Anda di halaman 1dari 39

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas tanaman sawi banyak digemari oleh masyarakat Indonesia,

terjadi peningkatan konsumsi sekitar 7,43 juta Kg di tahun 2015-2016 (Badan

Pusat Statistik, 2017). Berdasarkan data tersebut memungkinkan adanya

peningkatan konsumsi sayur pada tahun berikutnya, namun sawi memiliki

beberapa kendala penurunan produksi diantaranya serangan OPT (Organisme

Pengganggu Tanaman), sehingga banyak petani yang mengalami kerugian akibat

serangan OPT yang membuat petani terpaksa menggunakan pestisida sintetis

untuk menanggulangi masalah serangan OPT yang merusak tanaman sawi

(Nurshanti, 2010).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang sering dijumpai di area

perkebunan tanaman sawi adalah serangan Plutella xyllostella L. hama ini

menempati kedudukan sebagai hama utama pada tanaman sawi, kerugian yang

ditimbulkan akibat serangan hama Plutella xyllostella L. mencapai 100 % pada

fase larva (Rakhman, 2014). Di Indonesia khususnya daerah jawa dan Sumatra

hama Plutella xyllostella L. sudah resisten terhadap insektisida sintetik akibat

konsumsi bahan kimia yang terlalu tinggi dikabarkan penyemprotan dilakukan

minimal 2-3 kali dalam satu minggu (Herlinda, 2004).

Konsep pertanian ramah lingungan adalah konsep pertanian yang

mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada lingkungan

ekosistem, dimana pertanian ramah lingkungan ini pelaksanaannya menggunakan

bahan yang relatif murah dan peralatan yang relatif sederhana tanpa meninggalkan
2

dampak yang negatif bagi lingkungan, dengan memanfaatkan sumberdaya alam

yang ada disekitar kita, seperti penggunaan tumbuh-tumbuhan untuk menunjang

keberhasilan konsep pertanian yang ramah lingkungan tersebut (Utami et al.,

2014).

Biopestisida merupakan salah satu upaya alternatif dalam pengendalian

hama pengganggu tanaman dan sangat aman bagi manusia dan lingkungan,

dikarenakan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biopestisida berasal

dari alam dan sifatnya alami. Produk pestisida alami yang bahan utama

pembuaatannya berasal dari bagian tanaman seperti akar, batang, daun atau

buahnya yang diduga mempunyai senyawa metabolit sekunder yang dapat

digunakan sebagai pegendali hama pengganggu tanaman (Asmaliyah et al., 2010).

Pestisida ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun

limgkungan serta dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah

dan peralatan yang sederhana (Utomo et al., 2017).

Tuba adalah tumbuhan yang tumbuh liar berpencar-pencar ditempat yang

tidak begitu kering seperti ditepi hutan, dipinggir sungai bahkan dalam hutan

belantara yang masih liar namun tidak jarang ditanam dikebun atau pekarangan.

Tanaman tuba sangat beracun bagi ikan dan serangga hama, diketahui saat ini ada

beberapa serangga hama yang dapat dikendalikan dengan menggunakan ekstrak

tanaman tuba sebagai bahan pestisida botani antara lain: Plutella xyllostella L.

(Utomo et al., 2017), kutu daun aphis (Sistomo, 2013), serta dapat digunakan

sebagai bahan anti parasit (antiektoparasit) pada kulit hewan peliharaan seperti

anjing (Ginting et al., 2015). Menurut hasil penelitian (Rozi et al., 2015) semakin
3

tinggi konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan maka semakin tinggi pula

tingkat kematian pada hama lalat buah (Bactrocera dorsalis Hend.), karena pada

perlakuan ekstrak akar tuba 0,045 % lebih efektif dalam membunuh hama lalat

buah dengan tingkat kematian 2,65 ekor lebih tinggi jika dibandingkan dengan

berapa perlakuan lainnya.

