.

Gula mutu Super High Sucrose diperoleh dari pengolahan tebu


dengan menggunakan metode pemurnian sulfitasi yaitu metode
pemurnian yang menggunakan bahan pembantu kapur dan sulfit.
Gula ini mempunyai kemurnian yang cukup tinggi, warna ptih
dan layak untuk dikonsumsi. Saat ini sebagian besar pabrik gula
di Indonesia menerapkan metode sulfitasi, karena gula yang
dihasilkan masih bisa diterima konsumen dan biaya produksi
tidak terlalu mahal dibandingkan bila menggunakan metode
karbonatasi.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


5

Gula mutu Refined Sugar diperoleh dengan proses rafinasi dari


Raw Sugar atau metode pemurniaan karbonatasi. Gula mutu ini
mempunyai kemurnian yang sangat tinggi, warna sangat putih
dan disukai oleh indutri makanan/minuman seperui industri sirup,
bakery, jelly dan sebagainya serta industri farmasi. Industri-
industri tersebut menuntut gula dengan kemurnian yang tinggi,
karena adanya bahan non gula walau dalam jumlah yang relatif
kecil bisa mempengaruhi flavor maupun warna produk yang
dihasilkan. Disamping industri, konsumen juga mulai menuntut
gula dengan kemurnian yang tinggi sehingga ada kecendrungan
perkembangan teknologi pengolahan gula di Indonesia mengarah
keproses rafinasi/semi rafinasi (Moerdokusumo, 1993).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


6

II. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

II.1. Tebu

Pada dasarnya bahan baku yang bisa digunakan untuk


pembuatan gula putih adalah cairan yang mengandung
gula/sukrosa cukup tinggi yang disebut nira, bisa nira tebu,
kelapa, aren, beet dan sebagainya. Namun, karena beberapa hal
perkembangan ekonomi, produktifitas dan sebagainya maka
sampai saat ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan
gula putih secara komersial di dunia adalah tebu dan bit.

Tebu (Saccharum officinarum L), tumbuh didaerah tropis dan sub


tropis yaitu daerah yang mempunyai perbedaan yang jelas
antara musim hujan dan musim kemarau. Kadar gula dalam tebu
kurang lebih 12 %, merupakan tanaman monoculture sehingga
biaya reklamasi tanah lebih mahal dibandingkan beet. Gula tebu
banyak diproduksi di Amerika , Asia, Australia dan Afrika.
Sedangkan beet merupakan tanaman yang berotasi dengan
cereal yang bisa mempersubur tanah sehingga biaya reklamasi
rendah, namun kandungan gulanya lebih rendah dibandingkan
dalam tebu yaitu hanya sekitar 7 %. Gula beet banyak diproduksi
di negara-negara Eropa dan sebagian Amerika.

Varietas tebu sangat banyak jumlahnya tetapi tidak semua


unggul. Varietas dapat dibedakan berdasarkan produktifitas,
kecepatan pemasakan dan lahan penanaman. Varietas unggul
adalah yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tingkat produktifitas gula tinggi, dapat diukur melalui bobot


dan atau rendemen yang tinggi.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


7

2. Produktivitas stabil

3. Mempunyai kemampuan yang tinggi untuk dikepras

4. Mempunyai toleransi tinggi terhadap hama penyakit

Berdasarkan kecepatan kemasakannya, tebu dikelompokkan


menjadi :

1. Tebu masak awal atau berumur pendek, yaitu kemasakan


optimal pada umur 10-11 bulan.

2. Tebu masak sedang, dengan kemasakan optimal pada umur


12-14 bulan.

3. Tebu masak akhir atau berumur panjang, dengan kemasak


optimal pada umur lebih dari 14 bulan (Asparno, 1989).

Tebu terdiri dari bagian akar, batang dan daun. Gula (sukrosa)
berada pada bagian batang dengan jumlah bervariasi 8 16%
dan sisanya adalah komponen bukan gula. Batang tebu bisa
mencapai panjang 6 meter dengan rata-rata 3 4 meter. Batang
tebuberbuku-buku, di antara buku terdapat ruas yang kuat. Di
dalam buku terdapat jaringan parenchim yang lunak,
mengandung sekitar 80% dari total gula. Sisa gula terdapat pada
bagian keras, yaitu kulit dan ruas. Kadar gula dari tiap buku
berlainan, semakin ke pucuk semakin rendah karena kemasakan
berasal dri bawah. Tebu muda mempunyai perbedaan kandungan
gula pada pucuk dan pengkal yang besar. Semakin tua tebu,
kadar gula pucuk semakin mendekati kadar gula bagian pangkal.
Tanaman tebu menjadi tua atau masak sekitar 12 16 bulan
tergantung varietasnya (Bahar, 1996).

Untuk megambil gula dalam tebu atau nira, maka nila harus
diperah dan dikeluarkan dari bagian tebu yang padat.
Selanjutnya untuk memperoleh kristal sukrosa, maka gula dalam

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


8

nira harus dipisahkan dari komponen-komponen lainnya


termasuk air. Jadi tugas pabrik gula adalah untuk memisahkan
gula murni dari komponen lainnya, sehingga bisa disebut
sebagaiusaha pemurnian.

II.2. Nira

Nira tebu merupakan hasil pemerahan/ekstraksi batang tebu


yang komposisinya disajikan pada Tabel 1. Bahan organik lainnya
yaitu termasuk protein, asam organik, pentosan, pektin, zat
warna dan lilin. Asam-asam organik yang terdapat dalam tebu
adalah asam glikolat, malat, suksinat dan dalam jumlah yang
lebih kecilmtannat, butirat, dan akonitat. Bahan organik meliputi
fosfat, klorat, sulfat, nitrat dan salisilat, Na, K, Ca, Mg, Al dan Fe.
Bahan bernitrogen meliputi albuminoid, amida, asam amino,
amonia serta basa xanthin.

Tabel 1. Komposisi Nira dan Tebu

Komponen (%) Tebu Nira

Air (%) 69 75 75 88

Sukrosa (%) 8 16 10 21

Gula reduksi (%) 0,5 2 0,3 3

Bahan Organik lain


0,5 1 0,5 1
(%)

Bahan Anorganik
0,2 0,6 0,2 0,6
(%)

Bahan
0,5 1 0,5 1
Bernitrogen(%)

Abu (%) 0,3 0,8 -

Serat (%) 10 16 -

Brix Total 10 16 12 23

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


9

Sumber: Nawansih, 2002

II.3. Sifat-sifat Nira

Nira yang terperah dari tebu berwarna coklat kehijauan


tergantung jenis tebunya dan keruh tergantung pada jumlah
kotoran tanah yang terbawa. Nira mempunyai sifat asam dengan
pH 4,0 5,5. Nira menjadi keruh karena adanya bermacam koloid
yaitu dispersi bahan-bahan halus yang sulit mengendap.
Pengandapan baru bisa terjadi bila kondisi larutan berubah.
Pemanasan atau pemberian bahan kimia bisa menyebabkan
terjadinya flokulasi dan kemudian koagulasi beberapa koloid.
Masing-masing koloid mempunyai pH karakteristik atau
isoelektrik untuk pengendapannya. Kekeruhan nira terjadi karena
koloid dari wax, protein, pentosan, gum, pati dan silika (Anonim,
2008).

II.4. Perlakuan Pratebang

Tebu yang sudah siap tebang di lahan bisa langsung ditebang


(tebu hijau) atau dibakar terlebih dahulu (tebu bakar). Maksud
dari pembakaran tersebut terutama adalah untuk menghilangkan
daun-daun tebu yang sudah kering, sehingga tebi manjadi lebih
bersih dan penebangan menjadi lebih mudah. Di samping itu
pembakaran juga bertujuan untuk mengusir binatang buas yang
mungkin ada di antara tanaman tebu tersebut.

Kedua cara tersebut masing-masing mempunyai kelemahan dan


kelebihan. Tebu yang ditebang tanpa dibakar terlebih dahulu
mempunyai kelebihan tebu lebih segar, kehilangan sukrosa
relatif sangat kecil dan penyelesaian tebang dalam satuan petak

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


10

lebih longgar. Namun kelemahan langsung tebang ini adalah


samapah/trash lebih tinggi, tebu tertinggal relatif tinggi dan
produktivitas tenaga relatif rendah karena penebangan menjadi
lebih lama. Sedangkan tebu yang dibakar sebelum ditebang
mempunyai kelebihan kadar trash rendah dan efisiensi
penebangan dan pengangkutan lebih tinggi. Kelemahan tebu
bakar ini adalah tebu jadi kurang segar karena terjadi invertasi
sukrosa yang dipercepat oleh suhu tinggi saat pembakaran.
Pembakaran juga memicu pertumbuhan Leuconostoc
mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum yang dapat
membentuk dextran yang dapat menyulitkan dalam proses
karena nira menjadi viskus, terbentuk kristal memanjang dalam
masakan dan meningkatakan kehilangan gula dalam tetes.
Disamping itu proses pembakaran memerlukan pengawasan
yang ketat agar tidak melewati batas yang ditentukan.

