Anda di halaman 1dari 28

STUDI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper

betle Linn.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis

Disusun oleh :

Dayu pramana (191040400179)

Muthi’ah Armelia (191040400180)

Nuraini lubis (191040400315 )

Nevi Kristiana (191040400166)

PROGRAM STUDI D III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan kesehatan pada manusia yang paling umum diderita adalah infeksi. Infeksi
merupakan salah satu penyebab penyakit yang sering terjadi di daerah yang beriklim tropis
seperti Indonesia. Infeksi didefinisikan sebagai suatu proses saat organisme (misalnya: bakteri,
virus, jamur) yang mampu menyebabkan penyakit masuk ke dalam tubuh atau jaringan dan
menyebabkan trauma atau kerusakan. Penyakit infeksi yang cukup sering terjadi adalah infeksi
pada kulit atau organ tubuh lain yang disebabkan oleh aktivitas bakteri, seperti Staphylococcus
epidermidis. (Dewi, L. K, DKK , 2021)
Penyebaran bakteri Bakteri Staphylococcus epidermidis ini dapat terjadi dengan cara
kontak langsung (bersentuhan, berjabatan tangan, dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui
mulut (Primadiamanti , dkk ,2021)
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat selain menjadi pemborosan secara ekonomi juga
berbahaya secara klinis, yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotik. Resistensi terjadi saat bakteri
mengalami kekebalan dalam merespons antibiotik yang awalnya sensitif dalam pengobatan.
(Kemenkes RI, 2013). Cara yang digunakan untuk menghindari terjadinya resistensi terhadap
antibiotik yaitu digunakan alternatif lain dengan memanfaatkan tanaman yang berkhasiat sebagai
obat
Sirih merupakan salah satu tanaman tradisional yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengobatan. Tanaman sirih hijau (Piper betle L.) tumbuh subur di sepanjang Asia tropis hingga
Afrika Timur, menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand, Sri
Lanka, India, hingga Madagaskar.Di Indonesia, Tanaman ini dapat ditemukan di pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Sirih memiliki banyak manfaat, yaitu
sebagai antibakteri, amebisid, fungisid, antiseptik, immunodulator dan lainnya. (Inayatullah, S,
2012)
Walau demikian, sedikit dari masyarakat yang mengetahui khasiat antibakteri dari
daun sirih tersebut. Sebagian besar efek antibakteri daun sirih adalah karna daun sirih
mengandung 4,2% minyak atsiri yang komponen utamanya terdiri dari bethel phenol dan turunan
nya yang berkhasiat sebagai antibakteri. Fenol dan senyawa turunannya ini dapat mendenaturasi
protein sel bakteri. (Inayatullah, S. 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih terhadap bakteri
staphylococcus epidemis

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalh yang dikemukakan diatas, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih terhadap bakteri
staphylococcus epidemis?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antibakteri
ekstrak daun sirih terhadap bakteri staphylococcus epidemis
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi daya hambat ekstrak daun sirih terhadap bakteri staphylococcus
epidermis
2) Mengidentifikasi pada konsentrasi berapa ekstrak daun sirih yang paling efektif

1.4 Manfaat penelitiaan


1.4.1 Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai efektivitas anttibakteri ekstrak daun sirih (Piper betle L.)
1.4.2 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat Meningkatkan pemanfaatan bahan alami sebagai
tanaman berkhasiat obat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
1.4.3 Bagi STIKes WIidiya Dharma Husada
Dapat menambah informasi tentang “STUDI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI
EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
epidermidis” yang dapat juga dipakai untuk materi perkulihan dikelas dan juga sebagai
referensi bacaan pada perpustakaan STIkes Widiya Dharma Husada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Definisi Daun Sirih

Sumber : Kompas.com

Gambar 2.1 : Daun Sirih Hijau

Daun sirih merupakan suatu tanaman yang digunakan sebagai pengobatan


tradisional, daun sirih biasanya dipakai untuk mengatasi bau badan dan mulut,
mimisan, gatal-gatal serta sebagai antibakteri.Khasiat daun sirih sudah banyak
dikenal dan diuji secara klinis.Penelitian tentang tanaman ini masih terus
dikembangkan. Daun sirih telah berabad₋ abad dikenal oleh nenek moyang kita
sebagai obat berkhasiat. Tidak hanya dikenal sebagai tanaman obat, tanaman
dengan nama latin (Piper betle L.) juga punya tempat istimewa untuk acara adat di
sejumlah daerah di Indonesia (Triarsary, 2007).

