Proposal Penelitian
Disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pembimbing: Budi Untari M.Si., Apt.
Disusun oleh:
Aufa salsabila imtisatami (08061281722031)
Fadila Kurnia (08061181722067)
Ghina Raudya Shafarina (08061181722023)
Gladys Debora Siagian (08061281722035)
Hibsah (08061181722015)
Laddy Mailany (08061181722009)
Nurkholik (08061281722037)
Puspa Yunita (08061281722039)
Siti Nurhaliza (08061181722017)
JURUSAN FARMASI
2019
2
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.........................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
malaria, filariasis dan Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD merupakan salah
satu masalah kesehatan di Indonesia yang disebabkan virus dengue dan ditularkan
oleh nyamuk Ae. aegypti. Tahun 2014, penderita DBD pada 34 provinsi di
dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia pada Tahun 2015.4 Pencegahan
DBD difokuskan pada pengendalian vektor karena belum ditemukannya obat dan
vaksin penyakit DBD. Salah satu cara pengendalian vektor DBD ini adalah
dengan menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Cara yang banyak digunakan
yaitu menggunakan insektisida, karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan
Anti nyamuk yang dianggap aman dan efektif dalam menghindari gigitan
seperti iritasi kulit dan gatal – gatal serta iritasi mata yaitu konjungtivis.
yang hidup di daerah tropis dan sub tropis. Tanaman ini dipercaya dapat mengusi
nyamuk. Pemanfaatan dari tanaman ini adalah daunnya yang diambil minyak
halus, dan berbulu lembut. Umunya tanaman ini ditanam sebagai tanaman
pagaratau bahkan tumbuh liar, tinggi tanaman ini bisa mencapai tiga meter apabila
Peneliti mencoba menguak fakta tentang manfaat tanaman ini dengan pengujian
nyamuk yang aman digunakan. Hal ini dikarenakan tanaman ini tumbuh sangat
lebat namun pada kenyataannya sangat jarang nyamuk untuk bersarang diair yang
terdapat disekitar tanaman ini. Kemungkinan yang dapat terjadi dari peristiwa itu
adalah bahwa tanaman ini mungkin mengandung bahan atau senyawa yang
dipercaya jenis minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai anti nyamuk.
Pengolahan bahan alam ini sebagai anti nyamuk sangat mudah dimana hanya
diambil bagian daunnya lalu di isolasi minyak atsiri yang ada di dalamnya.
Penggunaan bahan alam perlu untuk ditingkatkan mengingat bahaya efek samping
yang di timbulkan tidak terlalu signifikan atau besar. Anti nyamuk yang dijual di
pasaran mengandung bahan – bahan yang sebenarnya tidak layak atau tidak bisa
dikatakan aman untuk masuk ke dalam tubuh makhluk hidup dalam jumlah yang
kecil maupun yang besar. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan frekuensi
5
3. Bagaimana karakteristik gel ekstrak etanol daun beluntas dari formula yang
dihasilkan.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Adapun manfaat jangka panjang penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
banyak dan memiliki ketinggian 0,5- 2 m. Daun tanaman beluntas berambut, dan
berwarna hijau muda. Helaian daun beluntas berbentuk oval elips atau bulat telur
terbalik dengan pangkal daun runcing dan tepi daunnya bergigi. Letak daun
8
beluntas berseling dan bertangkai pendek dengan panjang daun sebesar 2,5- 9 cm
dan lebar 1 Bunga tanaman beluntas merupakan bunga majemuk dengan bentuk
bongkol kecil, berkumpul dalam malai rata majemuk terminal. Bunga beluntas
memiliki tabung kepala sari berwarna ungu, dan tangkai putik dengan 2 cabang
ungu yang menjulang jauh. Buah tanaman beluntas berbentuk gangsing, keras dan
berwarna cokelat. Ukuran buah beluntas sangat kecil dengan panjang 1 mm. Buah
2013).
Beluntas (P. indica) merupakan tanaman yang termasuk dalam herba famili
Asteraceae yang tumbuh secara liar di daerah kering di tanah yang keras dan
sebagai obat tradisional yaitu untuk menghilangkan bau badan dan mulut,
menghilangkan nyeri pada rematik, nyeri tulang dan sakit pinggang, menurunkan
demam, mengatasi keputihan dan haid yang tidak teratur, hal ini disebabkan
daun beluntas yang berpotensi sebagai larvasida yaitu Flavonoid, Saponin, dan
2.1.3.1 Flavonoid
alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.
abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan
flavanonol
2.1.3.2 Saponin
Steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
menghemolisa sel darah merah (Harborne JB, 1996 dalam Lumowa, Sonja, 2012).
