BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nyamuk sering mendatangkan masalah bagi manusia. Bukan hanya gigitan dan
suara dengungannya yang mengganggu, perannya sebagai pembawa penyakit
seperti malaria dan demam berdarah, bisa mendatangkan masalah yang serius.
Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia jumlah penderita
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang meninggal pada 2014 sebanyak 907 jiwa,
tahun 2015 sebanyak 1.071 jiwa, tahun 2016 sebanyak 1.598 jiwa, dan 2017
sebanyak 493 jiwa, tahun 2018 sebanyak 344 jiwa dan di 2019 (hingga 29 Januari
2019) sebanyak 133 jiwa.
Salah satu upaya pengendalian terhadap penyakit-penyakit tersebut adalah
melakukan pengendalian terhadap vektor penyakit. Vektor penyakit yang sampai
saat ini sering menimbulkan masalah kesehatan khususnya di Indonesia adalah
Aedes aegypti. Nyamuk ini merupakan vektor utama penyebab penyakit Demam
Berdarah Dengue ( DBD ) di Indonesia(1).
Ada berbagai macam cara untuk menghindari gigitan nyamuk. Salah satunya
dengan pemakaian anti nyamuk ataupun pakaian yang dapat melindungi tubuh
dari gigitan nyamuk. Di Indonesia ada banyak sediaan anti nyamuk yang beredar
seperti, spray, losion dan obat nyamuk bakar yang mengandung bahan kimia
sintesis. Contoh golongan bahan kimia berbahaya yang sering digunakan dalam
sediaan anti nyamuk adalah golongan karbamat (propoxur), piretroid
(permethrin), organofosfat (Dichlorovinyl Dimethyl Phospate), dan DEET
(Diethyl toluamida), dan golongan organoklorin. Penggunaan anti nyamuk kimia
ini dapat meninggalkan residu, mencemari lingkungan, dan dapat mengakibatkan
resistensi. Residu yang tertinggal dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti
iritan terhadap kulit, bahkan jika terserap dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
kekejangan otot.
2
Selain itu jika terhirup dan masuk ke saluran pernapasan, dalam waktu lama
dapat mengakibatkan perubahan dan kerusakan jaringan penyusun saluran napas
yang nantinya dapat mengganggu sistem pernapasan. Salah satu zat kimia yang
sering di gunakan sebagai anti nyamuk adalah DEET (Diethyl toluamida).
DEET (Diethyl toluamida) merupakan bahan kimia sintesis yang digunakan
dalam pembuatan sediaan anti nyamuk yang berbentuk losion. DEET (Diethyl
toluamida) mengandung racun, dalam konsentrasi 10-15 % dan akan berbahaya
khususnya bagi anak-anak apabila penggunaannya kurang hati-hati. Bahan aktif
DEET ini tidak akan larut dalam air, menempel pada kulit selama 8 jam dan akan
terserap masuk ke dalam tubuh melalui pori-pori kulit menuju sirkulasi darah.
Hanya 10-15% yang akan terbuang melalui urin (1). Oleh karena itu, untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan dari penggunaan insektisida kimia dan
bahan kimia sintesis yang mengandung racun, diperlukan cara lain yang lebih
aman, efektif, dan efisien serta ramah lingkungan, yaitu insektisida dari tumbuh-
tumbuhan. Ada beberapa tanaman yang memiliki bau yang khas dan aromanya
tidak disukai oleh nyamuk. Tanaman-tanaman tersebut antara lain: daun mint,
umbi lengkuas, sambiloto, babadotan, daun alpukat, daun salam, dan daun zodia.
Tanaman-tanaman tersebut dikenal mengandung senyawa aktif seperti
flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, terpenoid dan minyak atsiri. Berdasarkan
Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa tanaman yang
paling efektif untuk mortalitas nyamuk adalah daun salam dan daun alpukat
sebanyak 100%, lengkuas sebanyak 82,22%, daun mint sebanyak 51,11%, dan
daun babadotan sebanyak 8,89%. Daun salam dan daun alpukat mampu
membunuh nyamuk dalam waktu 5 menit, lengkuas dan daun mint mampu
membunuh nyamuk dalam waktu 10 menit dengan persentase lengkuas yang lebih
besar. Daun babadotan mampu membunuh nyamuk dalam waktu 20 menit
sedangkan Zodia mampu membunuh nyamuk dalam waktu 30 menit.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa tanaman-tanaman
tersebut dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk membunuh nyamuk
Aedes aegypti (2).
Salah satu tanaman yang mudah didapat dan bermanfaat ganda bagi manusia
adalah daun salam (Syzygium polyanthum). Daun salam adalah tanaman yang
3
A. Perumusan Masalah
Apakah ekstrak non polar daun salam (Syzygium polyanthum) dapat dibuat
menjadi sediaan losion anti nyamuk yang stabil secara fisik dan memiliki
efektivitas repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti ?
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui komposisi losion ekstrak daun salam sebagai repellent nyamuk
Aedes aegypti.
2. Mengetahui efektivitas losion ektrak daun salam sebagai repellent nyamuk
Aedes aegypti.