Tanaman sirih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai macam nama
yakni Suruh, Seda (Jawa); Seureh (Sunda); Base (Bali); Donile, Parigi (Sulawesi);
dan Bido, Gies (Maluku) (Utami,2008).
Klasifikasi tanaman (Piper betle L.) menurut Gunawan (2010, dalam Robinson
1991) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Diviso : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)

Sub₋ kelas : Magnoliidae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae (suku sirih₋ sirihan)

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

2.1.2 Deskripsi Tanaman


Sirih termasuk dalam family piperaceae, merupakan jenis tumbuhan merambat
dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih memiliki daun
tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar telur atau bundar
telur lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, ujung daun
runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm.
Batang sirih berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut, dan beruas yang
merupakan tempat keluarnya akar. Morfologi daun sirih berbentuk jantung, berujung
runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar jika diraba, dan
mengeluarkan bau khasaromatis jika diremas. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10
cm. Sirih memiliki bunga majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk. Bunga sirih
dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1 mm.
Buah terletak tersembunyi atau buni, berbentuk bulat, berdaging dan berwarna kuning
kehijauan hingga hijau keabu-abuan. Tanaman sirih memiliki akar tunggang yang
bentuknya bulat dan berwarna cokelat kekuningan (Koensoemardiyah, 2010).
Daun berwarna hijau, permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak
tenggelam permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya
khas dan rasanya pedas.Batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak
kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Inayatullah, 2012).
Tanaman sirih merupakan tanaman yang perdu, merambat, batang berkayu, berbuku buku
dan bersalur (Kharisma dkk., 2010). Daun sirih mempunyai bau aromatik khas dan rasa
pedas.Daunsirih merupakan daun tunggal. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan
panjang 1,5–8 cm (Kristio, 2007).

2.1.3 Kandungan Daun Sirih


Senyawa kimia yang terdapat pada daun sirih, diantaranya alkaloid, flavonoid,
tannin, saponin, steroid/triterpenoid dan minyak atsiri (Prasetya, 2009). Berikut adalah
tabel skrining fitokimia ekstrak daun sirih:

Tabel 2.1. Hasil penapisan skrining fitokimia ekstrak daun sirih

No Golongan senyawa Hasil penampisan


1 Alkaloid +

2 Flavonoid +

3 Saponin +

4 Tanin +

5 Steroid/ triterpenoid +

6 Minyak atsiri +

7 Kuinon -

Sumber: Prasetya,2009
Keterangan : (+) = Terdapat senyawa pada ekstrak daun sirih

(-) = Tidak terdapat senyawa pada ekstrak daun sirih

Berdasarkan hasil penapisan yang telah dilakukan, senyawa metabolit sekunder


alkaloid, tannin, flavonoid, dan steroid/triterpenoid dapat memberikan aktivitas
antioksidan. Senyawa lain yang terdapat pada daun sirih diantaranya eugenol, metil
eugenol, karvakral, kavikol, kavibetol, sineol, estragol, kareton, tiamin, riboflavin, asam
nikotinat, vitamin C, gula, pati, dan asam amino (Hamid, 2013). Karvakol bersifat
sebagai desinfektan dan anti jamur sehingga bisa digunakan sebagai antiseptik, euganol
dapat digunakan untuk mengurangi sakit gigi (Syukur, 2001). Saponin dan tannin bersifat
sebagai antiseptik, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi
pada kulit, bakteriostatik juga berfungsi sebagai antiinflamasi (Kartasapoetra, 1992).
Minyak atsirinya pada daun sirih antara lain mengandung kavikol dan kavibetol yang
merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol
biasa. Cara kerja fenol dalam membunuh suatu mikroorganisme yaitu dengan cara
mendenaturasi protein sel, dengan terdenaturasinya protein sel maka semua aktivitas
metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein (Syukur, 2001).