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai
dinding traktus digetivus larva menjadi korosif (Aminah dkk, 2001). Saponin
2.1.3.3 Tanin
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,
(Desmiaty et al., 2008). Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin
kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga
mudah menguap (volatil) dan bukan merupakan senyawa murni tetapi tersusun
(Guenther E, 2006). Minyak atsiri terdiri dari campuran zat yang mudah menguap
dengan komposisi dan titik didih yang berbeda beda. Minyak atsiri yang mudah
menguap terdapat dalam kelenjar minyak khusus didalam kantung minyak atau di
dalam ruang antar sel dalam jaringan tanaman. Minyak atrisi umumnya terdiri dari
berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur carbon (C),
11
Hidrogen (H), Oksigen (O) dan beberapa senyawa kimia yang mengandung unsur
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstrak adalah sediaan pekat
yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Proses ekstrasi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut
kemudian terjadi kontak anatar bahan dan pelarut sehingga pada bidang antar
muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan masaa dengan cara difusi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi anatar lain yaitu ukuran bahan baku,
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk
atau simplisia. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen
(malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk, meskipun
sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit
vektor utama, biasanya adalah Aedes spp, Culex spp, Anopheles spp, dan
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
mempunyai probosis halus dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada
nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan
pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat palpus
yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas. Antena pada
nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose).
Sebagian besar toraks yang tampak (mesonotum), diliputi bulu halus. Bulu ini
masing spesies. Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang
vena. Pada pinggir sayap terdapat sederatan rambut yang disebut fringe. Abdomen
berbentuk selinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas yang terakhir berubah
melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri dari 1 ruas femur, 1 ruas tibia dan 5 ruas
Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu siang hari seperti Aedes
aegypti dan Aedes albopictus biasanya meletakkan telur dan berbiak pada tempat-
tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki
penampungan air, vas bunga (di rumah, sekolah, kantor, atau di pekuburan),
talang rumah, bambu pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan,
tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk container yang dapat
14
(Sembel, 2009).
suspensi yang dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organik besar,
berpenetrasi oleh suatu cairan. Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan
medium pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari
partikel – partikel atau makromolekul yang terlarut pada fase pendispersi (Allen
disebut jeli, adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu
cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar,
semipadat jika dibiarkan dan dapat menjadi cair pada saat pengocokan.
Gel memiliki sistem sistem disperse yang banyak tersusun dari air serta
sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun mikroba. Pada
15
umumnya instabilitas fisik yang terjadi pada gel yaitu sineresis yang mana
keluarnya medium dispersi dari sistem akibat adanya kontraksi sistem polimer
gel. Faktor perubahan pada suhu penyimpanan yang ekstrim merupakan salah satu
faktor utama yang terjadi pada sineresis yang dialami pada saat cycling test.
Adanya penurunan tekanan osmotik pada sistem serta perubahan bentuk molekul
dapat terjadi pada proses pembekuan saat cycling test. Molekul yang mengkerut
ini memaksa keluarnya medium dari sistem matriks (Gad, 2008). Pada konsentrasi
gelling agent yang rendah biasanya dapat terjadi sineresis. Sineresis menunjukkan
Gelling agent merupakan suatu gum alam atau sintesis, resin maupun
hidrokoloid lain yang dapat digunakan dalam formulasi gel untuk menjaga
konsituen cairan serta padatan dalam suatu bentuk gel yang halus. Bahan berbasis
polisakarida atau protein merupakan jenis bahan yang biasanya digunakan sebagai
pembentuk gel. Beberapa contoh gelling agent yaitu CMC-Na, metil selulosa,
asam alginat, sodium alginate, kalium alginat, kalsium alginate, agar, karagenan,
locust bean gum, pektin serta gelatin (Raton, et al., 1993). Sistem setengah
padatan yang terdiri dari suatu sistem dispers yang tersusun dari partikel
anorganik kecil dan besar yang terserap oleh cairan (Ansel, 2008).
Gelling agent (basis) harus bersifat inert, aman serta tidak reaktif terhadap
struktur gel akan semakin kuat (Zatz and Kushla, 1996). Carbopol adalah polimer
sintesis yang stabil, bersifat higroskopis, serta dapat digunakan sebagai bahan
pengemulsi dalam sediaan krim, gel, salep, dan lotion. Carbopol berwarna putih,
halus, bersifat asam, material koloid hidrofilik, larut didalam air hangat, etanol
serta gliserin, tidak toksik dan tidak dapat mengiritasi pada kulit, gelling agent
yang kuat, dan dapat meningkatkan viskositas pada sediaan serta produk kosmetik
carbopol dengan senyawa fenol, polimer kationik, asam kuat, dan elektrolit kuat.
