Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Family Business memegang peranan penting untuk pengembangan ekonomi suatu
negara, menurut hasil kesimpulan dari Laporan Bisnis Keluarga Asia 2011 yang berjudul
Tren Utama, Kontribusi dan Kinerja Ekonomi yang dikeluarkan oleh The Credit Sisse
Emerging Markets Research Institute, sebuah studi yang dilakukan dengan menggunakan
data primer dari 3568 bisnis keluarga yang terdaftar di bursa sepuluh negara Asia,
menyatakan bahwa bisnis keluarga merupakan pilar penting dalam perekonomian Asia.
Riset ini menunjukkan bahwa family business memberikan kontribusi sebesar 32%
terhadap sumber dana yang aktif diperdagangkan di pasar modal serta kapitalisasi pasar
dari bisnis-bisnis keluarga setara dengan 34% dari total PDB (Produk Domestik Bruto)
Asia (Meryana, 2011). Di Indonesia perkembangan bisnis keluarga juga sangatlah pesat
dimana 96% dari 165.000 perusahaan yang ada di Indonesia merupakan perusahaan
keluarga menurut Pikiran Rakyat, 2006. Berdasarkan catatan Biro Pusat Statistik (BPS)
perusahaan keluarga di Indonesia merupakan perusahaan swasta yang memiliki
kontribusi

besar

terhadap

PDB

yaitu

82,44%

(Bank

Mandiri,

2012,

http://csr.bankmandiri.co.id). Serangkaian fakta di atas menunjukkan suatu perusahaan


keluarga memiliki peran dan posisi yang penting dalam perekonomian keluarga.
Kunci dan keberhasilan sebuah bisnis keluarga untuk dapat bertahan hingga
beberapa generasi adalah dibutuhkan perencanaan yang matang dalan peralihan generasi
dan tahapan pengembangan dalam proses peralihan tersebut. Sejak proses mentransfer
kepemilikan dan keputusan suksesi diperlukan untuk menyeimbangkan isu keluarga dan
pengembangan usaha (Lee, Jasper, & Goebel, 2003). Salah satu komponen yang penting
dalam menentukan kesuksesan transisi adalah faktor waktu; dalam proses memajukan
perencanaan sangat penting untuk memberikan waktu untuk dapat membuat perubahan
dan persiapan dalam masalah dan ketegangan yang terjadi (Pardo, 2008).
Demi kelangsungan suatu family business maka salah satu hal yang wajib
dilakukan adalah dengan mempersiapkan succession planning dalam family business.
Menurut Lansberg (2005), succession merupakan perencanaan dan strategi perusahaan
yang membawa angin baru bagi perusahaan. Oleh karena itu, succession tidak terbatas
1

pada alih generasi pimpinan puncak saja ataupun dari pemilik kepada generasi penerus.
Succession hendaknya direncanakan dan dilaksanakan untuk tujuan yang lebih luas
(Susanto, A., Wijanarko, Susanto P. dan Mertosono, 2007). Melalui proses succession ini
juga akan menyebabkan terjadinya proses transformasi dalam organisasi. Dimana
tranformasi yang terjadi dapat mendorong organisasi untuk semakin berkembang.
Berdasarkan serangkaian latar belakang di atas penulis melihat bahwa
pembahasan mengenai proses succession kepemimpinan serta transformasi organisasi
yang terjadi akibat proses succession dalam family business menjadi sebuah topik yang
sangat penting dan menarik untuk dibahas lebih lanjut. Di dalam penelitian ini penulis
akan menggunakan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebagai subyek penelitian untuk
menjelaskan mengenai transformasi organisasi yang terjadi setelah proses succession
dalam family business.

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses succession kepemimpinan yang terjadi pada family business PT
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ?
2. Bagaimanakah transformasi yang terjadi pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
setelah terjadinya succession ?

