PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu agenda
utama dalam kegiatan budidaya pertanian. Serangan hama dan penyakit tanaman
jika tidak dikelola dengan baik tentunya akan mengancam produksi hasil
pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan serangan
organisme pengganggu tanaman adalah dengan penggunaan pestisida. Namun
dewasa ini penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang menyerang
tanaman menimbulkan dilema. Penggunaan pestisida khususnya pestisida
sintetismemberikan keuntungan secara ekonomis, namun dapat mendatangkan
kerugian, diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman,
tapi juga air, tanah dan udara dan penggunaan terus-menerus akan mengakibatkan
efek resistensi dari berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001).
Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis
hama dan 72 % agens pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti,
yaitu pestisida yang ramah lingkungan.Satu alternatif pilihan adalah penggunaan
pestisida hayati yang berasal dari tumbuhan atau yang biasa dikenal dengan
pestisida nabati.Bahan pestisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi
lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan hewan,
manusia atau serangga yang bukan sasaran.
Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
pembuatan pestisida nabati adalah tanaman papaya (Carica papaya L).Ekstrak
daun papaya mengandung zat-zat seperti saponin dan tanin yang dapat digunakan
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman berupa ulat dan serangga
penghisap.Oleh karena itu, pembuatan pestisida dari ekstrak daun papaya bisa
dijadikan sebagai pestisida alternatif untuk mensubtitusi pestisida kimia yang
kurang ramah lingkungan.
I.2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Biopestisida
Istilah biopestisida berasal dari kata bio, pest, dan sida.Bio artinya hidup,
pest artinya organisme pengganggu tanaman, sedangkan sida artinya pembunuh.
Jadi, biopestisida dapat diartikan sebagai semua bahan hayati, baik berupa
tanaman, hewan, mikroba, atau protozoa yang dapat digunakan untuk
memusnahkan hama dan penyebab penyakit pada manusia, hewan, dan tanaman.
Biopestisida ini juga diistilahkan sebagai biorasional karena tidak menyebabkan
pemusnahan total dari populasi hama yang ada dan organisme lain yang tidak
menjadi target perlakuan (Suwahyono, 2013).
Dalam Suwahyono (2013), United States Environmental Protection Agency
(US-EPA) mendefinisikan biopestisida sebagai pestisida yang dibuat dari bahanbahan alami, seperti binatang, tumbuhan, mikroorganisme, dan beberapa jenis
mineral. US-EPA juga menggolongkan biopestisida ke dalam tiga kelompok besar,
yaitu: (1) pestisida mikrobial atau yang biasa disebut agen pengendali hayati,
mengandung mikroorganisme (bakteri, fungi, virus, dan protozoa) sebagai bahan
aktif; (2) Protektan-Bagian Integral-Tanaman (PBIT) atau Plant Incoporated
Protectants (PIPs), mengandung bahan materi genetik atau faktor keturunan
(DNA) yang dapat membentuk senyawa bersifat racun dan dimasukkan ke dalam
tanaman, yang biasa disebut tanaman transgenik; dan (3) pestisida biokimia,
mengandung bahan alami (sex pheromone dan berbagai ekstrak tanaman yang
dapat memikat serangga hama) yang digunakan untuk mengendalikan hama
dengan mekanisme nontoksik.
