Anda di halaman 1dari 14

PAPER STANDARDISASI

PENILAIAN KESESUAIAN STANDARDISASI DI DUNIA USAHA

Oleh:
Kelompok 1 (3E)
Wahdatul Khoiriyah (361741311136)
Afitri Wulan Guritno (361741311139)
Mareta Ruhhi Azhari (361741311140)
Aprinaldi (361741311142)
Firda Ilminada (361741311144)
Vira Vega Romadhoni (361741311156)
Leny Maria Wulandari (361741311162)
Ayu Puasanti Fatimah (361741311164)
Badrun Nadhiri (361741311166)

Dosen Pengampu:
Shinta Setiadevi, S.TP, M.M

Teknisi :
Christine Yulia Iswani, S.ST

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AGRIBISNIS


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Standardisasi pada era saat ini sangatlah penting, standar diperlukan untuk menjamin
keamanan produk dan kesehatan konsumen. Standardisasi dapat digunakan sebagai salah satu
alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Ketentuan tentang standardisasi secara formal telah diatur
di Indonesia sejak tahun 1984 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
perindustrian, dan beberapa peraturan pelaksanaanya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang diberi tugas melakukan pembinaan dan Pengembangan di bidang standardisasi di
Indonesia. Dalam menjalankan fungsi pembinaan, Badan Standardisasi Nasional Memberikan
apresiasi bagi industri/perusahaan yang menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar lainnya dalam kegiatan usahannya.
Standardisasi merupakan penentuan ukuran yang harus diikuti dalam
memproduksikan sesuatu. Standarisasi juga merupakan proses pembentukan standar teknis ,
yang bisa menjadi standar spesifikasi , standar cara uji , standar definisi , prosedur standar
(atau praktik), dan lain-lain.
Standardisasi diimplementasikan ketika perusahaan mengeluarkan produk baru ke
pasar. Dengan menggunakan standarisasi, kelompok dapat dengan mudah berkomunikasi
melalui pedoman yang ditetapkan dalam rangka untuk menjaga fokus.
Penilaian Kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan
kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap SNI tertentu. Penilaian kesesuaian
dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga
(pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN.

1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan?
2. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi mutu?
3. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan?
4. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur?
5. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi distribusi?
6. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan?
7. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian?
8. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi?
9. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi kontrak?

1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan.
2. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi mutu.
3. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan.
4. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur.
5. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi distribusi.
6. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan.
7. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian.
8. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi.
9. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi kontrak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Perdagangan


Di era bebas perdagangan internasional, kualitas barang dan jasa yang melalui
lintasnegara tetap harus menjadi kriteria utama dalam bertransaksi. Selain harga,
kesesuaianproduk produk yang dimaksud dengan standar yang telah ditentukan juga
menjadiukuran.

Perdagangan yang bebas dan terbuka sudah menjadi pilihan sejak selesainya Perang
Dunia II. Disepakatinya General Agreement on Tariff and Trade(GATT) pada tahun 1947
oleh 23 negara menjadi titik awal kesepakatan perdagangan internasional. Dalam rentang
waktu sekitar setengah abad, kesepakatan ini meluas dengan melibatkan nyaris sebagian
besar negara-negara yang ada di dunia. Apalagi, kemudian muncul World Trade Organization
(WTO) yang menggantikan peran GATT dalam mengatur transaksi perdagangan antar
Negara antar benua, sehingga transaksi menjadi lebih efisien dan saling menguntungkan.

Salah satu poin terpenting dalam perdagangan antarnegara adalah adanya kesamaan
standar, kesamaan bahasa, kesamaan aturan, sehingga setiap produk barang atau jasa yang
dijual di setiap negara memberikan manfaat bagi konsumen di negara tersebut, juga
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

Banyak negara tujuan ekspor menuntut persyaratan standar. Hal itu terbukti dengan
beberapa kasus penolakan barang dari Indonesia ke luar negeri karena produk yang dijual
tidak memenuhi persyaratan standar negara tujuan. Penolakan ikan tuna di pasar Eropa atau
mi instan di Taiwan beberapa waktu silam menunjukkan betapa negara tujuan ekspor sangat
ketat dalam menyeleksi produk yang akan masuk ke negaranya.

