Anda di halaman 1dari 17

pengertian dan perbedaan etika ,etiket, dan moral

PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Etika sebagai ilmu tentang
kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang
dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila dalam etika dimaksudkan
kelakuan atau perbuatan seseorang bernilai baik, sopan menurut norma-

norma yang

dianggap baik
2.1.1 ETIKA MENURUT PARA AHLI
A. BROOKS (2007)
Menurut Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian
normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan
akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan permasalahan di dunia
nyata Kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan

Kebudayaan,

1988

mengutip

dari

Bertens

2000),

mempunyai

arti

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak);
2.

Kumpulan

asas

atau

nilai

yang

berkenaan

dengan

akhlak;

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
B. MARTIN (1993)
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai the discipline which can act as
the

performance

index

or

reference

for

our

control

system.

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial(profesi) itu sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-in mechanism berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi,
dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-

gunaan

keahlian

(Wignjosoebroto,

1999).

Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri
para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat
mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya
C. K. Bertens,
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994 Penerbit Gramedia Jakarta,
selain ada persamaannya, ada empat perbedaan antara etika dan etiket yaitu secara umumnya
sebagai berikut:
1. Etika adalah niat. Apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan
cara,

untuk

melakukan

perbuatan

benar

sesuai

dengan

yang

diharapkan.

2. Etika adalah nurani (bathiniah). Bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah),
tampak

dari

sikap

luarnya

penuh

dengan

sopan

santun

dan

kebaikan.

Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan
baik

mendapat

pujian

dan

yang

salah

harus

mendapat

sanksi.

3. Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan
daerah tertentu, tetapi belum tentu di daerah lainnya. Etika berlakunya tidak
tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku,
jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak
berlaku.
MACAM-MACAM ETIKA
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang

bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsipprinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2. ETIKA KHUSUS,

merupakan

penerapan

prinsip-prinsip

moral dasar

dalam

bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat
juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan
dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori
serta

prinsip

moral

dasar

yang

ada

dibaliknya.

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :


a.

Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya

sendiri.
b.

Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia

sebagai anggota

umat manusia.

Pengertian Etiket
Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau aturan lainnya yang mengatur
hubungan antara kelompok manusia yang beradab dalam pergaulan. Etiket adalah perilaku
yang dianggap pas, cocok, sopan, dan terhormat dari seseorang yang bersifat pribadi seperti
gaya makan, gaya berpakaian, gaya berbicara, gaya berjalan, gaya duduk, dan gaya tidur.
Namun, karena etiket seseorang menghubungkannya dengan pihak lain, maka etiket menjadi
peraturan sopan santun dalam pergaulan dan hidup bermasyarakat.
Etiket menyangkut cara suatu perbuatan, kebisaaan, adat-istiadat, atau cara-cara tertentu
yang dianut oleh sekelompok masyarakat dalam melakukan sesuatu. Contohnya sebuah etiket
adalah memberi dengan tangan kanan. Sedangkan etika menyangkut masalah apakah suatu
perbuatan boleh dikatakan ya atau tidak hal yang prinsip dan universal adalah memberi
yang merupakan norma tentang perbuatan itu sendiri. Berbeda dengan etiket dalam memberi,

dalam etika mencuri merupakan sesuatu yang tidak etis, tidak perduli pakai tangan kanan atau
tangan kiri.
Ciri-ciri Etiket
Etiket menyangkut cara suatu perbuatan, kebisaaan, adat-istiadat, atau cara-cara
tertentu yang dianut oleh sekelompok masyarakat dalam melakukan sesuatu. Contohnya
sebuah etiket adalah memberi dengan tangan kanan.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Maksudnya, jika tidak ada saksi atau
orang maka peraturan (kebisaaan) tidak berlaku. Contohnya adalah ketika seseorang menaruh
kakinya di atas meja sementara ia duduk di atas kursi dan orang lain sama-sama duduk
dengannya, maka hal ini menjadi suatu perbuatan yang tidak beretiket. Namun, tindakan
seperti itu tidak menjadi persoalan ketika tidak ada yang melihatnya atau ketika ia hanya
duduk sendirian.
Etiket bersifat sangat relatif. Tidak sopan pada suatu kelompok masyarakat
tertentu, bisa jadi tidak menjadi masalah pada kelompok masyarakat lain. Mendahak pada
waktu makan merupakan pelanggaran terhadap etiket yang bersifat relatif, sementara
membunuh atau mencuri merupakan pelanggaran terhadap etika yang bersifat absolut. Itulah
sebabnya, di mana pun dan kapan pun membunuh dan mencuri merupakan hal yang
dipersalahkan. Etiket lebih berhubungan dan melihat hal-hal yang bersifat lahiriah atau
penampilan fisik,
Etiket juga berhubungan sangat erat dengan sopan santun (kedudukan keduanya
dapat berganti tempat). Oleh sebab itu, Sopan santun hanya menekankan penyesuaian lahiriah
kepada norma-norma. Sopan santun juga bertujuan memperlancar atau mengharmoniskan
pergaulan sosial di antara manusia. Sopan santun cenderung mengaburkan soal yang penting
dan tidak penting. Ada kalanya sopan santun mengutamakan yang kurang penting. Misalnya,
menjabat tangan seseorang yang kita sudah kenal atau akan kita kenal pada saat berjumpa,
atau mengucapkan terima kasih kepada orang lain yang memberikan sesuatu.
Prinsip Etiket
1.

