Oleh:
Kelompok 1 (3E)
Wahdatul Khoiriyah (361741311136)
Afitri Wulan Guritno (361741311139)
Mareta Ruhhi Azhari (361741311140)
Aprinaldi (361741311142)
Firda Ilminada (361741311144)
Vira Vega Romadhoni (361741311156)
Leny Maria Wulandari (361741311162)
Ayu Puasanti Fatimah (361741311164)
Badrun Nadhiri (361741311166)
Dosen Pengampu:
Shinta Setiadevi, S.TP, M.M
Teknisi :
Christine Yulia Iswani, S.ST
1.1.Latar Belakang
Standardisasi pada era saat ini sangatlah penting, standar diperlukan untuk menjamin
keamanan produk dan kesehatan konsumen. Standardisasi dapat digunakan sebagai salah satu
alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Ketentuan tentang standardisasi secara formal telah diatur
di Indonesia sejak tahun 1984 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
perindustrian, dan beberapa peraturan pelaksanaanya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang diberi tugas melakukan pembinaan dan Pengembangan di bidang standardisasi di
Indonesia. Dalam menjalankan fungsi pembinaan, Badan Standardisasi Nasional Memberikan
apresiasi bagi industri/perusahaan yang menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar lainnya dalam kegiatan usahannya.
Standardisasi merupakan penentuan ukuran yang harus diikuti dalam
memproduksikan sesuatu. Standarisasi juga merupakan proses pembentukan standar teknis ,
yang bisa menjadi standar spesifikasi , standar cara uji , standar definisi , prosedur standar
(atau praktik), dan lain-lain.
Standardisasi diimplementasikan ketika perusahaan mengeluarkan produk baru ke
pasar. Dengan menggunakan standarisasi, kelompok dapat dengan mudah berkomunikasi
melalui pedoman yang ditetapkan dalam rangka untuk menjaga fokus.
Penilaian Kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan
kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap SNI tertentu. Penilaian kesesuaian
dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga
(pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan?
2. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi mutu?
3. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan?
4. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur?
5. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi distribusi?
6. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan?
7. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian?
8. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi?
9. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi kontrak?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan.
2. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi mutu.
3. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan.
4. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur.
5. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi distribusi.
6. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan.
7. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian.
8. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi.
9. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi kontrak.
BAB II
PEMBAHASAN
Perdagangan yang bebas dan terbuka sudah menjadi pilihan sejak selesainya Perang
Dunia II. Disepakatinya General Agreement on Tariff and Trade(GATT) pada tahun 1947
oleh 23 negara menjadi titik awal kesepakatan perdagangan internasional. Dalam rentang
waktu sekitar setengah abad, kesepakatan ini meluas dengan melibatkan nyaris sebagian
besar negara-negara yang ada di dunia. Apalagi, kemudian muncul World Trade Organization
(WTO) yang menggantikan peran GATT dalam mengatur transaksi perdagangan antar
Negara antar benua, sehingga transaksi menjadi lebih efisien dan saling menguntungkan.
Salah satu poin terpenting dalam perdagangan antarnegara adalah adanya kesamaan
standar, kesamaan bahasa, kesamaan aturan, sehingga setiap produk barang atau jasa yang
dijual di setiap negara memberikan manfaat bagi konsumen di negara tersebut, juga
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
Banyak negara tujuan ekspor menuntut persyaratan standar. Hal itu terbukti dengan
beberapa kasus penolakan barang dari Indonesia ke luar negeri karena produk yang dijual
tidak memenuhi persyaratan standar negara tujuan. Penolakan ikan tuna di pasar Eropa atau
mi instan di Taiwan beberapa waktu silam menunjukkan betapa negara tujuan ekspor sangat
ketat dalam menyeleksi produk yang akan masuk ke negaranya.
Dalam kepentingan usaha perdagangan merupakan salah satu hal untuk meningkatkan
produktivitas usahanya. Dengan ditunjang adanya penilaian kesesuian standar dapat
berkontribusi dalam daya saing perusahaan lain, dapat membentuk produk perusahaan
ketingkat nasional dalam bersaing di pasar global, dan meningkatkan jaminan mutu produk.
Ada banyak faktor yang menyebabkan penerapan SNI berjalan lambat di Indonesia.