Untukpenerapan standarsendiri membuka peluang pasar bagi produsen. Yakni pasar


yang telah ada maupun pasar baru. Keberadaan standar mempunyai efekpenting terhadap
inovasi. Standar menyediakan informasi yang mendorong prosesinovasi dengan cara
mengembangkan teknologi yang dapat membuat produk lebihbaik, aman dan lebih efisien.

Dalam kepentingan usaha perdagangan merupakan salah satu hal untuk meningkatkan
produktivitas usahanya. Dengan ditunjang adanya penilaian kesesuian standar dapat
berkontribusi dalam daya saing perusahaan lain, dapat membentuk produk perusahaan
ketingkat nasional dalam bersaing di pasar global, dan meningkatkan jaminan mutu produk.

2.2Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Mutu


Dalam penerapan SNI, baru sedikit produk yang di wajibkan (mandatory) berlabel
SNI, selebihnya masih bersifat sukarela (voluntary). Berdasar pada pasal 12 ayat (2) PP
102/2000, SNI bersifat sukarela untuk diterapan oleh pelaku usaha. Namun, daam ha SNI
berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakkat atau
pelestarian fungs lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat
memberlakukan secara wajib sebagian atau selruh spesifikasi teknis atau parameter dalam
SNI pasal 12 ayat (3) PP 102/2000)

Ada banyak faktor yang menyebabkan penerapan SNI berjalan lambat di Indonesia.
Pertama, di sisi pengusaha, para eksportir lebih fokus untuk memenuhi persyaratan
internasional atau buyer, dibandingkan memenuhi SNI. Untuk pasar lokal, produsen pun
masih kurang kesadaran untuk menerapkan SNI yang bersifat sukarela karena dianggap
menambah biaya produksi.

Apalagi untuk tingkatan UMKM yang memiliki keterbatasan modal dan proses
produksi yang sederhana. Padahal, untuk konsumsi sehari-hari, masyarakat banyak
memanfaatkan produk-produk dari UMKM. Kedua, dari aspek kelembagaan yang
menyertifikasi dan menetapkan surat persetujuan pemberian tanda (SPPT) SNI. Pemberian
SPPT SNI dilakukan oleh pihak ketiga (pemerintah atau swasta) yang sudah dinilai dan
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang disebut sebagai lembaga sertifikasi
produk (LS Pro). Jumlah LS Pro yang ada masih terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas
personelnya.

Hal ini berpengaruh pada pengawasan dan monitoring terhadap produk yang sudah
bertanda SNI di pasar. Berdasarkan survei BSN, tidak sampai 50% produk yang bertanda SNI
kualitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan, belum lagi ditambah produk palsu dan
tanda SNI palsu.

Ketiga, masyarakat konsumen yang belum mengetahui dan peduli terhadap mutu dan
standar barang yang dikonsumsi. Pertimbangan harga masih menjadi faktor utama dalam
pemilihan barang, selain memang daya beli masyarakat yang terbatas. Hal ini menjadi PR
besar pemerintah untuk mewujudkan pangan murah tapi tetap bermutu. Yang terakhir, aspek
regulasi SNI itu sendiri. Berdasarkan evaluasi, beberapa SNI ternyata sulit dipenuhi oleh
produsen karena prosesnya yang berbeda atau kurang ramah bagi pengusaha skala UMKM.

Untuk menghadapi berbagai kendala dalam mewujudkan produk dan jasa yang
bermutu, pemerintah harus menerapkan strategi baru dalam penerapan SNI di Indonesia.
Mulai dari aspek regulasi SNI agar lebih ramah bagi UMKM yang bermodal kecil dan
memiliki teknologi pengolahan sederhana.

Memberdayakan kelembagaan di daerah (UPTD dan laboratorium) untuk lebih


berperan dalam sistem standar nasional (SSN) sehingga proses sertifikasi produk, monitoring,
dan pengawasan dapat berjalan lebih efektif dengan melibatkan pemerintah daerah.
Kebijakan ini tentunya perlu didukung dengan anggaran dan peningkatan SDM yang
kompeten. Yang terakhir, memberikan insentif bagi pengusaha/UMKM yang mau
menerapakan SNI, terutama yang masih bersifat sukarela (voluntary) seperti pengurangan
pajak atau pemotongan biaya sertifikasi. Dengan sinergi antara Pemerintah Pusat, daerah,
produsen, dan konsumen, produk Indonesia berstandar dapat cepat terwujud.