2.1.4 Manfaat Daun Sirih


Daun sirih memiliki sifat styptic (menahan pendarahan), vulnerary
(menyembuhkan luka), sthomachic (obat saluran pencernaan), menguatkan gigi, dan
membersihkan tenggorokan sehingga masyarakat sering memanfaatkan tanaman sirih
sebagai obat antiseptik contohnya seperti bau mulut, bau badan, dan obat luka. Hal ini
dikarenakan, didalam kandungan kimia tanaman sirih terdapat beberapa senyawa yang
dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik diantaranya senyawa karvakol bersifat sebagai
desinfektan dan anti jamur sehingga bisa digunakan sebagai antiseptik, euganol dapat
digunakan untuk mengurangi sakit gigi, mencegah ejakulasi, mematikan cendawan
Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan, antikejang, analgetik, dan
anestetik (Standard of ASEAN, 1993).
Tannin (daun) untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati,
antidiare, dan antimutagenik (Hariana, 2006).Flavonoid diduga memiliki mekanisme
kerja mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki
lagi. Tanaman yang mengandung senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai antikanker,
antioksidan, antiinflamasi, antialergi dan antihipertensi. Minyak atsiri dan ekstraknya pun
mampu melawan beberapa bakteri gram positif dan gram negatif (Koensomardiyah,
2010).

2.1.5 Bakteri
a. Staphylococcus epidermidis

Gambar 2.1.2 bakteri Staphylococcus epidermidis

(sumber: Wikipedia, 2008)

Menurut Jawetz dan Adelberg's (2010), klasifikasi Staphylococcus epidermidis


adalah sebagai berikut:

Divisi : Eukariota

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : EubacterialesFamilia: Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis


b. Sifat dan Morfologi
Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri-ciri
morfologi yaitu warna koloni putih susu atau agak krem, bentuk koloni bulat,
tepian timbul. Serta sel bentuk bola, diameter 0,5-1,5 um dan bersifat anaerob
fakultatif Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit ringan
yang disertai dengan pembentukan abses. Staphylococcus epidermidis biotipe-1
dapat menyebabkan infeksi kronis pada manusia (Radji, 2011).

2.2 Ekstraksi
2.2.1 Definisi
Ekstraksi adalah kegiatan memisahkan senyawa yang terkandung di dalam
tumbuhan dengan menggunakan cairan penyari yang cocok. Cairan penyari digunakan
air, etanol, atau campuran air dan etanol. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan penyari yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua penyari
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2015). Ekstraksi juga merupakan
proses memisahkan bahan dari campurannya menggunakan penyari yang tepat.
Ekstraksi dihentikan saat dicapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
penyari dengan konsentrasi dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).

2.2.2 Metode Ekstraksi


Metode ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan penyari yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam penyari dengan konsentrasi dalam sel
tanaman (Agoes, 2007)

1) Cara Dingin
Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena
pemanasan (Depkes RI, 2000).

a) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan


penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature
ruangan (kamar), Simplisia yang akan diekstraksi diserbukkan lalu dimasukkan
kedalam bejana maserasi. Simplisia tersebut direndam dengan cairan penyari,
setelah dalam waktu tertentu sekali-kali diaduk. Hal ini dilakukan selama 5 hari
(Depkes RI, 1986). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna (Depkes RI, 2000)
b) Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang dibasahi (Depkes RI, 2000)

2) Cara Panas (Irsyad, 2013)


Metode ini melibatkan panas dalam prosesnya. Adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses ekstraksi.
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan penyari pada temperatur titik didihnya selama
waktu tertentu dan dalam jumlah penyari terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b) Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
c) Infusa
adalah ekstraksi dengan penyari air pada temperatur penangas air mendidih,
temperatur terukur 96°C-98 "C selama waktu tertentu (15-20 menit).

d) Sokhletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan penyari yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah penyari relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

e) Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.