1.3

Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan proses succession kepemimpinan yang terjadi pada PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk.
2. Menjelaskan mengenai transformasi yang terjadi pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food
Tbk setelah terjadinya succession.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Family Business
Menurut John L. Ward dan Craig E. Aronoff menyatakan bahwa suatu perusahaan
dinamakan family business apabila terdiri dari dua atau lebih anggota keluarga yang
mengawasi keuangan perusahaan (dalam Susanto A., Wijanarko, Susanto P. dan
Mertosono, 2007). Sedangkan Leach (2007) mendefinisikan family business sebagai
bisnis yang dipengaruhi oleh keberadaan keluarga atau hubungan antar anggota keluarga
di dalamnya. Menurut Ward (1987), family business dianggap sebagai bisnis yang akan
diteruskan untuk generasi keluarga berikutnya untuk mengelola dan mengendalikan
(dalam Alvarez, Sintas, & Gonzalvo, 2002).
Menurut Susanto A., Wijanarko, Susanto P. dan Mertosono (2007), ada dua jenis
family business yaitu :
1.

Family Owned Enterprise (FOE)


Family Owned Enterprise (FOE) merupakan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga
tetapi dikelola oleh eksekutif profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga.
Dalam hal ini, keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam
operasi di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara profesional.

2.

Family Business Enterprise (FBE)


Family Business Enterprise (FBE) merupakan perusahaan yang dimiliki dan
dikelola oleh anggota keluarga pendirinya. Ciri perusahaan tipe ini adalah posisiposisi kunci dalam perusahaan dipegang oleh anggota keluarga.

2.2

Succession
Menurut Lansberg (2005), suksesi merupakan suatu proses yang harus dilalui oleh
setiap family business dengan tetap memberikan kesempatan kepada anggota keluarga
dan orang lain untuk dapat menduduki posisi jabatan strategis dan non strategis.
Sedangkan pernyataan

dari Moores

and

Barrett

(2002), menyatakan bahwa

sustainability of Family Business depends on success of succession. Sehingga tidak


bisa dipungkiri bahwa masa depan family business juga tergantung pada keberhasilan
3

suksesi. Bagi pendiri family business, keberhasilan suksesi adalah ujian akhir
kejayaannya (dalam Tatoglu, Kula, & Glaister, 2008). Penanganan suksesi yang buruk
akan membuat pesaing mendapat keuntungan yang signifikan. Succession merupakan
salah satu isu yang membutuhkan analisis dari perspektif keluarga, manajemen dan
sistem kepemilikan untuk memahami secara memadai perspektif dari para stakeholder
yang berbeda (dalam Bradley, & Burroughs, 2010).

Succession merupakan sebuah

proses yang memodifikasi repositori pengetahuan dan perlunya dipelihara dan


ditingkatkan untuk kapasitas penciptaan nilai masa depan organisasi. Succession dapat
secara efektif ditafsirkan dan sebagai suatu proses dari transfer pengetahuan dan
penciptaan dalam sebuah hubungan sinergi di antara incumbent, suksesor dan organisasi.

2.3

Succession Planning
Rothwell (2001) mendefinisikan succession planning sebagai upaya yang
disengaja dan sistematis oleh sebuah organisasi untuk menjamin kelangsungan
kepemimpinan dalam posisi-posisi penting, mempertahankan dan mengembangkan
modal intelektual dan pengetahuan untuk masa depan, dan mendorong kemajuan
individu. Succession plan adalah proses mengidentifikasi dan mengembangkan anggota
keluarga, khususnya generasi muda yang memiliki potensi mengisi posisi kepemimpinan
dalam perusahaan. Succession planning berkaitan dengan perencanaan strategis
perusahaan, pengembangan karir, peran dari generasi tua setelah meninggalkan pos
kepemimpinannya, dan komitmen yang lebih muda generasi ke keluarga dan bisnis
(dalam Susanto dan Susanto, 2013). Sedangkan menurut Wolfe (1996) dan Rothwell
(2001), succession planning memerlukan jangka panjang dan pendekatan yang lebih luas
melalui pelatihan dan penggantian individu penting (dalam Grassi & Giamarco, 2008).
Menurut Morris et al. (1997), faktor-faktor yang terkait dengan succession yang
efektif yang dapat dianggap sebagai tahapan dalam succession planning dikategorikan
menjadi tiga kategoti umum yaitu : (dalam Hnatek, 2012).
1. Tingkat Persiapan / kesiapan penerus yang berkaitan dengan :
-