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun salam yang efektif sebagai
repellent nyamuk Aedes aegypti.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan
1. Sebagai ilmu pengetahuan untuk masyarakat dalam memanfaatkan tanaman
insektisida alami dalam bentuk losion yang aman.
2. Memanfaatkan tanaman biofarmaka yaitu daun salam dalam bentuk produk
losion anti nyamuk sehingga dapat mencegah meningkatnya demam
berdarah.
4
D. Hipotesis
Ekstrak non polar daun salam (Syzygium polyanthum) dapat dibuat menjadi
sediaan losion anti nyamuk yang stabil secara fisik dan memiliki efektivitas
repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom
karbon dari senyawa terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat
dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.Terpen adalah suatu
senyawa yang tersusun atas isoprene CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan ini.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan
seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen
dan sterol yang tidak menguap. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan
terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diekstraksi dengan
menggunakan petroleum eter, eter, atau kloroform. Steroid merupakan senyawa
triterpen yang terdapat dalam bentuk glikosida. Uji triterpenoid dilakukan dengan
cara Sebanyak 50-100 mg sampel tumbuhan yang telah dihaluskan, ditempatkan
pada plat tetes dan ditambahkan asam asetat anhidrat sampai sampel terendam
semuanya, dibiarkan selama kira-kira 15 menit, enam tetes larutan dipindahkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambah 2-3 tetes asam sulfat pekat. Adanya
triterpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah jingga atau ungu,
sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan adanya warna biru(5).
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar
yang telah rusakserta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah dapat mengurangi jumlah mikroba awal(7).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih dan
mengalir misalnya: air dari mata air, air sumur, air PAM. Pencucian sayur-sayuran
satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari
jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba(5).
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka akan semakin cepat penguapan
air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya zat berkhasiat yang mudah menguap,
sehingga mempengaruhi komposisi, bau, dan rasa yang diinginkan (5).
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Proses
pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar
airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama
11
No Kelebihan Kekurangan
1. Semakin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi Semakin halus serbuk, maka semakin rumit
makin efisien-efektif. secara teknologi peralatan untuk tahapan
filtrasi.
2. Siap dipakai untuk diseduh sebelum diminum Selama penggunaan peralatan proses
(jamu). penyerbukan dimana ada gerakan atau
interaksi dengan benda keras (logam, dll)
dapat mempengaruhi senyawa kandungan
3. Siap dicacah atau digodok sebagai jamu godokan Kadar air simplisia yang disimpan perlu
diperhatikan dan dijaga. Kadar air simplisia
yang tinggi pada simplisia dapat
memungkinkan tumbuhnya kapang atau
mikroorganisrne lain pada simplisia.
4. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk Simplisia yang mudah menyerap uap air
sediaan farmasi lain yang umumnya melalui proses udara perlu dibungkus rapat untuk
ekstraksi, separasi, dan pemurnian, yaitu menjadi mencegah terjadinya penyerapan
ekstrak, fraksi, atau bahan isolat murni. kelembaban.
3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperolah dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan (8). Ekstrak tumbuhan pada umumnya memiliki konsentrasi yang
berbeda-beda.
Ekstrak dapat dikelompokan atas dasar sifatnya menjadi (6) :
a). Ekstrak encer (Extractum tenue), ekstrak ini memiliki konsistensi yang masih
dapat dituang.
b). Ekstrak kental (Ekstractum spisum), ekstrak ini liat dalam keadaan dingin dan
sulit dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
c). Ekstrak Kering (Ekstractum siccum), esktrak ini memiliki konsentrasi kering
dan mudah digosokkan.
13
d). Ekstrak cair (Extractum fluidum), dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair
yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian
(terkadang juga satu bagian) ekstrak cair.
N-heksana adalah senyawa dengan rumus kimia C 6H14 yang merupakan
hidrokarbon yang banyak digunakan sebagai pelarut organik yang memiliki sifat
mudah menguap. "n" pada n-heksana mengandung arti normal yang artinya rantai
hidrokarbonnya lurus atau linier yang dituliskan CH 3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3.
Hal ini dikarenakan n-heksana yang merupakan pelarut nonpolar akan
mengekstrak senyawa terpenoid pada daun salam merupakan senyawa nonpolar.
n-heksana banyak dipilih untuk proses pengekstrakan bahan alam yang akan
diambil senyawa non polarnya karena n-heksana dan relatif aman karena tidak
mengiritasi kulit dan tingkat toksisitasnya relatif rendah. Namun, n-heksana akan
mudah terbakar (flammable) jika n-heksana diletakkan di dekat api karena titik
didih n-heksana yang rendah yaitu 69 °C.
4. Ekstraksi
Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika suatu
bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan yaitu tanaman obat (9). Maserasi
berasal dari bahasa latin macerase berarti mengairi dan melunakan. Maserasi
merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah
melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak yang terbentuk pada
saat penghalusan ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh.
Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan telah
tercapai, proses difusi segera berakhir (9). Selama maserasi atau proses
perendaman dilakukan pengocokan berulangulang, upaya pengocokan ini dapat
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam
cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya
memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan
simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang
diperoleh (9). Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang atau kamar(9).