2.3 Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas pertama yang digunakan untuk
menghentikan pertumbuhan berbagai bakteri gram positif dan gram negatif. Obat ini
digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi termasuk jerawat vulgaris, aktinomikosis,
antraks, bronkitis, dan infeksi sistemik termasuk infeksi saluran kemih (Kamienski Mary,
2015) Tetrasiklin dikonsentrasikan oleh bakteri yang sensitif, kemudian menghambat sintesis
protein dengan menghambat pengikatan aminoasil-tRNA ke unit 30S ribosom bakteri. Bakteri
yang resisten tidak mengonsentrasikan obat.
Mekasisme resistensi tadi dikendalikan oleh plasmid yang dapat di transfer. Tetrasiklin
merupakan agen yang terutama bersifat bakteriostatik Mereka menghambat pertumbuhan
bakteri gram-positif dan gram negatif (dihambat pada konsentrasi 0,1- 10 ug/mL) dan
merupakan obat pilihan pada infeksi yang disebabkan oleh riketsia, chlamydia, dan
Mycoplasma pneumoniae. Organisme yang sensitif terhadap tetrasiklin juga dianggap sensitif
terhadapdo sisiklin dan minosiklin. Namun, resistensi terhadap tetrasiklin tidak dapat
digunakan untuk memprediksi resistensi terhadap obat- obat lain (Jawetz dan Adelberg's,
2010).
2.4 Uji Efektivitas Antibakteri (Pratiwi, 2008)
Pengujian efektivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa besar potensi
atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme. Penanaman
mikroba biasanya juga disebut inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium
yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk metode
pengujian antibakteri suatu zat, metode yang sering digunakan diantaranya metode difusi.
Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan disk atau sumuran yang kedalamnya
dimasukan antimikroba dalam gelas tertentu dan di tempatkan dalam media padat yang telah
diinokulasi dengan bakteri indikator setelah diinkubasi akan terjadi daerah jenuh disekitar
sumuran atau disk dan diameter hambatan merupakan ukuran kekuatan hambatan dari
subtansi antimikroba terdapat bakteri yang digunakan. Lebarnya zona yang terbentuk, yang
juga ditentukan oleh konsentrasi senyawa efektif yang digunakan merupakan dasar pengujian
kuantitatif, hal ini mengindikasikan bahwa senyawa tersebut bisa bebas berdifusi
keseluruhmedium. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni.
mikroorganisme yaitu:
a. Metode Gores (Streak Plate)
Prinsip metode ini dilakukkan dengan menggoreskan bakteri pada media agar dan
paper disk yang sudah diberikan sampel diletakkandi atas media agar.
b. Metode Mangkuk
Setetes inokulasi diletakan dalam sebuah medium agar nutrien dalam cawan dan
dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril.
c. Metode Cakram
Paper disk yang berisi antibiotik atau disuntikan dengan sampel diletakan pada media
agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi dengan media agar
tesebut.
d. Metode Tuang
Metode ini menggunakan media cair dengan cara pengenceran, adalah penurunan
jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu saat hanya ditemukan satu sel di dalam
cawan petri.
e. Metode Sumur atau Tusuk
Metode ini dengan cara meneteskan atau menususkan ujung Jarum Ose yang di
dalamnya terdapat inokulum, kemudian di masukkan kedalam media. Jarum Ose
sendiri adalah untuk memindahkan atau mengambil koloni suatu mikroba ke media
yang akan digunakan kembali

Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk daya hambat berupa zona
bening disekeliling kertas cakram. Bagian yang dihitung dengan jangka sorong adalah
diameter daya hambat yang terbentuk (Pratiwi, 2008).
Menurut Suryawiria (1978) dalam Zahro dan Agustini (2013). berdasarkan daya hambat
yang terbentuk maka efektivitas antibakteri dapat digolongkan menjadi beberapa golongan
berdasarkan respon daya hambatnya yaitu lemah (5 mm), sedang (5-10 mm), kuat (10-20
mm), dan sangat kuat (≥20 mm).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Varibel bebas Variabl terikat

Konsentrasi ektrak daun Efektivitas antibakteri


sirih (Piper betle L ) 50%, ektrak daun sirih ( Piper
75 betle L ) dengan
% , 100 % konsentrasi 50
% , 75%, dan 100 %

Bagan 3.1 keragka konsep

3.2 Variavel Bebas penelitian


Macam-macam variabel penelitian yang diteliti sebagai berikut :
1. Variabel
Konsentrasi ekstrak daun sirih (Piper betle L.) 50%, 75%, dan 100%
2. Variabel Terikat
Efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih (Piper betle L) dengan konsentrasi 50%,
75%, dan 100%