Tuba mengendalikan beberapa serangga hama pada lahan pertanian

dikarenakan tuba memiliki satu senyawa kimia yang tergolong kedalam golongan

flavonoid. Senyawa racun itu disebut rotenon (C23H22O6), senyawa ini banyak

terdapat dalam getah tanaman tuba (Ginting et al., 2015). Bagian tanaman tuba

yang memiliki senyawa rotenon paling besar ada di bagian akar dengan

kandungan sebesar 28,32% didapatkan dari 500 g serbuk akar tuba (Hendriana,

2011), maka dari itu masyarakat sering menggunakan akar tuba sebagai racun

ikan dengan cara memukul-mukul akar tuba di aliran sungai. Menurut (Lukman,

2014) meski rotenon memiliki daya racun yang kuat, tidak membuat resisten

terhadap organisme tertentu, senyawa ini secara alami tidak akan meninggalkan

residu serta tidak menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.

Arthropoda adalah filum terbesar diantara filum-filum yang lain, karena

75% dari serangga yang telah dikenali merupakan anggota dari filum ini.

Sebagian besar dari jenis hama tanaman termasuk kedalam filum Arthropoda,

secara sederhana memahami tentang morfologi serangga dapat digunakan untuk

mengenali dan menentukan kelompok serangga tersebut. Apakah anggota

serangga yang tergolong filum Arthropoda mempunyai peran penting terhadap


4

tanaman (musuh alami) atau sebaliknya menjadi hama bagi tanaman (Yatno et al.,

2013).

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian awal untuk

menghitung keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman sawi yang diberi

perlakuan penyemprotan ekrtrak akar tuba (Derris elliptica L.) sebagai dasar

alternatif pemilihan biopestisida yang ramah lingkungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah;

1. Mengetahui pengaruh pengaplikasian beberapa dosis ekstrak akar tuba

(Derris elliptica L.) terhadap tingkat keanekaragaman Arthropoda pada

pertanaman sawi.

2. Menentukan dosis ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) yang menghasilkan

indeks keanekaragaman paling tinggi (H’) pada pertanaman sawi.

Rumusan Masalah

1. Apakah aplikasi ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) dapat

mempengaruhi keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman sawi ?

2. Berapakah dosis ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) yang

mempengaruhi indeks keanekaragaman Arthropoda paling tinggi pada

pertanaman sawi ?
5

Hipotesis

1. Ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) dapat mempengaruhi

keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman sawi.

2. Dapat diketahui dosis ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) efektif dalam

mempengaruhi keanekaragaman Arthropoda paling tinggi pada

pertanaman sawi.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian dari penggunaan ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.)

sebagai pestisida botanis dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti

lainnya.

2. Dapat memberikan informasi mengenai dosis yang efektif dalam

mempengaruhi keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman sawi.


TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sawi

Sawi adalah salah satu sayuran daun yang banyak menyumbang asupan

vitamin bagi tubuh manusia diantaranya provitamin A dan vitamin C. sayuran

dengan nama imiah (Brassica juncea L.) ini merupakan tumbuhan yang dapat

tumbuh subur di daera panas maupun sejuk. Tanaman ini umumnya

dibudidayakan oleh petani pada daerah yang memiliki ketinggia tempat antara

100-1200 meter dpl. Tanaman sawi memiliki struktur morfologi yang ampir sama

dengan jenis tanaman sayuran lainya seperti pada daun, batang dan akarnya serta

bunganya, berikut penjelasan pembagian klaifikasi dan morfologi tanaman sawi

(Nurshanti, 2010).

Morfologi Tanaman Sawi

Menurut (Lestari, 2015) klasifkasi dan mofologi tanaman sawi (Brassica

juncea L.) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Super Division: Spermatophyte

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliophyta

Ordo : Capparales

Family : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.


7

Akar

Tanaman sawi memiliki sistem perakaran tungang, perakaran sawi

menyebar kesemua bagian tanah hingga ke permukaan tanah. Akar tanaman sawi

dapat menembus hingga kedalaman 30-50 cm yang berfungsi sebagai alat untuk

menyerap air dan unsur hara yang ada pada tanah.

Batang

Tanaman sawi sejatinya mempunyai batang berukuran pendek, beruas dan

berarna hijau. Secara kasat mata batang tanaman ini tidak terlihat namun

berfungsi sebagai penopang tubuh tanaman serta tempat tumbuhnya daun sawi,

bagian ini tegak lurus diatas permukaan tanah.

Daun

Daun tanaman sawi sangat mudah untuk dikenali, hal ini terlihat dari ciri

daun yang berbentuk bulat/lonjong, melebar, berwarna hijau muda atau hijau tua

serta tidak berbulu alias licin. Ukuran tangkai daun mengikuti ukuran daun sawi

ada yang berukuran panjang dan ada pula yang pendek dengan tulang daun yang

menyirip dan bercabang-cabang.