14
Pemilihan metode ekstrak yang cocok tergantung pada pekerjaan yang akan
dilakukan dan metabolit apakah yang ingin diketahui.
Tabel 1.2 Sifat-sifat pelarut
Konstanta Berat Jenis
Pelarut Indeks Kepolaran Titik Didih (ºC)
Dielektrik (g/ml)
Air 9,0 100 80 1,000
Etanol 5,2 79 30 0,789
Metanol 5,1 65 33 0,791
Kloroform 4,1 61 4,8 1,498
N-heksan 0,0 69 2,0 0,655
Aseton 5,1 56 21 0,786
Kerugian utama dari maserasi adalah proses ekstraksi yang sangat lama mulai
dari beberapa jam hingga beberapa minggu. Maserasi yang menyeluruh juga dapat
membutuhkan pelarut dalam jumlah besar. Selain itu beberapa senyawa tidak
dapat diekstraksi secara efisien jika senyawa tersebut sukar larut pada suhu
ruangan. Disisi lain, maserasi dilakukan pada suhu ruangan untuk mencegah
terjadinya degradasi pada senyawa yang bersifat termolabil (10).
b). Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan dengan temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetasan atau penampungan ekstrak), terus-menerus hingga diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan . Terdapat beberapa persoalan untuk
dipertimbangkan ketika melakukan ekstraksi dengan perkolasi. Banyaknya bahan
adalah alasan yang dapat mempengaruhi hasil ekstrak. Oleh karena itu, serbuk
tanaman dan bahan seperti resi dan tanaman yang mengembang secara berlebihan
(misalnya tanaman yang mengandung mucilago) dapat menyumbat percolator.
Selanjutnya jika bahan tersebut tidak didistribusikan secara homogen dalam
wadah (misalnya jika dikemas terlalu padat), pelarut tidak dapat mencapai semua
area dan ekstraksi tidak akan selesai. Waktu kontak antara pelarut dan bahan
tanaman (yaitu laju perkolasi) dan suhu pelarut juga dapat mempengaruhi hasil
ekstrak. Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan kecepatan ekstraksi namun
dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi pada metabolit yang bersifat
termolabil. Kelemahan lain dari perkolasi adalah proses ekstraksi butuh pelarut
dalam jumlah besar dan juga butuh waktu yang sangat lama (10).
2. Cara Panas
a). Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relative konstan dengan
adanya pendinginan baik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstrasi sempurna (10).
16
b). Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (10). Keuntungan utama
dari ekstraksi menggunakan soxhlet adalah bahwa ini merupakan proses yang
berkesinambungan. Ketika pelarut (yang penuh dengan metabolit yang dilarutkan)
dikosongkan ke dalam labu, pelarut baru dikentalkan ulang dan ekstraksi bahan
dalam tudung dilakukan terus-menerus. Hal tersebut membuat ekstraksi soxhlet
tidak memerlukan waktu dan pelarut yang banyak dibandingkan maserasi atau
perkolasi. Namun, kelemahan ekstraksi menggunakan soxhlet adalah bahwa
ekstrak terus dipanaskan pada titik didih pelarut yang digunakan, dan ini dapat
merusak senyawa yang bersifat termolabil dan atau memulai terbentuknya artefak
(11).
c). Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan terus menerus) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C (11).
d). Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 95-96 0C) selama
waktu tertentu yaitu 15-20 menit. (11)
e). Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (11).
17
Cara Panas Pelarut yang digunakan tidak terlalu Kemungkinan bahan alam menjadi terurai karena
banyak. adanya proses pemanasan.
5. Pembuatan Ekstrak
Proses pembuatan ekstrak dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering. Dari
simplisia dibuat serbuk simplisia tertentu sampai derajat kehalusan tertentu.
Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak karena makin halus serbuk
simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien. Namun makin halus serbuk,
maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi (11).
b. Pemisahan dan pemurnian
Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang
tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa
kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.
Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak
bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses absorbsi dan penukar ion
(11) .
c. Pemekatan atau penguapan
Pemekatan berarti pengingkatan jumlah partikel solute (senyawa terlarut)
dengan cara penguapan pelarut, tanpa sampai menjadi kondisi kering. Ekstrak
hanya menjadi kental atau pekat (11).
18
d. Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan
serbuk, massa kering-rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan.
Beberapa cara proses pengeringan ekstrak adalah evaporasi, vaporasi, sublimasi,
konveksi, kontak, radiasi, dan dielektrik (11).
f. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal (11).
D. Losion
Definisi losion menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan cair berupa
suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Losion dapat berbentuk zat
padat dalam bentuk sebuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau
emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok.
Pada umumnya pembawa losion adalah air. Tergantung pada sifat bahan-
bahannya, losion dapat diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan
suspensi ataupun emulsi. Losion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai
pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya
memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang
luas. Bentuk sediaan losion dimaksudkan agar segera kering pada kulit setelah
pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis komponen obat pada kulit (6).