RESPECT (Rasa hormat), dalam etiket kita harus mempunyai sikap respect yaitu rasa
hormat, menghargai, peduli, dan dapat memahami orang lain. Jadi sikap respect sangat
penting sehingga apabila kita bersikap respect kepada orang lain, maka orang lain pun akan
respect kepada kita.

2.

Empati, adalah pondasi dari semua interaksi hubungan antar manusia. Mampu merasakan
kondisi emosional orang lain. Empati dapat mengontrol sikap, perilaku, dan perkataan kita.
Empati membuat kita dapat turut merasa senang dengan kesenangan orang lain, juga turut

berduka dengan kesusahan orang lain. Dengan bersikap empati kita bisa menjadi lebih
bijaksana bersikap dan beretiket dalam kehidupan sehari-hari.
3.

Jujur. Kunci sukses dalam menjalin sebuah hubungan yang baik adalah bdengan bersikap
jujur. Dengan berkata jujur, kita akan menjadi pribadi yang apa adanya tanpa perlu ada yang
ditutup-tutupi.

2Perbedaan Etika dengan Etiket


Perbedaan Etiket dengan Etika K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika (2000)
memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal :
Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya
dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari
perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena
mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. Jangan
mencuri merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut
mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar
kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak
berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di
atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan
sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan
cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang
dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu
makan.
Etika bersifat absolut. Jangan mencuri, Jangan membunuh merupakan prinsip-prinsip
etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa
juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai manusia berbulu ayam, dari
luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari
segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis
pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama
yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka secara
etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata moral sama dengan
kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan
yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral
dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma
etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak
baik. Ada Juga yang mengartikan bahwa Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata
jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral
diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral senantiasa
mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan
tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya
perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan
betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama
dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang moralitas suatu perbuatan,
artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah
sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Korelasi Etika, Etiket dan Moral

Ketika kita mendengar kata etika maka langsung ikut bermunculan kata-kata lain seperti
etiket, etik, moral serta tentu saja akhlak bahkan agama, tetapi sedikit diantara kita yang
mengerti dan mengetahui akan arti, perbedaan, serta hubungan diantara kata-kata tersebut.
Melalui tulisan ini saya ingin sedikit memperjelas hubungan diantara etik, etika, etiket dan
moral. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu diperhadapkan pada pengambilan keputusan
baik itu dalam skala pribadi maupun organisasi. Ketika kita mengambil sebuah keputusan
yang bersangkutan dengan orang lain maka diperlukan suatu hal untuk mengarahkan kita
pada keputusan yang dianggap baik dan tepat, dan disanalah kita bertemu dengan kata etika
dan etik dan etiket. Etika merupakan ilmu yang berkenaan tentang karakteristik moral,
termasuk juga di dalamnya pilihan moral yang dibuat oleh tiap orang dalam hubungannya
dengan orang lain, dan etik merupakan nilai mengenai moral yang dianut oleh suatu
masyarakat. Kedua kata ini bersifat umum dan tidak spesifik. Sedangkan ketika kita
berbicara mengenai penuntun tata cara berprilaku yang spesifik dalam suatu kebudayaan
tertentu antar individu dengan individu lainnya maupun dengan suatu kelompok tertentu,
maka kita berbicara mengenai etiket. Sebagai contoh, etika mengajarkan kita untuk
senantiasa sopan ketika betemu dengan orang lain, sedangkan panduan etiket budaya barat
adalah bersalaman tangan sambil menempelkan pipi ketika bertemu dengan orang lain yang
tidak dapat diterapkan di timur karena tidak sesuai dengan budaya timur. Seperti telah
dibahas sebelumnya ketiga kata tersebut bersumber pada moral yang merupakan suatu
tuntuan kepatutan dan kepantasan tata nilai baik-buruk atau benar-salah universal yang
tidak/belum terlembaga secara formal. Termasuk di dalam moral adalah kewajiban, hak serta
sanksi sosial yang bersifat tidak mengikat, berlawanan dengan sumber panutan lainnya
seperti hukum yang sudah terlembaga dan sifatnya mengikat

