Anda di halaman 1dari 20

TEKNOLOGI PANGAN HALAL

ANALISA TITIK KRITIS KEHALALAN


PADA INDUSTRI WINGKO BABAT

Disusun oleh :

KHAIRATUN NASYIATUL AISYIYAH (G2D015006)

ROFIATUL ULYAH (G2D015007)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
JANUARI, 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halal adalah sebuah konsep aturan prinsip agama Islam, yang
digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu hal diijinkan atau dilarang untuk
dikonsumsi oleh kaum muslim dengan dasar dari Al-Qur’an, hadist, atau
ijtihad (kesepakatan ulama) (Salehudin, 2010). Konsep halal ini tidak hanya
populer di antara kaum muslim, tetapi juga di masyarakat dunia secara umum
dan mulai diterapkan pada berbagai jenis produk seperti pada makanan,
minuman, obat-obatan, toiletries, kosmetika, dan bahkan pada penerapan ilmu
keuangan. Perintah untuk menggunakan hanya yang halal dan tidak
menyentuh barang yang haram bagi umat muslim telah tertuang jelas dalam
kitab suci Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Wahai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (Al-Qur’anul Karim, Al-Baqarah, 2:168).
Masyarakat Muslim terbagi dalam tiga jenis segmen konsumen
berdasarkan kecenderungannya terhadap produk syariah yaitu syariah loyalist,
floating mass, dan conventional loyalist (Karim dan Affif, 2005). Masyarakat
syariah loyalist memiliki kesetiaan (loyalitas) terhadap produk halal, bahkan
dapat membatalkan pembelian apabila produk yang dipilihnya ternyata
terbukti tidak halal. Floating mass membuat keputusan pembelian setelah
mempertimbangkan banyak hal dari banyak sudut pandang dan memilih
produk dengan hasil evaluasi terbaik. Masyarakat dalam golongan floating
mass memiliki kemungkinan untuk memakai produk halal dan produk
konvensional secara bersamaan. Produk konvensional yang dimaksud di sini
adalah produk-produk yang belum jelas kehalalannya ataupun yang sudah
jelas haram. Sedangkan pada conventional loyalist, kehalalan produk sama

1
sekali tidak menjadi bahan pertimbangan pembelian produk. Mereka
dimungkinkan memilih produk halal hanya apabila produk tersebut terbukti
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk konvensional.
Salehudin dan Mukhlis (2012) menemukan bahwa seorang konsumen
dapat saja masuk dalam kelompok segmen tertentu pada pembelian suatu
produk, kemudian menjadi kelompok yang lain pada pembelian produk yang
lain. Hal ini membuktikan bahwa seorang konsumen bisa memiliki respon
yang bermacam-macam terhadap pembelian produk yang berbeda. Pada
pemilihan produk pangan, perbedaan ini semakin terasa karena terkadang
konsumen tidak terlalu memperhatikan kehalalan dari makanan atau minuman
yang konsumsinya. Padahal, menurut pendapat dari beberapa imam besar
yang diakui dalam Islam, penggunaan bahan haram dalam suatu produk hanya
diijinkan apabila ada dalam kondisi darurah. Kondisi darurah di sini
mengandung pengertian situasi dimana seseorang tidak memiliki makanan
atau minuman halal apapun yang bisa dikonsumsi, dan yang tersedia hanya
yang telah difatwa haram oleh hukum Islam.
Perbedaan respon terhadap makanan atau minuman halal sedikit
banyak dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen tentang ilmu syariah dan
seberapa usaha yang dikeluarkan seorang muslim untuk mempelajari hal
tersebut. Kehalalan suatu produk juga dimulai dari pengetahuan produsen
dalam pemilihan bahan, proses produksi, hingga dipasarkan kepada
konsumen. Titik kristis kehalalan bagi produsen terutama pada usaha
menengah kebawah yang terkadang tidak peduli dengan bahan-bahan dan
proses produksi yang dilakukan karena menganggap sudah memenuhi aspek
kehalalan. Observasi pada kali ini dilakukan terhadap produsen wingko babat
dengan kelas usaha menengah kebawah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan bagaimana aspek kehalalan pada industri menengah
kebawah wingko babat.