Carbopol dipilih karena bentuk basis yang bening transparan dengan tekstur lebih
baik dari CMC-Na, memiliki stabilitas baik karena dapat mengikat air dengan
cepat sedangkan pelepasan cairannya lambat serta memiliki viskositas paling baik,
tidak mengiritasi kulit, memiliki karakteristik dan stabilitas fisik terbaik dalam
formulasi sediaan gel dengan konsentrasi gelling agent carbopol sebesar 0,5% (Ida
2.3.2.2 Humektan
meningkatkan jumlah air pada lapisan kulit terluar saat produk diaplikasikan
(Barel et al., 2009). Mekanisme kerja dari humektan yaitu dengan cara menjaga
kandungan air pada lapiran stratum korneum serta mengikat air dari lingkungan
bersifat kental, tidak berbau, memiliki rasa manis dan sedikit tajam menyerupai
gliserin. Propilen glikol dapat larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%),
gliserin, dan air, tidak larut dalam minyak mineral ringan atau fixed oil, akan
tetapi dapat melarutkan beberapa minyak esensial. Propilen glikol memiliki titik
didih 18°C, titik lebur -59°C, berat jenis 1,038g/mL pada suhu 20°C.
tidak berwarna, viscous, serta tidak berbau, berasa manis seperti gliserin. Propilen
glikol memiliki titik didih 18°C, titik lebur -59°C, serta memiliki berat jenis
1,038g/mL pada suhu 20°C. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pengawet
Konsentrasi yang biasa digunakan pada humektan yaitu sebesar 15% (Rowe et al.,
2009). Pada formulasi sediaan gel, propilen glikol berfungsi sebagai humektan
yang menjaga kandungan air pada sediaan gel. Keunggulan lainnya dari propilen
glikol yaitu ekonomis dan dapat berperan sebagai co – solven. Secara teoritis
penambahan propilen glikol pada sediaan gel dapat menurunkan viskositas serta
2.3.2.3 Pengawet
Metil paraben memiliki ciri – ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,
hampir tidak berbau serta, tidak memiliki rasa serta agak membakar dan diikuti
rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe, et al., 2005). Kegunaan metil paraben yaitu
yang umum digunakan yaitu 0,02 – 0,3%. Metil paraben dapat larut dalam air
panas, etanol dan methanol (Rowe et al., 2009). Metil paraben dapat
2.1.2.4. Pelarut
Aquadest yaitu air murni yang dapat diperoleh melalui suatu tahap
penyulingan. Aquadest merupakan suatu air yang bebas terhadap kotoran maupun
mikroba yang ada jika dibandingan dengan air biasa. Pada sediaan yang
mengandung air, air murni banyak digunakan tetapi tidak pada sediaan parenteral
(Ansel, 1989). Pada sediaan farmasi aquadest dapat berfungsi sebagai pelarut
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2019. Penelitian akan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas (Pyrex®),
blender, kertas saring (whatman), oven, penangas air, Beaker glass, gelas ukur,
3.2.2 Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol
daun beluntas, etanol 96%, temephos, kloroform, ammonia, asam asetat anhidrat,
Mayer, Reagen Wagner, Besi (III) Klorida, pereaksi Shinoda (logam magnesium
Hewan yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari
Ekstrak etanol
1. Zat aktif 0,1 0,1 0,1
Daun beluntas
4. TEA Pengalkali 2 2 2
5. Gliserin Pelembab 15 15 15
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun beluntas segar
Selatan.
Daun beluntas 200 gram yang segar dibersihkan dengan cara dicuci dengan air
Indonesia.
5 hari sambil sekali-kali diaduk, saring dan ampasnya dimaserasi kembali. Ulangi
H2SO4 dan dikocok teratur hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan diatas
Lapisan yang terbentuk endapan maka sampel mengandung alkaloid (Arifin dkk.,
2006).
23
teratur selama 1 menit hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah diteteskan
pada plat tetes hingga kering, kemudian ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan
timbulnya warna merah jingga hingga ungu. Sampel positif mengandung steroid
suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak
berwarna, lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida, jika terjadi warna
2016).
flavonoid dalam sampel ditunjukkan dengan warna merah. Uji flavonoid yang
kedua menggunakan NaOH 10%. Sampel diteteskan pada plat tetes kemudian
Jika terbentuk buih yang banyak selama tidak kurangdari 10 menit, setinggi 1 cm
kadar sari yang larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu
total dan penetapan kadar abu tidak larut asam. Penetapan dilakukan menurut
3.4.6.1 Organoleptis
dimasukkan kedalam botol timbang yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105ºC selama 30 menit dan ditara. Ekstrak dalam botol diratakan dan dimasukan
kedalam oven, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap
x100%.................................................................(1)
didinginkan dan ditimbang. Tambahkan air panas, jika arang tidak dapat
dihilangkan, diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Kertas saring
beserta sisa penyaringan dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan
kedalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total
dihitung terhadap berat simplisia, dan dinyatakan dalam % (b/b) (Persamaan 2).
