Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kecoa merupakan serangga yang seringkali mengganggu kenyamanan hidup manusia
dengan meninggalkan bau tidak sedap, menimbulkan alergi, mengotori dinding, buku, dan
perkakas rumah tangga serta menyebarkan berbagai patogen penyakit. Beberapa penyakit yang
ditularkan oleh kecoa diantaranya tipus, toksoplasma, asma, TBC, kolera, dan SARS
(Environmental Health Watch, 2005; Jacobs, 2013).
Menurut Amalia dan Harahap (2010), kecoa amerika (Periplaneta Americana L.), kecoa
jerman (Blatella germanica L.), dan kecoa australia (Periplaneta australasiae F.) merupakan
jenis-jenis kecoa yang sering ditemukan di lingkungan pemukiman. Kecoa amerika merupakan
jenis kecoa yang paling banyak ditemukan pada lingkungan pemukiman Indonesia.
Pengendalian kecoa dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengendalian secara
biologis, mekanis, kimiawi, dan dengan cara menjaga sanitasi. Cara kimiawi adalah cara yang
sering dilakukan oleh banyak masyarakat seperti dengan penyemprotan atau pengasapan
menggunakan insektisida. Namun hal yang dinilai praktis tersebut tanpa disadari dapat meracuni
penghuninya karena asap yang mengandung insektisida ini dapat 2 menyebar keseluruh ruangan
di dalam rumah. Selain itu residu yang ditinggalkan juga berbahaya bagi manusia
(Environmental Health Watch, 2005).
Oleh karena itu, perlu ditemukan cara lain yang lebih aman untuk mengatasi masalah
kecoa. Salah satu solusi yang semakin dipertimbangkan yaitu menggunakan zat pembasmi
berbahan baku alami yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, misalnya penggunaan tanaman jenis
tertentu sebagai pengusir atau penolak serangga. Senyawa tumbuhan yang diduga berfungsi
sebagai insektisida diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid,
steroid, dan minyak atsiri (Kardinan, 2000).
Serai wangi mempunyai aroma yang khas dan kuat. Aroma ini diperoleh dari senyawa
citronnelal yang terkandung dalam minyak atsiri serai, aroma tersebut tidak disukai dan sangat
dihindari serangga termasuk kecoa. Senyawa citronnelal dapat digunakan sebagai insektisida
alami, memiliki racun kontak (aroma) dan dapat menyebabkan kematian (Hayakawa, 2012).
1..2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
apakah tanaman serai dapat dijadikan zat penolak alami bagi kecoa amerika dewasa?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tanaman serai
(Cymbopogon nardus ) sebagai zat penolak alami bagi kecoa amerika dewasa.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan tanaman serai sebagai zat penolak alami bagi kecoa amerika dewasa dan
memberikan informasi cara pengendalian kecoa menggunakan tanaman serai sebagai zat
penolak alami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kandungan Kimia Minyak Serai Wangi


Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman seraiwangiantara lain mengandung
0,4% minyak atsiri dengan komponen yang terdiri dari sitral, sitronelol (66-85%), α-pinen,
kamfen, sabinen, mirsen,β-felandren, psimen, limonen, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol,
terpinen-4-ol, α-terpineol, geraniol, farnesol, metil heptenon, n-desialdehida, dipenten, metal
heptenon, bornilasetat, geranilformat, terpinil asetat, sitronelil asetat, geranil asetat, β-elemen, β-
kariofilen, β-bergamoten, trans- metilisoeugenol, β- kadinen, elemol, kariofilen oksida (Anonim,
1984; Anonim, 1985; dan Rusli dkk., 1979 dalam Kristiani, 2013).
Komposisi minyak serai wangi sebagai berikut:
Kandungan Minyak serai Wangi Persentase
Sitronellal 32-45 %
Geraniol 12-18 %
Sitronellol 12-15 %
Geraniol Asetat 3-8 %
Sitronellil Asetat 2-4 %
L-Limonene 2-5 %
Elenol dan Seskwiterpene lain 2-5 %
Elemen dan Cadinene 2-5 %