20
R/ 3% Pelembut
Amerchol L 101
Solulan 98 2% Pengemulsi
Asam stearat 4% Barrier
Ceresin 1% Stabilizer
Paraffin 0,3% Pelembut
Arlacel 165 4% Pengelmulsi
Veegum 0,5% Pengental
Propylene glycol 5% Pelembab
Water 80,2 % Pelarut
Parfume and
q.s
preservative
3. Monografi
a. Asam stearat
Asam stearat merupakan campuran dari asam stearat (C8H36O2) dan asam
palmitat (C16H32O2) diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan,
mengandung tidak kurang dari 40% dan jumlah keduanya tidak kurang dari 90%.
Sinonim : Crodasid; crosterene; glycon S-90; hystrene. Pemerian : Hablur padat,
serbuk warna putih atau kekuningan mirip lemak lilin, bau dan rasa lemah mirip
lemak Rumus molekul :C16H32O2 Bobot molekul : 284,47 Kelarutan : Praktis tidak
larut dalam air, mudah larut dalam kloroform P dan eter P, larut dalam etanol
(95%) Kegunaan : Pengemulsi, solubilisator, pelincir tablet (18)
b. Lanolin
Sinonim (adeps lanae; cera lanae; lanolina; lanolin anhidrat; Protalan anhidrat;
lanolin murni; lemak wol halus.) lanolin sebagai substansi mirip lilin yang
dimurnikan diperoleh dari wol domba, Ovis ariesLinne (Fam.Bovidae), yang telah
dibersihkan, tidak berwarna, dan tidak berbau. Kegunaan; pelembut, Agen
23
berlangsung selama 8-12 hari yaitu stadium jentik berlangsung 6-8hari, dan
stadium kepompong (pupa) berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhanmulai dari telur
sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 10-14 hari. Umur nyamuk
dapat mencapai 2-3 bulan.
telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air)
dapat bertahan sampai 6 bulan.
Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari
terendam air . Telur diperkirakan memiliki berat 0,0010 - 0,015 mg. Telur tidak
memiliki pelampung. Pada permukaan luar dinding sel tersebar suatu struktur sel
yang disebut outer chorionic cell (21).
Gambar 1.4 Struktur Micropyles (MP) dan Outer Chorionic Cell (OCC) pada Telur
Aedes aegypti (21).
Pada salah satu ujung telur terdapat poros yang disebut dengan micropyles.
Micropyles berfungsi sebagai tempat masuknya spermatozoid ke dalam telur
sehingga dapat terjadi pembuahan. Pada micropyles terdapat struktur-struktur
penting yang menunjang fungsinya tersebut, yaitu micropylar corolla, micropylar
disc,micropylar pore, micropylar ridge dan tooth-like tubercle (21).
28
Gambar 1.6 Struktur Exochrionic Telur Aedes aegypti.TC, Central Tubercle; TP,
Peripheral Tubercle; EN,Exochorion Network (21).
b. Larva instar II; berukuran 2,5-3,5 mm berumur dua sampai tiga hari setelah
telur menetas, duri-duri dada belum jelas, corong pernapasan sudah mulai
menghitam (25).
selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Pupa bernafas
pada permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada
toraks (26).
F. Rancangan Penelitian
1. Prinsip Penelitian
Penelitian ini Merupakan jenis penelitian eksperimental. Data yang
dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diambil dari pengukuran
uji repellent pada nyamuk Aedes aegypti dan uji kesetabilan fisik sediaan
(organoleptis, homogenitas, viskositas, pH, daya sebar, cycling test, sentrifugasi).
32
2. Variabel Penelitian
a. Variabel independent dalam penelitian ini yaitu : Konsenterasi ekstrak daun
salam yang digunakan dalam formulasi
b. Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu : Kestabilan fisik losion
(organoleptis, homogenitas, uji pH, viskositas, uji daya sebar, uji stabilitas,
dan uji repellent nyamuk )
3. Definisi Operasional
1. Daun Salam
Daun Salam yang telah tua yang berwarna hijau tua.
2. Ekstrak daun salam
Ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun salam melalui proses rotary
evaporator
3. Varietas tumbuhan salam
Varietas tumbuhan salam yang diambil adalah varietas tumbuhan daun
salam jenis lokal.
4. Formula losion
Formula losion yang dimaksud adalah formula losion inti yang dapat dijadikan
pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk divariasikan. Formula losion
diperoleh dari cosmetica and toiletry formulations, volume 1 hal 522.
4. Sampel Penelitian
Objek penelitian adalah daun salam yang sudah tua yang berwarna hijau tua
yang diambil di daerah komplek Rumah Sakit Jiwa Daerah Lampung.
5. Pengumpulan Data
Data diperoleh dari hasil perhitungan uji repellent sediaan dan sifat mutu
sediaan seperti organoleptis, homogenitas, viskositas, pH sediaan, daya sebar dan
stabilitas sediaan diolah secara deskriptif dan dinarasikan.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain : Pisau, blander,
seperangkat alat maserasi, seperangkat alat rotary evaporator, pH meter , mortar,
stamper, kaca objek, timbangan gram kasar, analitycal balance, batang pengaduk,
penjepit kayu, pinset, erlenmeyer, corong, beker glass, sudip, kertas perkamen,
penangas air, seprangkat alat viskositas, alat setriguasi.