Pendidikan formal, Training, Pengalaman kerja (di luar perusahaan), Posisi level
entry, Lama bekerja dalam perusahaan, Motivasi untuk bergabung dengan
perusahaan, Persepsi diri dari persiapan
4

2. Hubungan antara anggota keluarga dan bisnis yang berkaitan dengan :


-

Komunikasi,

Kepercayaan,

Komitmen,

Loyalitas,

Kekacauan

keluarga,

Persaingan saudara kandung, Kecemburuan atau kebencian, Konflik, Nilai-nilai


dan tradisi yang dibagi
3. Kegiatan perencanaan dan pengendalian :
-

Perencanaan , termasuk perencanaan pajak, Penggunaan dewan pengurus


eksternal, Penggunaan konsultan / penasihat bisnis keluarga , Pembentukan
dewan keluarga.

2.4

Transformasi Family Business


Menurut A.B Susanto (2005), beberapa faktor yang harus dipersiapkan dalam
rangka transformasi organisasi adalah lingkungan, pertumbuhan usaha, masuknya
eksekutif professional, dan suksesi. Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan
yang diperlukan oleh suatu korporasi untuk memposisikan diri agar lebih baik dalam
menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang
berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam
perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap
pola pikir, pola pandang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan
maupun perilaku dan kemampuan organisasi.
Terdapat lima tahap utama dalam transformasi bisnis, yaitu :
1. Tahap pertama adalah visioning, strategic positioning dan corporate strategy
development untuk menetapkan arah dan tujuan perusahaan serta memposisikan
diri agar lebih kompetitif.
2. Tahap kedua, peningkatan kemampuan organisasi.
3.Tahap ketiga, pengembangan sumberdaya manusia untuk melakukan perubahan
mendasar pada pengelolaan dan kesisteman sumberdaya manusia.
4. Tahap keempat, pemantapan budaya perusahaan agar seluruh kekuatan
perusahaan dapat diikat menjadi satu dan diarahkan kepada sasaran yang
diinginkan.
5. Tahap kelima adalah tahapan pencapaian sasaran bisnis dan penciptaan nilai.

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1

Gambaran Umum Perusahaan


PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF) merupakan perusahaan multinasional
yang memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia.

Perusahaan ini

didirikan pada tahun 1959. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan
makanan. Pada tahun 1959, almarhum Tan Pia Sioe mendirikan bisnis keluarga yang
nantinya berkembang menjadi PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPS-Food). Sebuah
Bisnis keluarga yang memproduksi bihun jagung dengan nama Perusahaan Bihun Cap
Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah. Pada tahun 1978, Tan Pia Sioe wafat, dan
usahanya diteruskan oleh putranya, Priyo Hadi Susanto. Tahun 1992, PT Tiga Pilar
Sejahtera (TPS) secara resmi didirikan, dan tampuk pimpinan perusahaan diserahkan
kepada Stefanus Joko Mogoginta, sementara Mr. Priyo tetap berada di belakang layar
sebagai komisaris.
PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF) merupakan perusahaan publik yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003 yang pada awalnya hanya bergerak di
bisnis makanan (TPS Food) dan pada 2008 mulai memasuki bisnis perkebunan kelapa
sawit (TPS Agro). Sejalan dengan proses transformasi bisnis yang dimulai pada
2009, TPSF telah menjadi salah satu perusahaan yang termasuk dalam Indeks Kompas
100 dan mendapat penghargaan Best Consumer Goods Industry Public Listed Company
serta termasuk perusahaan yang masuk dalam daftar A List of the Top 40 Best
Performing Listed Company pada tahun 2011.
Bisnis makanan dari TPS Food adalah bisnis pendahulu dan tetap menjadi
kontributor utama TPSF yang terus mengembangkan usahanya dengan mengakuisisi
beberapa perusahaan antara lain PT Subafood Pangan Jaya yang bergerak di bidang
produksi bihun jagung dengan beberapa merek terkenal Subahoon dan Cap Tanam
Jagung, serta mengakuisisi merek TARO pada akhir tahun 2011 yang memiliki tingkat
awareness yang sangat tinggi dan telah menghasilkan pertumbuhan dan kinerja yang luar
biasa dengan memberikan kontribusi pendapatan hingga 25% dari total penjualan TPS
Food.
6

