Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu agenda
utama dalam kegiatan budidaya pertanian. Serangan hama dan penyakit tanaman
jika tidak dikelola dengan baik tentunya akan mengancam produksi hasil
pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan serangan
organisme pengganggu tanaman adalah dengan penggunaan pestisida. Namun
dewasa ini penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang menyerang
tanaman menimbulkan dilema. Penggunaan pestisida khususnya pestisida
sintetismemberikan keuntungan secara ekonomis, namun dapat mendatangkan
kerugian, diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman,
tapi juga air, tanah dan udara dan penggunaan terus-menerus akan mengakibatkan
efek resistensi dari berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001).
Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis
hama dan 72 % agens pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti,
yaitu pestisida yang ramah lingkungan.Satu alternatif pilihan adalah penggunaan
pestisida hayati yang berasal dari tumbuhan atau yang biasa dikenal dengan
pestisida nabati.Bahan pestisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi
lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan hewan,
manusia atau serangga yang bukan sasaran.
Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
pembuatan pestisida nabati adalah tanaman papaya (Carica papaya L).Ekstrak
daun papaya mengandung zat-zat seperti saponin dan tanin yang dapat digunakan
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman berupa ulat dan serangga
penghisap.Oleh karena itu, pembuatan pestisida dari ekstrak daun papaya bisa
dijadikan sebagai pestisida alternatif untuk mensubtitusi pestisida kimia yang
kurang ramah lingkungan.

I.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum pestisida nabati adalah :


1. Untuk mengetahui kandungan dari daun pepaya yang berpotensi sebagai
pestisida nabati
1. Untuk mengetahui dan menerapkan cara pembuatan pestisida nabati dari daun
pepaya
2. Untuk mengetahui manfaat pestisida nabati dari daun pepaya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Biopestisida
Istilah biopestisida berasal dari kata bio, pest, dan sida.Bio artinya hidup,
pest artinya organisme pengganggu tanaman, sedangkan sida artinya pembunuh.
Jadi, biopestisida dapat diartikan sebagai semua bahan hayati, baik berupa
tanaman, hewan, mikroba, atau protozoa yang dapat digunakan untuk
memusnahkan hama dan penyebab penyakit pada manusia, hewan, dan tanaman.
Biopestisida ini juga diistilahkan sebagai biorasional karena tidak menyebabkan
pemusnahan total dari populasi hama yang ada dan organisme lain yang tidak
menjadi target perlakuan (Suwahyono, 2013).
Dalam Suwahyono (2013), United States Environmental Protection Agency
(US-EPA) mendefinisikan biopestisida sebagai pestisida yang dibuat dari bahanbahan alami, seperti binatang, tumbuhan, mikroorganisme, dan beberapa jenis
mineral. US-EPA juga menggolongkan biopestisida ke dalam tiga kelompok besar,
yaitu: (1) pestisida mikrobial atau yang biasa disebut agen pengendali hayati,
mengandung mikroorganisme (bakteri, fungi, virus, dan protozoa) sebagai bahan
aktif; (2) Protektan-Bagian Integral-Tanaman (PBIT) atau Plant Incoporated
Protectants (PIPs), mengandung bahan materi genetik atau faktor keturunan
(DNA) yang dapat membentuk senyawa bersifat racun dan dimasukkan ke dalam
tanaman, yang biasa disebut tanaman transgenik; dan (3) pestisida biokimia,
mengandung bahan alami (sex pheromone dan berbagai ekstrak tanaman yang
dapat memikat serangga hama) yang digunakan untuk mengendalikan hama
dengan mekanisme nontoksik.
Sastroutomo (1992) dalam Djunaedy (2009), mengemukakan bahwa
biopestisida dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) bioherbisida, berasal dari
mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada gulma; (2) biofungisida;
berasal dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada jamur; dan
(3) bioinsektisida, berasal dari mikroorganisme yang secara spesifik menyebabkan
penyakit pada serangga hama tertentu dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
hewan lain maupun tumbuhan. Sedangkan berdasarkan asalnya, Djunaedy (2009)
menjelaskan bahwa biopestisida dibedakan menjadi dua yaitu pestisida nabati dan