Dalam menentukan perlakuan pratebang (dibakar atau tidak),


harus memperhatikan kondisi yang ada misalnya jumlah tenaga
tebang, peralatan atau pengangkutan yang memadai, kapasitas
pabrik dan kondisi iklim yang ada. Pembakaran dapat ilakukan
bila kondisi tenaga tebang rendah jumlah dan mutu pekerjanya,
tidak ada hujan dan permintaan pabrik yang tinggi akan
persediaan tebu (Bahar, 1996).

II.5. Penentuan Waktu Tebang

Tanaman tebu yang sudah cukup masak yaitu batang tebu yang
telah mempunyai rendemen gula tertinggi dapat ditebang
sebagai bahan baku pembuatan gula putih. Rendemen tebu
sangat ditentukan oleh umur atau tingkat kemasakannya. Tebu
yang kurang masak belum optimal rendemennya, sedangkan
tebu yang lewat masak rendemennya akan menurun. Oleh

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


11

karena itu perlu ditentukan tingkat kemasakan yang optimal


untuk menentukan saat penebangan yang tepat.

Saat yang tepat untuk memanen atau menebang tebu adalah


pada kemasakan yang optimal yaitu pada saat kadar
gula/sukrosa dalam batang tebu beradapada titik puncaknya.
Keuntungan menebang tebu yang masak optimal adalah
rendemen, P2O5, padatan terlarut, harkat kemurnian dan mutu
nira mencapai titik tertinggi.

Penentuan waktu tebang didasarkan pada umur tebu, kategori


tanaman, varietas dan keadaan fisik tanaman. Karena
keragaman yang besar dari kondisi lahan-lahan kering
(kandungan air dalam tanah, jenis tanah dan sifatnya juga cara
budidaya tebu yang dapat dipakai sebagai kriteria waktu tebang
adalah bila daun tebu telah mengering dan layu kecuali daun
yang yang dipucuk, pucuk telah menyerupai kipas, telah keluar
bunga untuk jenis tebu berbunga serta ruas batang dekat ujung
sudah sangat pendek.

Selain melihat kondisi fisik tebu, pada pabrik gula yangsudah


maju dilakukan juga analisis kemasakan tebu dengan tujuan
untuk mengetahui trend kemasakan tebu pada petak tertentu.
Analisis kemasakan tebu umumnya dilakukan sejak tebu berumur
kurang lebih 8 9 bulan, dilakukan secara periodik setiap 2
minggu sekali sebanyak 6 kali atau sampai tebu berumurkira-kira
10 11,5 bulan.

Analisis kemasakan yang dilakukan oleh masing-masing pabrik


gula tidak selalu sama. Ada yang memisahkan batang tebu
menjadi tiga bagian uang sama yaitu bawah, tengah dan atas.
Karena kemaakan juga bisa dikatakan optimal jika kadar gula
batang tebu bagian atas/pucuk, tengah dan bawah hampir sama.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


12

Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dianalisis masing-


masing % pol, % brix dan puritynya, kemudian ditentukan:

a. Faktor kemasakan

Merupakan konvergensi dari garis-garis rendemen bagian bawah,


tengah dan atas. Kemasakan optimal akan tercapai bila dalam
grafk menunjukkan garis yang stabil dan ideal. Hal ini terjadi jika
rendemen bagian bawah (Rb) sama dengan rendemen bagian
atas (Ra).

FK = Rb Ra x 100

Rb

Apabila FK = 25, tebu dinyatakan sudah cukup masak dan dapat


ditebang.

b. Koefisien Peningkatan (KP)

Merupakan ukuran untuk menunjukkan apakah rendemen masih


dapat naik atau tidak.

KP = Rt x 100

Rt-2

Rt = rendemen hasil analisis terakhir

Rt-2 = rendemen hasil analisis dua periode sebelum terakhir

KP>100 berarti rendemen masih dapat atau sedang naik

KP=100 berarti sudah tidak ada lagi peningkatan rendemen,


merupakan saat yang tepat untuk ditebang.

KP<100 berarti rendemen terakhir sudah menurun, menunjukkan


tebu kelewat masak.

c. Koefisien Daya Tahan (KDT)

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


13

Merupakan ukuran untuk mengetahui penurunan kadar sukrosa.

KDT = HKt x 100

HKt-2

HKt = hasil bagi kemurnian nira bagian bawah batang tebu


hasil analisis terakhir

HKt-2 = hasil bagi kemurnian nira bagian bawah batang tebu


hasil analisismdua periode terakhir

KDT>100, berarti tebu belum mengalami penurunan kandungan


sukrosa dan masih ada kenaikan kemurnian

KDT=100, berarti sudah tidak ada kenaikan kemurnian, tebu


sudah waktunya ditebang

KDT<100, berarti sudah ada penurunan kadar sukrosa dan tebu


sudah kelewat masak.

II.6. Cara Penebangan

Tebu yang sudahditentukan siap tebang dapat ditebang secara


manual atau mekanis. Penebangan secara manual dilakukan oleh
buruh tebang dengan menggunakan alat golok tebang,
sedangkan penebangan secara mekanis menggunakan mesin
tebang (cane harvester).

II.6.1. Penebangan Secara Manual

Pelaksanaan tebang secara manual adalah dengan


membersihkan klaras/trash, menebang tebu di atas permukaan
tanah dan memotong pucuknya. Tebu hasil tebangan ditumpuk di
atas permukaan tanah dan dipisahkan dari trash. Pada

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


14

penebangan secara manual diusahakan tebangan mepet dengan


permukaan tanah, pucuk tebu dibuang sampai batas ruas tebu
yang terakhir atau sekitar daun ke 5 7 pucuk tebu.

Tebu hasil penebangan secara manual umumnya relatif lebih baik


dibandingkan hasil penebangan secara mekanis. Tebu umumnya
lebih bersih dan dapat menghasilkan nira mentah dengan
kemurnian lebih tinggi serta bagian yang tertinggal di kebun
dapat ditekan seminimal mungkin.

II.6.2. Penebangan Secara Mekanis

Penebangan tebu secara mekanis menggunakan mesin tebang


merupakan cara yang relatif baru dan membutuhkan
penanganan dan cara khusus. Selain sebagai pemanfaatan
teknologi canggih, cara tebang mekanis banyak digunakan pada
pabrik-pabrik yang sulit untuk mendapatkan tenaga kerja.

Cara kerja mesin tebang tipe chopper adalah sebagai berikut:

1. Tebu dipotong bagianbawah oleh pisau pemotong bawah


(base cutter) dan pucuk tebu dipotong oleh pisau pemotong
atas (topper).

2. Tebu yang sudah dipotong pucuk dan bawahnya, dilemparkan


ke bagian pisau pencacah (choppeer drum) dan dipotong-
potong menjadi ukuran 30 40 cm.

3. Potongan-potongan tebu dibawa ke bagian kipas


penghembus (blower) untuk dibersihkan dari daun, pucuk
serta kortoran yang lainnya.

4. Potongan-potongan tebu dimuat ke dalam alat angkut yang


berjalan seiring dengan mesin tebang. Tinggi rendahnya
potongan base cutter dan topper dapat diatur sesuai dengan

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


15

kebutuhan dan keinginan yang dapat langsung dilakukan oleh


operator mesin tebnag dar tempat kemudinya.

Penebangan tebu dengan mesin tebang mempunyai banyak


kesulitan, antara lain:

1. Pertumbuhan tebu yang tidak seragam, kondisi tebu yang


roboh dan trash yang tebal akan menghalangi arah pandang
operator dan menghambat operasi base cutter.

2. Banyak potongan tebu yang tercecer di kebun karena kurang


tepatnya letak container di bawah mulut loading elevator,
tekanan cleaning fan yang terlalu besar, sehingga tebu yang
kecil ikut keluar dalam proses penghilangan trash.