Bisnis Kelapa Sawit dimulai TPSF pada tahun 2008 dengan mengakuisisi PT
Bumiraya Investindo (BRI) yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Bisnis ini merupakan
natural hedge untuk TPSF karena memanfaatkan minyak sawit dalam bisnis makanan,
sekaligus merupakan sumber pendapatan dan potensi pertumbuhan di masa akan datang.
Untuk meningkatkan produksi, TPS Agro melakukan strategi pengembangan secara
organik dan an-organik. TPS Agro mengalokasikan sebagian besar dana investasi untuk
menambah lahan tertanam pada kegiatan usaha sektor ini, di mana ditargetkan sebesar
41.000 hektar lahan tertanam pada tahun 2015.
Pada akhir tahun 2010 TPSF memulai bisnis berasnya melalui akuisisi PT Dunia
Pangan, yang mana usaha di bidang Beras ini juga merupakan salah satu bentuk
kontribusi TPSF bagi ketahanan pangan nasional. Bisnis model TPS Rice adalah Paddy
to Rice, yaitu mengkorversi padi basah (GKP : Gabah Kering Panen) yang dibeli para
petani, dikeringkan dan diolah dengan mesin yang modern menjadi beras. Dengan bisnis
model Paddy to Rice TPS Rice secara jelas membedakan dirinya dengan kompetitor
lain yang kebanyakan rice milling tradisional kecil dan tersebar di banyak tempat serta
kebanyakan mengadopsi bagian kecil dari bisnis model TPS Rice. Masuknya TPSF ke
dalam bisnis perdagangan beras diharapkan akan membantu memperbaiki pendapatan
petani beras, yang sering terpaksa menjual hasil produksi mereka pada harga rendah
terlepas daripada kondisi saat itu yang sedang panen.
Selama tiga tahun terakhir, sejalan dengan proses transformasi bisnis yang
dicanangkan pada akhir tahun 2009, TPSF telah berkembang pesat dengan kombinasi
akuisisi dan pola pertumbuhan internal. Dengan komitmen untuk meningkatkan nilai
perusahaan dari waktu ke waktu, kedua teknik tersebut sejauh ini mampu meningkatkan
masa hidup perusahaan serta meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan
Indonesia. Proses Transformasi Bisnis secara berkelanjutan dilaksanakan dengan
senantiasa menumbuhkan daya saing perusahaan menuju kepada performance terbaik.
Adapun visi dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF) adalah menjadi
sebuah perusahaan berwawasan Nasional yang membangun Indonesia, hebat, dan sukses
di "Food and related businesses" yang bereputasi dan berkontribusi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan misi dati TPSF yaitu :

Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas dan inovatif yang mampu
menciptakan nilai tambah untuk semua pelanggan.

Menjadi Perseroan yang hebat dengan cara membangun sistem jalur ganda dalam
organisasi kami; Orang yang tepat dengan sistem yang baik.

Membangun budaya disiplin dan sumber daya manusia pembelajar untuk


memaksimalkan kekuatan karyawan dan organisasi.

Memiliki kekuatan seperti perusahaan multinasional namun dengan kelincahan


seperti perusahaan kecil.

Menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme dan Tata Kelola Perusahaan yang baik.

Secara konsisten memberikan keuntungan di atas standar pasar atas dana Pemegang
Saham.