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan simplisia daun salam (Syzygium polyanthum)
Bahan baku daun salam (Syzygium polyanthum) sebanyak 3,5 Kg yang sudah
tua berwarna hijau tua dan masih segar dikumpulkan, dibuang bagian yang tidak
diperlukan (sortasi basah), dicuci bersih dibawah air mengalir, di rajang dan di
tiriskan. Daun salam selanjutnya dikeringkan dibawah matahari hingga kering,
34
c. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (tidak lebih dari 0,9%)
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dalam asam
klorida encer sebanyak 25 ml selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
lalu dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (12).
35
3. Pembuatan ekstrak
Timbang Sebanyak ±1,5 Kg serbuk simplisia daun salam diekstraksi dengan
metode maserasi (remaserasi 3 kali selama 3 hari) di dalam botol gelap bertutup
pada suhu kamar sambil sesekali diaduk. Maserasi dilakukan dengan
menggunakan pelarut N-heksan sampai diperoleh maserat jernih. ekstrak n-heksan
dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator
pada suhu sekitar 400C hingga diperoleh ekstrak kental.
5. Formula losion
Tabel 1.7 Berdasarkan Cosmetica and Toiletry Formulations, volume 1 hal 522
Formula Keterangan
Kontrol Form Form Form
negatif 1 II III
R/
Ekstrak daun salam - Zat aktif
50% 60%
40%
Amerchol L 101
3% 3% 3% 3% Pelembut
(lanolin)
Peninigkat
Asam stearat 4% 4% 4% 4%
viskositas
Ceresin 1% 1% 1% 1% Stabilizer
80,2
Water 80,2 % 80,2 % 80,2 % Pelarut
%
Keterangan:
Kontrol negatif: Formula losion tanpa penambahan ekstrak daun salam
Kontrol positif: Formula losion Autan
FI : Formula losion dengan konsentrasi ekstrak daun salam 40%
F II : Formula losion dengan konsentrasi ekstrak daun salam 50%
F III : Formula losion dengan konsentrasi ekstrak daun salam 60%
37
(t-1)(r-1)≥ 15
(5-1)(r-1) )≥ 15
4(r-1) )≥ 15
4r-4≥ 15
4r≥ 15+4
r ≥ 19/4 = 4,75 =5
Dimana: r =Jumlah pengulangan
t = Jumlah perlakuan
Dalam perhitungan rumus diatas yaitu dengan menggunakan 5 perlakukan,
maka hasil yang didapat = 4,75 dibulatkan menjadi 5. Sampel nyamuk yang
digunakan 20 ekor nyamuk untuk tiap kandang. pada pengujian dilakukan dengan
cara memasukkan lengan selama 10-30 detik secara bergantian ke dalam
kurungan penguji yang berisi 20 ekor nyamuk. Kemudian dihitung jumlah
nyamuk yang hinggap, setelah itu lengan digerakan untuk mengusir nyamuk yang
hinggap dan kemudian dipaparkan kembali selama 30 detik berikutnya. Kegiatan
ini dilakukan 5 kali (lima ulangan) pada setiap lengan, baik yang diberi perlakuan,
maupun kontrol dan semua perlakuan konsentrasi 40%;50%;60% diuji secara
bersamaan. Jumlah nyamuk yang dibutuhkan 5x5x20 = 500 nyamuk.
8. Evaluasi Losion
Evaluasi Sediaan Losion Evaluasi dilakukan setelah sediaan losion terbentuk
dan setelah penyimpanan selama 4 minggu.
a. Organoleptis
Diamati bentuk sediaan losion dilakukan dengan cara mengamati bentuk,
perubahan warna, dan aroma formula sediaan lotion.
b. Homogenitas
Losion dioleskan diatas kaca objek glass dan tutup dengan kaca objek
glass lainnya, diamati partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan.
c. pH
pH sediaan losion menurut SNI No. 16-4399-1996 yaitu 4,5-8,0. Penentuan
pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Elektroda dibersihkan dan
39
negatif yaitu basis losion kemudian dimasukkan ke dalam kandang nyamuk dan
mengamati serta mencatat jumlah nyamuk yang hinggap dalam periode waktu 30
detik. Dalam 30 detik ini akan dipastikan bahwa nyamuk yang hinggap >10 untuk
memulai pengujian. Setelah 30 detik lengan tersebut dikeluarkan dengan hati-hati
dari kandang nyamuk. Kemudian lengan yang sama diolesi dengan dosis paling
rendah yaitu losion 40 % ekstrak daun salam. Kemudian dimasukkan kembali ke
dalam kandang untuk diamati selama 10-30 detik. Selama pengujian, lengan uji
diusahakan untuk tidak bergerak. Prosedur ini diulang pada lengan yang sama
untuk setiap kenaikan dosis. Uji dilakukan berurutan dan harus dilaksanakan satu
dengan lainnya tanpa penundaan dan dosis repellent pada setiap tes dihitung
sebagai penjumlahan dosis untuk mendapatkan dosis kumulatif pada setiap tes.