Pengertian Etika Organisasi Pemerintah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku individu dalam setiap segi kehidupan memberikan pengaruh bagi
keadaan di sekitarnya. Dalam berorganisasi khususnya organisasi
pemerintah, hal ini menjadi hal yang sangat penting karena ini merupakan

bekal dasar yang harus dimiliki oleh seorang individu saat berada di
dalam suatu lingkungan, selain itu hal ini pun menjadi sangat penting
karena menyangkut kehidupan bangsa dan warga negara.
Saya memutuskan untuk membahas mengenai etika organisasi
pemerintah karena ini merupakan cikal bakal terciptanya suatu sistem
pemerintahan yang sukses dan tidak melenceng dari jalur norma-norma
yang ada.
Alasan lain kami memilih bahasan ini ialah munculnya kasus-kasus yang
berkaitan dengan melencengnya perilaku yang seharusnya dimiliki oleh
seorang individu yang berada dalam suatu organisasi, khususnya
organisasi pemerintah. Sehingga mengakibatkan lunturnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah atu sistem kepemerintahan pada
umumnya.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui lebih dalam cara berperilaku yang baik dalam suatu
organisasi, khususnya organisasi pemerintah.
2. Agar para individu di dalam kepemerintahan dapat mengaplikasikan
etika organisasi pemerintah yang seharusnya.
3. Memberikan masukan atau solusi bagi masalah yang tengah terjadi
dan kami angkat dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI ETIKA,MORAL,ETIKET
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti
sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus.
Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata
secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang

dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata etika yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia
yang baru. Dalam Kamus Bahasa
PENGERTIAN ETIKA
Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari
Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral). Sedangkan kata etika dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.

Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus


Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika
sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat
beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di
berita surat kabar Dalam dunia bisnis etika merosot terus maka kata
etika di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari
kata etika dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Jadi arti kata etika dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata etika dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau
urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar
daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti
berikut :

1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.Misalnya, jika orang berbicara
tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan
sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai
ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.Yang dimaksud di sini adalah kode etik.
Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas
dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi
bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini
sama artinya dengan filsafat moral.
PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu
mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata
etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata
moral sama dengan kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani
dan moral dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan
pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan
orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam
masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral
bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma
yang tidak baik.

Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara
tentang moralitas suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
etiket, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barangbarang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang
barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika


K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika (2000) memberikan 4
(empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain,
saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika
saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap
melanggar etiket.
Pengertian Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang
mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang
milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. Jangan
mencuri merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah
pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada
orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau
tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang
makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas

meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya
sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak
melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Arti Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang
lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada
orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan
meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan,
bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan
tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. Jangan mencuri, Jangan membunuh merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang
berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang
tampi sebagai manusia berbulu ayam, dari luar sangan sopan dan
halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak
mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang
yang sungguh-sungguh baik.
2.2 Pengertian Etika Organisasi Pemerintah
Dalam pengertian sempit, etika sama maknanya dengan moral,
yaitu adat istiadat atau kebiasaan. Akan tetapi, etika juga merupakan
bidang studi filsafat atau ilmu tentang adat atau kebiasaan. Sementara itu
dalam konteks organisasi, pengertian etika organisasi yaitu pola sikap dan
perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota
organisasi, yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi
(organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi
organisasi yang bersangkutan.
2.3 UU Etika Pemerintahan
Karena tidak ada aturan hukum tertulis yang dilanggar, pemerintah pusat
merasa kesulitan untuk melarang tindakan yang tidak etis tersebut. Dari
sini, pemerintah pusat merasa perlu untuk menyusun UU ini. Pemerintah
sedang berancang-ancang untuk membuat Undang-Undang (UU) Etika
Pemerintahan. Dengan merancang UU ini, pemerintah berharap masalah-