Pertama, di sisi pengusaha, para eksportir lebih fokus untuk memenuhi persyaratan
internasional atau buyer, dibandingkan memenuhi SNI. Untuk pasar lokal, produsen pun
masih kurang kesadaran untuk menerapkan SNI yang bersifat sukarela karena dianggap
menambah biaya produksi.
Apalagi untuk tingkatan UMKM yang memiliki keterbatasan modal dan proses
produksi yang sederhana. Padahal, untuk konsumsi sehari-hari, masyarakat banyak
memanfaatkan produk-produk dari UMKM. Kedua, dari aspek kelembagaan yang
menyertifikasi dan menetapkan surat persetujuan pemberian tanda (SPPT) SNI. Pemberian
SPPT SNI dilakukan oleh pihak ketiga (pemerintah atau swasta) yang sudah dinilai dan
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang disebut sebagai lembaga sertifikasi
produk (LS Pro). Jumlah LS Pro yang ada masih terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas
personelnya.
Hal ini berpengaruh pada pengawasan dan monitoring terhadap produk yang sudah
bertanda SNI di pasar. Berdasarkan survei BSN, tidak sampai 50% produk yang bertanda SNI
kualitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan, belum lagi ditambah produk palsu dan
tanda SNI palsu.
Ketiga, masyarakat konsumen yang belum mengetahui dan peduli terhadap mutu dan
standar barang yang dikonsumsi. Pertimbangan harga masih menjadi faktor utama dalam
pemilihan barang, selain memang daya beli masyarakat yang terbatas. Hal ini menjadi PR
besar pemerintah untuk mewujudkan pangan murah tapi tetap bermutu. Yang terakhir, aspek
regulasi SNI itu sendiri. Berdasarkan evaluasi, beberapa SNI ternyata sulit dipenuhi oleh
produsen karena prosesnya yang berbeda atau kurang ramah bagi pengusaha skala UMKM.
Untuk menghadapi berbagai kendala dalam mewujudkan produk dan jasa yang
bermutu, pemerintah harus menerapkan strategi baru dalam penerapan SNI di Indonesia.
Mulai dari aspek regulasi SNI agar lebih ramah bagi UMKM yang bermodal kecil dan
memiliki teknologi pengolahan sederhana.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat
menjelaskan, serbuan produk tekstil impor asal Tiongkok mulai terjadi sejak awal Februari
2010 untuk mengantisipasi perayaan Imlek. Perayaan imlek dan implementasi AC-FTA akan
menyuburkan impor tekstil, terutama garmen. Serbuan tekstil impor asal Tiongkok
didominasi produk segmen menengah bawah (middle low) karena harganya yang murah.
Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) impor tekstil asal Tiongkok
diprediksi meningkat dua kali lipat dengan pemberlakuan AC-FTA.
Pada 2009, impor tekstil Tiongkok mencapai US$ 1,145 miliar. Angka itu meningkat
dari 2008 yang mencapai US$ 1,03 miliar. Pada 2012, jmpor tekstil Tiongkok yang masuk ke
pasar domestik diprediksi US$ 2,3 miliar.
2.5Penilaian KesesuaianStandarisasidi Bidang Distribusi
Penerapan standardisasi distibusi penting untuk segera dilakukan di Indonesia.
Standardisasi distribusi akan menjadi jalan untuk mencapai efektivitas dan efesiensi sistem
distribusi. Sistem distribusi berkontibusi penting dalam daya saing perusahaan dan
negara.Distibusi menentukan keterswdiaan dan kecepatan produ atau barang menjangkau ke
pasar dan pelanggan. Distribusi yang efektif akan mampu mengatasi persoalan kelangkaan
barang dan fluktuasi harga, yang berkontribusi terhadap inflasi.
Sistem distribusi di Indonesia dihadapkan pada cakupan pasar atau geografi yang luas
dengan densitas pasar di setiap daeah berbeda. Selain itu infrastruktur logistik seperti jalan
raya, kereta api, pelabuhan, bandara, dan depo kontainer yang masih memerlukan
pembangunan dan perbaikan pelayanan. Persoalan utilisasi kendaraan juga menjadi isu
penting dalam efiensi distibusi.
Penggunaan kontainer dalam muatan barang perlu diterapkan lebih luas di setiap
moda transportasi. Kontainer memberikan banyak manfaat, antara lain kemudahan dalam
penanganan di setiap proses transportasi, kecepatan handling antarmoda transportasi, dan
keamanan barang.Selain itu, standardisasi load factor kendaraan penting untuk efesiensi
distribusi. Penerapan konsolidasi dan sharing kapasitas truk merupakan contoh para
perusahaan – perusahaan transportasi untuk menaikkan load factor.