Pada akhir pengujian dosis, kontrol negatif yaitu basis losion diolesi pada lengan
kanan kemudian dikeringkan kurang lebih 1 menit. Lengan kanan relawan
dimasukkan ke dalam kandang yang sama untuk memastikan bahwa jumlah
nyamuk yang hinggap pada lengan tersebut ≥ 10 nyamuk dalam periode waktu 30
detik. uji dilakukan minimal dengan 3 kali pengulangan. Pengujian kedua dan
ketiga dilakukan pada hari yang berbeda, yaitu hari berikutnya pada waktu uji
yang sama. Nyamuk yang digunakan pada setiap ulangan merupakan sampel yang
berbeda dari sampel nyamuk yang digunakan pada pengujian sebelumnya. Pada
akhir pengujian persentase daya proteksi dinilai sebagai proporsi jumlah nyamuk
yang hinggap pada lengan perlakuan dengan jumlah nyamuk yang hinggap pada
lengan kontrol, dihitung dengan formula berikut:
Keterangan:
D. Analisa Data
Data yang diperoleh akan diuji menggunakan one way anova, untuk
mengetahui apakah perbedaan konsentrasi masing-masing formula losion ekstrak
daun salam (Syzygium polyantum) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
aktivitas repellent.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari data tabel 1.9 diatas dapat disimpulakan bahwa hasil uji parameter non
spesifik simplisia daun salam dari uji kadar air, kadar abu total dan kadar abu
tidak larut asam memenuhi syarat syarat untuk dilakukan proses selanjutnya
sebagai bahan dalam pembuatan ekstrak daun salam.
Hasil uji kadar air berpengaruh terhadap stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan
selanjutnya, hal ini berkaitan dengan cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak.
Penetapan kadar air ini menggunakan metode gravimetri, pada prinsipnya
menguapkan air yang terdapat dalam suatu bahan dengan cara pemanasan pada
suhu 1050 c selama 5 jam kemudiaan bahan ditimbang sampai bobot konstan.
44
Hasil pada ekstrak daun salam 2,9 %. Penentuan kadar air bertujuan untuk
memberikan gambaran tingkat kelembaban. Jika hasil uji yang dilakukan melebihi
syarat yang telah ditentukan > 10% maka simplisia yang dihasilkan kurang baik
dan tidak dapat bertahan lama karena sangat rentan untuk ditumbuhin
mikroorganisme (30).
Kadar abu menunjukan hubungan dengan kandungan mineral internal dan
eksternal suatu bahan. Abu adalah zat anorganik yang merupakan sisa hasil
pembakaran zat organik. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral
dalam suatu bahan simplisia. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu. Pada prinsipnya ekstrak dipanaskan pada suhu 500oC - 600oC hingga
senyawa organik dan turunnya tereduksi dan menguap sampai unsur mineral dan
anorganiknya saja. Penentuan kadar abu total bertujuan untuk memberikan
gambaran tingkat pengotoran oleh kontaminan berupa senyawa anorganik seperti
logam alkali (Na, Kalium, Lithium), logam alkali tanah (Ca, Ba) dan logam berat
(Fe, Pb, Hg). Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara
lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis
simplisia yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai baik buruknya
suatu bahan simplisia yang akan digunakan. Banyaknya kandungan senyawa
anorganik yang terdapat pada simplisa menandakan proses pengolahan kurang
baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil
analisis kadar abu total menjadi tidak memenuhi syarat (30).
Penentuan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk menentukan tingkat
pengotoran oleh pasir dan kotoran lain. pada analisis kadar abu tidak larut asam
yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada
bahan tersebut. (30)
senyawa aktif yang terkandung dalam suatu simplisia yang mungkin diakibatkan
oleh faktor suhu dan dapat menyari secara maksimal dengan penggatian pelarut
selama 24 jam sekali. Remaserasi 3 kali dengan satu kali maserasi dilakukan
selama 3 hari menggunakan pelarut N-heksan sampai diperoleh maserat jernih
sebanyak 3 liter. Maserat dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya pada
suhu sekitar 400C dengan menggunakan rotary evaporator untuk menjaga agar
zat aktif tidak rusak hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 7,8 g berwarna
coklat. Untuk masing-masing formula digunakan ekstrak dari daun salam
sebanyak 0%, 40 %, 50 % dan 60 % ekstrak daun salam (31).
Hasil pengujian yang dilakukan pada ekstrak daun salam terdapat kandungan
minyak atsiri dibuktikan dengan adanya aroma yang khas dan senyawa terpenoid
pada ektrak kental daun salam dengan mereaksikan asam asetat anhidrat dan asam
sulfat melalui dinding tabung didapatkan hasil positif dengan ditandai
47
Solulan 98 2% Surfaktan
Asam stearate 4% nonionik
Barrier
Ceresin 1% Stabilizer
Paraffin 0,3% Pelembut
Arlacel 165 4% Surfaktsn noninoik
Veegum 0,5% Pengental
Propylene glycol 5% Pelembab
Water 80,2 % Pelarut
Parfume and
q.s
preservative
Salah satu syarat dalam menggunakan basis losion yang bersifat noninonik
yaitu nilai HLB campuran emulsi M/A kedua surfaktan nonionik berkisar antara
8-18. Apabila hasil hitung kedua surfaktan nonionk tersebut tidak memnuhi syarat
maka emulsi M/A tidak akan terjadi.
