Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1. Daun Sirih


Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai bahan alam yang
dimanfaatkan dalam mencegah dan mengatasi penyakit. Tanaman sirih merupakan
salah satu tanaman herbal yang berhubungan erat dengan pengendalian karies,
penyakit periodontal, dan mengontrol halitosis. Daun sirih juga menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aurens,
dan anti cendawan (jamur) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
[embentukan konodia cendawan (Nalina, 2006). Komponen utama kimia daun sirih
adalah minyak atsiri, seskuiterpen, triterpen, terponoid, sitosterol, neolignan, dan
krotepoksid. Aktivitas cendawan diduga berasal dari minyak atsiri yang terdapat
dalam daun sirih yaitu isocugenol, limonene, dan kariefliena (Hertiana, 2002).
2.1.1. Morfologi Sirih
Sirih merupakan tanaman herbal, yang memanjang dengan tinggi tanaman
dapat mencapai 2-4 m. Batang tanaman berbentuk bulat dan lunak, beruas-ruas,
beralur-alur, dan berwarna hijau abu-abu. Sirih memiliki daun yang tunggal dan
letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar sampai oval, ujung
daun runcing, pangkal daun berbentuk jantung atau agak bundar (Harman, 2013).

Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Sirih


Taksonomi Klasifikasi
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Piperales
Famili Piperaceae
Genus iper
Spesies Piper betle Linn
(Sumber: Moeljato, 2003)

Daun sirih tumbuh baik dalam iklim tropis seperti Indonesia. Pemanfaatan
daun sirih dirasakan masih kurang mengingat kandungan yang dimilikinya sangat
baik terutama dalam hal kesehatan. Tumbuhan ini masih banyak tumbuh liar di
hutan maupun sengaja ditanam oleh manusia di permukiman. Sirih dapat tumbuh
dengan menjalar, sehingga terlihat menarik jika dijadikan tanaman hias pada pagar
rumah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri ang hampir sama, yaitu tanamannya
merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai.

Gambar 2.1. Daun Sirih Hijau


(Sumber: Harman, 2013)

2.1.2. Kandungan Daun Sirih


Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri
1-4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C, yodium,
gula dan pati. Dari berbagai kandungan tersebut, dalam minyak atsiri terdapat fenol
alam yang mempunyai daya antiseptik 5 kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa
(bakterisid dan fungisid) tetapi tidak sporasid. Minyak atsiri merupakan minyak
yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri
dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya. Minyak atsiri
terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karbakrol,
terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tannin. Kavikol merupakan komponen paling
banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau khas pada sirih. Kavikol bersifat
mudah teroksidasi dan dapat menyebabkan perubahan warna (Moeljanto, 2003).
Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman sirih merah mengandung
metabolit sekunder yang menyimpan senyawa aktif seperti hidroksikaficol, alkali,
flavonoid, polivenol, tanin, minyak atsiri, saponin, kavicol, kavibetol, karbavakrol,
cyanogenic, eugenol, cineole, kadimen, glucoside, isoprenoid, nonprotein amino
acid, terpenena, dan fenil propada. Komponen sebagai antimikroba dalam ekstrak
daun sirih adalah fenol. Senyawa fenol dapat memutuskan ikatan silang
peptidoglikan dalam usahanya menerobos dinding sel. Setelah senyawa fenol
menerobos dinding sel maka akan terjadi kebocoran nutrien dari dalam sel. Karena
fenol dapat merusak ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel seperti
protein dan fosfolida serta larutnya komponen lain yang berikatan secara hidrofobik,
keadaan tersebut berakibat menurunnya permeabilitas sel. Kerusakan membran sel
berakibat terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim metabolisme (Ingran, 1981).
Mekanisme fenol sebagai agen anti bakteri berperan sebagai toksin dalam
protoplasma, merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel
bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim essensial
didalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Fenol dapat
menyebabkan kerusakan pada sel bakteri, denaturasi protein, menginaktifkan enzim
dan menyebabkan kebocoran sel pada bakteri tersebut (Heyne, 1987).
Mekanisme yang sama terjadi juga pada Colletotrium fragariae yang diberi
perlakuan ekstrak daun sirih, sehingga pertumbuhan Colletotrium fragariae
menjadi terhambat. Dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun sirih yang
diberikan maka persentase penghambatan perkecambahan spora Colletotrium
fragariae akan semakin kecil. Selain konsentrasi atau intensitas zat antimikroba,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi penghambatan mikroorganisme oleh
antimikroba, diantaranya adalah jumlah mikroorganisme, suhu, spesies
mikroorganisme, adanya bahan organik dan derajat keasaman (pH). Derajat
keasaman semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun sirih.
semakin meningkat derajat keasaman media, aktivitas antimikroba akan semakin
meningkat, karena senyawa fenol semakin aktif pada suasana asam (Pelezar, 1988).

2.2. Colletotrium Fragariae Brooks


2.3. Uji Fenol
DAFTAR PUSTAKA

Harman, D. T. A. 2013. Efektivitas Anti Bakteri Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle
Linn) terhadap Bakteri Enterococcus Faecalis (Penelitian In Vitro). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar
Hertiana t dan purwati. 2002. Minyak atsiri hasil destilasi ekstrak etanol daun sirih
(piper betle L) beberapa daerah di Yogyakarta. Yogyakarta
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Departemen Kehuatanan.
Moeljanto R. D. dan Mulyono. 2003. Khasiat dan manfaat daun sirih (obat
mujarab dari masa ke masa). Jakarta: Agromedia Pustaka.
Nalina, T. dan Rahim Z. H. A. 2006. The Crude Aqueous Extract of Piper Betle L
and Its Antibacterial Affect Towards Streptococcus Mutans. Journal
Biochemical and Biotechnology. Vol. 3(1):10-5.
Pelezar, M. E. dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UIPress.

Anda mungkin juga menyukai