3.2

Jenis PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Sebagai Family Business


PT Tiga Pilar Sejahtera Food termasuk jenis Family Business Entreprise (FBE)
karena PT Tiga Pilar Sejahtera Food merupakan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga
dan dikelola oleh anggota keluarga pendiri. Selain itu, kepemilikan maupun pengelolaan
dipegan oleh pihak keluarga. Dimana semula dipimpin oleh Tan Pia Sioe, selanjutnya
generasi kedua dipegang oleh putranya yaitu Priyo Hadi Susanto. Berikutnya generasi
ketiga dipegang oleh Stefanus Joko Mogoginta.

3.3

Succession Planning Pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF)


Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food agar proses
succession planning dapat berjalan dengan baik adalah :
1. Tingkat persiapan
Pada tingkat persiapan ini Stefanus Joko Mogoginta yang merupakan calon penerus
generas ketiga pertama-tama mendapatkan pendidikan formal. Hingga akhirnya Ia
menuntaskan pendidikan yang ditempuhnya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
jurusan teknologi pangan tahun 1991. Selain pendidikan formal yang ditempuh oleh
Joko Mogoginta, saat masih berada pada bangku sekola dasar, Ia sudah membantu
usaha keluarga sehingga Ia sudah sangat dekat dengan bisnis makanan. Hal tersebut
juga berlanjut ketika SMP dimana Joko Mogoginta sudah melakukan pemasaran
8

dengan mencari calon konsumen, menerima pesanan, dan menagihkan pembayaran.


Bahkan ketika berada di bangku SMU Ia sering melakukan perjalanan ke luar kota
untuk melakukan aktivitas pemasaran. Melalui hal-hal tersebut sudah dapat dilihat
bahwa Joko Mogoginta telah mendapatkan pendidikan mengenai bisnis yang
dijalankan oleh keluarganya sejak ia berada di bangku sekolah dasar. Juga dapat
dikatakan bahwa Joko Mogoginta memiliki motivasi untuk bergabung di perusahaan
karena Ia sudah terjun untuk membantu secara tidak formal sejak Ia masih kecil. Pada
tahun 1991, Joko Mogoginta secara resmi mulai menjalankan karier

secara

profesional dalam menjalankan bisnis makanan dengan bergabung dengan bisnis


keluarganya. Dan pada tahun 1992, Priyo Hadi Susanto yang menjabat sebagai
pimpinan perusahaan menyerahkan jabatan tersebut pada Stefanus Joko Mogoginta.
Sedangkan Priyo Hadi Susanto kemudian menjabat sebagai komisaris di PT Tiga
Pilar Sejahtera Food.
2. Hubungan antara anggota keluarga dan bisnis
Dalam hal ini agar proses succession dapat berjalan dengan lancar maka di dalam
keluarga selaluh diciptakan kondisi dan hubungan positif antar anggota keluarga.
Nilai kejujuran juga merupakan salah satu hal yang berdampak sangat besar terhadap
perkembangan bisnis keluarga hingga saat ini. Sampai hari ini, kultur manajemen
yang erat seperti sebuah keluarga adalah salah satu nilai yang terus dipertahankan
oleh generasi ketiga dari sang pendiri. Ini merupakan salah satu faktor utama dari
kesuksesan yang diraih oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food hingga sampai pada genrasi
ketiga. Hubungan yang erat antar anggota keluarga akan membantu agar suatu bisnis
keluarga dapat berjalan dengan lancar karena antar anggota keluarga saling memberi
dukungan satu sama lain. Nilai-nilai yang sudah tertanam dalam keluarga ini terus
diupayakan agar dari generasi ke generasi tetap mempertahankannya sehingga bisnis
keluarga ini dapat bertahan hingga sampai ke generasi-generasi berikutnya.
3. Kegiatan perencanaan dan pengendalian
Setelah proses succession dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food yang pada
akhirnya kepemimpinan berada pada Joko Mogoginta sebagai president director
maka banyak perubahan yang terjadi. Dalam tahapan ini dimulai dengan

pembentukan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sehingga kemudian dibutuhkan


dewan pengurus eksternal, dewan komisaris, dan lain-lain.