Sastroutomo (1992) dalam Djunaedy (2009), mengemukakan bahwa
biopestisida dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) bioherbisida, berasal dari
mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada gulma; (2) biofungisida;
berasal dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada jamur; dan
(3) bioinsektisida, berasal dari mikroorganisme yang secara spesifik menyebabkan
penyakit pada serangga hama tertentu dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
hewan lain maupun tumbuhan. Sedangkan berdasarkan asalnya, Djunaedy (2009)
menjelaskan bahwa biopestisida dibedakan menjadi dua yaitu pestisida nabati dan
cuaca. Menurut Warisno (2003), tanaman pepaya merupakan herba menahun, dan
termasuk semak yang berbentuk pohon. Batang, daun, bahkan buah pepaya
bergetah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat mencapai2,5-10 m. Batang pepaya
tidak berkayu, bulat, berongga, dan tangkai di bagian atas terkadang dapat
bercabang.Pepaya dapat hidup pada ketinggian tempat 1-1.000 m dari permukaan
laut dan pada kisaran suhu 22C-26C. Menurut Kalie (1996), suku Caricaceae
memiliki empat marga, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga
marga pertama merupakan tanaman asli Meksiko bagian selatan serta bagian utara
dari Amerika Selatan, sedangkan marga keempat merupakan tanaman yang
berasal dari Afrika.Marga Carica memiliki 24 jenis, salah satu diantaranya adalah
papaya. Kedudukan taksonomi tanaman pepaya dalam Suprapti (2005) adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kerajaan
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Caricales
Caricaceae
Carica
Carica papaya L.
Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan
yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan
semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih.Sistem perakarannya memiliki akar
tunggang dan akar-akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada
kedalaman 1 m atau lebih menyebar sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat
batang tanaman (Suprapti, 2005).
Batang tanaman berbentuk bulat lurus, di bagian tengahnya berongga, dan
tidak berkayu.Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang
panjang, berbentuk bulat, dan berlubang.Daun pepaya bertulang menjari dengan
warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna permukaan bagian bawah
hijau-muda (Suprapti, 2005).Pohon ini biasanya tidak bercabang, batang bulat
berongga, tidak berkayu, terdapat benjolan bekas tangkai daun yang sudah
rontok.Daun terkumpul di ujung batang, berbagi menjari.Buah berbentuk bulat
hingga memanjang tergantung jenisnya, buah muda berwarna hijau dan buah tua
kekuningan / jingga, berongga besar di tengahnya; tangkai buah pendek.
yang memenuhi kriteria tersebut, dipilihlah tanaman papaya. Bagian dari tanaman
papaya yang akan digunakan pada percobaan pembuatan pestisida nabati ini
adalah bagian daunnya saja. Daun pepaya yang dapat digunakan sebagai pestisida
nabati adalah daun pepaya tua yang masih berwarna hijau.Daun pepaya banyak
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid,
saponin dan berbagai macam lainnya seperti enzim papain. Senyawa yang
digunakan sebagai pestisida nabati yang mengandung bahan aktif Papain,
sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap (Juliantara, 2010).
Dari beberapa kandungan yang ada pada daun pepaya tersebut yang
diduga memiliki potensi sebagai larvasida adalah enzim papain, saponin,
flavonoid, dan tanin (Priyono, 2007).
a. Enzim Papain
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang berperan dalam pemecahan
jaringan ikat, dan memiliki kapasitas tinggi untuk menghidrolisis protein
eksoskeleton yaitu dengan cara memutuskan 12 ikatan peptida dalam protein
sehingga protein akan menjadi terputus. Enzim papain dapat banyak ditemukan
pada daun pepaya. Walaupun dalam dosis yang rendah, dan apabila enzim papain
masuk ke dalam tubuh larva akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses
metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan.
Bahkan akibat dari ketidakmampuan larva untuk tumbuh akibatnya dapat
menyebabkan kematian pada larva (Nani dan Dian, 1996).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang bersifat racun yang terkandung
di dalam daun pepaya.Beberapa sifat khas dari 13 flavonoid yaitu memiliki bau
yang sangat tajam, rasanya yang pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik,
dan juga mudah terurai pada temperatur tinggi.Dinata (2008), mengatakan bahwa
flavonoid merupakan senyawa yang dapat bersifat menghambat makan
serangga.Bagi tumbuhan pepaya itu sendiri flavonoid memiliki peran sebagai
pengatur kerja antimikroba dan antivirus.