Sabela Gayo, Ketua Umum Dewan Pembina Nasional Asosiasi Pengacara Pengadaan
Indonesia (APPI) berpandangan bahwa praktik-praktik penyimpangan, suap, dan tindak
pidana korupsi sektor Pengadaan harus dicegah dan/atau diberantas dengan cara adopsi dan
penerapan standar ISO 20400 on Sustainable Procurement karena di standar ISO 20400
tersebut termaktub berbagai petunjuk umum (general guidance) mengenai pentingnya
akuntabilitas dalam setiap tahapan/proses Pengadaan Barang/Jasa. Dengan adanya
akuntabilitas pada setiap tahapan Pengadaan Barang/Jasa maka akan berpengaruh pada
rendahnya potensi penyimpangan (fraud) dan berkurangnya potensi tindak pidana korupsi
Pengadaan.
Saat ini, sudah ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
(LKPP). Ada peraturan kepala LKPP hasil turunan dari Peraturan Presiden tentang pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Namun sayangnya, untuk sektor swasta belum ada panduan
terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam kesempatan ini, Sabela juga menyatakan harapannya agar pemerintah, dalam
hal ini BSN dapat mengadopsi ISO 20400 :2017 menjadi SNI sehingga standar ini bisa
dijadikan panduan / pedoman bagi sektor swasta untuk melaksanakan proses pengadaan
barang dan jasa pemerintah, sebagai upaya untuk menyempurnakan proses pengadaan barang
dan jasa. Ia pun menyatakan bahwa APPI bersama dengan mitranya, the International
Federeation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) siap membantu BSN dalam
rangka menyusun draft practical guidance, ataupun implementation framework bagaimana
cara melaksanakan ISO 20400 tentang pengadaan berkelanjutan secara praktis di Indonesia.
3.1 Kesimpulan
Standardisasi dalam dunia indusrtri/usaha sangat penting sebagai sarana pendukung
keberlanjutan usaha, Standar diperlukan untuk menjamin keamanan produk, kesehatan
konsumen dan menciptakan produk yang dapat bersaing di dunia industri. Penilaian kesesuan
standar dalam dunia perdagangan, mutu, keuntungan, manufaktur, distribusi, pengadaan,
pemakaian, spesifikasi dan kontrak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan
konsumen. Perusahaan mendapatkan dampak baik dari penilaian kesesuaian standard berupa
pemasaran yang mudah, pendistribusian yang cepat dan produk yang dapat berdaya saing,
sedangkan dampak dari konsumen berupa produk yang diterima lebih aman dan teruji.
Daftar Pustaka
BPPT.2019. Pentingnya Produk Tersertifikasi SNI bagi Dunia Industri. Diakses pada tanggal
13 November 2019 dari : http://www.sentrapolimer.id/id/berita/pentingnya-produk-
tersertifikasi-sni-bagi-dunia-industri
Humas BSN. 2011. Standarisasi Yang Dilakukan Oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)
Memberikan Berbagai Keuntungan Ekonomi Bagi Indonesia, Khususnya Industri Dalam
Negeri.Diakses pada tanggal 12 November 2019
http://buletininfo.com/?menu=news&id=5517
Humas BSN. 2016. Penerapan SNI Untuk Mutu. Diakses pada tanggal 12 November 2019
dar :https://googleweblight.com/i?u=https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/7578/Penerapan-
SNI-untuk-Mutu-dan-Keamanan-Pangan&hl=id-ID
Muchsin. 2019. Kesesuaian Standar untuk Lindungi Pengguna dan Kembangkan Industri
Perangkat Telekomunikasi. Diakses pada tanggal 12 November 2019.
https://kominfo.go.id/content/detail/21134/kesesuaian-standar-untuk-lindungi-pengguna-dan-
kembangkan-industri-perangkat-telekomunikasi/0/berita_satker
Zaroni. 2018. Standardisasi Sistem Distribusi Mendesak untuk Dilakukan. Diakses pada
tangga 12 November 2019 dari : http://supplychainindonesia.com/new/standardisasi-sistem-
distribusi-mendesak-untuk-dilakukan/