pestisida hayati. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu


tanaman, baik dari daun, buah, biji, atau akar, yang senyawa sekunder, yang
memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Tanaman yang dapat
digunakan yaitu famili Meliaceae (nimba, Aglaia) dan famili Anonaceae (biji
srikaya dan biji sirsak). Sedangkan, pestisida hayati merupakan formulasi yang
mengandung mikroba tertentu, baik jamur, bakteri, maupun virus, yang bersifat
antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau
menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun bagi serangga hama maupun
nematoda penyebab penyakit tanaman. Mikroprganisme yang dapat digunakan
yaitu genus Bacillus (B. Polimyxa dan B. thuringiensis) dan genus Pseudomonas
(P. Fluorescens-Pf).
Menurut BBPPTP Ambon (2013), biopestisida memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
a. Resiko bahaya yang ditimbulkan lebih kecil
b. Bersifat spesifik, hanya berpengaruh pada hama sasaran dan organisme lain
yang berdekatan kerabatnya sehingga tidak membunuh organisme nontarget,
terutama organisme yang menguntungkan
c. Aman bagi manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan karena cepat terurai
sehingga tidak menyebabkan residu yang berbahaya bagi lingkungan
d. Murah dan mudah didapat
e. Produk pertanian yang dihasilkan lebih sehat karena tidak mengandung bahan
kimia sintetis yang berbahaya bagi tubuh
f. Tidak menyebabkan resistensi dan resurgensi hama
Sedangkan kelamahan biopestisida, yaitu:
a. Daya kerja lambat sehingga tidak langsung membunuh sasaran
b. Tidak tahan dalam penyimpanan jangka panjang
c. Kurang praktis dalam pembuatan/peramuan bahan-bahan yang akan digunakan
2.2. Morfologi dan Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L)
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan
bagian utara dari Amerika Selatan.Tanaman ini menyebar ke Benua Afrika dan
Asia serta India.Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis,
termasuk Indonesia di abad ke-17 (Setiaji, 2009).Tanaman papaya (Carica
papaya L.) baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930 di Indonesia, khususnya
dikawasan Pulau Jawa. Tanaman pepaya ini sangat mudah tumbuh di berbagai

cuaca. Menurut Warisno (2003), tanaman pepaya merupakan herba menahun, dan
termasuk semak yang berbentuk pohon. Batang, daun, bahkan buah pepaya
bergetah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat mencapai2,5-10 m. Batang pepaya
tidak berkayu, bulat, berongga, dan tangkai di bagian atas terkadang dapat
bercabang.Pepaya dapat hidup pada ketinggian tempat 1-1.000 m dari permukaan
laut dan pada kisaran suhu 22C-26C. Menurut Kalie (1996), suku Caricaceae
memiliki empat marga, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga
marga pertama merupakan tanaman asli Meksiko bagian selatan serta bagian utara
dari Amerika Selatan, sedangkan marga keempat merupakan tanaman yang
berasal dari Afrika.Marga Carica memiliki 24 jenis, salah satu diantaranya adalah
papaya. Kedudukan taksonomi tanaman pepaya dalam Suprapti (2005) adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kerajaan
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis

:
:
:
:
:
:
:

Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Caricales
Caricaceae
Carica
Carica papaya L.

Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan
yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan
semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih.Sistem perakarannya memiliki akar
tunggang dan akar-akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada
kedalaman 1 m atau lebih menyebar sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat
batang tanaman (Suprapti, 2005).
Batang tanaman berbentuk bulat lurus, di bagian tengahnya berongga, dan
tidak berkayu.Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang
panjang, berbentuk bulat, dan berlubang.Daun pepaya bertulang menjari dengan
warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna permukaan bagian bawah
hijau-muda (Suprapti, 2005).Pohon ini biasanya tidak bercabang, batang bulat
berongga, tidak berkayu, terdapat benjolan bekas tangkai daun yang sudah
rontok.Daun terkumpul di ujung batang, berbagi menjari.Buah berbentuk bulat
hingga memanjang tergantung jenisnya, buah muda berwarna hijau dan buah tua
kekuningan / jingga, berongga besar di tengahnya; tangkai buah pendek.

Ditinjau dari macam bunganya, pepaya digolongkan menjadi tiga, yaitu


pepaya jantan, pepaya betina, dan pepaya sempurna (Aak, 1990). Pepaya jantan
mudah dikenal karena ia memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan
bercabang-cabang. Bunga pertama yang terdapat pada pangkal tangkai adalah
bunga jantan.Bunga jantan ini memiliki ciri-ciri putik atau bakal buah yang tidak
berkepala karenanya tidak dapat menjadi buah, sedangkan benang sari susunannya
sempurna (Rochmatul, 2003).Aak (1990), menjelaskan lebih lanjut bahwa pada
ujung tangkai bunga pepaya biasanya terdapat bunga sempurna, yang dapat
melakukan penyerbukkan sendiri.Buah yang dibentuk biasanya kecil-kecil
menggandul dan lonjong, maka dari itu buah pepaya jantan sering disebut pepaya
gandul.Pepaya betina hanya menghasilkan bunga betina, bakal buahnya sempurna
dan tidak berbenang sari, untuk dapat menjadi buah harus diserbuk oleh bunga
jantan dari luar.Pepaya betina berbunga sepanjang tahun, buah bulat bertangkai
pendek. Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, ia
memiliki bakal buah dan benang sari. Oleh karena itu dapat melakukan
penyerbukan sendiri (Rochmatul, 2003).
Dari segi daging buahnya, pepaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
pepaya semangka dan pepaya burung. Pepaya semangka buahnya memiki daging
buah yang berwarna merah menyerupai daging buah semangka, yang termasuk
golongan ini adalah pepaya Paris, Jinggo, dan Cibinong, sedangkan pepaya
burung daging buahnya berwarna kuning dan termasuk golongan ini adalah
pepaya ijo, solo, dan hitam bundar (Aak, 1990). Menurut Kalie (1996), di
Indonesia varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, jinggo,
dan Cibinong. Secara umum, konsumen di Indonesia lebih menyukai pepaya
dengan daging buah berwarna jingga sampai merah.Pepaya dengan daging buah
berwarna kuning kurang disenangi sehingga varietas pepaya ini kurang
berkembang.
2.3. Kandungan dari Tanaman Pepaya
Tanaman yang akan digunakan sebagai bahan dalam pembuatan biopestisida
harus mengandung senyawa/zat-zat tertentu yang dapat mengancam keberadaan
hama dan penyakit pada tanaman yang terserang. Dari berbagai jenis tanaman