2.2 Klasifikasi Serai Wangi


Di Indonesia ada beberapa sebutan untuk tanaman ini yaitu Sereh (Sunda), Sere (Jawa
tengah, Madura, gayo dan Melayu), Sere mongthi (Aceh), Sangge-sangge (Batak), Serai (Betawi,
Minangkabau), Sarae (Lampung), Sare (Makasar, Bugis), Serai (Ambon) dan Lauwariso
(Seram).Kedudukan taksonomi tanaman serai menurut Ketaren (1985) yaitu :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Trachebionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
,Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus(L.)Rendle

Secara tradisional seraiwangi digunakan sebagai pembangkit cita rasa pada makanan,
minuman dan obat tradisional (Wijayakusumah, 2002). Serai wangi juga digunakan sebagai
pembangkit cita rasa yang digunakan pada saus pedas, sambel goreng, sambel petis dan saus ikan
(Oyen,1999). Dibidang industri pangan minyak serai wangi digunakan sebagai bahan tambahan
dalam minuman, permen, daging, produk daging dan lemak (Leung dan Foster,1996).
Penggunaan serai wangi kemudian berkembang, terutama dalam industri parfum yang sebagian
besar terdiri dari citral, yaitu bahan utama untuk produksi α dan β ionon, yang digunakan sebagai
bahan pewangi pada sabun, detergen, krim dan lotion (Oyen, 1999).
Sebagai obat tradisional ekstrak serai wangisering diminum untukmengobati radang
tenggorokan, radang usus, radang lambung, diare, obat kumur, sakit perut, batuk pilek dan sakit
kepala serta juga digunakan sebagaimobat gosok untuk mengobati eksema dan rematik
(Wijayakusumah, 2001 ;Leung dan Foster,1996 dan Oyen,1999). Komponen kimia dalam
minyak serai wangi cukup kompleks, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan
geraniol.Kadar komponen kimia penyusun utama dalam minyak serai wangi tidak tetap, dan
tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga
tinggi (Harris,1987). Gabungan dari komponen utama minyak serai wangi tersebut juga dikenal
sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi serta dapat menentukan intensitas bau harum, nilai
dan harga minyak serai wangi (Wijesekara,1973). Minyak atsiri merupakan jenis minyak yang
dihasilkan dari tanaman.Minyak cenderung berbentuk cair pada suhu kamar, ini berbeda dengan
minyak hewani atau yang lebih dikenal dengan lemak yang cenderung berbentuk padat.Lemak
mengandung kolesterol, sedangkan pada minyak nabati mengandung fitosterol. Minyak lebih
mudah menguap karena kaya akan ikatan ganda dan asam lemak tidak jenuh yang menyusunnya
dibandingkan dengan lemak yang kaya akan ikatan asam lemak jenuh (Fessenden dan
Fessenden, 1997).
Minyak atsiri serai wangidapat digunakan untuk penyakit infeksi dan demam serta dapat
untuk mengatasi masalah sistem pencernaan dan membantu regenerasi jaringan penghubung
(Agusta, 2002).Daun serai wangi berfungsi sebagai peluruh kentut (karminatif), penambah nafsu
makan (stomakik), obat pasca bersalin, penurun panas, dan pereda kejang (antispasmodik)
(Kurniawati, 2010).

2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.Rendle)