3.3 Definisi oprasional

No. Variabel Definisi Hasil Alat ukur Skala


bebas oprasional ukur/katagori
1. Konsentrasi Konsentrasi 1. Tepat Timbangan Nominal
merupakan istilah 2. Tidak analitik
yang digunakan tepat
untuk menyatakan
jumlah zat dalam
sejumlah penyari
(b/b%, b/v%, dan
v/v%) Konsentrasi
ekstrak daun sirih
yang digunakan
yakni 50%, 75%,
dan 100% (b/v%)
No. Variabel Definisi Hasil Alat ukur Skala
terikat oprasional ukur/katagori
1. Efektivitas Efektivitas 1. Efektif Media Nominal
anti bakteri antibakteri ialah 2. Tidak pertumbuha
potensi suatu efektif n bakteri dan
senyawa yang jangka
dapat sorong
memberikan
efek bagi
bakteri, dimana
ekstrak daun
sirih konsentrasi
50%, 75%, dan
100%
dinyatakan
efektif jika zona
hambat
pertumbuhan
bakterinya lebih
besar
dibandingkan
dengan kontrol
positif
(tetrasiklin).
2. Metode Metode difusi 1. Ada area Media Nominal
difusi cakram (disk jernih (zona pertumbuha
cakram diffusion) atau bening) 2. n bakteri
tes Kirby & Tidak ada
Baur, merupakan area jernih
metode (zona
yang bening)
menggunakan
piringan berisi
agen antibakteri,
kemudian
diletakkan pada
media telah agar
yang sebelumnya
ditanami bakteri
sehingga agen
antibakteri dapat
berdifusi pada
media agar
tersebut Zona
bening
mengindikasikan
adanya hambatan
pertumbuhan
bakteri oleh agen
antibakteri. pada
permukaan agar
3. Diameter Diameter zona 1. Lemah Media Ordinal
zona hambat. <5 mm pertumbuha
hambat merupakan ukuran 2. Sedang n bakteri
daerah. bening 5-10 mm jangka
yang terbentuk 3. Kuat 10- sorong
disekeliling kertas 20 mm
cakram yang sangat kuat >
menunjukkan 20 mm
zona hambat pada
pertumbuhan
bakteri

3.4 Ruang lingkup penelitian tempat dan waktu


1. Tempat Penelitian
a. Pengambilan daun sirih (Piper betle L) Di Sukanagara Kecamatan Tanjungjaya,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
b. Identifikasi tanaman Di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI Bogor.
c. Pembuatan ekstrak daun sirih (Piper betle L di Laboratorium STIKes Kharisma
Persada.
d. Uji efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap
Staphylococcus epidermidis di Laboratorium BPPT (Badan Pengkajian
Penerapan Teknologi) PUSPIPTEK. Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian pada

3.5 Rancangan Penelitian


3.5.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini ialah true eksperimental karena menggunakan dua kelompok yakni
sampel (ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan kelompok kontrol yang terdiri atas kontrol
positif (tetrasiklin) dan kontrol negatif (aqua destilata steril) yang dipilih secara random.

3.5.2 Sampel dan Teknik Sampling


Sampel (ekstrak daun sirih ) diperoleh dari daun sirih segar sebanyak 2 kg dipisahkan
dari batangnya (disortasi) lalu dicuci dan didiamkan selama 1 hari. Daun yang telah
didiamkan dirajang dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 4 hari, setelah
kering daun dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. Timbang serbuk simplisia
daun sirih tersebut sebanyak 553 g. lalu dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi
yaitu dengan merendam 553 g serbuk simplisia ke dalam penyari etanol 70% sebanyak 2 L.
selama 1 hari sambil diaduk, lalu disaring untuk memperoleh maserat (ekstrak cair) dengan
kertas saring dan corong lalu maserat disimpan dalam wadah yang bagian mulutnya ditutup
dengan alumunium foil yang diberi lubang, lalu diremaserasi sebanyak 2 kali dengan masing-
masing penyari yang digunakan yakni 2 L (total lama ekstraksi yakni 4 hari) dan jumlah
keseluruhan penyari yang digunakan sebanyak 10 L, serta diperoleh total maserat sebanyak 8
L, kemudian dievaporasi dengan waterbath selama 3 hari. Ekstrak kental yang diperoleh
merupakan ekstrak dengan konsentrasi 100%, proses selanjutanya ialah pengenceran ekstrak
daun sirih untuk memperoleh konsentrasi ekstrak daun sirih 50% dan 75%. Kelompok
kontrol yang digunakan sebagai pembanding, yakni kontrol positif (tetrasiklin 10.000
mg/L)dan kontrol negatif (aqua destilata steril).

3.5.3 Teknik Pengumpulan Data


Uji efektivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi cakram. Pengujian
ini dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow) Cabinet. Pertama paper disk( kertas cakram)
disterilkan terlebih dahulu, kemudian diteteskan sampel ekstrak daun sirih konsentrasi 50%,
75%, dan 100%, kontrol positif yakni tetrasiklin (10.000 mg/L), serta kontrol negatif yakni
aqua destilata steril masing-masing sebanyak 25 µL, paper disk dibiarkan sampai mengering,
setelah kering paper disk diletakan pada permukaan Nutrien Agar yang ditanami bakteri
Staphylococcus epidermidis yang telah memadat secara aseptis dengan menggunakan pinset
steril, dengan jarak 2-3 cm dari pinggir cawan petri, diinkubasi pada suhu 37°C selama 48
jam, kemudian mengukur diameter zona hambat yang terbentuk menggunakan jangka sorong