3.4

Transformasi Bisnis Setelah Adanya Proses Succession


Setelah melalui proses succession, selanjutnya di bawah kepemimpinan generasi
ketiga yaitu Joko Mogoginta, pada tahun 1992 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mulai
mengalami perubahan dalam pelaksanaan bisnisnya. Sebelum dilakukan transformasi
dalam bisnis PT Tiga Pilar Sejahtera Food, perusahaan ini hanya memiliki tujuan yang
sederhana dan tidak memiliki visi dan misi jangka panjang. Dimana pekerjaan yang
dilalukan hanya berdasarkan pada latar belakang, semangat, background study, dan
intuisi semata. Untuk itu setelah succession melalui kepemimpinan Joko Mogoginta
dimulai transformasi bisnis dengan alasan bahwa perusahaan ingin mengalami
pertumbuhan yang signifikan, jauh di atas rata-rata pertumbuhan bisnis sejenis, dan
adanya keinginan untuk menjadi perusahaan yang nasional dan multinasional yang hebat.
Dalam hal ini bagian-bagian yang akan ditransformasi adalah organisasi dan bisnis dari
PT Tiga Pilar Sejahtera Food itu sendiri.
Awal mula perancangan transformasi ini dimulai dengan kesadaran akan
kekurangan sebagai bisnis keluarga, maka atas usulan dari Joko Mogoginta yang saat itu
menjabat sebagai pimpinan puncak PT Tiga Pilar Sejahtera Food, maka semua jajaran
kepemimpinan bersama-sama menyepakati untuk menjadi perusahaan professional dan
memutuskan untuk melakukan proses transformasi dalam bisnis. Sebagai modelnya,
perusahaan mengadopsi keunggulan / kelebihan perusahaan besar professional yang telah
terbukti. Hal tersebut dilakukan dengan mengkombinasikan keunggulan dari PT Tiga
Pilar Sejahtera Food itu sendiri. Dalam upaya untuk membantu pelaksanaan proses
transformasi bisnis ini perusahaan menghire konsultan asing yang memiliki kemampuan
dalam hal productivity dan yang berdampak pada perubahan organisasi yang signifikan.
Tahapan yang dilalui oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dalam proses
transformasi bisnis antara lain :
1.

Pada tahapan pertama ini dimulai dengan menetapkan tujuan, visi, misi, dan value
dalam perusahaan. Dimana tujuan yang dibuat tidak hanya tujuan yang sederhana saja
melainkan tujuan organisasi yang lebih spesifik dan menetapkan tujuan-tujuan yang
10

ingin dicapai oleh organisasi dalam beberapa tahun yang akan datang. Karena
nantinya tujuan yang disusun akan menjadi pedoman yang akan sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan suatu organisasi itu sendiri.
Berikutnya visi dan misi yang dirancang juga didasarkan pada tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi itu sendiri. Value yang mulai ditanamkan dalam organisasi
juga merupakan suatu nilai yang telah lama dipertahankan oleh pendiri yaitu Tan Pia
Sioe hingga sampai pada generasi ketiga saat ini.
Selain itu, perusahaan juga mulai menetapkan target atau goal dari masingmasing departemen, hingga ke para individu, dan juga terhadap stasiun proses yang
ada di perusahaan. Sejak dimulainya proses transformasi ini juga mulai dibentuk
suatu tim dengan pertimbangan bahwa dengan adanya suatu tim akan membantu
perusahaan untuk mencapai tujuan dari organisasi. Dalam tahapan ini otomatis semua
karyawan akan ikut terlibat secara langsung dalam proses transformasi yang
dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food.
2.