3. Petak tebu yang akan ditebang dengan mesin memerlukan


persyaratan tertentu agar dapat beroperasi dengan baik.
Misal kebuncukup luas (panjang row lebih dari 100 meter),
kebun bersih dari kayu, tunggul akar dan tanaman merambat
serta kebun cukup rata (kemiringan < 8%) (Bunga Mayang
PG, 2000).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


16

III. PEMERAHAN NIRA

III.1. Preparasi

Untuk mempermudah proses pemerahan, dilakukan proses


persiapan/preparasi yang merupakan tahap pemotongan dan
penghancuran batang tebu. Gula dalam tebu terdapat dalam sel-
sel batang yang jumlahnya jutaan. Untuk mengambil gulanya,
sel-sel tersebut harus dipecah. Semakin kecil ukuran tebu maka
semakin banyak sel yang terbuka dan semakinluas
permukaannya sehingga pemerahan nira akan semakin mudah
dan cepat.

Proses preparasi dilakukan dengan serangkainan alat yang


mempunyai kemampuan memotongdan mengiris yang
dikerjakan oleh silinder berputar yang dilengkapi pisu pemotong
dipermukaannya (ligh cutting, cane cutter I dan cane cutter II),
mencacah dan merobek yang dikerjakan olehb silinder berputar
yang dilengkapi palu di permukaannya (shredder), melumat dan
menghancurkan yang dikerjakan dengan gilingan yang
mempunyai 2 rol dengan diameter dan gigi besar (crusher).
Permukaan rol/silinder crusher mempunyai tonjolan atau gigi
yang besar dan tajam di antara lekukannya. Gigi atau tonjolan
pada crusher atas berhadapan dengan lekukan pada rol crusher
bawah.

III.2. Pemerahan

Pemerahan merupakan salah satu proses pengolahan gula putih


yang bertujuan untuk mengambil gula dalam tebu sebanyak-
banyaknya dan gula yang tertinggal dalam ampas sekecil

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


17

mungkin. Serpihan tebu yang sudah terbuka selnya siap diperah


at u dipisahkan antara nira dan ampasnya.

Proses pemerahan yang banyak dikenal adalah dengan sistem


gilingan yaitu dengan prinsip menghimpit serpihan tebu dengan
serangkaian alat yang terdiri dari 3 5 unit gilingan 3 4 roll
sehingga niranya keluar. Cara ini banyak digunakan di pabrik-
pabrik gula di Indonesia. Namun di samping cara tersebut,
pemerahan bisa juga dilakukan dengan sistem diffusi dengan
menggunakan alat yang disebut diffuser.

Sistem pemerahan dengan sistem diffusi adalah dengan adanya


perbedaan tekanan osmosis antara sel tebu dengan air
perendam. Tekanan osmosis dalam sel tebu lebih tinggi
dibanding tekanan osmosis air perendam sehingga akan terjadi
aliran nira keluar sel. Karena tidak ada tekanan/gilingan maka
komponen bukan gula yang terlarut dalam nira relatif kecil.

Sistem diffusi ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain


mutu nira lebih baik, pemakaian energi lebih hemat, keperluan
tenaga lebih sedikit dan mudah dalam pengoperasiaanya.
Namun sistem ini juga mempunyai kelemahan yitu harga alat
atau investasinya besar dan pemeliharaan alatnya lebih sulit
dibandingkan gilingan (Nawansih, 2002).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


18

IV. PEMURNIAN

IV.1. Prinsip Pemurnian Nira

Nira hasil pemerahan bersifat keruh, pekat, berwarna coklat


kehijauan karena adanya bahan yang larut maupun tidak larut
seperti asam organik, zat warna, serat, wax, protein dan
sebagainya. Komponen-komponen tersebut sering disebut
dengan komponen bukan gula dan harus dipisahkan dari sukrosa.
Tahap proses pemurnian ini sering disebut sebagai purifikasi atau
penjernihan (klarifikasi).

Komponen bukan gula tersebut sebagian besar merupakan


komponen yang terperah dari tebu serta bahan yang berasal dari
luar yang secara tidak sengaja masuk ke dalam nira sehingga
memberikan variabilitas sifat-sifat nira. Keberadaan bahan
tersebutterutama dipengaruhi oleh letak geografis, musim, cara
bercocok tanam, dan perlakuan mekanis yang diberikan pada
tebu sebelum dan pada saat tebu digiling.

Dengan jumlah kotoran yang banyak, diperlukan langkah-


langkah pemurnian dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Tidak merusak sukrosa

b. Gula reduksi yang sudah ada tidak rusak karena bisa


membantu pemisahan sukrosa pada saat kristalisasi dan
tidak terbentuk gula reduksi baru berarti terjadi kerusakan
sukrosa

c. Pembentukan tetes (hasil samping)ditekan rendah

d. Residu kapur dalam nira jernih rendah

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


19

e. Harus terjadi kenaikan tingkat kemurnnian yang berarti

f. Tidak terjadi pembentukan pewarnaan

Dalam proses pemurnian, umumnya terdapat dua tahap yaitu


penghilangan kotoran dan pemucatan. Penghilangan kotoran
dapat dilakukan dengan mengendapkan komponen bukan gula
yang berupa bahan organik dan anorganik yang berada dalam
bentuk terlarut/koloidnsehingga meningkatkan jumlah gula yang
terkristalkan. Sedangkan bahan tak larut yang tersuspensi harus
dipisahkan bersama dengan pengendapan kotoran terlarut oleh
aktivitas bahan pembantu pemurnian seperti kapur
dikombinasikan dengan panas. Dengan terpisahnya kedua
macam bahan tersebut akan menghasilkan nira yang jernih dan
tidak berwarna gelap(Suparmono dan Sudarmanto, 1990).

Setelah sebagian besar kotoran diendapkan, dilakukan


pemucatan sehingga nira berwarna cerah. Proses ini biasa
dilakukan dengan pemberian sulfit pada nira kotor atau pada ira
kental. Namun yang paling penting dalam proses pemurnian
adalah memisahkan kotoran. Dalam proses yang lebih kompleks
seperti sulfitasi atau karbonatasi, kotoran yang dapat dipisahkan
lebih banyak sehingga dihasilkan gula dengan kemurnian yang
lebih tinggi.

IV.2. Bahan Pembantu Pemurnian

Untuk memisahkan kotoran-kotoran dalam nira kotor/mentah


tidak cukup diendapkan biasa atau disaring secara fisik, namun
perlu penambahan bahan pembantu kimia atau agen pemurnian
maupun pemanasan. Bahan-bahan pembantu utama dalam
pemurnian nira adalah kapur, senyawa fosfat, belerang/sulfur
dan karbondioksida.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


20

IV.2.1. Kapur

Sejauh ini kapur merupakan bahan yang paling efektif sebagai


agen pemurnian, dapat diperoleh dengan mudah serta harga
murah. Kapur yang digunakan dalam pemurnian harus berupa
kapur yang baru dari pembakaran dengan kemurnian yang
tinggi. Kapur tohor yang dihasilkan dari pembakaran batu kapur
harus dimatikan dengan penambahan air sebaynyak 3 4 kali
berat kapur hingga didapatkan susu kapur yang bebas dari
endapan.

Susu kapur merupakan dispersi kasar dari koloid kalsium


hidroksida/ Ca(OH)2 dengan kelarutan dalam air sebesar 0,12%
pada 25oC. Kelarutan tersebut meningkat menjadi 1,5% CaO
dengan adanya sukrosa dalam larutan dan juga meningkat oleh
pengaruh komponen bukan gula dalam nira. Bila suhu
ditingkatkan, kelarutannya berkurang.

Nira yang diberi susu kapur akan terpisah menjadi tiga lapisan.
Substansi yang tidak larut dan mempunyai densitas lebih rendah
dari nira akan mengapung, disebut scum atau kotoran
terapung, sedangkan yang densitasnya lebih tinggi dari nira akan
mengendap dan disebut nira kotor, sedangkan yang di
tengahadalah nira yang sudah kelihatan jernih. Yang perlu
diperhatikan dalam proses ini adalah ketajaman pemisahan
ketiga lapisan tersebut, kecepatan pengendapan, volume
endapandan kuantitas dari substansi yang bisa terambil melalui
pengendapan dan pengapungan.