Bunga

Bunga pada tanaman sawi memiliki struktur bunga yang tumbuhnya

memanjang dan bercabang banyak, pda kuntum bunga tanaman ini terdiri dari
8

empat kelopak bunga, empat mahkota bunga dengan warna kuning, empat helai

benang sari serta putik buunga dengan 2 buah rongga. Proses penyerbukannya

terjadi dengan bantuan angin dan serangga kecil.

Buah dan Biji

Buah tanaman sawi termasuk kedalam jenis polong-polongan dengan

bentuk bulat lonjong memanjang dan berongga. Tiap polong biji sawi birisikan 2-

8 butir biji yang berbentuk bulat dan berukuran kecil serta berwarna cokla

kehitaman. Permukaan biji sawi licin mengkilap, keras dan sedikit agak berlendir.

Syarat Tumbuh Tanaman Sawi

Tanaman sawi adalah salah satu tanaman yang tahan terhadap hujan

sehinga tanaman ini dapat ditanam sepanjang tahun namun saat musim kemarau

dapat dilakukan penyiraman rutin, disamping cara membudidayakan tanaman ini

terbilang cukup mudah dan memiliki umur yang relatif singkat mulai dari awal

penanaman hingga masa panen tiba, hanya memerlukan waktu sekitar 40 hari

setelah tanam (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2010).

Menurut (Fuad, 2010) membudidayakan tanaman ini terbilang cukup

mudah selain memiliki masa tanam yang relatif singkat dan dapat di tanam

sepanjang tahun, namun petani harus memiliki keterampilan dalam budidaya

tanaman tersebut agar hasil produksi tanaman dapat memuaskan, ada beberapa

langkah yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan tanaman sawi sebagai

berikut:
9

Pengolahan Lahan

Tanah yang digunakan untuk menanam sawi haruslah gembur,

penggemburn tanah dilakukan dengan mencangkul atau menggunakan traktor

serta harus terbebas dari gulma, kemudian membuat bedengan dengan lebar 120

cm dan tinggi bedengan 20-30 cm serta jarak antar bedengan 30 cm. Pupuk dasar

yang digunakan sebaiknya menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dengan

perbandingan 10 ton/ha atau pupuk TSP sebanyak 100 Kg/ha dan KCL 75 Kg/ha,

untuk daerah yang memiliki pH tanah masam harus terlebih dahulu dilakukan

proses pengapuran yang dilakukan sekitar 2-4 minggu sebelum masa tanam, pada

proses ini dapat menggunakan dolomit (CaMg(CO3)2) atau kapur kalsit (CaCO3)

(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2010).

Penyemaian

Tahap awal penyemaian tanaman sawi adalah dengan membuat tempat

penyemaian berupa bedengan dilahan dengan ukuran 1,2 x 1,2 meter dan

menambahkan pupuk kandang 0,04 gr/tanaman atau KCL 7,5 gr/tanaman, urea

20 gr/tanaman, TSP 10 gr serta bedengan tersebut di beri atap, pemupukan

dilakukan 2 minggu sebelum tabur benih. Penyemaian dilakukan dengan

menebarkan benih di atas bedengan sesuai kebutuhan lahan yang dimiliki lalu

tutup dengan tanah atau kompos setebal 1- 2 cm.


10

Penanaman

Penanaman tanaman sawi dilakukan setelah bibit sawi memiliki 2-3 helai

daun di tempat persemaian, pemindahan bibit sawi ke bedengan yang telah diberi

jarak tanam sekitar 20 x 20 cm atau 30 x 30 cm sebaiknya dilakuan pada saat pagi

atau sore hari untuk menghindari dehidrasi pada tanaman. Jika tanaman ada yang

tidak tumbuh atau mati maka harus segera dilakukan penyulaman atau menanam

tanaman pengganti.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dlakukan oleh petani pada umumnya adalah

melakukan penyiraman saat hanya musim kemarau, penjarangan dilakukan sekitar

10 hari setelah tanam yang bertujuan agar anaman yang jarak tanamannya terlalu

dekat dapat disesuaikan dengan jarak tanam aslinya, penyulaman dilakukan jika

ada salah satu tanaman mati atau rusak yang di akibatkan karna penyakit atau

hama, penyiangan biasanya dilakukan sebanyak 3 kali selama periode tanam,

pemupukan susulan dilakukan setelah tanaman berumur 25 hari setelah tanam

dengan pemberian urea sebanyak 50 Kg/ha (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jambi, 2010).