Perhitungan nilai HLB campuran dari formula losion nonionik
HLB Solulan 98 (A) = 15
HLB Arlacel 165 (B) = 11
Massa A = 2 gram ( 2% x 100 )
Massa B = 4 gram ( 4% x 100 )
Massa campuran (A+B) = 2 + 4 = 6 gram
HLB campuran x massa campuran = (HLB A x massa A) + (HLB B x massa B)
HLB campuran x 6 = (15x2) + ( 11x4)
HlB campuran = 30 + 44 / 6
HLB campuran = 74/6
48
Tabel diatas menunjukkan bahwa semua formula losion anti nyamuk formula
telah homogen dan tidak terdapat partikel yang belum terlarut sehingga sediaan
losion terbentuk dengan baik tanpa ada gumpalan partikel (33).
2. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan
bentuk, aroma dan warna dari sediaan losion yang mengandung beberapa variasi
ekstrak daun salam. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk dan hasil
organoleptis losion ekstrak daun salam dapat dilihat pada tabel
Tabel 1.13 Hasil uji organoleptis
Formula Bentuk Aroma Warna
Dari tabel diatas formula losion yang memiliki basis yang sama dengan
konstrasi zat aktif yang berbeda, memiliki organoleptis yang berbeda pula.
Dengan demikian, organoleptis sediaan dipengaruhi oleh jumlah ekstrak yang
digunakan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan warna semakin
gelap serta memiliki aroma yang khas. Dapat dilihat pada formula IV memiliki
warna yang lebih coklat gelap dibandingkan formula lain karena memiliki
konsentrasi ekstrak yang paling tinggi.
bila nilai pH terlalu basa dapat membuat kulit kering dan bersisik. Pengujian
dilakukan penggunaan pH meter dan hasil uji pH sediaan losion anti nyamuk
ekstrak daun salam dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa formula losion ekstrak daun salam
masih memenuhi standar pH kulit ( 4,5-8,0) sesuai dengan SNI 16-4399-1996
sehingga tidak berakibat mengiritasi kulit. Hasil pH ini didapat karena bahan basis
yang digunakan bersifat anionik sehingga tidak berpengaruh pada pH.
Dari hasil tersebut menunjukkan semua losion yang dihasilkan tetap stabil selama
penyimpanan (33).
5. Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu tahanan dari suatu cairan atau sediaan untuk mengalir.
Suatu cairan atau sediaan dikatakan mempunyai viskositas yang besar apabila
suatu cairan atau sediaan itu membutuhkan waktu untuk dapat mengalir melewati
suatu celah. Pengujian sediaan losion ekstrak daun salam memenuhi syarat
viskositas yang baik atau tidak karena viskositas merupakan parameter penting
dalam suatu sediaan emulsi tersebut. Nilai viskositas sediaan losion yang baik
menurut SNI 16 - 4399 - 1996 yaitu berkisar antara 3000 -50000 cP.
Pengujian viskositas sediaan losion ekstrak daun salam dengan menggunakan
viskometer HAAKE 550 dengan spindle MV . Hasil perhitungan viskositas sediaan
losion ekstrak daun salam dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.16 Viskositas sediaan losion
Formula Viskositas
(Cp)
Formula I 4265 Cp
Formula II 4420 Cp
Formula III 4927 Cp
Formula IV 5824 Cp
Dari data diatas dapat diketahui bahwa formula losion yang memiliki basis
yang sama dengan konsentrasi zat aktif yang berbeda–beda pula. Dengan
demikian viskositas sediaan dipengaruhi oleh jumlah ekstrak yang digunakan.
Semakin banyak jumlah ekstrak yang digunakan sediaan memiliki viskositas yang
besar.
52
6. Uji sentrifugasi
Kestabilan fisik losion selanjutnya dievaluasi dengan metode sentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Hasil evaluasi menunjukan semua
formula stabil setelah sentrifugasi.
Pisah Tidak
Formula I √
Formula II √
Formula III √
Formula IV √
Berdasarkan dari data diatas losion yang dibuat stabil terhadap gaya gravitasi
penyimpanan pada suhu kamar (16).
Formula
1 2 3 4 5 6
Bentuk Semi Semi Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat
III padat padat
Aroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma
Warna Coklat Coklat Coklat tua Coklat tua Coklat tua Coklat tua
tua tua
Formula
Bentuk Semi Semi Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat
IV
padat padat
Aroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma Beraroma
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setiap formula losion tidak mengalami
perubahan warna, bentuk maupun aroma dari setiap siklusnya, dan tidak berubah
pula dengan organoleptis awal sediaan losion. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
perpindahan penyimpanan pada suhu berbeda tidak mempengaruhi organoleptis
sediaan losion , baik formula I, II, III, dan IV stabil terhadap uji cycling test.
Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 20 ekor nyamuk betina yang
disiapkan untuk masing-masing uji dilakukan 5 kali pengulangan, ternyata yang
hinggap semakin sedikit dengan peningkatan konsentrasi ekstrak dalam losion
anti nyamuk. Diperoleh data berupa persentase daya proteksi ekstrak daun salam
terhadap kontak dengan nyamuk. Hasil perhitungan persentase daya proteksi
ekstrak daun salam terhadap kontak dengan nyamuk pada konsentrasi 0%, 40%,
50%, dan 60% disajikan dalam tabel diatas. Pada konsentrasi 0% losion ekstrak
daun salam memilki daya tolak nyamuk 10,2%, pada konsentrasi 40% yaitu
65,3%, pada konsentrasi 50% yaitu 78,6% dan pada konsentrasi 60% yaitu 90,8%.