3.5.4 Instrumen penelitian


Tabel 3.2 Alat

No Nama alat
1 Alat penghalus ( blander )
2 Aluminium foil
3 Autoklaf
4 Batang pengaduk
5 Beaker gelas
6 Cawan penguap
7 Cawan petri
8 Corong
9 Erlemeyer
10 Gelas ukur
11 Haotplate and magnetic stirrer
12 Inkubator
13 Jangka sorong
14 Jarum atau kawat
15 Kertas saring whatman no 1
16 LAF (laminar air flow ) cabinet
17 Mikropipet
18 Oven
19 Paper disk (kertas cakram )
20 Pinset tetes
21 Timbangan analitik
22 Vortex
23 Wadah untuk maserasi ( toples )
24 Wadah penyimpanan maserat ( botol )
25 Water bath

Tabel 3.3 Bahan


No Nama bahan
1 Air fisilogis (nacl 0,85% )
2 Aqua desilata steril
3 Bakteri staphylococcus epidermis
4 daun sirih
5 Etanol 70%
6 Megacyline kapsul ( tetrasiklin )
7 nutrien agar

3.5.5 Pengolahan Analisis Data


a. Pengambilan daun sirih
Daunsirih (Piper betle L) diperoleh dari Sukanagara, Kecamatan Tanjungjaya,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Daun dipetik pada siang hari sebanyak 2 kg.

b. Cara kerja pembuatan ekstrak daun sirih


1) Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan
2) Daun dari batang dan bagian tanaman lainnya yang tidak digunakan
dipisahkan (disortir)
3) Daun sirih yang telah disortir kemudian dicuci dengan air mengalir untuk
memisahkan tanah dan kotoran yang masih menempel pada daun, serta daun
yang busuk atau rusak dipisahkan.
4) Didiamkan selama 1 hari daun sirih yang telah dicuci.
5) Daun sirih yang telah didiamkan, kemudian dirajang menggunakan alat
pemotong (gunting) dengan bentuk memanjang.
6) Setelah dirajang, daun sirih dikeringkan dengan cara diangin anginkan.
Pengeringan tidak terkena matahari langsung selama 4 hari.
7) Daun sirih yang telah kering dihaluskan menggunakan alat penghalus
(blender), sehingga diperoleh serbuk simplisia daun sirih .
8) Serbuk simplisia daun sirih ditimbang.
9) Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, yakni:
a) Serbuk simplisa daun sirih sebanyak 553 g dimasukkan ke dalam wadah
(toples) maserasi.
b) Kemudian ditambahkan 2 1. etanol 70% sebagai penyari.
c) Wadah ditutup dengan alumunium foil, selama 1 hari sambil diaduk
dengan batang pengaduk
d) Setelah 1 hari, serbuk simplisia daun sirih dan maserat (ekstrak cair)
dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring dan
corong, sehingga diperoleh maserat pertama.
e) Maserat pertama dimasukkan ke dalam wadah (botol), dimana mulut
botol ditutup dengan alumunium foil yang dilubangi.
f) Melakukan remaserasi sebanyak 2 kali, dengan masing-masing penyari
sebanyak 2 L, sehingga total penyari yang digunakan dalam proses
ekstraksi ini sebanyak 10 L.
g) Proses ekstraksi dilakukan selama 3 hari dan diperoleh total maserat
(ekstrak cair) sebanyak 8 L.
h) Maserat dievaporasi (memisahkan antara senyawa yang terlarut dengan
penyarinya) menggunakan waterbaths elama 3 hari, sehingga diperoleh
ekstrak daun melinjo dalam bentuk kental.
i) Kemudian ditimbang ekstrak daun sirih yang diperoleh.

c. Pembuatan konsentrasi ekstrak (pengenceran ekstrak)


Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi merupakan ekstrak dengan
konsentrasi 100%, kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan aqua
destilata steril untuk memperoleh konsentrasi ekstrak 75% dan 50%.
1) Konsentrasi 75%
Ekstrak daun sirih ditimbang sebanyak 3,75 g, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1,25 ml aqua destilata steril
menggunakan mikropipet, kemudian digoyangkan dengan vortex agar
melarut.
2) Konsentrasi 50%
Ekstrak daun sirih ditimbang sebanyak 2,5 g, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2,5 ml. aqua destilata steril
menggunakan mikropipet, kemudian digoyangkan dengan vortex agar
melarut.