Pengendalian OPT

Kendala yang dihadapi dalam membudidayakan tanaman sawi adalah

hama dan penyakit, oleh karena itu kita sebagai pembudidadaya harus
11

memperhatikan dan juga mengendalikan OPT tersebut karena ini akan

menyangkut pada hasil produktivitas dan mengakibatkan tanaman gagal panen.

Beberapa cara untuk mengendalikan OPT pada tanaman sawi antara lain:

pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara fisik dan mekanik,

pengendalian secara biologi dan pengendalian secara kimia. Tiga dari empat cara

pengendalian OPT pengendalian secara kimia adalah pilihan terakhir Karena cara

dan biaya yang diperlukan cukup mudah dan murah, lain halnya pengendalian

secara kultur teknis, fisik, mekanik dan secara biologi cara ini memerlukan

pengamatan dan membutuhkan waktu yang lebih banyak. Keunggulan dari ketiga

cara tersebut yaitu berkurangnya penggunaan pestisida dan meningkatnya

pemakaian bahan organik untuk memperbaiki lahan dan menekan pencemaran

lingkungan, sehingga produk pertanian yang dihasilkan lebih aman dan

kelangsungan produksi lebih terjamin (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jambi, 2010).

Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian hama secara kimia terbilang masih sangat populer

dikalangan petani karena cara dan prosesnya yang sangat mudah dan dapat

memberikan hasil yang cepat. Pengendalian secara kimia terbagi menjadi dua

jenis berdasarkan bahan yang terkandung dalam sebuah cairan pestisida antara

lain: pestisida sintetik dan pestisida botani (Asmaliyah et al., 2010).


12

Pestisida Sintetik

Pestisida sintetik adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari bahan-

bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan hama, baik berupa tumbuhan,

serangga maupun hewan di lingkungan sekitar kita. Beberapa jenis pestisida yang

dapat digunakan dalam pengedalian OPT dan banyak dijual dipasaran antara lain:

insektisida (untuk membunuh hama), herbisida (untuk membunuh gulma),

fungisida (untuk membunuh jamur), yang perlu diperhatikan saat memakai

pestisida untuk lahan pertanian adalah harus sesuai dosis yang dianjurkan agar

tidak terjadi pencemaran tanah, air dan udara (Asmaliyah et al., 2010).

Pestisida Botani

Pestisida botani adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman

atau tumbuhan yang berkhasiat untuk mengendalikan serangga hama pada

tanaman. Pestisida botani tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi

tanaman maupun lingkunagan seperti pestisida kimia serta dapat dibuat dengan

mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana. Beberapa

jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida botani antara lain: bawang

putih, daun mimba, kencur, kayu manis, belimbing wuluh, akar tuba dan masih

banyak lagi jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida botani. Masing-

masing dari tanaman tersebut memiliki bahan aktif yang mampu berperan sebagai

pestida untuk mengendalikan OPT (Kementrian Pertanian, 2012).


13

Hama Penting Tanaman Sawi

Hama penting yang menyerang tanaman sawi pada fase vegetatif adalah

ulat ulat tritip (Plutella Xylostella), Ulat Tanah (Agrotis sp), ulat gerayak

(Spodoptera litura), leaf miner ( Lirimyza sp).

Ulat Tritip (Plutella Xylostella L.)

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insect

Ordo : Lepidoptera

Famili : Plutellidae.

Gambar 1: Ulat Tritip (Plutella Xylostella L.).


(Sumber: Pandeirot, 2015).