Garis besarnya kapur membuat tiga macam reaksi dengan


komponen nira yang menghasilkan efek penjernihan, yaitu:

1. Pembentukan substansi yang tidak larut

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


21

2. Pembentukan substansi yang masih tetap dalam larutan

3. Koagulasi dispersi kasar dan substansi koloid

Pada saat terjadi kontak antara susu kapur dengan nira maka
terjadilah beberapa reaksi berikut:

1. Menetralkan asam organik bebas dalam nira membentuk


garam kalsium yangsebagian besar mengendap pada saat
pemanasan

2. Bereaksi dengan asam fosfat membentuk endapan kalsium


fosfat

3. Bereaksi dengan senyawa nitrogen yang menyusun koloid

4. Bereaksi dengan senyawa pektin membentuk senyawa yang


larut dan yang tidak larut

5. Mengendapkan beberapa zat warna seperti klorofil dan


antosianin

6. Dalam keadaan berlebihan, kapur bereaksi dengan sukrosa


menghasilkan sakarat dan dengan gula reduksi menyebabkan
pemecahan dan menghasilkan senyawa yang bewarna gelap.

IV.2.2. Senyawa Fosfat

Fosfat yang terlarut dalam nira mempunyai arti penting dalam


reaksinya dengan kapur karena akan membentuk endapan yang
besar dan kokoh berupa trikalsium fosfat. Endapan ini tidak
hanya akan membawa sebagian besar koloid tetapi juga akan
menyerap bahan pewarna serta menurunkan kandungan kalsium
dalam nira. Endapan trikalsium fosfat ini mudah dipisahkan dari
nira jernih dan tidak sulit disaring. Bila banyak nira yang berasal
dari tebu muda, maka akan banyak terdapat koloid yang berupa

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


22

senyawa nitrogen. Koloid ini sulit diendapkan dan juga sulit


disaring. Untuk menghindari hal ini perlu ditambahkan larutan
fosfat sebagai agen penjernih. Asam fosfat digunakan untuk
meningkatkan mutu pemurnian, terutama pada proses defikasi.
Seperti halnya dengan sulfit atau karbondioksida, perannya
terhadap kapur juga untuk menetralkan sisa kapur.

Ada beberapa macam fosfat yang dijual di pasaran dengan kadar


P2O5 yang berbeda. Single superfosfat mengandung 16 18%
P2O5, double superfosfat mengandung 25 30%. Triple
superfosfat mengandung sekitar 40%, asam fosfat 45% dan
sumafosfat sekitar 50%. Senyawa fosfat tersebut umumnya tidak
murni, yaitu mengandung kotoran CaSO4 (terutama pada single
dan double superfosfat) yang harus dibersihkan dulu dengan
pendidihan untuk mengendapkan CaSO4 , kemudian dilakukan
penyaringan.

IV.2.3. Belerang

Belerang murni berupa padatan kuning pucat yang berbentuk


silinder batangan atau bubuk kasar. Bila dipanaskan, belerang
mencair pada suhu 114oC, berubah mnenjadi coklat kehitaman
dan viskositasnya meningkat dengan meningkatnya pemanasan.
Pada suhu 444oC belerang mendidih menghasilkan uap berwarna
merah. Uap belerang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik. Belerang digunakan sebagi bahan pembantu
pemurnian dalam bentuk sulfur dioksida. Ada tiga pengaruh yang
dihasilkan oleh sulfur dioksida yaitu:

1. Menetralkan kelebihan kapur

2. Pemucatan nira dengan merusak bahan pewarna

3. 3. Menurunkan viskositas nira.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


23

Efek pemucatan dihasilkan dari sifat belerang sebagai pemucat


yang kuat, memucatkan bahan pewarna alami yang ada dalam
nira tebu. Sulffur juga mencegah atau menghambat
pembentukan warna selama proses penguapan atau kristalisasi.
Sulfur dapat mereduksi garam ferri (yang berwarna gelap)
menjadi garam ferro yang tidak berwarna.

Pemucatan oleh belerang ini tidak bersifat tetap karena bila


kontak dengan udara dalam waktu agak lama, nira yang tadinya
sudah dipucatkan menjadi berwarna kembali. Sulfur juga tidak
mampu menahan pembentukan warna yang disebabkan oleh
pemecahan gula reduksi sebagai akibat kontak dengan alkali
serta suhu yang tinggi.

IV.2.4. Karbondioksida

Karbondioksida terbentuk pada saat pembakaran batu kapur


menjadi kapur tohor melalui reaksi sebagai berikut:

CaCO3 CaO + CO2

Karbondioksida digunakan untuk menetralkan nira yang telah


mengalami defikasi menggunakan kapur tohor dan membentuk
endapan kalsium karbonat dalm jumlah yang sangat besar tetapi
sangat mudah disaring.

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O

Saturasi karbondioksida mengendapkan kotoran bukan gula yang


terbanyak dibandingkan dengan cara pemurnian lainnya
sehingga dihasilkan gula yang terbersih dengan persentase gula
yang dikristalkan terbanyak.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


24

IV.3. Metode Pemurnian

Dari bahan pembantu yang digunakan untuk pemurnian maka


ada tiga cara dasar pemurnian, yaitu defikasi, karbonatasi, dan
sulfitasi. Dalam tiap pengendalian proses pemurnian, yang
penting untuk diperhatikan adalah jumlah penggunaan kapur
yang optimum dan diberikan pada pH dan suhu yang tepat.
Penggunaan bahan untuk menetralkan sisa kapur untuk
memperbanyak pengendapan harus diatur dengan baik.

IV.3.1. Defikasi

Proses defikasi pada prinsipnya hanya menggunakan bahan


pembantu kapur dikombinasikan dengan pemanasan. Sebagai
modifikasi dilakukan cara pemanasan yang berbeda serta
digunakan bahan tambahan seperti sulfurdioksida atau
superfosfat dalam jumlah kecil. Pada proses ini kapur hanya
digunakan dalam jumlah kecil sehingga bahan penetral seperti
sulfit dan fosfat hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil.

Gula yang dihasilkan dengan metode ini masih berwarna coklat


karena kristalnya tertutup oleh lapisan molasse yang
mengandung gula reduksi. Kemurnian gula sekitar 96 98,5o pol.
Karena banyak kotoran dan gula redukis pada permukaannya
maka gula ini bersifat higroskopis dan mempunyai total
mikroorganisme yang tinggi. Selama penyimpanan ada
kecenderungan untuk terjadi fermentasi sehingga gula menjadi
lengket.

Hal yang penting diperhatikan dalam proses defikasi dari sisi


pengolahan adalah cara pemberian kapur serta pengaturan suhu
nira saat pemberian kapur. Ada tiga proses defikasi, yaitu

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


25

defikasi sederhana, defikasi majemuk dan defikasi netral. Dalam


defikasi sederhana nira hanya diperlakukan dengan kapur dan
panas.

Dalam defikasi majemuk nira yang berasal dari penggilingan


kering yaitu gilingan I dan crusher yang disebut nira primer,
sedangkan nira penggilingan basah (dengan imbibisi) yaitu dari
gilingan II dan seterusnya yang banyak mengandung bahan
bukan gula disebutnira sekunder. Nira primer dan sekunder
mendapat pengapuran terpisah. Dalam defikasi netral nira
mentah diberi kapur agak berlebihan (tidak sebanyak yang
dilakukan pada sulfitasi), kemudian kelebihan kapur dinetralkan
dengan sulfurdioksida atau fosfat.

IV.3.2. Sulfitasi

Proses sulfitasi menggunakan bahan pembantu kapur dan


sulfurdioksida. Dalam proses ini suatu kapur ditambahkan
melebihi kebutuhan untuk menetralkan keasaman nira. Kelebihan
kapur dinetralkan dengan sulfurdioksida. Ada beberapa cara
pemberian kapur dan sulfur, namun yang banyak dipakai
sekarang adalah pemberian secara simultan dan
berkesinambungan pada nira yang telah dipanaskan sampai
sekitar sushu 80oC.

Proses sulfitasi bisa dikelompokkan menjadi kelompok besar


berdasarkan sistem pengerjaannya yaitu sistem batch dan
kontinyu. Cara batch dibedakan lagi menjadi lima macam proses
yaitu:

- Sulfitasi asam

- Sulfitasi netral

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


26

- Sulfitasi alkali

- Sulfitasi yang dikombinasikan dengan pengapuran bertingkat

- Sulfitasi ganda

Cara pengerjaan sistem batch ini adalah dengan mengisi tangki


sulfitasi dengan nira kemudian kutub gas dibuka dan terjadilah
pencampuran gas sulfur dioksida dengan nira. Untuk mengetahui
sampai seberapa jauh pemberian gas maka setiap saat diambil
contoh nira untuk ditera pHnya. Bila pH telah dianggap cukup
maka nira kemudian dikeluarkan dari tangki sulfitasi. Supaya
terjadi pencampuran yang baik maka sirkulasi nira di dalam
tangki harus baik. Karena dalam tangki perlu dilakukan
pengaturan maka proses ini dipandang lambat. Biasanya tangki
sulfitasi berjumlah cukup banyak agar tidak mengganggu aliran
proses.