54
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun salam mengandung bahan aktif
yang memiliki aktivitas sebagai repellent. Sebagian besar tanaman mengandung
senyawa aktif yang dapat digunakan untuk mencegah serangan dari serangga
pemakan tumbuhan. Senyawa-senyawa aktif ini dibagi menjadi beberapa kategori,
meliputi repellents, feeding deterrents, toksin, dan pengatur perkembangan.
Meskipun fungsi utama dari senyawa-senyawa aktif ini adalah sebagai
perlindungan terhadap serangga pemakan tumbuhan, banyak juga dari senyawa
tersebut yang efektif melawan gigitan nyamuk dan Diptera lainnya, terutama
komponen-komponen volatile yang dilepaskan. Faktanya beberapa senyawa
tersebut merupakan repellent terhadap serangga pemakan tumbuhan.
Serangga mendeteksi bebauan yang ditimbulkan ketika bau senyawa yang
mudah menguap berikatan dengan protein reseptor bau (odorant receptor
proteins) yang terdapat pada dendrit bersilia dari specialized odour receptor
neurons (ORNs) yang terpapar dengan lingkungan luar, seringkali terdapat pada
antena dan palpus maksilaris pada serangga, dan beberapa ORNs, seperti OR83b
yang penting dalam proses penghiduan dan dimana reseptor tersebut dihambat
oleh repellent sintetik standar DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide).
Menariknya, odour receptors yang berespon terhadap DEET juga dapat berespon
terhadap eucalyptol dan linalool pada Culex quinquefasciatus. Pada Anopheles
gambiae, reseptor DEET OR83b juga dapat distimulasi oleh citronellal.
Bagaimanapun, banyak tanaman mengandung senyawa volatile yang dapat
bertindak sebagai penolak atau repellent serangga. Tanaman salam memiliki
banyak senyawa aktif yang memiliki berbagai aktivitas biokimia. Daun salam
mengandung senyawa aktif meliputi : alkaloid, flavonoid, saponin, minyak atsiri
dan terpenoid. Pada beberapa penelitian sebelumnya daun salam menunjukkan
aktivitas penolak serangga atau repellent. Aktivitas biologi dari ekstrak daun
salam sebagai repellent berkaitan dengan keberadaan zat aktif yang terkandung di
dalamnya yaitu terpenoid. Pada hasil dapat terlihat bahwa konsentrasi tertinggi,
yaitu konsentrasi 60% memperlihatkan daya proteksi tertinggi, hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun salam, maka semakin
meningkat komponen senyawa terpenoid yang terkandung di dalamnya sehingga
semakin banyak komponen senyawa mudah menguap berikatan dengan odorant
55
receptor proteins pada serangga. Hal tersebut menyebabkan gangguan pada proses
penciuman serangga sehingga serangga menjauhi sampel (34).
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
nyamuk yang hinggap formula I ,237 5 ,200 *
,961 5 ,814
Formula II ,231 5 ,200 *
,881 5 ,314
formula III ,221 5 ,200 *
,902 5 ,421
formula IV ,231 5 ,200 *
,881 5 ,314
Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas data dilihat dari nilai siq pada
tabet output jika nilai siq > 0,05 maka data berdistribusi nomal tapi jika nilai siq <
0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Untuk data sampel dibawah < 50
peneliti menggunakan nilai siq tabel Shapiro-Wilk, maka dari data tabel di atas
dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi nomal dimana nilai 0,814 > 0,05.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak daun salam dapat formulasikan menjadi sediaan losion yang terdiri
dari komposisi formula losion noninok yang sangat kompetibel terhadap
senyawa kimia dan tidak menyebabkan perubahan pH pada sediaan.
2. Berdasarkan hasil uji repellent sediaan losion ekstrak daun salam dengan
persentase efektivitas rata-rata daya proteksi nyamuk Aedes aegypti pada
konsentrasi 40% yaitu 65,3%, pada konsentrasi 50% yaitu 78,6%, dan
pada konsentrasi 60% yaitu 90,8%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
losion ekstrak daun salam berpotensi sebagai repellent yang menjanjikan
dalam pencegahan transmisi Dengue.
3. Sediaan losion dari ekstrak daun salam memilik daya proteksi terhadap
nyamuk Aedes aegypti, dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan
semakin efektif sebagai repellent.
B. Saran
1. Parameter evaluasi fisik pada penelitian ini dinilai kurang untuk
mengetahui kesetabilan fisik sediaan losion, oleh karena itu perlu juga
dilakukan uji stabilitas kimia, mikrobiologi serta uji klinis.
58
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji daya lekat untuk
mengetahui pengaruh basis dan formula losion terhadap ketahanan
aktivitas repellent sediaan losion dari ekstrak daun salam.
3. Perlu dilakukan penelitian bagaimana kekuatan repellent ekstrak daun
salam dan setelah diformulasikan dalam bentuk sediaan losion maupun
bentuk sediaan lain (Spray,krim).