2
C. Tujuan Observasi
1. Mengetahui aspek kehalalan pada bahan baku wingko babat
2. Mengetahui aspek kehalalan pada proses produksi wingko babat
3. Mengetahui aspek kehalalan pada peralatan produksi wingko babat
4. Mengetahui aspek kehalalan pada tata letak ruang produksi wingko babat

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Wingko Babat
Sejarah mencatat bahwa kue wingko berasal dari kota kecil bernama
Babad yang terletak di dekat Tuban, Jawa Timur. Sejak dulu hingga sekarang,
kue wingko biasa dijual di Babad. Dari sinilah kemudian kue wingko terkenal
dengan nama “wingko babad”. Wingko babad pertama kali muncul di
Semarang sekitar tahun 1946. Wingko babad ini pertama kali dibawa oleh
seorang wanita bernama Loe Lan Hwa bersama suaminya, The Ek Tjong (D
Mulyono). Mereka beserta kedua anaknya yang masih kecil-kecil, The Giok
Kwie (6 tahun) dan The Gwat Kwie (4 tahun), mengungsi dari Kota Babad ke
Kota Semarang sekitar tahun 1944. Di tengah suasana panas Perang Dunia II,
dari Babad yang dilanda huru-hara, mereka datang ke Semarang untuk
mencari kehidupan yang lebih aman.
Pada saat mereka datang ke Semarang belum ada orang yang menjual
kue wingko. Maka pada tahun 1946 mulailah Loe Lan Hwa dengan dibantu
suami, The Ek Tjong, membuat dan menjual kue wingko di kota Semarang.
Kue wingko tersebut dijajakan dari rumah ke rumah, di samping dititip-jual di
sebuah kios sederhana yang menjual makanan di stasiun kereta api Tawang
Semarang. Setiap kereta berhenti, petugas kios menjajakan kue wingko
beserta makanan lainnya kepada penumpang di dalam kereta api. Kue wingko
buatan Loe Lan Hwa itu ternyata banyak disenangi warga Kota Semarang.
Banyak di antara warga Kota Semarang yang menanyakan nama kue
tersebut kepada Loe Lan Hwa. Maka, untuk memenuhi keingintahuan
pembelinya dan sekaligus sebagai kenang-kenangan terhadap kota Babad
tempat dia dibesarkan, Loe Lan Hwa menyebut kue buatannya itu sebagai
wingko babad. Kue wingko babad buatan Loe Lan Hwa itu pun semakin
terkenal dan dicari banyak orang sebagai oleh-oleh dari Semarang. Dari
sinilah kemudian orang mengenal kue wingko babad sebagai makanan khas

4
Kota Semarang, walaupun sebenarnya berasal dari Babad, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur.
B. Pemilik Wingko Babat Cap Bus Bisnis
Observasi dilakukan pada industri wingko babat yang ada di kota
Semarang. Industri ini terletak di jl. Satria Utara 4 - 40 Semarang. Pemilik
bernama bapak Suliman, seorang kepala keluarga berumur 56tahun. Mulanya
bapak Suliman merupakan pedagang asongan dengan menjual wingko babat
yang diproduksi sendiri. Beliau mulai menjajakan di area Semarang dengan
menaiki sepeda dari rumah menuju terminal bis untuk menjajakan jualannya.
Sampai pada akhirnya pada tanggal 6 Juni 2002 bapak Suliman mendirikan
sebuah industri kecil wingko babat dengan nama wingko babat cap bus bisnis.
Dimana nama tersebut diambil dari sejarah bapak Suliman yang menjajakan
wingko babat dari bis satu ke bis yang lainnya. Industri yang didirikan bapak
Suliman beralamat di jl. Daratmulya II kel. Dadapsari. Sebelum kemudian
pada tahun 2006 berpindah pada alamat yang baru hingga saat ini. Namun
hingga saat ini toko yang beralamat di daratmulya tetap beroperasi untuk
pemasaran.
C. Pekerja Wingko Babat Cap Bus Bisnis
Industri wingko babat ini memiliki pekerja sebanyak 6 orang. Terdiri dari
wanita satu orang dan pria sebanyak 5 orang. Rata-rata usia pekerja adalah 40
tahun. Semua pekerja memiliki tugas yang sama dimulai dari proses produksi
hingga pengemasan.
D. Lokasi Pembuatan Wingko Babat Cap Bus Bisnis
Proses produksi wingko babat dilakukan di jl. Satria Utara 4 - 40 Semarang.
Merupakan sebuah bangunan rumah di lingkungan perumahan padat
penduduk. Pembuatan dimulai dari penyiapan bahan, proses produksi,
pengemasan, hingga pemasaran dilakukan di tempat tersebut. Selain di tempat
produksi, pemsaran juga dilakukan dengan mengirimkan ke toko-toko yang
sudah menjadi partner, yaitu di daerah jl. Pandanaran, kawasan Masjid Agung

5
Jawa Tengah, PRPP, Museum Ronggowasito, bahkan hingga pulau
Kalimantan.
E. Konsumen Wingko Babat Cap Bus Bisnis
Konsumen berasal dari berbagai kalangan, mulai dari dewasa hingga anak-
anak. Omzet meningkat ketika liburan sekolah tiba, lebaran, natal, tahun baru,
dan weekend. Konsumen dapat dating langsung ke toko pembuatan wingko
babat untuk mendapat produk tersebut dengan harga lebih murah dibanding
harga yang sudah dipatok oleh toko pihak ketiga. Industri ini belum membuka
pemasarannya pada sector online shop, masih berada pada batas offline shop.