Tahap kedua yang dijalankan oleh organisasi adalah dengan melakukan


peningkatan dalam organisasi. Dalam tahapan ini perusahaan akhirnya memiliki suatu
tool perubahan yang menjadi pedoman bagi perusahaan dan karyawan sebagai
pedoman dalam melaksanakan transformasi ini. Peningkatan dalam organisasi ini
juga dimulai dari pimpinan perusahaan yaitu Joko Mogoginta yang harus menjadi
model/contoh change agents dalam proses transformasi perubahan. Setelah
menentukan arah perusahaan dan diikuti oleh kata sepakat dari karyawan perusahaan
maka mau tidak mau seluruh karyawan akan ikut dalam perubahan transformasi
bisnis itu sendiri. Peningkatan perusahaan juga dilakukan melalui sosialisasi yang
intensif dengan melibatkan semua komponen karyawan perusahaan buddy system dan
terus menerus mengadakan pelatihan atau workshop.

3.

Pada tahap ketiga yaitu dilakukan dengan melakukan pengembangan sumber daya
manusia (SDM) yang ada di dalam PT Tiga Pilar Sejahtera Food. Pelatihan untuk
pengembangan karyawan ini dibutuhkan karena adanya kenyamanan karyawan
(comfort zone) sebelum dilakukannya transformasi. Untuk itulsh dibutuhkannya suatu
pelatihan dan pengembangan karyawan agar mereka dapat menggunakan kemampuan
mereka sebaik-baiknya dengan harapan dapat membantu peningkatan organisasi.
11

Cara-cara untuk pengembangan karyawan diantaranya adalah dengan melalui


tranining, seminar, workshop, dan mentoring. Tidak hanya itu, perusahaan juga
menyediakan waktu untuk coaching, consulting, dan counseling oleh para ahli
dibidangnya yang telah ditunjuk PT Tiga Pilar Sejahtera Food untuk mengawal
proses transformasi bisnisnya.
4.

Tahap yang keempat ini yaitu tahapan dimana dilakukannya pemantapan budaya
dalam perusahaan agar seluruh kekuatan perusahaan dapat diikat menjadi satu dan
diarahkan kepada sasaran yang diinginkan. Disini budaya organisasi yang telah ada
mulai ditingkatkan agar tiap karyawan memahami dan menjalankan budaya yang ada
tersebut untuk membantu organisasi dalam mencapai sasaran yang diinginkan.
Pemimpin juga memiliki filosofi yang tertanam di benaknya bahwa bekerja itu harus
work hard, work smart, dan work fast secara best practice, lebih modern, lebih
sederhana, dan tentu lebih baik dengan hasil yang baik pula. Pada kepemimpinan
yang diterapkan dimana menempatkan diri sebagai agent of change yang nantinya
dapat ditiru oleh karyawan, sekaligus menempatkan dan melibatkan karyawan
sebagai bagian terpenting dalam mencapai tujuan, visi, misi, dan nilai-nilai serta
target perusahaan.

5.

Tahapan yang terakhir yaitu adalah tahapan pencapaian sasaran bisnis dan
penciptaan nilai. Untuk mencapai pada tahap yang kelima ini tentunya PT Tiga Pilar
Sejahtera Food telah melewati berbagai proses dalam upaya melakukan transformasi
bisnisnya. Dalam proses transformasi ini tentunya dibutuhkan dukungan bagi seluruh
bagian dalam organisasi (pimpinan, karyawan, pemegang saham, serta pemangku
kepentingan yang lainnya). Setelah 4 tahun sejak awal dideklarasikan transformasi
selanjutnya proses continous improvement dilakukan oleh perusahaan. Dan hal ini
membawa hasil yaitu PT Tiga Pilar Sejahtera Food menjadi perusahaan yang
profesional dengan pertumbuhan yang luar biasa baik dalam hal pendapatan,
keuntungan, dan tentunya kepuasan bagi pihak stakeholder PT Tiga Pilar Sejahtera
Food.
Pada tahapan ini juga sudah mulai tercapainya sasaran bisnis akibat dilakukannya
proses transformasi dalam bisnis. Kondisi tersebut diantaranya adalah kenaikan
pendapatan perusahaan yang sangat tinggi. Begitu pula dengan profit atau net income
12