2.3 Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Keuntungan


Standarisasi yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) memberikan
berbagai keuntungan ekonomi bagi Indonesia, khususnya industri dalam negeri.Berdasarkan
kajian Litbang BSN, standarisasi telah memberikan keuntungan ekonomi terhadap industri air
minum dalam kemasan sebesar Rp 3,4 triliun, lalu terhadap industri garam beryodium Rp 547
milyar, industri minyak sawit Rp 18,6 triliun, dan industri pupuk Rp 1,4 triliun. Standar
Nasional Indonesia (SNI) juga telah berperan dalam menghasilkan beragam produk bermutu
karena menguatkan daya saing nasional.Dengan penerapan standar, maka produk dan jasa
yang dihasilkan suatu negara akan menjadi bagus sehingga juga mampu meningkatkan daya
saing negara tersebut.

Dalam menghadapi China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), BSN


sebelumnya juga telah meluncurkan program Gerakan Nasional Penerapan SNI (Genap SNI)
yang telah dicanangkan Wakil Presiden Boediono pada 9 November 2010.
Dengan program tersebut, BSN melakukan 11 langkah antara lain menganalisis
ekspor-impor China dan ketersediaan SNI, menentukan 11 sektor prioritas produk paling
terpengaruh, mengidentifikasi SNI dalam 11 sektor prioritas, menganalisis peluang membuat
national differences, dan menganalisis kemampuan industri dalam 11 sektor prioritas.

Kemudian, menganalisis ketersediaan dan kebutuhan pengembangan Lembaga


Penilaian Kesesuaian (LPK), mengefektifkan pemberlakuan Keppres No. 54/2010 yang
terkait penggunaan SNI, mendukung instansi teknis dalam memberikan Insentif LPK untuk
mendukung 11 sektor prioritas, mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif
kepada industri untuk 11 sektor prioritas, memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan
pelaksanaan pengawasan pasar terhadap 11 sektor prioritas, dan edukasi konsumen.

2.4 Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Manufaktur


Penerapan SNI wajib untuk seluruh produk manufaktur merupakan salah satu solusi
guna melindungi industri nasional. Sejumlah pelaku industri sejak tiga tahun terakhir sudah
mengusulkan hal itu. Menperin mengakui, penerapan regulasi wajib SNI mampu melindungi
konsumen serta menciptakan persaingan yang sehat. Di sisi lain, instrumen itu diyakini
mampu mempertahankan daya saing industri dalam negeri. Negeri ini mestinya sudah
membenahi daya saing industri sejak beberapa tahun lalu.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat
menjelaskan, serbuan produk tekstil impor asal Tiongkok mulai terjadi sejak awal Februari
2010 untuk mengantisipasi perayaan Imlek. Perayaan imlek dan implementasi AC-FTA akan
menyuburkan impor tekstil, terutama garmen. Serbuan tekstil impor asal Tiongkok
didominasi produk segmen menengah bawah (middle low) karena harganya yang murah.
Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) impor tekstil asal Tiongkok
diprediksi meningkat dua kali lipat dengan pemberlakuan AC-FTA.

Pada 2009, impor tekstil Tiongkok mencapai US$ 1,145 miliar. Angka itu meningkat
dari 2008 yang mencapai US$ 1,03 miliar. Pada 2012, jmpor tekstil Tiongkok yang masuk ke
pasar domestik diprediksi US$ 2,3 miliar.
2.5Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Distribusi
Penerapan standardisasi distibusi penting untuk segera dilakukan di Indonesia.
Standardisasi distribusi akan menjadi jalan untuk mencapai efektivitas dan efesiensi sistem
distribusi. Sistem distribusi berkontibusi penting dalam daya saing perusahaan dan
negara.Distibusi menentukan keterswdiaan dan kecepatan produ atau barang menjangkau ke
pasar dan pelanggan. Distribusi yang efektif akan mampu mengatasi persoalan kelangkaan
barang dan fluktuasi harga, yang berkontribusi terhadap inflasi.

Penerapan standardisasi distribusi dimulai dengan penetapan sasaran akhir atau


servicce level dan biaya distribusi. Pemerintah, asosiasi, peusahaan, dan akademisi perlu
membangun sistem informasi untuk mendapatkan data pencapaian service level dan biaya
distribusi dari setiap sektor industri, produk atau komoditas, moda transportasi, dan lead time
transportasi origin dan destination, dari titik okasi produsen sampai ke lokasi konsumen.
Selanjutnya berdasar standardisasi input dan proses di susun.