100%....................(2)
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam
klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam
,saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu yang telah diketahui
beratnya, lalu sisa dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot
tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Supomo, 2016). Kadar abu yang tidak larut dalam asam
x100% .........(3)
Keterangan :
kering dalam cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC
hingga diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2008). Kadar sari larut etanol dihitung
................(4)
Kadar sari larut air ditetapkan dengan menimbang 0,5 g ekstrak, kemudian
18 jam dan disaring. Filtrat sebanyak 2 mL diuapkan hingga kering dalam cawan
penguap di atas penangas air hingga kering. Sisa filtrat dipanaskan pada suhu
105oC hingga bobot tetap (Depkes RI, 2008). Kadar sari larut air dihitung dengan
(Persamaan 5).
............. (5)
Nyamuk Aedes aegypti yang dalam kondisi baik, diletakkan dalam sebuah
wadah plastik yang telah berisikan air sumur yang diperoleh dari Desa Airpaoh
Sediaan gel dikerjakan dengan cara basis gel (karbopol 940 dan HPMC) di
kembangkan dengan air suling 70°C dalam gelas kimia, di aduk hingga
suling pada suhu 90°C, dihomogenkan. Dilarutkan ekstrak etanol daun beluntas
(Pluceindica Less) ke dalam gliserin, lalu dimasukkan ke dalam basis sedikit demi
dipercepat dengan suhu 4oC dan 40oC selama 48 jam dalam 6 siklus.
3.4.9.2 Pengukuran pH
perlakuan penyimpanan dipercepat dengan suhu 4oC dan 40oC selama 48 jam
dalam 6 siklus.
dengan kecepatan putaran 50 rpm. Viskositas gel dapat terbaca pada layar monitor
Sebanyak 1 gram gel diletakkan dengan hati-hati diatas kaca atau plastik
diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram dan diukur diameternya setelah 1
Sebanyak 1 gram gel yang telah dibuat dioleskan pada kaca objek. Kemudian
dikatubkan dengan kaca objek yang lainnya dan dilihat apakah basis tersebut
penyimpanan dipercepat dengan suhu 4oC dan 40oC selama 48 jam dalam 6 siklus.
Sediaan diletakkan pada suhu 4°C selama 24 jam dilanjutkan dengan meletakkan
sediaan pada suhu 40°C 24 jam berikutnya. Perlakuan tersebut adalah 1 siklus
perubahan fisik dari sediaan gel pada awal dan akhir siklus yang meliputi
20, 30, 40, dan 50 ppm, kemudian dicari konsentrasi yang paling berpotensi
menjadi 3 kelompok, yaitu kontrol positif, kontrol negatif dan uji. Setiap
dipindahkan dari wadah perindukkan kedalam gelas percobaan yang berisi ekstrak
etanol daun beluntas, lalu gelas percobaan ditutup dengan menggunakan kain
kasa. Waktu pengamatan dilakukan dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120,
bunuh ekstrak etanol daun beluntas terhadap nyamuk Aedes aegypti. Hasil analisis
99%), LT50 (Lethal Time 50%) dan LT99 (Lethal Time 99%) dengan analisis probit
metode regresi linier menggunakan tabel transformasi persen probit (Ali, 2018).
Data persen kematian larva diuji normalitas dan dianalisis secara statistik
normalitasnya dengan Kolmogorov-Smirnov jika subjek lebih dari 50, dan uji
Shapiro-Wilk jika subjek kurang dari 50. Data jika terdistribusi normal
bermakna, maka dilakukan uji Post Hoc untuk melihat perbedaan antar kelompok
(Ali,2018).
30
DAFTAR PUSTAKA
Khodaria, P. 2013, Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica
Less) Terhadap Pertumbuhan Aeromonas hydrophila, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto, Indonesia.
Halim, N, dkk. 2015, Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas pada Mencit Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 3 (3): 1083-1094.
Lumowa, Sonja. 2015, Pengaruh Mat Sebuk Bunga Sukun (Artocarpus altilis L)
sebagai Isi Ulang Nyamuk Aedes aegypti, Universitas Mulawarman.
Samarinda, Indonesia
Kaur, L.P. and Guleri, T.K., 2013, Topical Gel: A Recent Approach for Novel
Drug delivery, J.Biopharm, 3(17): 1-5.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Ida, N., and Noer, S., F., 2012, Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya.
(Aloe Vera L.), Majalah Farmasi dan Farmakologi, 16 (2):79-84.
Leiden, J. and Rawlings, A., 2002, Skin Moisturization, Marcel Dekker, Inc.,
New York