Tempat penyebaran tanaman sereh di daerah tropis termasuk Indonesia,Malaysia, Thailand, India
dan Asia Selatan. Penyebaran tanaman sereh di Indonesia terutama banyak tumbuh di daerah
Tasik Malaya, Bandung, Palembang,Padang, Ujung Pandang dan Solo (Ketaren, 1985:204-220)
pada ketinggian 200 –1.000 m DPL dengan ketinggian yang ideal 250 – 600 m DPL. Pada
ketinggian inisereh wangi menghasilkan presentase dan mutu minyak atsiri yang baik.
Namunsereh dapat tumbuh diberbagai tipe tanah baik di dataran rendah maupun datarantinggi
sampai pada ketinggian 1.200 m DPL, dengan ketinggian optimum 250 mDPL. Suhu tumbuh
optimum 23 – 30 , dan distribusi hujan merata sepanjang10 bulan. Curah hujan berfungsi sebagai
pelarut zat nutrisi, pembentukan sari patidan gula serta membantu pembentukan sel dan enzim.
Memerlukan sinar matahariyang cukup karena mampu meningkatkan kadar minyaknya. Secara
umum sereh wangi tumbuh baik pada tanah gembur sampai liat dengan pH 6,0 – 7,5. Dengan
curah hujan rata-rata maksimal 1.000-1.500 mm/tahun, dengan musim kemarau 4-6 bulan
(Zainal dkk., 2004). Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan
rumpun tanaman dewasa. Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya agar dipangkas
sebelum munculnya bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya akan
lebih rendah (Ginting, 2004). Ciri-ciri yaitu daunnya yang lebih panjang dan ramping,
rumpunnya akan tumbuh lebih tinggi, dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, dan
menghasilkan minyak atsiri dengan kadar sitronelal 7-15% dan geraniol 55-65% (Guenther,
1990).
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Minyak Atsiri Sereh Wangi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas minyak atsiri sereh yaitu:
1. Perlakuan pendahuluan terhadap batang sereh wangi
Peningkatan presentase minyak sereh telah dibuktikan Adams (2008) dengan tiga proses
(proses pembersihan, pengeringan dan penghalusan ukuran).Pada proses pengeringan sebagian
besar membran sel akan pecah sehingga cairan sel bebas masuk dari satu sel ke sel yang lain
sehingga membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap (Sastrohamidjojo, 2014).
2. Lokasi tanam
Lokasi tanam akan berpengaruh seperti iklim, suhu dan curah hujan.Unsur-unsur ini
sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman.Semakin tinggi lokasi tanam akan
semakin rendah suhu udaranya, dan semakin rendah lokasi tanam maka suhu yang terdapat pada
lokasi tersebut akan semakin tinggi. Tanaman sereh yang ditanam di dataran tinggi yang
memiliki suhu rendah akan mengalami gangguan fisiologis. Gangguan fisiologis merupakan laju
fotosintesis tidak berjalan dengan lancar karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang
diterima tanaman sereh. Sedangkan di lokasi tanam dataran rendah tanaman sereh yang memiliki
habitat tumbuh di daerah dengan suhu udara yang tinggi tidak akan mengalami gangguan
fisiologis dan laju fotosintesisnya berjalan dengan lancar karena tanaman sereh wangi sangat
cocok ditanam di tempat terbuka (tidak terlindung) dengan kisaran intensitas cahaya matahari
antara 75- 100%, dengan suhu rata-rata harian yang mencapai 28-30°C. Dalimartha, (1999) dan
Sofiah, (2010) menyatakan bahwa tanaman sereh merupakan tanaman yang memerlukan cahaya
matahari yang panas, serta tumbuh maksimal pada suhu 23°C-30°C.
3. Tanah
Tanah merupakan tempat tumbuh dan sumber unsur hara yang diperlukan tanaman.
Kandungan zat hara yang dimiliki tanah berperan penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
akar tumbuhan. Inceptiols atau aluvial merupakan tanah muda yang mulai berkembang,
pembentukan horizonnya lambat akibat perubahan bahan induk dan memiliki tingkat kesuburan
dari sangat rendah sampai tinggi (Munir, 1996). Inceptiols secara umum memiliki kejenuhan
basa lebih dari
60% pada kedalaman 25 cm hingga 75 cm, sehingga tanah ini tergolong tanah yang subur.
Menurut Soenardi dkk., (1981) petani pada umumnya menanam sereh wangi pada lahan-lahan
marginal dengan topografi yang beragam, mulai dari yang datar sampai berlereng secara
monokultur, dimana produksi pada panen 1 sampai ke 3 meningkat akan tetapi panen berikutnya
sampai ke 7 produksi turun hampir 50%.Lebih lanjut Mansur (1990) menjelaskan bahwa
terjadinya penurunan
produksi batang segar dan minyak setelah tahun kedua adalah karena meningkatnya tumbuh
rumpun tanaman sereh wangi, sehingga akar yang baru tumbuh tidak dapat mencapai tanah yang
menyediakan hara, yang mengakibatkan produksi anakan merosot apabila penggemburan tanah
dan pemupukan tidak dilaksanakan dengan baik. Pemberian pupuk organik pada lahan-lahan
marginal,selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman juga merupakan salah satu komponen
budidaya yang ramah lingkungan. Pupuk organik baik pupuk kandang, kompos, ataupun pupuk
hijau dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan
kondisi kehidupan dalam tanah, dan mengandung zat makanan tanaman (Rinsema, 1983).karena
selama proses pelayuan akan terjadi penguapan air dari bahan. Lepasnya air dari bahan akan
menyebabkan pecahnya sel-sel minyak sehingga memudahkan dalam proses pengambilan
minyak selama proses penyulingan.