Pada tataran mikro, perbaikan sistem distribusi di perusahaan dilakukan dengan


menerapkan manajemen logistik, khususnya operasional transportasi dan pergudangan. Dari
perspektif makro atau nasional, distribusi penting untuk menjamin ketersediaan barang dan
stabilitas harga. Dua hal ini berkonstribusi signifikan terhadap inflasi. Kelangkaan barang dan
disparitas harga untuk barang pokok dan penting, harga satu untuk produk tertentu seperti
BBM dan semen, menjadi isu penting dalam distribusi nasional.

Sistem distribusi di Indonesia dihadapkan pada cakupan pasar atau geografi yang luas
dengan densitas pasar di setiap daeah berbeda. Selain itu infrastruktur logistik seperti jalan
raya, kereta api, pelabuhan, bandara, dan depo kontainer yang masih memerlukan
pembangunan dan perbaikan pelayanan. Persoalan utilisasi kendaraan juga menjadi isu
penting dalam efiensi distibusi.

Perbaikan distribusi perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem secara


koprehensif, yang mencangkup “input – proses – outpu”. Input dalam sistem distribusi
utamanya adalah people dan resources. People utamanya adalah masalah kompetensi SDM
pengelola distribusi, mulai dari manajer, supervisor, sampai operator. Untuk people
pemerintah, mulai dari pembuat kebijakan, pengawasan pelaksanaan kebijakan, dan operator
layanan publik sistem distibusi. Sementara resources, mencakup teknologi, peralatan, dan
infrastruktur logistik, baik di tingkat perusahaan maupun infrastruktur logistik secara
nasional.

Standardisasi input dalam sistem distribusi mencakup standardisasi kompetensi SDM


baik SDM di sektor bisinis maupun pemerintahan yang menjalankan distribusi dan
standardisasi sumber daya. Standardisasi kompetisi SDM ini dilakukan melalui perumusan
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) untuk sektor logistik. SKKNI perlu
terus dikembangan, dipebaharui, dan diperluas untuk setiap jenis okupansi di sektor logistik.

Standardisasi sumber daya yang digunakan dalam sistem distribusi mencakup


transportasi, pergudangan, peralatan, kontainer, dan insfrastruktur logistik. Standardisasi
transportasi meliputi kapasitas, dimensi, muatan, green transportasi, batas minimal dan
maksimal kecepatan, akses jalan, load factor kendaraan, lead time untuk transportasi dari
origin dan destination setiap saluran distribusi, dan lain-lain. Penerapan kebijakan penerbitan
ODOL ( Over Dimension, Over Load) merupakan contoh yang baik dalam standardisasi
transportasi untuk menjamin keamanan dan keselamatan transportasi barang.

Penggunaan kontainer dalam muatan barang perlu diterapkan lebih luas di setiap
moda transportasi. Kontainer memberikan banyak manfaat, antara lain kemudahan dalam
penanganan di setiap proses transportasi, kecepatan handling antarmoda transportasi, dan
keamanan barang.Selain itu, standardisasi load factor kendaraan penting untuk efesiensi
distribusi. Penerapan konsolidasi dan sharing kapasitas truk merupakan contoh para
perusahaan – perusahaan transportasi untuk menaikkan load factor.

2.6Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Pengadaan


Pengadaan memainkan peran penting di semua organisasi, yang memiliki dampak
yang luas terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Organisasi Standardisasi Internasional
(ISO) mendefinisikan pengadaan berkelanjutan sebagai pengadaan yang memiliki dampak
positif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi di seluruh siklus kehidupan dan yang
berusaha untuk meminimalkan dampak negatif.

ISO 20400:2017 - Pedoman Pengadaan berkelanjutan adalah Standar Internasional


pertama untuk pengadaan berkelanjutan yang bertujuan untuk membantu organisasi dalam
memenuhi tanggung jawab keberlanjutan mereka dengan memberikan panduan mengenai
penerapan praktik dan kebijakan pembelian yang efektif.ISO 20400 juga mencantumkan
berbagai prinsip yang harus dijunjung tinggi jika sebuah organisasi menerapkan pengadaan
yang berkelanjutan, termasuk akuntabilitas, transparansi, perilaku etis, penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan fokus pada inovasi dan perbaikan.