yang memenuhi kriteria tersebut, dipilihlah tanaman papaya. Bagian dari tanaman
papaya yang akan digunakan pada percobaan pembuatan pestisida nabati ini
adalah bagian daunnya saja. Daun pepaya yang dapat digunakan sebagai pestisida
nabati adalah daun pepaya tua yang masih berwarna hijau.Daun pepaya banyak
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid,
saponin dan berbagai macam lainnya seperti enzim papain. Senyawa yang
digunakan sebagai pestisida nabati yang mengandung bahan aktif Papain,
sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap (Juliantara, 2010).
Dari beberapa kandungan yang ada pada daun pepaya tersebut yang
diduga memiliki potensi sebagai larvasida adalah enzim papain, saponin,
flavonoid, dan tanin (Priyono, 2007).
a. Enzim Papain
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang berperan dalam pemecahan
jaringan ikat, dan memiliki kapasitas tinggi untuk menghidrolisis protein
eksoskeleton yaitu dengan cara memutuskan 12 ikatan peptida dalam protein
sehingga protein akan menjadi terputus. Enzim papain dapat banyak ditemukan
pada daun pepaya. Walaupun dalam dosis yang rendah, dan apabila enzim papain
masuk ke dalam tubuh larva akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses
metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan.
Bahkan akibat dari ketidakmampuan larva untuk tumbuh akibatnya dapat
menyebabkan kematian pada larva (Nani dan Dian, 1996).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang bersifat racun yang terkandung
di dalam daun pepaya.Beberapa sifat khas dari 13 flavonoid yaitu memiliki bau
yang sangat tajam, rasanya yang pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik,
dan juga mudah terurai pada temperatur tinggi.Dinata (2008), mengatakan bahwa
flavonoid merupakan senyawa yang dapat bersifat menghambat makan
serangga.Bagi tumbuhan pepaya itu sendiri flavonoid memiliki peran sebagai
pengatur kerja antimikroba dan antivirus.
c. Saponin
Senyawa lainpada daun pepaya yang memiliki peran sebagai insektisida dan
larvasida adalah saponin. Saponin merupakan senyawa terpenoid yang memiliki
aktivitas mengikat sterol bebas dalam sistem pencernaan, sehingga dengan

menurunnya jumlah sterol bebas akan mempengaruhi proses pergantian kulit pada
serangga (Dinata, 2009). Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman papaya
seperti akar, daun, batang, dan bunga.Senyawa aktif pada saponin berkemampuan
membentuk busa jika dikocok dengan air dan menghasilkan rasa pahit yang dapat
menurunkan tegangan 14 permukaan sehingga dapat merusak membran sel
serangga.
d. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan
polifenol yang terdapat dalam tanaman pepaya. Mekanisme kerja senyawa tanin
adalah dengan mengaktifkan sistem lisis sel karena aktifnya enzim proteolitik
pada sel tubuh serangga yang terpapar tanin (Harborne , 1987). Menurut Harborne
(1987), senyawa kompleks yang dihasilkan dari interaksi tanin dengan protein
tersebut bersifat racun atau toksik yang dapat berperan dalam menghambat
pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga melalui penghambatan
aktivitas enzim pencernaan. Tanin mempunyai rasa yang sepat dan memiliki
kemampuan menyamak kulit.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu.Salah satu fungsi tanin
dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan herbivora dan sebagai pertahanan
diri bagi tumbuhan itu sendiri (Harborne, 1987).
2.4. Manfaat dari Biopestisida yang Dibuat
Daun pepaya merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa
khusus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan biopestisida. Kandungan
dalam ekstrak daun pepaya, seperti senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloid
sangat efektif dalam membasmi serangga hama. Menurut Aminah et al. (2001)
dalam Yenie et al. (2013), saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan
selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus
menjadi korosif dan akhirnya rusak.Saponin juga dapat menurunkan aktivitas
enzim pencernaan dan penyerapan makanan pada tubuh serangga.Alkaloid
merupakan senyawa yang bersifat toksik dan mampu menghambat nafsu makan
serangga.Sedangkan, Agnetha (2005) dalam Yenie et al. (2013) menyatakan