2.5. Manfaat Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle)


Minyak sereh wangi sebagai hasil produksi dari tanaman sereh wangi berguna sebagai
bahan bio-aditif bahan bakar minyak (Seputra, E.A, 2008). Berbagai industri telah
memanfaatkan minyak sereh wangi sebagai bahan baku untuk membuat shampo, pasta gigi,
losion, pestisida nabati dan juga pewangi sabun (Kardinan, 2004). Minyak atsiri sereh dapat
digunakan untuk penyakit infeksi dan demam serta dapat mengatasi masalah sistem pencernaan
dan membantu regenerasi jaringan penghubung (Agusta, 2002).Salah satu teknologi alternatif
yang aman sebagai pengganti pestisida sintetik adalah pemanfaatan minyak atsiri sereh wangi
mampu menghambat
perkembangan bahkan membunuh organisme penganggu tanaman (OPT).Aplikasi minyak atsiri
sereh wangi dengan cara penyemprotan (Balai Penelitian Tanaman Buah Tropoka, 2015). Hama
yang bisa dikendalikan oleh minyak atsiri sereh wangi adalah penggerek buah jeruk, kutu putih,
kutu dompolan, kutu daun, thrips, lalat buah, kutu sisik.
Senyawa lain dalam minyak atsiri yang direkomendasikan efektif untuk menghilangkan
bau badan atau deodorant adalah geraniol, patcoulol dan linalool. Minyak atsiri dipercaya
mampu menenangkan jiwa. Menurut Dra.Koensoemardiyah, Apt (2015), ahli terapi aroma
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, jika senyawa pada minyak atsiri masuk ke dalam
tubuh akan
mempengaruhi sistem limbik atau pengatur emosi. Molekul-molekul senyawa minyak atsiri
sangat halus dan berukuran nano partikel, sehingga ketika aroma minyak atsiri tercium oleh
hidung, molekul itu akan berikatan dengan reseptorreseptor penangkap aroma yang terdapat
dalam hidung. Selanjutnya, reseptor itu akan mengirim sinyal-sinyal kimiawi melalui jalur saraf
ke sistem limbik di otak.Sistem itulah yang mengatur keadaan emosi seseorang. Dengan
membangkitkan semangat, tubuh terdorong untuk menyembuhkan diri sendiri. Terapi aroma
menggunakan minyak atsiri juga bersifat menenangkan. Apalagi jika terapi aroma
dikombinasikan dengan pijatan yang berefek relaksasi. Pijatan berguna untuk melunturkan otot
dan melancarkan pembuluh darah, sehingga tubuh kembali segar. Senyawa minyak atsiri masuk
dalam pembuluh darah melalui pembuluh
pembuluh yang terdapat di sepanjang epidermis dan dermis kulit (ProsidingPenelitian SPESIA,
2015).

2.6 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis pada penelitian ini adalah ekstrak
tanaman serai dapat menjadi zat penolak alami bagi kecoa amerika dewasa karena adanya
kandungan senyawa kimia dalam minyak atsiri serai wangi, kandungan dalam minyak atsiri serai
wangi yaitu sitronellal dan limonoid.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian minyak atsiri serai wangi terhadap kecoa. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 9
ekor kecoa (Periplaneta americana). Yang diperoleh secara acak dengan kriteria kecoa dewasa.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Senin,01 April 2019

3.2.2 Tempat Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah kecoa Amerika (Periplaneta americana) yang
diambil dari pemukiman warga di wilayah Indralaya Utara, Sumsel.Dalam proposal ini
dilakukan penelitian di Laboratorium Pendidikan Kimia Universitas Sriwijaya.

3.3 Prosedur Penelitian

a. Persiapan perlakuan ekstrak serai wangi (Cymbopogon nardus)

Bahan : Serai wangi (Cymbopogon nardus) dan alkohol 70%

Alat : Beker gelas, corong, Kertas saring, Pipet tetes, Gelas ukur, Batang pengaduk, wadah
plastik. Aqua cup, Blender, Neraca analitik, dan wadah semprot.