perusahaan yang well performed and growth very good baik melalui pertumbuhan
organik maupun anorganik. Karena PT Tiga Pilar Sejahtera Food adalah perusahaan
publik maka jika dilihat dari saham perusahaan yang berkode AISA likuiditasnya
sangat baik atau likuid di bursa saham Indonesia. Karena hal-hal tersebut maka
masyarakat percaya bahwa PT Tiga Pilar Sejahtera Food adalah perusahaan yang
professional dan reputable. Keberhasilan dari pencapaian sasaran organisasi ini juga
terbukti dengan penghargaan dari SWA dan Synovate yaitu untuk Best CEO pada
tahun 2010, penghargaan sebagai The Most Improved Company tahun 2010 dari
IICD dan investor untuk Good Corporate Governance. Saat ini kira-kira 40% saham
dari perusahaan berkode AISA dimiliki oleh sekitar 160 investor institusi dan sekitar
2000 investor perorangan. Hal ini membuktikan bahwa performance dari saham PT
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ini sangat baik.

Adanya keputusan dari penerus generasi ketiga family business PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk untuk melakukan transformasi bisnis adalah hal yang sangat baik
untuk perkembangan perusahaan untuk menjadi world class family business. Terlebih
karena proses suksesi ini perusahaan telah berkembang jauh lebih besar dibandingkan
dengan kondisi sebelum dilakukannya suksesi. Karena untuk mencapai keberhasilan
dalam proses transformasi bisnis dibutuhkan seorang CEO/owner yang merupakan orang
nomor satu di organisasi yang merupakan salah satu kunci utama untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu organisasi.
Pencapaian dalam proses transformasi bisnis ini tentunya harus terus
dipertahankan oleh suatu organisasi. Untuk itulah dibutuhkannya strategy berikutnya
guna untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan suatu bisnis keluarga. Salah satu
strategy yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk adalah dengan melakukan
branding produk-produk TPSF secara konsisten dan berkelanjutan, memasuki pasar
global, meneruskan pertumbuhan anorganik melalui joint venture, alliance, co-branding,
dan OEM. Perusahaan juga akan berfokus pada pemasaran dimana strategy pemasaran
yang dilakukan adalah dengan memiliki brand manager pada setiap produk dan
melakukan kampanye pemasaran yang tidak hanya berfokus pada pengenalan produk
tetapi juga melibatkan konsumen akan kepedulian terhadap lingkungan. Selain itu,
13

perusahaan juga secara terus-menerus melakukan dan meningkatkan learning human


capital melalui TPSF Academy agar terwujud atau menjadi perusahaan yang World
Class Family Business. Transformasi juga akan tetap dilakukan secara terstruktur yang
tujuannya adalah mempertahankan pertumbuhan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
Perusahaan akan tetap konsisten di bidang food and food related dengan memprioritaskan
peluang-peluang bisnis makanan yang paling memberikan value added saat ini dan di
masa yang akan datang.
Untuk perkembangan family business menjadi perusahan world class maka PT
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk juga mempersiapkan divisi khusus untuk pemasaran global
yang berbasis di Singapura. Dimana harapan dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk itu
sendiri adalah dalam 3 sampai dengan 5 tahun mendatang perusahaan akan dapat
meningkatkan ekspor dengan membidik negara-negara di ASEAN, China, Timur Tengah,
Afrika, dan Australia.

14

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada PT Tiga Pilar Sejahtera
Food, Tbk maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses succession yang terjadi pada family business PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk ini
melalui 3 tahapan yaitu tingkat persiapan, hubungan keluarga dan bisnis, serta kegiatan
perencanaan dan pengendalian. Dimana Stefanus Joko Mogoginta sebagai penerus
generasi ketiga telah melalui semua tahapan tesebut dan selanjutnya berhasil menjadi
penerus perusahaan.
2. Transformasi dalam family business PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk ini dilakukan
setelah terjadinya proses succession yaitu oleh Joko Mogoginta sebagai penerus
perusahaan generasi ketiga. Transformasi bisnis yang dilakukan olehnya ini berdampak
sangat baik untuk perkembangan dan kemajuan perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan yaitu world class family business.

15

Anda mungkin juga menyukai