bahwa flavonoid dapat menganggu metabolisme energi di dalam mitokondria


dengan menghambat sistem pengangkutan elektron.
Dalam Julaily et al. (2013), penggunaan ekstrak daun pepaya dapat
memutuskan atau menggagalkan metamorfosis hama yang memiliki metamorfosis
sempurna. Konsentrasi ekstrak daun pepaya yang tinggi dapat menyebabkan hama
yang menyerang tanaman sawi, seperti ulat krop (Crocidolomia binotalis) hanya
berkembang sampai pada tahap perkembangan larva. Kegagalan metamorfosis
tersebut terjadi akibat senyawa-senyawa toksik yang merusak jaringan saraf,
seperti senyawa alkaloid sehingga menghambat proses larva menjadi pupa.
Ekstrak daun pepaya juga mengandung enzim papain, yang sangat efektif untuk
mengendalikan ulat dan hama penghisap lainnya. Enzim papain merupakan racun
kontak yang masuk ke dalam tubuh hama melalui lubang-lubang alami dari
tubuhnya. Setelah masuk, racun akan menyebar ke seluruh tubuh dan menyerang
sistem saraf sehingga dapat menganggu aktivitas hama. Enzim papain juga dapat
bekerja sebagai enzim protease yang dapat menyerang dan melarutkan komponen
penyusun kutikula serangga pada tanaman sawi yang telah disemprot dengan
ekstrak daun pepaya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nechiyana et al. (2011), ektrak
daun pepaya yang mengandung senyawa papain dapat bekerja sebagai racun
kontak dan racun perut dalam tubuh kutu daun Aphis gossypii. Insektisida ini akan
masuk ke dalam tubuh kutu daun Aphis gossypii dan diserap oleh ventrikulus pada
pencernaan, kemudian ditranslokasikan menuju ke pusat saraf sehingga dapat
menganggu aktifitas metabolisme serangga dan menyebabkan penurunan aktifitas
makan serangga. Respon dari kutu daun Aphis gossypii terhadap ekstrak daun
pepaya yaitu warna tubuh berubah dari warna hijau kehitaman menjadi
hitam.Pergerakan kutu daun Aphis gossypii menjadi lambat, kondisi tubuh
menjadi kaku dan keriput dan akhirnya serangga mati.

BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Proses pembuatan pestisida nabati dilakukan pada :
Hari/Tanggal : 11 November 2015
Pukul

: 17.00 WIB selesai

10

Tempat: Gazebo UB
3.2. Alat dan Bahan
Berikut ini merupakan alat dan bahan-bahan yang digunakan pada saat
pelaksanaan pembuatan pestisida nabati :
Alat :
1.
2.
3.
4.

Pisau
Telenan
Ulekan
Kain halus

:
:
:
:

alat untuk memotong daun pepaya


sebagai alas saat memotng daun pepaya
menghaluskan daun papaya
menyaring ekstrak daun pepaya

Bahan :
1. Daun papaya
2. Air
3. Botol kimia

: Sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati


: Sebagai campuran daun pepaya
: Sebagai wadah pestisida nabati sudah jadi

4. Botol air mineral 1,5 liter : Sebagai wadah fermentasi pestisida nabati yang
dibuat
3.3. Cara Pembuatan Biopestisida
Berikut ini merupakan diagram alur proses pembuatan pestisida nabati :
Menyiapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan

Membersihkan daun papaya dari kotoran-kotoran yang menempel

Memotong semua daun pepaya

Menghalusakan daun papaya yang telah dipotong dengan ulekan

11

Mencampurkan daun papaya yang telah diulek kedalam botol air


mineral yang berisi air dengan perbandingan 1kgdaun :1 L air

Mencampur larutan tersebut sampai merata

Mediamkan larutan selama 24 jam

Menyaring larutan daun pepaya untuk memperoleh ekstrak daun


pepaya

Larutan siap diaplikasikan

12

BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang memanfaatkan bahan-bahan
organik dalam setiap kegiatan budidayanya, tanpa menggunakan bahan-bahan
kimia sintetis. Termasuk dalam hal pengendalian hama penyakit yang
mengganggu

kegiatan

budidaya,

pestisida

yang

digunakan

juga

harus

mengandung bahan-bahan organik dan alami, tanpa campuran bahan kimia


sintetis.
Dalam

praktikum

Pertanian

Organik

ini,

kami

mencoba

untuk

mempraktikkan bagaimana membuat Biopestisida yang terbuat dari bahan daun


pepaya (Carica papaya. L) yang mengandung zat-zat seperti Papain, Flavonoid,
Saponin dan Tanin yang secara keseluruhan mengandung zat racun insektisan
yang mampu untuk membasmi OPT, salah satunya adalah kutu daun (Aphis
gosypii) secara alami dan ramah lingkungan.
3.2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat kami berikan, antara lain:
1. Sebaiknya para petani dan pencinta tanaman menggunakan pestisida alami
sebagai pengganti dari pestisida sintesis yang digunakan agar keseimbangan
lingkungan tetap terjaga.
2. Jangan menggunakan pestisida alami kepada hama yang tidak sesuai