Sulfitasi kontinyu bisa menggunakan alat yang masih terbilang


sederhana dengan operasi yang jauh lebih sederhana dengan
sulfitasi batch. Pada prinsipnya semua bahan pembantu
pemurnian diberikan secara kontinyuyang proporsional terhadap
aliran niranya. Proses pengapuran serta sulfitasi terjadi dalam
satu tangki dengan rancang bangunyang khusus, bukan yang
digunakan dalam proses batch. Bersama dengan gas dan susu
kapur, nira dimasukkan ke tangki dari bagian dasar. Kejenuhan
akan gas dan kapur meningkat dengan peningkatan jumlah nira
yang akhirnya mengalir keluar tangki dari lubang pada bagian
atas. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya pencampuran
yang sempurna antara kapur dengan nira yang bisa dicapai dari
aliran nira yang dipompakan ke dalam tangki.

IV.3.3. Karbonatasi

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


27

Dalam proses karbonatasi, kapur dalam jumlah banyak


ditambahkan ke nira kemudian sisa kapur dinetralkan dengan
penambahan karbondioksida. Kapur yang digunakan sangat
banyak yaitu sekitar sepuluh kali yang digunakan dalam proses
sulfitasi. Sebagai resikonya ongkos produksi, buruh yang
digunakan dan biaya operasinya lebih tinggi. Penggunaan kapur
yang banyak mengakibatkan terbentuknya blotong yang banyak,
yaitu sekitar 8% dari tebu sehingga memerlukan fasilitas penapis
yang besar dan perhitungan banyaknya gula yang hilang dalam
kotoran hasil endapan (blotong).

Dalam proses karbonatasi, dua kejadian penting yang perlu


diperhatikan adalah:

- Terjadinya reaksi oleh pemberian kapur dan karbondioksida

- Pengaruh suhu dan pH dalam reaksi kimia fisika yang terjadi.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


28

V. EVAPORASI

V.1. Prinsip Evaporasi

Nira jernih hasil pemurnian mengandung 15 18% padatan


tergantung pada kadar gula tebu dan jumlah air imbibisi yang
digunakan. Sisanya adalah air sebagai zat pelarut. Untuk
memperoleh gula/sukrosa dari nira, maka hampir seluruh airnya
harus dihilangkan atau dipisahkan. Penghilangan atau pemisahan
air tersebut dilakukan dengan cara penguapan. Dalam
pembuatan gula putih, pemisahan air dilakukan dua tahap:
pertama, tahap penguapan yaitu penghilangan sebagian besar
air sehingga diperoleh nira pekat yang merupakan larutan
hampir jenuh; kedua adalah tahap kristalisasi, yaitu
penghilangan sebagian besar air dari nira pekat sehingga
larutannya lewat jenuh.

Bila nira dipanaskan, suhunya akan naik dan sebagian akan


menguap. Semakin banyak panas yang ditambahkan akan
semakin tinggi suhunya dan semakin cepat molekul-molekul air
yang menguap. Proses penguapan air dari nira tersebut akan
meningkatkan kadar padatannya dan nira jernih berubah menjadi
nira kental/pekat. Nira encer/jernih yang semula berkadar
padatan sekitar 15oBrix akan menjadi nira pekat dengan kadar
padatan maksimum 70oBrix. Di atas batas tersebut nira akan
membentuk inti kristal, apalagi bila terjadi penurunan suhu.
Sementara pada saat nira pekat dialirkan ke pan pemasakan
pembentukan kristal tak boleh terjadi.

Penguapan nira dari 15oBrix sampai 70oBrix akan menguapkan


air dalam jumlah sangat besar yaitu sekitar 78% dari berat nira

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


29

encernya. Oleh karena itu panas yang diperlukan juga sangat


besar. Sebagai sumber panas dalam proses penguapan nira
digunakan uap air panas (steam). Agar penggunaan steam
efisien, maka penguapan nira tidak dilakukan sekaligus dalam
satu bejana evaporator melainkan dalam beberapa bejana yang
dirakit berturutan (seri) dan bekerja secara berkesinambungan,
berganda dan bertingkat. Evaporator seperti ini disebut multiiple
effect evaporator, bila terdiri dari tiga, empat dan lima bejana
disebut masing-masing triple effect evaporator, quadruple effect
evaporator, dan quinduple effect evaporator.

V.2. Peralatan Evaporasi

Bejana evaporator umumnya berupa silinder tegak dengan


konstruksi pelat baja dengan lapisan papan kayu diluarnya
sebagai isolator panas. Bejana seperti itu sering disebut bertipe
kalandria tabular vertikal.

Bejana tersebut terdiri dari empat bagian: bagian alas/dasar


yang cekung ke bawah, silinder vertikal, tromol pemanas, dan
sebuah kubah di bagian atas dengan penutup. Bagian bawah
evaporator dilengkapi dengan pipa pemasukan nira dan bejana
sebelumnya, pipa pengeluaran nira pekat dan peralatan bantu
lainnya (Kuswurj, 2008).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


30

Gambar 2. Evaporator Tipe Robert

V.3. Pelaksanaan Evaporasi

Bejana evaporator pertama dioperasikan dengan tekanan >1


atm dan bejana-bejana berikutnya dioperasikan pada tekana
vakum (<1 atm) dan semakin ke belakang semakin vakum. Pada
bejana terakhir biasanya tekanannya mencapai 26,5 inci Hg.
Karena itu nira pada bejana pertama akan mendidih pada suhu
>100oC, sedangkan nira pada bejana paling belakang mendidih
pada suhu 55oC. Pengatutan tekanan dalam evaporator dilakukan
dengan cara menghisap uap air di dalam bejana terakhir lewat
kondensordi depannya akan ikut vakumjuga karena saling
berhubungan lewat pipa pemindah nira. Nira jernih yang telah
dipanaskan sampai mendekati titik didihnya dialirkan ke bejana
pertama, steam dengan tekanan kurang lebih 10 psig dialirkan
ke dalam tromol pemanasnya. Terjadi transfer panas dari steam
pemanas ke nira lewat dinding pipa sampai nira mendidih dan
selanjutnya terjadi penguapan sebagian air dalam nira.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


31

Nira dalam bejana pertama yang sudah bertambah pekat


dialirkan ke bejana kedua untuk menjalani proses pemekatan
selanjutnya. Karena bejana kedua bertekanan rendah (vakum),
maka titik didih nira lebih rendah dari suhu nira yang dialirkan
dari bejana pertama sehingga saat masuk ke dalam bejana
kedua akan seketika mendidih (peristiwa ini disebut flash
evaporation). Uap air yang dihasilkan oleh bejana pertama
dialirkan ke dalam tromol pemanas bejana kedua untuk
dimanfaatkan sebagai sumber panas.

Nira yang menjadi lebih pekat dari bejana kedua selanjutnya


dialirkan ke bejana ketiga sebagai sumber panas untuk
penguapan nira. Nira yang keluar dari bejana penguapan terakhir
disebut sebagai nira pekat dengan kadar padatan terlarut
minimal 60oBrix dan maksimal 70oBrix, selanjutnya dialirkan ke
stasiun kristalisasi. Uap air yang dihasilkan oleh bejana terakhir
akan terhisap oleh kondensor barometrik, kontak dengan air
pendingin, mengembun dan bercampur dengan air
pendinginnya. Untuk meghemat pemakaian air, air pendingin
kondensor biasanya didinginkan dalam menara pendingin atau
disemburkan ke atas pada kolam khusus dan selanjutnya
disirkulasikan kembali untuk pendingin di kondensor.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


32

VI. KRISTALISASI

VI.1. Garis Besar Proses

Proses kristalisasi juga sering disebut pemasakan gula (sugar


boiling), yang biasanya dilakuakn di dalam evaporator vakum
efek tunggal yang khusus dirancang untuk dapat menangani
bahan dengan viskositas tinggi. Tujuan utama kristalisasi adalah
mengeluarkan gula sebanyak-banyaknya dari nira kental dengan
cara yang cepat dan ekonomis dengan kualitas yang memenuhi
keinginan konsumen.

Sukrosa dikristalkan dari nira pekat dalam tiga tingkatan.