 Prosedur ekstraksi:

1.Potong kecil-kecil serai dari ujung daun hingga batang

2.Masukkan kedalam blender

3.Setelah itu blender tanpa menggunakan pelarut.

4.Timbang serai halus sebanyak 20 gr dan masukkan kedalam gelas kimia


5.Tambahkan alkohol 70% sebanyak 150 ml. Kemudian aduk .

6. Saring dengan menggunakan kertas saring.

7. Masukkan ke dalam wadah semprot.

b. Persiapan perlakuan terhadap kecoa

Bahan : 9 ekor kecoa, 9 gelas plastik (1 perlakuan dan 9 kecoa )

Reagen : ekstrak serai wangi (Cymbopogon nardus)

Alat : Gelas plastik, plastik/penutup dan spray.

Prosedur :

1. Menyiapkan alat, bahan dan reagen


2. Memasukkan 1 ekor kecoa kedalam gelas yang sudah disediakan Kemudian ditutup
dengan plastik dan semprotkan ekstrak serai wangi, lalu didiamkan beberapa menit .
3. Kemudian dilakukan observasi dengan melihat respon gerak kecoa.

c. Persiapan pengamatan kecoa

Bahan : gelas plastik yang berisi kecoa dengan pemberian ekstrak serai wangi

Alat : batang pengaduk.

Prosedur :

1. Gelas plastik yang berisi kecoa dengan pemberian konsentrasi ekstrak serai wangi. Lalu
melakukan pengamatan.
2. Kecoa yang tidak menunjukkan pergerakan maka di goyang –goyangkan wadah kecoa
dan sentuh kecoa dengan batang pengaduk, jika kecoa benar –benar tidak bergerak berarti
kecoa mati.
3. Menentukan lamanya waktu (menit) kecoa bergerak aktif sampai menuju respon tidak
bergerak selama jangka waktu 60 menit.
4. Menghitung jumlah kecoa yang mati dan catat hasilnya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

I . HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh minyak atsiri serai wangi terhadap kecoa
didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap waktu kecoa yang berhenti bergerak pada pemberian
minyak atsiri serai wangi

Lamanya waktu kecoa


yang berhenti bergerak
Sampel
(menit)
kontrol perlakuan
1 60 16.41
2 60 22.32
3 60 29.00
4 60 33.28
5 60 04.46
6 60 32.32
7 60 20.35
8 60 05.00
9 60 36.23
Total 960 119.37
Rata-rata 60 22.15

Dari tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa rata-rata waktu kecoa (Periplaneta americana)
mengalami respon tidak bergerak adalah 22.15 menit. Sedangkan pada (kontrol) didapatkan hasil
rata-rata waktu yaitu 60 menit.
II. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan hasil rata-rata waktu kecoa yang berhenti adalah 22.15
menit. Semakin tinggi volume penyemprotan minyak atsiri serai wangi maka semakin banyak
kandungan limonoid yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Jika semakin banyak senyawa
limonoid yang termakan oleh serangga maka akan menyebabkan serangga mati lebih cepat.
Faktor lain yang mempengaruhi kematian kecoa yaitu perlakuan metode semprot,kondisi kecoa
dan pelarut yang digunakan. Adanya pengaruh minyak atsiri serai wangi terhadap respon gerak
pada kecoa karena adanya kandungan senyawa kimia dalam minyak atsiri serai wangi,
kandungan dalam minyak atsiri serai wangi yaitu sitronellal dan limonoid.

Pada pengamatan yang dilakukan respon kecoa terhadap ekstrak serai wangi saat
disemprotkan yaitu gelisah . Setelah beberapa menit beberapa kecoa mulai menggelepar dan
terbaring. Pada pengamatan selanjutnya menunjukan respon tidak bergerak, kaki kecoa menjadi
kaku dan tidak bergerak. Hal ini dikarenakan minyak atsiri serai wangi masuk melalui kulit pada
lapisan kutikula kecoa, racun limonoid yang berpotensi sebagai pembunuh serangga. Sebagai
racun perut limonoid dapat masuk kepencernaan melalui semprotan ekstrak serai wangi yang
termakan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga kemudian akan mengganggu
metabolisme tubuh serangga sehingga akan kekurangan energi untuk aktifitas hidupnya yang
akan mengakibatkan serangga mati. Minyak atsiri langsung menembus integumen serangga
(kutikula), trachea, atau kelenjar sensorik dan organ lain sehingga mengakibatkan tubuh
serangga kaku dan energi berkurang mengakibatkan serangga mati.