Sabela Gayo, Ketua Umum Dewan Pembina Nasional Asosiasi Pengacara Pengadaan
Indonesia (APPI) berpandangan bahwa praktik-praktik penyimpangan, suap, dan tindak
pidana korupsi sektor Pengadaan harus dicegah dan/atau diberantas dengan cara adopsi dan
penerapan standar ISO 20400 on Sustainable Procurement karena di standar ISO 20400
tersebut termaktub berbagai petunjuk umum (general guidance) mengenai pentingnya
akuntabilitas dalam setiap tahapan/proses Pengadaan Barang/Jasa. Dengan adanya
akuntabilitas pada setiap tahapan Pengadaan Barang/Jasa maka akan berpengaruh pada
rendahnya potensi penyimpangan (fraud) dan berkurangnya potensi tindak pidana korupsi
Pengadaan.

Saat ini, sudah ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
(LKPP). Ada peraturan kepala LKPP hasil turunan dari Peraturan Presiden tentang pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Namun sayangnya, untuk sektor swasta belum ada panduan
terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam kesempatan ini, Sabela juga menyatakan harapannya agar pemerintah, dalam
hal ini BSN dapat mengadopsi ISO 20400 :2017 menjadi SNI sehingga standar ini bisa
dijadikan panduan / pedoman bagi sektor swasta untuk melaksanakan proses pengadaan
barang dan jasa pemerintah, sebagai upaya untuk menyempurnakan proses pengadaan barang
dan jasa. Ia pun menyatakan bahwa APPI bersama dengan mitranya, the International
Federeation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) siap membantu BSN dalam
rangka menyusun draft practical guidance, ataupun implementation framework bagaimana
cara melaksanakan ISO 20400 tentang pengadaan berkelanjutan secara praktis di Indonesia.

2.7 Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Pemakaian


Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian
Komunikasi dan Infromatika menekankan penilaian kesesuaian standar perangkat agar dapat
melindungi pengguna dan mendorong pengembangan industry teknologi telekomunikasi
nasional.
“Standarisasi dan penilaian kesesuaian sangat penting, karena standarisasi menjadi
suatu common criteria yaitu kritera umum dan bersama yang dikembangkan organisasi
independen untuk menjaga kualitas aspek tertentu bagi pengguna dan penyedia,”
jelas Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI, Mochamad
Hadiyana saat membuka Bimbingan Teknis Peran Penilaian Kesesuaian Perangkat TIK
Menghadapi Era Internet of Things, di IPB Convention Center Bogor, Kamis (5/9/2019).
Menurut Direktur Hadiyana, standar harus diaplikasikan dan yang menjadi domain penilaian
kesesuaian berupa sertifikasi, penetapan dan pengukuhan laboratorium. “Penilaian kesesuaian
lab dinilai dan dibandingkan dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Semakin sesuai dengan
format maka akan semakin memudahkan bagian sertifikasi. Sampai saat ini sudah ada 9 lab
yang menjadi rujukan sertifikasi,” ujarnya.
Berkaitan dengan perangkat telekomunikasi, sertifikasi ditujukan untuk menjamin
keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi. Selain itu dapat mencegah saling mengganggu
antara alat dan perangkat telekomunikasi. "Tujuan akhirnya bisa melindungi masyarakat dari
kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat
telekomunikasi juga mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi
telekomunikasi nasional," jelas Hadiyana.