masalah etika di pemerintahan selama ini dapat diatur dan diperjelas


(Koran Jakarta, 24/4/2012).
Masalah yang dimaksud mungkin banyak. Namun, yang paling
menyita perhatian adalah kasus para kepala daerah yang turut
berdemonstrasi menentang pemerintah pusat menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM). Turut disorot pula sikap kepala daerah yang sudah
menjabat selama dua periode berniat mencalonkan kembali sebagai wakil
kepala daerah.
\Pemerintah pusat menganggap telah terjadi situasi yang rumit. Di
satusisi, pemerintah pusat menganggap bahwa kerap terjadi pelanggaran
etika yang dilakukan kepala daerah. Namun, di sisi lain, banyak kepala
daerah menganggap mereka melakukan tindakan yang benar karena tidak
melanggar peraturan perundang-undangan. Karena tidak ada aturan
hukum tertulis yang dilanggar, pemerintah pusat merasa kesulitan untuk
melarang tindakan yang tidak etis tersebut. Dari sini, pemerintah pusat
merasa perlu untuk menyusun UU ini.
Sekalipun niat awal pembentukan UU Etika baik, secara normatif,
patut dipertanyakan urgensinya karena sistem hukum sesungguhnya
telah mengantisipasi permasalahan tersebut. Sekiranya terjadi sesuatu
yang debatable mengenai boleh tidaknya suatu tindakan yang tidak diatur
dalam peraturan tertulis, solusinya mencari hukum.
Misalnya, menggunakan logika hukum serta menggali nilai-nilai
hukum yang terdapat pada norma hukum dan asas hukum, perasaan
hukum dan keadilan masyarakat, atau mencari nilai filosofis yang
terkandung dalam suatu peraturan hukum.Satjipto Rahardjo menjelaskan
konsep ini dengan contoh sederhana. Sekiranya ada orang waras yang
buang air kecil di kelas, tindakan orang tersebut salah. Kesimpulan
tersebut tidak harus berpatokan pada ada tidaknya aturan tertulis yang
menyatakan, "dilarang buang air kecil di kelas", namun dapat berpatokan
pada asas kepantasan yang hidup dalam masyarakat, buang air kecil
harus di toilet.
Mekanisme serupa sesungguhnya juga dapat menjadi solusi pada
kasus-kasus etika dalam pemerintahan. Upaya untuk mencegah kepala
daerah berdemonstrasi menentang kebijakan pemerintah pusat tidaklah
harus diatur dengan peraturan tertulis, cukup merujuk pada asas-asas
umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Salah satu poin dari AUPB tersebut menyatakan suatu wewenang
yang sah tidak boleh untuk menarik wewenang yang sah dari penguasa
lainnya (Laydersdoff dalam Erliyana, 2007). Kepala daerah memang

berwenang menyerap aspirasi warganya, namun wewenang tersebut tidak


boleh untuk "mengganggu" wewenang pemerintah pusat. Terkait unjuk
rasa kepala daerah yang menentang kenaikan harga BBM, itu erat dengan
wewenang pemerinta pusat sebab penentuan harga BBM merupakan
masalah yang terkait dengan fiskal dan moneter. Dua hal tersebut,
menurut Pasal 10 Ayat (3) UU 32/2004, merupakan kewenangan
pemerintah pusat. Lebih dari itu, semangat konsep pemerintahan didesain
menuntut agar pemerintah daerah senantiasa segaris dengan pusat.
Konsep ini terefleksikan dari Pasal 1 (1) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa Indonesia adalah negara kesatuan. Dengan demikian, kasus
demonstrasi kepala daerah dapat dikatakan sebagai tindakan yang tidak
etis.
Pendekatan serupa juga dapat untuk membendung kasus kepala
daerah yang sudah selesai menjabat selama dua periode namun masih
ingin mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah dalam pilkada
selanjutnya. Pemerintah tidak perlu repot-repot membuat aturan tertulis
untuk melarang niat tersebut karena pemerintah dapat menolak
berdasarkan doktrin hukum. Hipotesis Lord Acton menyatakan kekuasaan
cenderung korup telah diakui dan menjadi sebuah doktrin dalam ilmu
hukum. Berdasarkan hipotesis tersebut, besaran serta durasi kekuasaan
senantiasa harus dibatasi.
Khusus untuk pembatasan durasi kekuasaan, sistem pemerintahan
telah menyepakati masa dua periode adalah masa yang maksimal dalam
memangku jabatan (Pasal 7 UUD 1945, Pasal 110 Ayat 3 UU 32/2004).
Oleh karena itu, upaya akal-akalan untuk menjabat ketiga kalinya patut
dipandang sebagai tindakan yang tidak etis.
Maka dari itu, elaborasi tersebut memberi pesan bahwa etis atau
tidak etisnya suatu tindakan sudah dapat terlihat jelas sekalipun tanpa
mengatur etika dalam suatu peraturan tertulis. Untuk itu, wacana UU
Etika Pemerintahan tidak perlu.Lebih dari itu, mengatur etika dalam
bentuk peraturan tertulis dapat mengunci fleksibilitas penemuan hukum
tadi. Apabila UU ini lahir, pemerintah dan masyarakat baik secara sadar
maupun tidak akan terdorong untuk menggunakan UU ini sebagai kiblat.
Akibatnya, penggalian nilai hukum dari asas, norma, atau sumber lainnya
terpinggirkan.
Padahal, suatu peraturan tidak akan pernah sempurna mengatur secara
lengkap seluruh hidup masyarakat sehingga selalu saja ditemukan
kekurangan dalam aturan tersebut.
Perlu pula diwaspadai sifat dari peraturan tertulis yaitu cepat usang.
Peraturan selalu berjalan tertatih-tatih di belakang kenyataan. Akibatnya,