Telur larva Plutella xylostella L. berukuran sangat kecil yang diletakkan

dibawah daun secara tunggal, serangga Plutella xylostella L. mampu

menghasilkan telur sebanyak 100- 200 butir dan akan menetas pada hari ke 6

setelah peletakkan telur tersebut. Larva Plutella xylostella L. dilapangan

perkembangannya mencapai 4 instar. Larva instar pertama adalah larva yang baru

keluar dari telur dan langsung menggerek dan masuk kedalam daging daun. Instar

kedua barulah larva keluar dari daun danterua akan berkembang sampai menjadi

instar ke 4. Lama perkembangannya sekitar 10 hari dan memiliki perkembangan


14

maksimum dengan ukuran mencapai 20 cm. Gejala permukaan daun dan akar

rusak, berlubang dan tidak rata serta daun akan kering (Winarto dan Nazir, 2004).

Ulat Tanah (Agrotis sp)

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insect

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae. Hufnagel, 1766 (ITIS).

Gambar 2: Larva (Agrotis ipsilon).


(Sumber: john, 2015).

Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah

sedalam 5-10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva akan aktif pada malam hari

untuk memakan pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna

kuning kecokelatan dengan ukuran panjang antara 1-2 mm, jika merasa terganggu

larva akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak seolah-olah mati, stadium

larva berlangsung 36 hari. Gejala merusak akar tanaman sehingga tanaman

menjadi layu, menguning dan akhirnya mati. (Hapsari, 2006).

Ulat Gerayak ( spodoptera litura)

Imago betina akan meletakkan telur pada malam hari, telur berbentuk bulat

lonjong yang diletakkan secara berkelompok diatas permukaan daun tanaman.

Dalam satu kelompok jumlah telur sekitar 30-100 butir, telur akan menetas setelah
15

berumur 4 hari saat pagi hari. Ulat yantg baru menetas berwarna hijau muda,

bagian sisi coklat tua atau hitam dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian

larva akan menyebar dengan menggunakan benang sutra dari mulutnya, biasanya

ulat akan berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.

Gejala daun tanaman menguning, berlubang dan tidak beraturan (Fattah dan ilyas,

2016).

Gambar 3: Larva Ulat Gerayak ( spodoptera litura).


(Sumber: Fattah dan ilyas, 2016).

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae. Latreilla, 1809 (ITIS).

Penggorok Daun (Liriomyza huidobreansis)

Telur Liriomyza huldobreasis berwarna putih bening berukuran 0,28 mm,

larva berwarna putih susu atau putih kekuningan dan yang sudah dewasa

berukuran 3,5 mm. lama stadium telur berlangsung 4 hari, stadium larva 12 hari

dan stadium pupa 12 hari. Imago betina dapat hidup selama 14 hari dan imago

jantan 9 hari, perkawinan terjadi sehari setelah imago keluar dari pupa dan pada

hari berikutnya imago sudah mulai meletakkan telur. Jumlah telur yang dihasilkan

oleh betina selama hidupnya sekitar 50-300 butir, Gejala serangan daun
16

menguning, terdapat bercak kuning hingga kecoklatan dan daun akan layu serta

mati (Hikmawati et al., 2013).

Gambar 4: Imago Penggorok Daun (Liriomyza huidobreansis).


(Sumber: Hikmawati et al., 2013).

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Agromizidae. Blanchard, 1926 (ITIS).

Predator Pada Tanaman Sawi

Predator adalah serangga yang menguntungkan karena dapat melindungi

tanaman dari serangan OPT, dengan cara menjadikan OPT tersebut sebagai

mangsa utama atau sumber makanan bagi predator seperti :

Semut

Semut pada umumnya tidak merusak tanaman budidaya, semut merupakan

musuh alami karena menyerang ulat dan beberapa macam hama lainnya. Semut

adalah serangga social, dalam masyarakat semut terdapat beberapa lapisan social,

lapisan yang sangat berkuasa adalah sang ratu yang dapat menghasilkan telur.

Telur-telur itu akan dipelihara oleh semut pekerja (Suhara, 2009).


17

Gambar 5: Imago Semut (Camponotus sericeus).


(Sumber: Suhara, 2009).

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Formicidae. Fabricius, 1798 (ITIS).

Laba-Laba Serigala (Camponotus sericeus).

Phylum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : araneae

Famili : Lycosidae. Hentz, 1844 (ITIS).

Gambar 6: Imago Laba-Laba Serigala (Camponotus sericeus).


(Sumber: Kurniawan et al., 2014).