Masakan pertama atau disebut masakan A, terutama berbahan
baku nira pekat dari evaporator. Nira tersbut dipekatkan lebih
lanjut sampai membentuk kristal sebanyak-banyaknya. Masakan
tersebut diturunkan ke suatu mixer/palung pendingin dan
selanjutnya dipindahkan ke alat sentrifugasi untuk memisahkan
sirup dengan kristalnya yang disebut gua A. Sirupnya, disebut
sirup A digunakan sebagai bahan baku masakan kedua yang
dinamakan masakan B. Bila masakan B tersebut disentrifugasi
akan diperoleh gulla B dan sirp B yang akan digunakan untuk
bahan baku masakan ketiga atau masakan C. Masakan terakhir
tersebut setelah dikeluarkan dari pan kristallisasi akan dialirkan
ke bak/palung tempat berlangsungnya pertumbuhan kristal lebih
lanjut dengan adanya proses pendinginan.

Bila masakan C disentrifugasi, akan diperoleh gula C dan limbah


berupa sirup kantal yang dinamakan tetes atau molase. Gula C
berkualitas rendah, kristalnya kecil-kecil dan masih terikut tetas
yang membentuk lapisan tipis di permukaan kristalnya. Gula

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


33

tersebut dicampur dengan sedikit nira pekat atau air,


membentuk masa kental yang dinamakan magma, dan
digunakan sebagai bibit kristal pada masakan A dan B ini disebut
dengan sistem magma.

VI.2. Prosedur Kristalisasi

Kristalisasi pada pokoknya terdiri dari tiga tahap, yaitu


pembentukan sejumlah tertentu inti kristal, pembesaran atau
pertumbuhan inti kristal tanpa adanya pembentukan kristal baru
sampai ukuran yang dikehendaki dan pemisahan kristal.

VI.2.1. Pembentukan Inti Kristal

Bahan baku untuk bibit dialirkan ke dalam pan masakan


sejumlah tertentu untuk menutupi atau membasahi beberapa
coil pemanas sewaktu mendidih pada keadaan lewat jenuhnya.
Setelah tekanan vakum dinaikkan dan dipertahankan pada 26,5
inci Hg, steam pemanas dialirkan ke dalm coil pemanas
sehingga terjadi pendidihan cepat untuk menaikkan konsentrasi
larutan secepat mungkin.

Bahan untuk pembibitan biasanya berupa campuran nira pekat


dan sirup yang sesuai sehingga diperoleh kemurnian sekitar 70.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya konglomerat,
yaitu gabungan/penempelan beberapa kristal kecil yang
kemudian tumbuh jadi satu gumpalan kristal yang biasanya
sering terjadi pada masakan dengan kemurnian tinggi.

Inti kristal dapat diperoleh dengan tiga metode, yaitu


pembentukan kristal spontan, pembibitan dengan pancingan

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


34

(shock seeding) dan pembibitan dengan serbuk gula (true


seeding).

- Pembentukan kristal spontan

Metode ini disebut sebagai metode tunggu atau membiarkan


agar inti kristal mucul, yaitu dengan cara memekatkan baham
masakan sampai inti kristal terbentuk. Ini berarti proses
pemekatan harus dilaksanakan sampai larutan mencapai zona
labil. Pembentukan kristal harus diuji sampau cukup jumlahnya
dengan mengoleskan contoh bahan pada keping kaca pembesar
atau mikroskop. Kalau juru masak menanggap bahwa jumlah inti
kristal telah cukup, derajat saturasi masakan diturunkan dengan
menambahkan nira/sirup atau dikombonasi dengan mengurangi
tekanan vakum sebesar 3 4 inci. Dengan cara tersebut
kejenuhan larutan akan masuk ke zona metastabil.

- Shock seeding

Pada metode ini, pemekatan larutan dilaksanakan sampai zona


intermediate. Selanjutnya sejumlah serbuk gula halus (50 -100 g)
ditambahkan ke dalam masakan. Bila inti kristal telah terbentuk
sampai jumlah cukup, supersaturasinya diturunkan sampai zona
menstabil. Cara ini hampir sama dengan true seeding, hanya
jumlah serbuk gula yang ditambahkan jauh lebih sedikit. Selain
itu bila serbuk gula ditambahkan dalam bentuk kering, sejumlah
udara juga ikut masuk ke dalam pan yang akan membawa serta
partikel debu bahan lain yang akan membentuk intin kristal.

- True seeding

Pada cara ini, julah bibit yang ditambahkan diperhitungkan


sesuai denga rata-rata ukuran kristal produk yang di kehendaki
serta kapasitas pan kristalisasi yang digunakan. Penambahan
serbuk bibit tersebut dilakukan pada larutan jenuh pada zona

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


35

metastabil, kemudian dipertahankan pada tingkat kejenuhan


tersebut, sehingga tidak ada kemungkinan pembentukan kristal
baru.

VI.2.2. Pembesaran atau Pertumbuhan Kristal

Bila inti kristal telah terbentuk atau telah ditambahkan dalam


jumlah yang cukup, selanjutnya harus ditumbuhkan atau
dibesarkan bersama-sama secara cermat dan hati-hati agar tidak
diikuti timbulnya kristal palsu.

Bila gula mengumpul dari satu larutan jenuh ke permukaan


kristal, akan menyebabkan menurunnya kadar gula larutan.
Sedangkan penguapan air dari larutan akan menaikkan kadar
gula larutan.

Setelah proses pamasakan gula dii dalam pan vakumselesai dan


masakan dikeluarkan dari dasar pan, masakan tersebut
ditampung dalam suatu palung yang berada tepat di bawah pan.
Untuk masing-masing tingkat masakan disediakan satu atau dua
buah palung. Masakan yang keluar dari pan bersuhu sekitar 70oC,
dalam palung suhunya akan terus turun menjadi 40 45 oC
sebelum dipsahkan kristalnya. Oleh karena itu palung tersebut
disebut juga sebagai palung pendingin yang dilengkapi dengan
alat pengaduk. Dengan pengadukan dalam palung tersebut maka
massa masakan akan bergerak kontinyu sehingga kristal gula
akan bergerak kontinyu sehingga kristal gula akan bergerak
bebas dalam larutan induk dan kontak terus dengan larutan
superjenuh. Tanpa pengadukan, sukrosa dalam sirup akan
cenderung membentuk kristal palsu (kristal baru yang sangat
lembut) atau cenderung mengendap membentuk masa yang
keras di dasar palung.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


36

Sewaktu suhu turun, derajat kejenuhan larutan induk akan


meningkat dan molekul-molekul sukrosa akan menempel ke
permukaan kristal di dekatnya sehingga terjadi pertumbuhan
kristal. Ukuran kristal dikendalikan sesuai dengan yang
diinginkan. Keseragaman ukuran merupakan salah satu penentu
mutu gula putih.

VI.2.3. Pemisahan Kristal

Masakan dari palung pendingin selanjutnya dipindahkan ke


sentrifuga untuk memisahkan kristal dengan tetesnya. Dengan
menempatkan sejumlah masakan dalam silinder dengan dinding
berlubang-lubang kcil kemudian silinder tersebut diputar pada
porosnya dengan kecepatan tinggi, maka gaya gravitasi
yangtimbul akan mendorong seluruh masakan ke dinding
silinder, menahan kristalnya dan meloloskan sirupnya lewat
lubang pada dinding tersebut.

Pemisahan sirup dari masakan berlangsung dalam tiga tahap:

a. Penghilangan kelebihan cairan selain yang mengisi ruang-


ruang kecil di antara kristal

b. Memisahkan sisa sirup yang masih tertinggal sehingga


tinggal selapis tipis sirup di permukaan kristal

c. Mengurangi ketebalan lapisan sirup di permukaan kristal


tersebut.

Untuk meningkatkan efisiensi pemisahan larutan induk atau


mengurangi jumlah larutan induk yang melapisi kristal gula,
dapat dilakukan pencucian. Pencucian dapat dilakukan secara
tunggal atau ganda. Pada cara pensusian tunggal, pemisahan
kristal dari larutan induk (misalnya masakan A)dilakukan tanpa

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


37

pencucian. Gula A ini selanjutnya dicampur dengan gula B dan


nira pekat kemurnian tinggi, dicampur homogen dan
disentrifugasi ulang. Pada tahap ini dilakukan pencucian dengan
air hangat, dengan jumlah sekitar 10% dari berat kristal gula
(Kuswurj, 2008).

Gambar 3. Pan Masak untuk Proses Kristalisasi Gula

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


38

VII. PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN GULA

VII.1.Pengeringan

Kristal gula yang diturunkan dari mesin sentrifugasi masih


mengandung air sekitar 2%. Agar gula aman untuk disimpan,
maka perlu dikeringkan dahulu sampai kadar air sekitar 0,2
0,3% agar tidak ditumbuhi mikroorganisme atau mengalami
hidrolisis selama penyimpanannya.