d. Pembuatan kontrol positif


Tetrasiklin (megacycline kapsul) ditimbang sebanyak 1g, lalu dilarutkan ke dalam
100 ml. aqua destilata sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 ppm atau 10.000 mg/L.

e. Pengujian efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih


1) Sterilisasi alat
Alat-alat yang digunakan dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan air.
Kemudian sterilisasi dilakukan sesuai dengan sifat masing masing alat yang
akan digunakan, semisal untuk peralatan gelas dan tahan pemanasan tinggi
disterilkan dalam oven pada suhu 180°C selama 2 jam, sedangkan peralatan
yang dapat rusak oleh pemanasan tinggi disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121°C dengan tekanan 2 atm selama 15 menit Jarum ose
disterilkan dengan cara dipijarkan. menggunakan api langsung (Harrigan,
1998).

2) Pembuatan medium
a) Medium Nutrien Agar (NA)
(1) Menimbang Agar sebanyak 15 g dan dilarutkan ke dalam 1000 ml.
Nutrien Broth diaduk menggunakan hotplate and magnetic stirrer
lalia. disterilkan dengan autoklaf suhu 121°C selama 20 menit
(2) pH diperiksa apakah 7,2 dan disesuaikan jika perlu.
(3) Menyiapkan kerta saring Whatman No. I terlebih dahulu dengan
merendam dua lembar kertas saring Whatman No. 1 berukuran
besar (46 x 57 cm) dalam air, ditumbuk sampai berbentuk bubur,
lalu dipanaskan hingga mendidih dalam beaker gelas dan kemudian
dituangkan ke dalam corong Ini akan menghasilkan lapisan pada
corong.
(4) Bubur kertas disaring panas-panas kemudian dituang secara merata
di atas dasar corong, ini juga akan menghangatkan corong terlebih
dahulu.
(5) Setelah itu segera menempatkan corong di atas tabung yang akan
digunakan untuk mengumpulkan medium, lalu disterilkan NA
dengan autoklafpada suhu 121°C selama 20 menit, atau waktu
relevan lainnya (Harrigan, 1998).

3) Penyiapan bakteri uji


a) Peremajaan bakteni uji
Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus epidermidis dari stok
murni diambil sebanyak 2 ose dan diinokulasi dengan cara digoreskan
secara steril kedalam medium NA (25 mL NA), kemudian diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 36-37°C dengan tekanan 200 rpm selama 24
jam (Robert & Greenwood, 2003).

b) Perhitungan jumlah bakteri


Sel bakteri Staphylococcus epidermidis yang akan digunakan dalam
pengujian sebanyak 1,0 x 10°CFU/mL, sehingga untuk memperoleh
jumlah sel bakteri tersebut dilakukan perhitungan dengan menggunakan
metode Angka Lempeng Total atau ALT (angka yang menunjukkan
jumlah bakteri dalam tiap-tiap 1 ml sampel) (Harrigan, 1998) Berikut
ini perhitungan jumlah sel bakteri Staphylococcus epidermidis dengan
metode ALT (Robert & Greenwood, 2003):

1) Memindahkan hasil peremajaan bakteri (10°) sebanyak 1 mL


dengan pipet steril ke dalam tabung reaksi berisikan 9 ml. larutan
fisiologis NaCl 0,85% untuk mendapatkan pengenceran 10¹.
2) Memindahkan suspensi pengenceran 10 tersebut sebanyak 1 ml.
dengan pipet steril ke dalam tabung reaksi berisikan 9 ml air
fisiologis NaCl 0,85% untuk mendapatkan pengenceran 10².
3) Membuat pengericeran 10.10,105,10% dan 10" dengan cara yang
sama seperti pada pola (2).
4) Mengambil 1 mL pada pengenceran 10, 10, dan 10 kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo (2 kali
pengulangan) Kemudian di inkubasi dengan inkubator dengan suhu
36-37°C.
5) Hasil perhitungan menunjukkan pada 10 terdapat >300 koloni, 10"
terdapat >300 koloni, dan 10 terdapat 164 koloni (cawan petri 1)
dan 168 koloni (cawan petri 2). Dimana koloni tumbuh harus
diantara 10 300 koloni, sehingga koloni bakteri pada pengenceran
10 yang digunakan untuk uji efektivitas antiabakteri ini
6) Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis pada pengenceran 10
dihitungan dengan rumus Massac Husetts, sehingga diketahui
jumlah sel bakterinya sebanyak 1,7 x 10°CFU/mL.