Laba-laba serigala umumnya aktif pada malam hari, laba-laba ini tidak

membuat sarang, tapi berburu mangsa sehingga disebut lba-lba pemburu. Area

perburuan laba-laba serigala adalah diatas tanah, cabang dan dedaunan tanaman.

laba-laba ini memakan ngengat, ulat dan serangga, laba-laba ini akan
18

menyuntikan racun yang dapat melumpuhkan korban baru menghisap tubuh

korban, laba-laba serigala biasanya memangsa ngengat, ulat dan serangga lainnya.

Laba-Laba Pemburu (Lycosa pseudoannulata)

Phylum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili : Sparassidae. Linaeus, 1767 (ITIS).

Gambar 7: Imago Laba-Laba Pemburu (Lycosa pseudoannulata).


(Sumber: Anonim 1. 2000).

Laba-laba jenis ini merupakan salah satu musuh alami yang sering

dijumpai pada tanaman hortikultura, laba-laba ini ebrsifat generalis karena

memiliki mangsa berbagai jenis serangga, terutama yang berstatus hama.

Peranannya sebagai musuh alami dalam ekosistem pertanian sangat penting

bahkan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pengendalian hama dengan

insektisida. Daur hidup laba-laba lycosa dari telur hingga dewasa sekitar kurang

lebih 200 hari. Populasi laba-laba dewasa di alam terdiri dari dua generasi,

perkembangan laba-laba muda menjadi dewasa melalui 10 kali pergantian kulit,

pada betina 9 kali pergantian kulit dan pada jantan 8 kali pergantian kulit.
19

Capung Jarum

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Odonata

Sub ordo : Zygoptera. Selys, 1854 (ITIS).

Gambar 8: Imago Capung Jarum (zygoptera).


(Sumber: Pamungkas dan Ridwan, 2015).

Capung merupakan serangga yang tidak menggigit ataupun bersengat,

capung merupakan hewan yang memiliki peran penting dalam ekosistem dalam

menjaga keseimbangan rantai makanan. Capung merupakan predator bagi

serangga yang lebih kecil dari tubuhnya. Capung jarum tubuhnya ramping dan

kecil seperti jarum, bila sedang hinggap sayapnya akan menutup rapat ke

tubuhnya. Capung jarum berkembang biak dengan meletakkan telurnya pada

tumbuhan air, setelah menetap larva capung hidup dan berkembang didasar

perairan serta mengalami metamorfosos hingga menjadi nimfa didalam air.

Setelah dewasa barulah capung akan keluar dari air sebagai capung dewasa.

Siklus hidup capung dari telur hingga mati antara 6 bulan dan maksimal 6 tahun.
20

Laba-Laba Lompat

Phylum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili : Salticidae. Hentz, 1845 (ITIS).

Gambar 9: Imago Laba-Laba Lompat (Phidippus audax).


(Sumber: Anonim 1. 2000).

Laba-laba lompat aktif sepanjang hari, laba-laba ini tidak membuat sarang

tetapi meronda ditanaman mencari mangsa. Laba-laba ini dapat menagkap

mangsa yang lebih besar dari tubuhnya seperti ngengat, dengan menusukkan

racun yang dapat melumpuhkan mangsanya ke mudian menghisap cairannya.

Laba-laba lompat bergerak cepat, saat melompat laba-laba ini akan meningkalkan

benang sarang supaya tidak jatuh ketanah. Laba-laba jantan akan menggoyangkan

kaki depannya untuk merayu betina, setelah kawin laba-laba betina akan

meletakkan telur didalam didalam sarung sutra dan menjaganya hingga menetas.

Laba-Laba Bermata Tajam

Phylum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili : Oxyopidae. Thorell, 1887 (ITIS).


21

Gambar 10: Imago Laba-Laba Bermata Tajam (Oxyopes birmanicus).


(Sumber: Anonim 1. 2000).

Laba-laba bermata tajam tergolong kedalam laba-laba pemburu yang aktif

sepanjang hari tidak membuat jarring, berburu dengan cara menerkam mangsanya

namun terkadang menunggu mangsa lewat atau berpatroli ditanam-tanaman untuk

mencari mangsa. Laba-laba bermata tajam adalah jenis pemburu yang efektif

karena dapat menangkap mangsa yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri,

bahkan dapat menangkap ngengat dan ulat, kemudian memegangnya sambil

menghisap cairannya.