Ada beberapa tipe alat pengering yang biasa digunakan di pabrik


gula dan umumnya dilakuukan dengan cara mengalirkan udara
panas berlawanan arah dengan aliran gula yang sengaja
dicurahkan sedemikian rupa sehingga terjadi kontak efektif
antara udara pengering dan kristalnya.

Rotary drum drier berupa sebuah drum yang dipasang sedikit


menyudut terhadap garis horizontal sehingga satu ujungnya
sedikit lebih tinggi dari pada ujung lainnya. Di dinding dalam
drum terdapat sekat-sekat menyerong. Bila drum diputar pada
porosnya dengan kecepatan 8 10 rpm, sekat-sekat tersebut
akan membawa gula yang ada di sisi bawah dru searah
putarannya dan sampai bagian atas akan dituangkan ke bawah
dan bergerak dari ujung silinder yang lebih tinggi ke ujung
lainnya. Udara panas dialirkan dari arah ujung yang lebih rendah,
sehingga berlawanan dengan gerak alir kristal gula.

Proses pengeringan akan berlangsung antara 7 10 menit


hingga kadangg-kadang sampai 20 menit tergantung dari
panjang pendeknya drumpengering. Pada ujung pengeluaran
terdapat ayakan yang memisahkan kristal gula yang kasar dari

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


39

yang halus. Debu gula akan terbawa oleh udara pengering dan
terkumpul di alat penangkap debu.

Pengering vertikal adalah alat pengering gula tipe yang lain.


Pengering vertikal berbentuk silinder tegak sepanjang kurang
lebih 6 7,5 meter, di dalamnya berputar sebuah poros yang
dilengkapi dengan piringan-piringan. Pada dinding silinder
melekat pelat-pelat logam melingkar yang berada di antara dua
piringan. Bila poros tersebut berputar dan gula basah dituangkan
dari bagian atas silinder dan oleh lempeng logam akan dialirkan
ke atas piringan dibawahnya, begitu seterusnya prooses
berulang sehingga akhirnya gula sampai di bagian bawah
silinder.

VII.2.Penyimpanan

Ada dua cara penyimpanan kristal gula, yaitu dalam karung dan
dalam bentuk curah (bulk storage). Pada umumnya pabrik gula di
Indonesia menyimpan gula dalam wadah karung yang kemudian
disusun dalam gudang penyimpanan. Sedangkan di luar negeri,
umumnya pabrik gula menyimapn gulanya dalam bentuk curah.
Banyak pabrik gula yang berlokasi dekat dengan
pelabuhansehingga penyimpanan dan pengangkutan gula dari
pabrik ke kapal cuukup menggunakan konveyor. Dengan cara
seperti itu tiidak banyak diperlukan tenaga untuk bongkar muat
gula.

VII.2.1. Penyimpanan Gula dalam Karung

Penyimpanan gula dalam wadah karung, penumpukannya dalam


gudang harus memenuhi beberapa perrsyaratan berikut:

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


40

1. Tumpukan karung sebaiknya berjarak 65 100 cm dari


dinding gudang

2. Pemupukan dilakukan serapat mungkin agar oksigen tidak


banyak mempengaruhi

3. Tinggi tumpukan sebaiknya tidak lebih dari 8 meter agar


karung yang di bawah tidak mengalami beban tekanan yang
berlebihan yang dapat menyebbabkan gula menggumpal

4. Jarak antara sisi bawah atap gudang dengan karung di


tumpukan paling atas tidak kurang dari 3 meter

5. Lantai gudang yang harus terbuat dari konstruksi beton harus


diberi alas, misalnya anyaman bambu

6. Bagian atas tumpukan ditutup dengan bahan yang dapat


melindungi dari lembab dan suhu udara luar. Gudang
penyimpanan yang baik harus dapat mengendalikan
kelembaban relatif udara sampai maksimal 65% dan suhu
udara maksimum 30oC.

7.

Gambar 4. Penyimpanan Gula dalam Karung

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


41

VII.2.2. Penyimpanan Gula Curah

Berikut adalah beberapa keuntungan penyimapanan curah


dibandingkan penyimpanan dalamm karung:

1. Tidak perlu karung (penimbangan tidak termasuk berat


karung

2. Biaya untuk karung dapat dihemat

3. Biaya penimbangan dan pengisian karung dapat dihemat

4. Biaya pengankutan gula dengan konveyor lebih murah

5. Tenaga pengamngkut yang diperlukan untuk mengisi kapal


lebih sedikit

6. Pengisian dan pembongkaran kapal lebih cepat

Gambar 5. Penyimpanan Gula Curah

Namun penyimpanan curah juga mempunyai kelemahan, antara


lain:

1. Jika suhu mendekati titik beku (iklim dingin) dan kelembaban


rendah, gula curah akan mengeras dan sulit dibongkar
kecuali gula yang bermutu bagus (kristal seragam dan kadar
airnya rendah).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


42

2. Pengapalan gula curah memerlukan kapal ukuran besar dan


biaya mahal. Penyimpanan gula curah memerlukan fasilitas
gudang penyimpanan yang baik yaitu yang dapat melindungi
dari cuaca dan sirkulasi udara yang cukup. Selain itu perlu
conveyor dan peralatan untuk memasukkan dan
mengeluarkan gula dari gudang.

VIII. RAFINASI

VIII.1. Industri Refinery

Di beberapa negara, pabrik gula hanya memproduksi gula putih


mutu raw sugar dengan kandungan gula sekitar 97,7%. Seperti
yang telah dibahs pada BAB I, bahwa jenis mutu gula tersebut
belum layak untuk dikonsumsi sehingga perlu dimurnikan
kembali (refine) atau yang dikenal denagn rafinasi.

Beberapa alasan yang bisa dikemukakan mengapa proses


tersebut diperlukan adalah sebagaii berikut:

1. Walaupun relatif murni, karena dikonsumsi langsung maka


sedikit ketidakmurnian bisa mempengaruhi tingkat
penerimaan

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


43

2. Raw sugar mengandung sejumlah kecil komponen bukan gula


(impurities) seperti bahan kimia (herbisida dan pestisida),
bakteri, yeast dan jamur yang menyebabkan gula tersebut
tidak dapat diterima untuk konsumsi manusia

3. Secara umum, raw sugar diproduksi dalam kondisi di bawah


standar pabrik modern

4. Selama penyimpanan yang panjang akan terjadi kontaminasi


dan degradasi

5. Selama produksi, penyimpanan dan transportasi akan


meningkatkan kontaminasi sehingga perlu prooses rafinasi
agar gula dalam bentuk murni sampai ke tangan konsumen

6. Komponen bukan gula utama dalam raw sugar walaupun


dapat diterima sebagai bahan pangan, sulit menentukan cara
pengemasan yang tepat untuk konsumsi lokal dan untuk
memepertahankan mutunya

7. Beberapa pengguna, misalnya industri farmasi, pengalengan,


kembang gula dan minuman ringan menginginkan gula putih
dengan tingkat kemurnian yang tinggi yang hanya terdapat
pada refined sugar. Selama transportasi gula refined sugar
dijamin akan terlindung dari berbagai kerusakan

8. Pasar menghendaki produk berupa kristal yang putih dan


dalam persaingan, produk yang kurang murni tidak akan
diminati.

Ada dua tipe industri refinery, yaitu:

1. Refinery bergabung dengan pabrik gula yang memproduksi


raw sugar

Kapasitas produksi bervariasi antara 100 500 ton per hari.


Beberapa industri refinery hanya beroperasi pada saat musim

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


44

giling dan merafinasi raw sugar yang mereka hasilkan sendiri.


Untuk industri refinery skala kecil dan tidak memproses semua
raw sugar yang dihasilkan, bisa dilanjutkan di luar waktu giling.
Kadang-kadang mereka membeli raw sugar dari pabrik gula
lainnya.

Tipe industri refinery seperti ini mendapatkan keuntungan yang


lebih besar karena pabrik gula dapat memproduksi tipe raw
sugar yang di inginkan oleh refinery. Keuntungan lainnya dalah
semua sortiran dari refinery dikembalikan ke pabrik raw sugar
untuk diproses ulang bersama dengan nira segar.

2. Refinery berdiri sendiri

Industri tipe ini tidak mempunyai pabrik yang menghasilkan raw


sugar sebagai bahan baku industrinya. Raw sugar dibeli dari
pabrik raw sugar dari berbagai negara. Contohnya adalah
refinery yang ada di negara Taiwan, mereka tidak menanam tebu
tetapi membeli raw sugar dari berbagai negara dan
memprosesnya menjadi refined sugar.