6
BAB III
ANALISA TEKNOLOGI

A. Deskripsi Produk
Wingko babat adalah makanan semi basah yang dibuat dari bahan
dasar tepung ketan, gula adan kelapa parut yang dioven dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan makana lain yang diizinkan (Ronsley et, al,
2001). Wingko babat dibuat dari tepung ketan, kelapa muda parut, dan gula
pasir (Murdijati, 2007). Wingko babat biasanya berbentuk bundar dengan
tekstur padat dan kenyal serta biasa disajikan dalam keadaan hangat dan
dipotong kecil-kecil. Wingko babat dapat dijual dalam bentuk bundar yang
besar atau juga berupa kue-kue kecil yang dibungkus kertas. Kombinasi gula
dan kelapa menjadikan kue ini nikmat. Wingko babat biasanya dikonsumsi
sebagai hidangan selingan (Murdijati, 2007).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wingko babat relatif
murah dan mudah diperoleh. Komponen dalam pembuatan wingko babat
terdiri dari tepung ketan, gula, dan kelapa parut. Karaktistik rasa dari wingko
babat adalah manis dan gurih, untuk menonjolkan rasa gurih pada wingko
babat, maka kelapa yang digunakan adalah kelapa muda. Wingko babat
merupakan makanan yang memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi,
yaitu sekitar 10% yang berasal dari kelapa yang digunakan dalam pembuatan
formula, sehingga wingko babat mudah mengalami ketengikan.
B. Bahan dan Proses Produksi Wingko Babat
Bahan – bahan yang digunakan dalam proses produksi Wingko Babat
Cap Bus Bisnis adalah tepung ketan, gula pasir, kelapa muda parut, garam,
vanili, dan bahan tambahan pangan bila diperlukan. Penjual bahan baku yang
sudah menjalin kerjasama dengan industri wingko ini akan mengirimkan
langsung bahan-bahan yang diperlukan ke tempat industri. Kelapa muda yang

7
digunakan dalam bentuk parutan segar. Formulasi pembuatan wingko babat
cap bus bisnis dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Formulasi pembuatan wingko babat cap bus bisnis 500 biji
Nama Bahan Berat (kg)
Tepung ketan 10
Gula pasir 10
Kelapa muda parut 25
Garam halus 0,25
Vanili 0,12
Air 4L
Tambahan pangan (warna dan rasa) 55ml
Sumber : Usman, 2019

Semua bahan ditimbang terlebih dahulu sesuai yang dibutuhkan,


kemudian dilakukan pencampuran antara tepung ketan, gula pasir, kelapa
parut, garam, dan vanili. Setelah adonan tercampur rata, adonan dicetak pada
pencetak berdiameter 3,5 cm. Cetakan yang telah dibentuk, diletakkan pada
loyang oven yang sebelumnya sudah dilapisi daun pisang (untuk memberikan
aroma harum). Kemudian dioven selama 15 menit dengan 7 menit pertama
wingko dibalik agar tidak hangus dan daun pisang dilepas dari loyang.
Kemudian dilanjutkan hingga wingko babat matang. Dalam sekali
panggang, industri ini dapat menghasilkan 500 biji wingko babat. Dan dalam
sekali produksi menghasilkan 5000 biji wingko babat. Bagan alir produksi
wingko babat dapat dilihat pada gambar 2. Wingko yang sudah matang lalu
diangin-anginkan dengan diletakkan pada nampan dengan alas daun pisang.
Setelah cukup dingin, wingko dikemas pada kemasan yang berbahan dasar
kertas lalu dilem hingga rapi dan terakhir dipacking sesuai pesanan.
Pengemasan dilakukan manual dengan tangan. Dalam satu tas pack berisi 20
bungkus wingko babat. Dengan satu wingko memiliki berat berkisar 25gram.
Dalam kemasan wingko tercantun nomor registrasi dari Departemen
Kesehatan dengan nomor Dep.Kes.RI.No.SP.11/28/1104/02. Logo halal dan
nomor registrasi P.IRT belum tercantum dalam kemasan. Hal ini dikarenakan
produk belum didaftarkan untuk mendapat sertifikat tersebut.