jika di masa depan terdapat kejadian yang dianggap tidak etis, namun
tidak diatur dalam UU ini, pelanggar juga dapat menghindar karena tidak
diatur dalam UU. Dengan demikian, baik kiranya pemerintah
mempertimbangkan kembali rencana penyusunan UU Etika Pemerintahan.
Selain karena dipandang tidak perlu, pengaturan etika dalam peraturan
tertulis justru akan mengurangi fleksibilitas para pemangku kepentingan
dalam menilai etis tidaknya suatu tindakan pemerintah.

2.4 Masalah Etika Organisasi Pemerintah


Dewasa ini, banyak sekali kasus-kasus muncul berkaitan dengan
penyelewengan etika organisasi pemerintah. Salah satu contoh nyata
yang masih saja dilakukan oleh individu dalam organisasi pemerintah
yaitu KKN.
Adapun definisi KKN yaitu suatu tindak penyalahgunaan kekayaan
negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk
kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri,
seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus
melibatkan hubungan negara.
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong
cukup tinggi. Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No.
10 Tahun 1998 ternyata tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera
para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui ada beberapa kasus yang
cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini
sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka
pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang
di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang
lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah
satu pejabat Jampidsus beberapa waktu yang lalu.
Praktek KKN dalam organisasi pemerintah khususnya, menjadi
masalah berkaitan dengan etika organisasi pemerintah Karena ini
merupakan penyelewengan dari apa yang seharusnya dilakukan dan
dimiliki oleh seorang individu dalam organisasi pemerintah, yakni
melayani rakyat dengan baik dan berusaha memberikan yang terbaik bagi
rakyat. Akan tetapi, dengan adanya peraktek KKN jelas merugikan
bangsa dan negara.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kritik dan Saran
Mungkin kalau kita tidak terlalu ambisius menghilangkan seluruh
KKN sekaligus tetapi secara sistimatis dalam suatu program, memusatkan
pada masalah korupsi dulu, maka program pemberantasan KKN akan lebih
jalan. Ketentuan mengenai pidana ekonomi, mengenai korupsi telah cukup
jelas dan dapat dilaksanakan untuk menyidik dan memberi sanksi ke pada
mereka yang melanggarnya. Dalam proses ini sebagian dari masalah
kolusi dan nepotisme juga akan terungkap dan bisa dilaksanakan
penindakan terhadap pelanggarnya.
Akan tetapi berkaitan dengan masalah kolusi dan nepotisme yang
tidak berkaitan dengan korupsi, yang dilanggar mungkin ketentuan
kepegawaian atau masalah etik. Yang jelas adalah untuk ke depan,
bagaimana memasukkan rambu-rambu menghalangi tumbuhnya kolusi
dan nepotisme ini dalam peraturan kepegawaian dan ketentuan mengenai
tender, kontrak, serta ketentuan mengenai governance pada umumnya.
Mengenai langkah ke depan menghilangkan masalah KKN saya
menekankan pada sikap untuk menjauhi kebiasaan hidup lebih besar
pasak dari tiang pada tulisan lain.
3.2 Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1.

Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan dan para oknumoknum penyeleggara pemerintahan yang melakukan hal-hal yang
merugikan negara dan perusahaan-perusahaan seperti contoh kegiatan
KKN. Ini dibuktikannya banyak para koruptor yang tidak memiliki moral
yang mendekam dipenjara

2. Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika


dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi. 2006.Etika Organisasi Pemerintah:Modul
Pendidikan Dan Pelatihan Prajabatan Golongan III.Jakarta.Lembaga
Administrasi Negara
http://fisipfacebook.blogspot.com/2009/06/definisi-etikamoraletiket.html
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/89462
Diposkan oleh Yuda Suartana di 02.06

Anda mungkin juga menyukai