8.2. Metode Rafinasi

Tujuan dari rafinasi raw sugar adalah untuk menghilangkan


kotoran (non gula) dan warna pada raw sugar dan menghasilkan
refined sugar dengan kemurnian mendekati 100%. Pada
dasarnya proses rafinasi terdiri dari empat tahap yaitu afinasi,
calrifikasi/purifikasi, decolorisasi dan kristalisasi.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


45

8.2.1. Afinasi

Afinasi merupakan tahap pertama dan paling penting dalam


proses rafinasi, merupakan proses pencucian raw sugar yang
dirancang untuk menghilangkan lapisan molasses yang
mengandung komponen bukan gula (sekitar 70%). Namun
demikian walaupun efisiensi afinasi maksimal, tidak mungkin
untuk menghilangkan seluruh komponen bukan gula dalam
kristal raw sugar.

Afinasi yang baik dapat menghilangkan 85% komponen bukan


gula dalam raw sugar. Pencucian yang berlebihan akan
meningkatkan jumlah sukrosa yang masuk ke stasiun recovery
sebagai cairan pencucian. Hal ini menyebabkan bertambahnya
biaya untuk pengambilan kembali atau untuk industri yang tidak
punya fasilitas recovery akan dihasilkan molasses dengan
kandungan gula tinggi.

8.2.2. Purifikasi

Purifikasi dirancang untuk menghilanggkan komponen bukan


gula pada gula kristal, larutan gula hasil afinasi atau cairan
pencucian raw sugar. Tujuan utama purifikasi adalah untuk
mmempersiapkan cairan gula memasuki tahap berikutnya yaitu
decolorisasi. Pada proses rafinasi modern, ada tiga proses
purifikasi yang banyak dilakukan, yaitu:

a. Filtrasi

Pada cara filtrasi, pemisahan hanya dilakukan secara meekanis


sehingga hasilnya kurang efektif, saringan mudah tersumbat dan
biaya untuk membeli filter tinggi. Bila dibandingkan dengan dua
cara purifikasi yang lain maka hasil filtrasi dapat dilihat pada
tabel

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


46

Tabel 2. Perbandingan Proses Purifikasi


Sistem Kinerja Tep. Tulang yang
Penghilangan (%) Digunakan

Warna (% dari cairan)


Abu

Karbonatasi 53 11 18,5

Fosfatasi 33 0 32,5

37 7 30

43 10 22

Filtrasi dengan 12 0 36
diatomite
sumber: Nawansih, 2002

b. Fosfatasi

Proses fosfatasi yang telah berhasil dikembangkan adalah


penambahan asam fosfat ke dalam cairan gula yang akan
menghasilkan gumpalan kalsium-fosfat. Telah dikembangkan
clarifier kontinyu yang diberi tekanan udara untuk memacu
pengapungan floc/gumpalan yang terbentuk.

Cairan gula panas 60 65o Brix suhu 60 75oC ditambah asam


fosfat sampai 200 400 ppm P2O5. Susu kapur ditambahkan
sampai pH akhir cairan yang dimurnikan 7,0 7,5. Campuran
kemudian diaerasi dan dilewatkan clarifier terbuka yang
dipanaskan selama 30 60 menit sampai mencapai suhu 85
90oC. Kombinasi penurunan tekanan dan peningkatan suhu
menghasilkan terlepasnya gelembung udara yang menyebabkan
gumpalan kalsium-fosfat mengapung ke permukaan clarifier
sebagai scum yang selanjutnya akan dipisahkan dari cairan
jernihnya.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


47

Pada fosfatasi ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan
dalam menangani mud/scum yaitu mengurangi jumlah gula yang
terbawa scum sebelum scum dibuang dan membentuk scum
agar mudah ditangani dalam pembuangan.

c. Karbonatasi

Peoses karbonatasi meliputi presipitasi sejumlah besar kalsium-


karbonat dalam cairan pencucian tau peleburan raw sugar.
Pemisahan bagian padat dilakukan dengan filtrasi bertekanan.
Komponen bukan gula dipisahkan dengan tiga cara, yaitu:

- Pemerangkapan bahan tidak larut dan semikoloid dalam


kristal kalsium-karbonat yang voluminous

- Penyerapan pada kristal kalsium-karbonat

- Presipitasi komponen tidak larut, garam kalsium larut anionik,


ion fosfat dan sulfat, warna dan asam organik.

Karbonatasi dilakukan dengan mencampurkan susu kapur 20o


Brix dengan cairan gula 65 68o Brix pada suhu 75 85oC dan
dialirkan ke sejumlah (2 4) tangki saturasi. Karbondioksida hasil
penyaringan gas dari boiler dialirkan ke tangki lewat aliran-aliran
pipa sehingga dihasilkan gelembung-gelembung kecil. Aliran gas
ke dalam tangki otomatis dikontrol dengan mengamati pH cairan.
Pada tangki I diinginkan pH 9,5 10 dan pH akhir cairan yang
dikarbonatasi tidak boleh melebihi 8,2. Total waktu pemberian
gas sekitar satu jam. Setelah karbonatasi kemudian diikuti
pemisahan antara kalsium karbonat denggan cairan jernih
dengan filterpress.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


48

8.2.3. Decolorisasi

Decolorisasi pada proses rafinasi sering kurang dianggap


penting. Dalam pemisahan komponen bukan gula memang
kurang efektif dibandingkan afinasi atau purifikasi. Namun
decolorisasi merupakan proses khusus yang bertujuan untuk
menurunkan warana cairan hasil purifikasi sampai 80 90%.

Decolorisasi merupakan tahap akhir untuk menghilangkan


komponen bukan gula. Dengan decolorisasi maka kristal gula
yang dihasilkan akan lebih putih. Dalam perdagangan, warna
merupakan salah satu kriteria kemurnian yang mudah dinilai.
Decolorisasi dengan adsorben lebih disukai dibandingkan proses
ulang adsorben yang bisa digunakan adalah karbon aktif, bubuk
tulang dan resin.

Arang tulang merupakan adsorben tertua dan masih merupakan


adsorben paling penting dalam industri refinery. Arang tulang
dibuat dari tulang sapi kering diperkecil ukurannya dan dibakar
dengan kondisi yang terkendali. Luas area 1 gram arang tulang
adalah 2 3 kali lebih tinggi dibandingkan lias area 1 gram
karbon aktif. Arang tulang mempunyai komposisi 90%
hydroxyapatite dan 10% karbon (Nawansih, 2002).

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


49

Gambar 6. Neraca Massa Proses Pembuatan Gula Tebu

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


50

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Statistik Produksi dan Konsumsi Gula.


http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile/PK4/Pro
fil%20Tebu-1_files/page0010.htm

Anonim. 2008. Proses Pebuatan Gula. http://berita-


iptek.blogspot.com/2008/07/proses-pembuatan-gula.html

Asparno, M. 1991. Faktor-faktor yang Berperan terhadap


Rendemen Tebu dan Pengolahannya. Paket Informasi
Majalah Berita No.4/1991. PPPGI. Pasuruan. Hal 48 51.

Bahar, A. 1996. Pengaruh Jenis Tebangan dan Kadar Trash Tebu


terhadap Jumlah, Kehilangan dan Mutu Nira Tebu. Skripsi.
Unila. Bandar Lampung. Hal 28 27.

Birch, G.G. dan K.J. Parker. 1978. Sugar: Science and Technology.
Applied Science Publisher LTD. London. Hal. 39 47.

Bunga Mayang, PG. 2000. Selayang Pandang Proses Pengolahan


Tebu menjadi Gula di Unit Usaha Bungan Mayang. Bandar
Lampung.

Kuswurj, R. 2008. Sugar Research and Technologi.


www.risvank.com/?p=219

Nawansih, O. 2002. Teknologi Pembuatan Gula Putih (Buku Ajar).


Unila. Bandar Lampung. Hal. 75 89.

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi


Pembuatan Gula di Indonesia. ITB. Bandung. Hal. 161
177.

Spencer, G.L. dan G.P. Meade. 1965. Cane sugar Handbook, John
Wiley and Sons. London.

Suparmono dan Sudarmanto, S. 1990. Proses Pengolahan Gula


Tebu. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. Hal. 179
185.

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti


51

PEMBUATAN GULA TEBU


(Tugas Mata Kuliah Ilmu Bahan dan Pengembangan Teknologi
Agroindustri)

Rachmania Widyastuti
F351090071

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Pembuatan Gula Tebu_Rachmania Widyastuti

Anda mungkin juga menyukai