c) Pembuatan suspensi bakteri


Sel bakteri.Staphylococcus epidermidis dari pengenceran 10 sebanyak
1,7 x 10 CFU/mL, untuk memperoleh jumlah sel bakteri yang
diinginkan pada pengujian yakni sebanyak 1,0 x 10' CFU/ml.
dilakukanlah proses pengenceran kembali dengan penambahan 200 mL
larutan fisiologis NaCl 0,85% (Robert & Greenwood, 2003)

4) Pengujian efektivitas antibakteri ekstrak daun sirih (Robert & Greenwood.


2003).

a) Medium Nutrien Agar (NA) disiapkan dan dituang secara aseptik


kedalam cawan petri steril sebanyak 10 ml. kemudian ditambahkan
0,0118 ml biakan suspensi bakteri dicampur dengan baik supaya bakteri
terdistribusi secara merata, lalu biarkan memadat
b) Kemudian paper disk berukuran 6 mm ini ditetesi dengan sampel ekstrak
daun sirih konsentrasi 50%, 75%, dan 100% ("%b/v). tetrasiklin 10.000
mg/L (kontrol positif), dan aqua destilata steril (kontrol negatif) masing-
masing sebanyak 25µl. Paper disk yang telah ditetesi, ditunggu hingga
kering, lalu diletakkan pada permukaan medium NA yang ditanami
bakteri Staphylococcus epidermidis yang telah memadat secara aseptis
dengan menggunakan pinset steril,dengan jarak 2-3 cm dari pinggir
cawan petri, diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.

5) Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambatan


Pengamatan dan pengukuran zona hambat dilakukan setelah masa inkubasi
48 jam. Zona bening mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
bakteri sehingga diameter zona hambat dapat diukur menggunakan jangka
sorong (Dyah, 2013).

3.5.6 Etika Penelitian


Dalam penelitian ini saya sebagai peneliti tidak melibatkan manusia. dan hewan untuk
melakukan percobaan penelitian tetapi saya menggunakan tumbuhan sirih (Piper betle L )
sebagai antibakteri
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, L. K., Sarosa, A. H., Kartikowati, C. W., Hayati, N., Parasu, R., & Amalia, E. (2021).
Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Daya Antibakteri Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau
(Piper Betle L.) pada Aktivitas Staphylococcus Epidermidis. Journal of Innovation
and Applied Technology, 7(1), 1161-1165.
Primadiamanti, A., Marcellia, S., & Sukmawan, S. (2021). AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SEDIAAN GEL ANTISEPTIK EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG KEPOK
MENTAH (Musa paradisiaca L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
DAN Staphylococcus epidermidis. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 8(2).
RI, Kemenkes., 2013. pedoman penggunaan antibiotik. jakarta : bakti husada .

Inayatullah, S. (2012). Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus.
Shu, melisa. Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer dengan Bahan Aktif Triloksan 0,5% dan 1%.
Universitas Surabaya Vol.2 No.1. 2013.
Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, 107,
118, 201-207, 295, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif, Program Studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin, Jurnal kesehatan, Makassar.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Kartasapoetra, 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta.
Jawetz, Melnick., & Adelberg’s., 2010, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi I, diterjemahkan oleh
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 224, 279, Salemba
Medika, Jakarta.
Kamienski, Mary & Keogh, James 2015, Farmakologi DeMYSTiFieD, Rapha Publishing,
Jakarta.Pratiwi, S., 2008. Mikrobiologi Farmasi, Jakarta: Airlangga.
Septi Permatasari, verica. Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Geling Agent Terhadap
Sifat Fisis
Block, S. 2001. Disinfection, Sterilization and Preservation. 4th. Edition. Williams and Wilkins.
P.
Gennaro, A.R. 1995. Remington: The Science and Practice of Pharmacy, Vol. II. Mack
Publishing Company, Pennsylvanis. P. 1263 –1270.
Dryer, D. L., et al., 1998, Testing a New Alcohol Free Had Sanitizer to Combat Infection,
AORN Journal, Vol. 68, No. 4, p. 239 – 251.
Jones,R. D., 2000, Moisturizing Alcohol Hand Gels for Surgical Hand Preparation, AORN
Journal, Vol.71, p. 584-599.
Harrigan, W.F. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. Third Ed.
Academib Press. New York. Hal 262, 343-346.

Anda mungkin juga menyukai