8
Tepung ketan, gula pasir, kelapa
parut segar, garam, vanili

Pencampuran hingga rata

Pencetakan adonan

Pemanggangan (180°C, 15 menit)

Pengemasan

Pemasaran

Gambar 1. Diagram alir pembuatan wingko babat cap bus bisnis

9
C. Analisa Titik Kritis
Tabel 2. Analisa Bahan Baku
No. Bahan Ukuran Merk Sertifikat Halal Masa Keterangan
bahan Berlaku
sertifikat
1 Tepung 20kg Tepung Ada sertifikat, Masa Syuhbat
Ketan Putih ketan namun tidak berlaku
putih terdeteksi di web sertifikat
glutinous lpom mui. BPOM
rice flour Namun untuk MD
NE nomor registrasi hingga
BPOM MD Februari
terdeteksi di web 2019
resmi BPOM
2 Kelapa parut 25 kg Kelapa Tidak ada Tidak ada Syuhbat
segar berasal
dari
Kebumen,
distributor
dari Pasar
Johar
3 Gula pasir 10 kg GULA 15220016170715 26 August Halal
KEBON 2019
AGUNG
kemasan
merah
muda,
Trangkil
Pati

4 Garam halus 250 gram Kapal Tidak ada Tidak ada Halal
Terbang
5 Vanili 120 gram Panilli cap Tidak ada Tidak ada Syuhbat
mobil
6 Air PDAM Halal
7 Daun pisang Pasar Halal
darat
mulya

D. Simpulan
Berdasarkan hasil observasi pada industri wingko babat cap bus bisnis
dapat disimpulkan bahwa produk tergolong produk syuhbat. Alasan pertama

10
karena pada kemasan belum tercantum sertifikat halal. Selain itu selama
proses produksi pekerja tidak memperhatikan aspek yang mempengaruhi
kehalalan terutama najis. Masih banyakanya kontaminasi yang mungkin dapat
mempengaruhi produk yang berasal dari najis peralatan maupun pekerja.
Meskipun begitu, produk berasal dari bahan yang tergolong halal, namun
masih ada bahan yang belum berlabel halal. Kelebihan dari produk wingko ini
adalah sudah adanya sertifikat nomor registrasi dari departemen kesehatan.
E. Rekomendasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, berikut rekomendasi yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi najis dalam proses produksi.
1. Rekomendasi edukasi seluruh pekerja tentang pangan halal dan sertifikat
pangan halal
2. Memperhatikan kembali terkait label halal dalam bahan baku yang
digunakan
3. Rekomendasi mengganti bahan baku tepung beras yang digunakan dengan
Tepung Beras Rose Brand, Bola Deli Tepung Beras, PONDAN Tepung
Beras, dan Tepung Beras Global Savorindo Internasional,PT.
4. Rekomendasi memilih bahan pengemas bersertifikat halal
5. Memakai sandal terpisah khusus untuk kamar mandi
6. Meletakkan pengesat kaki di depan kamar mandi
7. Memakai sarung tangan saat melakukan proses produksi dan pengemasan
8. Memakai alat pengoles lem kertas saat melakukan pengemasan
9. Memerhatikan kondisi disekitar tempat produksi dari kotoran hewan dan
bau kotorannya

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim
Anonim.2019.Cek halal produk. http:// www. halalmui. org/mui14/index.
php/main/ceklogin halal/produk_halal_masuk/1. (11 Januari 2019).
Anonim.2019.Cek bpom. https:// cekbpom. pom.go.id/index. php/home/ produk/
cvcc3je3bigtfc1raitqb67d17/all/row/10/page/1/order/4/DESC/search/0/228113
006109. (11 Januari 2019).
Karim AA dan Affif AZ. 2005. Islamic Banking Consumer Behavior in Indonesia: a
Qualitative Approach. Proceedings of the 6th International Conference
onISlamic Economics and Finance. Jakarta.
Salehudin I. 2010. Halal Literacy: A Concept Exploration and Measurement Validation.
ASEAN Marketing Journal 2 (1) : 1-12.

Salehudin I dan Mukhlis BM. 2012. Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi, dan Temuan di
Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed). dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan
tulisan ekonomi muda FEUI. Jakarta.

Trisnawati ID dan Purwidiani N. 2015. Pengaruh proporsi tepung ketan dan tepung
kedelai terhadap sifat organoleptic wingko babat. Jurnal Boga 4 (2) : 67-76.

12
LAMPIRAN

Tempat produksi wingko babat

Gudang bahan baku

13
Tempat produksi

Tempat produksi

14
Tempat pengemasan

15
Pencampuran bahan

16
Penyiapan loyang pemanggang

17
Pencetakan adonan

18
Pengemasan

19

Anda mungkin juga menyukai