Dalam percobaan ini kecoa tidak mati secara bersamaan, hal ni dikarenakan beberapa
faktor. Salah satunya yaitu kondisi kecoa seperti ada yang masih bergerak aktif dan ada juga
yang sedikit lemah dan ada yang sangat lemah. Selain itu, faktor yang lain adalah teknik
penyemprotan ada yang langsung mengenai tubuh kecoa dan ada yang tidak mengenai tubuh
kecoa. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkohol 70% . Pelarut ini digunakan
karena kesulitan dalam menemukan pelarut etanol sebesar 96%. Kepekatan dari pelarut ini
mempengaruhi juga kecepatan kematian dari kecoa tersebut, karena semakin pekat pelarut yang
digunakan maka kandungan limonoid yang terdapat dalam serai wangi akan semakin murni.
Masyarakat selama ini menggunakan obat pembasmi kecoa dengan bahan kimia, padahal
obat pembasmi kecoa yang berbahan kimia sangat berbahaya bagi pernafasan. Berdasarkan
penelitian diatas, alternatif lain yang biasa digunakan untuk membasmi kecoa yaitu serai wangi
yang dihasilkan melalui minyak atsiri serai wangi. Minyak atsiri serai wangi disemprotkan ke
kecoa yang ada dirumah, maka kecoa akan mengalami respon tidak bergerak (mati), dan aroma
serai wangi ini sangat harum sehingga tidak membuat gangguan pernafasan karena aromanya
yang bisa membuat kita relaks. Sehingga minyak atsiri serai wangi bisa digunakan sebagai
alternatif untuk pembasmi kecoa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. Dari hasil penelitian pengaruh minyak atsiri serai wangi terhadap kecoa dapat diambil
kesimpulan bahwa ada pengaruh pada minyak atsiri serai wangi terhadap kecoa sebagai
insektisida alami.

2. Jenis pelarut dan konsentrasi pelarut yang digunakan mempengaruhi efektivitas ekstrak serai
wangi untuk membasmi kecoa.

3. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan kematian kecoa yaitu kondisi kecoa, dan cara
penyemprotan.

4. Setelah kami membandingkan hasil pengamatan kami dengan jurnal, didapatkan perbedaan
waktu matinya kecoa. Di dalam jurnal dilakukan destilasi sehingga waktu nya lebih stabil
dan cepat. Sedangkan dalam percobaan kami tanpa dilakukan destilasi dan waktu yang
dibutuhkan lama dan tidak stabil.

SARAN

Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini lakukan perbandingan pengukuran bahan


dengan benar. Selain itu, perhatikan kondisi kecoa sehingga data yang didapat lebih akurat.
Begitu juga dalam perlakuan terhadap kecoa yaitu penyemprotan usahakan agar penyemprotan
merata. Untuk lebih meningkatkan efektivitas ekstrak serai wangi sebaiknya dilakukan destilasi
sehingga zat ekstrak yang dihasilkan lebih murni dan baik. Begitu juga dengan pelarutnya,
semakin pekat pelarut maka semakin tinggi efektivitas ekstrak serai wangi
DAFTAR PUSTAKA
Arimurti,A.dan Kamila,D. 2017. EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI SERAI WANGI (Combypogon
nardus) SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI UNTUK KECOA AMERIKA (Periplaneta
americana). The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist. ISSN:
2597-3681. 1(2): 55-58.
Herman, H. 2012. ”Pengaruh Kecoa Terhadap Kesehatan”. Jakarta.
http://jurnal.kimia.fmipa.unmul.ac.id/index.php/JKM/article/download/34/340/
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Persiapan alat dan bahan Gambar 2.Penimbangan serai halus

Gambar 3.Persiapan pelarut Gambar 4. Pelarut dicampur dengan serai

Gambar 5. Larutan Disaring


c

Gambar 6. Hasil saringan Gambar 7. Filtrat dimsukkan kewadah

Gambar 8. Bahan disemprotkan

Gambar 9. Kecoa mati

Anda mungkin juga menyukai