DAFTAR PUSTAKA

13

Aak. 1990. Bertanam Pohon Buah-buahan 2.Yogyakarta : Yayasan Kanisius


BBPPTP Ambon. 2013. Menguntungkan dengan Penggunaan Pestisida [Online].
Tersedia

di

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-246-

menguntungkan-dengan-penggunaan-biopestisida-.html.Diakses

tanggal

10 November 2015.
Dinata, A. 2003.Mengatasi DBD Dengan Kulit Jengkol.Skripsi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Sebelas Maret.
Djafaruddin., 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman.Jakarta :
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Djunaedy, Achmad.

2009.

Biopestisida

sebagai

Pengendali

Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal Embryo


Vol. 6 No. 1. Universitas Trunojoyo, Madura.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Institut Teksnologi Bandung. Bandung.
Julaily, Noorbetha et al. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi
(Brassica juncea L.)Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya
L.). Jurnal Protobiont Vol. 2 (3): 171-175. Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Juliantara, K. 2010. Informansi Tanaman Hias Indonesia :Pemanfaatan Ekstrak
Daun Pepaya (Carica papaya) Sebagai Pestisida Alami yang Ramah
Lingkungan. Tersedia di www.kebonkembang.com. Diakses tanggal
10November 2015.
Kalie, M. B. 1996. Bertanam PepayaEdisi Revisi. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Nani S. dan Dian S. 1996.Tinjauan Hasil Penelitian Tanaman Obat di Berbagai
Institut III. Jakarta
Nechiyana et al. 2011.Penggunaan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
untuk Mengendalikan Hama Kutu Daun (Aphis gossypii Glover) pada
Tanaman

Cabai

(Capsicum

annum

L.)[Online].

Tersedia

di

http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1298/jurnal
%20penelitian%20Nechiyana.pdf?sequence=1.

Diakses

tanggal

11

November 2015.

14

Prijono, D. 2007. Modul Praktikum Toksikologi Insektisida Pengujian Toksisitas


Insektisida. Departemen Proteksi Tanaman. IPB. Bogor.
Rochmatul, H. R. 2003. Mempelajari Proses Produksi Bubuk Pepaya
Terfermentasi Menggunakan Spray Dryer.Skripsi.Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Setiaji, A. 2009.Efektivitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk
Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp. yang Diinfeksi
Bakteri Aeromonas hydrophila. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Suprapti, M.L. 2005.Teknologi Pengolahan Pangan Aneka Olahan Pepaya
Mentah. Yogyakarta : Kanisius.
Suwahyono, Untung. 2013. Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan
Biopestisida.Depok: Penebar Swadaya.
Warisno. 2003. Budidaya Papaya. Yogyakarta :Kanisius
Yenie, Elvi et al. 2013. Pembuatan Pestisida Organik Menggunakan Metode
Ekstraksi dari Sampah Daun Pepaya dan Umbi Bawang Putih. Jurnal
Teknik Lingkungan. Jurnal UNAND 10 (1): 46-59 (Januari 2013).
Universitas Riau, Pekanbaru.

LAMPIRAN
1. Daun pepaya sebagai bahan baku

biopestisida

3. Daun

pepaya

yang

sudah

dirajang kemudian dihaluskan


15

2. Perajangan daun pepaya

4. Daun pepaya yang sudah halus


dimasukkan ke dalam air

16

Anda mungkin juga menyukai