c. Saponin
Senyawa lainpada daun pepaya yang memiliki peran sebagai insektisida dan
larvasida adalah saponin. Saponin merupakan senyawa terpenoid yang memiliki
aktivitas mengikat sterol bebas dalam sistem pencernaan, sehingga dengan
menurunnya jumlah sterol bebas akan mempengaruhi proses pergantian kulit pada
serangga (Dinata, 2009). Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman papaya
seperti akar, daun, batang, dan bunga.Senyawa aktif pada saponin berkemampuan
membentuk busa jika dikocok dengan air dan menghasilkan rasa pahit yang dapat
menurunkan tegangan 14 permukaan sehingga dapat merusak membran sel
serangga.
d. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan
polifenol yang terdapat dalam tanaman pepaya. Mekanisme kerja senyawa tanin
adalah dengan mengaktifkan sistem lisis sel karena aktifnya enzim proteolitik
pada sel tubuh serangga yang terpapar tanin (Harborne , 1987). Menurut Harborne
(1987), senyawa kompleks yang dihasilkan dari interaksi tanin dengan protein
tersebut bersifat racun atau toksik yang dapat berperan dalam menghambat
pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga melalui penghambatan
aktivitas enzim pencernaan. Tanin mempunyai rasa yang sepat dan memiliki
kemampuan menyamak kulit.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu.Salah satu fungsi tanin
dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan herbivora dan sebagai pertahanan
diri bagi tumbuhan itu sendiri (Harborne, 1987).
2.4. Manfaat dari Biopestisida yang Dibuat
Daun pepaya merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa
khusus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan biopestisida. Kandungan
dalam ekstrak daun pepaya, seperti senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloid
sangat efektif dalam membasmi serangga hama. Menurut Aminah et al. (2001)
dalam Yenie et al. (2013), saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan
selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus
menjadi korosif dan akhirnya rusak.Saponin juga dapat menurunkan aktivitas
enzim pencernaan dan penyerapan makanan pada tubuh serangga.Alkaloid
merupakan senyawa yang bersifat toksik dan mampu menghambat nafsu makan
serangga.Sedangkan, Agnetha (2005) dalam Yenie et al. (2013) menyatakan
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Proses pembuatan pestisida nabati dilakukan pada :
Hari/Tanggal : 11 November 2015
Pukul
10
Tempat: Gazebo UB
3.2. Alat dan Bahan
Berikut ini merupakan alat dan bahan-bahan yang digunakan pada saat
pelaksanaan pembuatan pestisida nabati :
Alat :
1.
2.
3.
4.
Pisau
Telenan
Ulekan
Kain halus
:
:
:
:
Bahan :
1. Daun papaya
2. Air
3. Botol kimia
4. Botol air mineral 1,5 liter : Sebagai wadah fermentasi pestisida nabati yang
dibuat
3.3. Cara Pembuatan Biopestisida
Berikut ini merupakan diagram alur proses pembuatan pestisida nabati :
Menyiapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan
11
12
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang memanfaatkan bahan-bahan
organik dalam setiap kegiatan budidayanya, tanpa menggunakan bahan-bahan
kimia sintetis. Termasuk dalam hal pengendalian hama penyakit yang
mengganggu
kegiatan
budidaya,
pestisida
yang
digunakan
juga
harus
praktikum
Pertanian
Organik
ini,
kami
mencoba
untuk
DAFTAR PUSTAKA
13
di
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-246-
menguntungkan-dengan-penggunaan-biopestisida-.html.Diakses
tanggal
10 November 2015.
Dinata, A. 2003.Mengatasi DBD Dengan Kulit Jengkol.Skripsi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Sebelas Maret.
Djafaruddin., 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman.Jakarta :
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Djunaedy, Achmad.
2009.
Biopestisida
sebagai
Pengendali
Organisme
Cabai
(Capsicum
annum
L.)[Online].
Tersedia
di
http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1298/jurnal
%20penelitian%20Nechiyana.pdf?sequence=1.
Diakses
tanggal
11
November 2015.
14
LAMPIRAN
1. Daun pepaya sebagai bahan baku
biopestisida
3. Daun
pepaya
yang
sudah
16