2.8 Penilaian Kesesuaian Standarisasidi Bidang Spesifikasi


Pada saat perdagangan internasional telah berkembang pesat dan memasuki era
perdagangan bebas. Produk industribyang beredar di pasaran dapat saling mengisi negara satu
dengan negara lainnya. Pada era perdagangan bebas ini memungkinkan arus perdagangan
bebas ini memungkinkan arus barang/jasa dapat masuk ke semua negara dengan bebas,
sehingga berbagai macam jenis produk akan banyak beredar di pasaran. Persaingan
semakinketat sehingga produk yang mampu memnuhi persyaratan mutu dan standar
internasional yang akan memenangkan persaingan di era perdagangan bebas.
Semua jenis standar yang sudah dikembangkan, diterbitkan dan diterapkan oleh
organisasi nasional, reegional, internasional atau asosiasi, bermanfaat untuk membangun
suatu budaya berbasis- konsensus yang bersifat universal dan bertujuan untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk saling berkomunikasi, meningkatkan dan memperbaiki saling
pengertian antar masyarakat, meningkatkan kualitas hidup atau menfasilitasi perdagangan.
Mutu dan standar memegang peranan penting dalam sistem perdagangan. Terdapat 2
kategori penting mutu dan standar yang dipersyaratkan yaitu; bahwa produk harus memenuhi
spesifikasi standar tertentu dan yang kedua bahwa perusahaanya harus memenuhi persyaratan
standar sistem manajemen mutu yang diterima secara internasional.
Semua standar yang mencakup definisi, lambang, satuan ukuran, metode, gambar,
spesifikasi produk, sistem manajemen, metode uji dan metode analisa, metode pengambilan
contoh, standar produk, proses dan jasa, kualitas dan keselamatan, bila diterapkan dengan
benar akan menghasilkan sesuatu bagi masyarakat, konsumen dan pemaki yang seharusnya
lebih baik dan lebih handal. Standar juga dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pelatihan
bagi sumber daya manusia atau digunakan untuk meningkatkan pemahaman pengetahuan
teknis, alih teknologi, landasa untuk teknologi.

2.9 Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Kontrak


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Standardisasi dalam dunia indusrtri/usaha sangat penting sebagai sarana pendukung
keberlanjutan usaha, Standar diperlukan untuk menjamin keamanan produk, kesehatan
konsumen dan menciptakan produk yang dapat bersaing di dunia industri. Penilaian kesesuan
standar dalam dunia perdagangan, mutu, keuntungan, manufaktur, distribusi, pengadaan,
pemakaian, spesifikasi dan kontrak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan
konsumen. Perusahaan mendapatkan dampak baik dari penilaian kesesuaian standard berupa
pemasaran yang mudah, pendistribusian yang cepat dan produk yang dapat berdaya saing,
sedangkan dampak dari konsumen berupa produk yang diterima lebih aman dan teruji.
Daftar Pustaka
BPPT.2019. Pentingnya Produk Tersertifikasi SNI bagi Dunia Industri. Diakses pada tanggal
13 November 2019 dari : http://www.sentrapolimer.id/id/berita/pentingnya-produk-
tersertifikasi-sni-bagi-dunia-industri

Humas BSN. 2011. Standarisasi Yang Dilakukan Oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)
Memberikan Berbagai Keuntungan Ekonomi Bagi Indonesia, Khususnya Industri Dalam
Negeri.Diakses pada tanggal 12 November 2019
http://buletininfo.com/?menu=news&id=5517

Humas BSN. 2016. Penerapan SNI Untuk Mutu. Diakses pada tanggal 12 November 2019
dar :https://googleweblight.com/i?u=https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/7578/Penerapan-
SNI-untuk-Mutu-dan-Keamanan-Pangan&hl=id-ID

Muchsin. 2019. Kesesuaian Standar untuk Lindungi Pengguna dan Kembangkan Industri
Perangkat Telekomunikasi. Diakses pada tanggal 12 November 2019.
https://kominfo.go.id/content/detail/21134/kesesuaian-standar-untuk-lindungi-pengguna-dan-
kembangkan-industri-perangkat-telekomunikasi/0/berita_satker

Sujayanto Gabriel. 2016. PentingnyaStandardisasidalamPerdagangan Modern. Diaksespada


tanggal 12 November 2019 dari:
https://www.kompasiana.com/gsujayanto/56d599cc5093736e23ad24ae/pentingnya-
standardisasi-dalam-perdagangan-modern?page=all

Suwismo, Andryanto. 2010.Menperin Percepat SNI 40 Produk Manufaktur. Diakses pada


tanggal 12 November 2019.https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/1618/Menperin-Percepat-
SNI-40-Produk-Manufaktur

Syamsir Abduh.2013. Pengantar Standardisasi – Syamsir Abduh- slideshare. Diakses pada


tanggal 13 November 2019 dari : https://www.slideshare.net/mobile/syamsirabduh/pengantar-
standardisasisyamsir-abduh

Zaroni. 2018. Standardisasi Sistem Distribusi Mendesak untuk Dilakukan. Diakses pada
tangga 12 November 2019 dari : http://supplychainindonesia.com/new/standardisasi-sistem-
distribusi-mendesak-untuk-dilakukan/

Anda mungkin juga menyukai