Tanaman Tuba

Tuba adalah nama jenis tumbuhan dari Asia Tenggara yang merupakan

jenis tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya sebagai

peracun ikan. Akar dari tanaman ini memiliki kandungan senyawa rotenone,

sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga. Tuba banyak dikenal dengan nama-

nama lokal seperti areuy kidang (Sunda), jenu (Jawa), mombul (Madura).

Tanaman tuba dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah Indonesia juga dapat

ditemukan di Bangladesh, kepulauan di pasifik (Ginting et al., 2015).


22

Morfologi Tanaman Tuba

Menurut (Ginting et al., 2015) klasifkasi tanaman tuba (Derris elliptica)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliophyta

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae

Genus : Derris

Spesies : Derris elliptica

Akar tuba mengandung bahan yang bersifat racun bagi binatang dan

serangga, tanaman ini sering digunakan untuk meracun ikan. Tanaman ini

memliki batang yang merambat dan berkayu lunak, panjangnya dapat mencapai

10-16 meter. Daunnya tersebar disepanjang tangakai dan sisi bawah daun

berwarna hijau keabu-abuan atau hijau kebiru-biruan, mempunyai lobi ganjil (9-

13 helai yang berbentuk oval), bunganya merah muda berkelompok pada ketiak

daun, polongnya pipih dan kecokelatan yang panjangnya dapat mencapai 3-5 cm.

tanaman tuba ini dapat dibudidayakan dengan cara stek batang dengan panjang

antara 25-30 cm dan dapat dipenen setelah berumur 2 tahun ketika kandungan

rotenonnya paling tinggi, jika ingin disimpan dalam keadaan kering tanaman tuba

harus dikeringkan hingga memiliki kadar air sekitar 10% (Firdaus, 2010).
23

Kandungan Tanaman Tuba

Akar tuba mengandung senyawa racun yang dapat digunakan untuk

mengendalikan OPT, baik diluar ruangan maupun didalam ruangan. Senyawa

racun yang ada ada tanaman tuba adalah: rotenon, deguelin, ellipton dan toxicarol.

Rotenon adalah senyawa alami utama yang terkandung dalam akar tuba, pada

umumnya tanaman tuba digunakan oleh masyarakat sebagai racun ikan, namun

juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan insektisida untuk pemberantasan

OPT pada tanaman terutama tanaman sayur-sayuran (Sihobing et al., 2015).

Senyawa Rotenon berfungsi sebagai racun perut, racun perut adalah pestisida

yang membunuh hama dengan cara masuk kedalam saluran pencernaan serangga

akibat tanaman yang dimakan oleh serangga. Serangga akan mengalami

penurunan nafsu makan akibat memakan dedaunan yang mengandung residu dari

senyawa rotenon, senyawa rotenon bersifat antifeedant bagi serangga (Asrini,

2013).

Tabel 1. Daftar penelitian yang telah menggunakan akar tuba sebagai biopestisida
terhadap hama.
No. Konsentrat Hama Hasil Penelitian Sumber
Akar Tuba Sasaran Referensi
1 0,6 % (6 g/L Kutu daun Mampu membunuh 91,66 Sistomo et al.,
air) tepung akar Aphis % kutu daun Aphis 2013.
tuba glycine glycine
2 30 ml/L air (ulat tritip) Konsentrasi 30 ml/L air Utomo et al.,
ekstrak akar Plutella berpengaruh sangat nyata 2017.
tuba xylostella L. terhadap mortalitas larva
Plutella xylostella L.
24

Tabel 1. Lanjutan.

3 3 % (3 g/L Caplak anjing Konsentrasi 3 % (3 g/L Hustasoit et


air) ekstrak secara invitro air) efektif untuk al., 2015.
akar tuba membunuh caplak anjing
4 40 g/L air Keong mas Konsentrasi 40 g/L air Solihin dan
ekstrak akar Pomacea merupakan konsentrasi madarum,
tuba canaliculata paling efektif dan cepat 2017.
untuk membunuh keong
mas
5 5 % ekstrak Ulat grayak Konsnetrasi 5 % ekstrak Triyawati,
akar tuba Spodoptera akar tuba efektif dalam 2007.
Litura F. mortalitas ulat grayak
sebesar 15 % secara in-
vitro
6 0,045 % Lalat buah Efektif untuk Rozi et al.,
ekstrak akar Bactrocera mengendalikan lalat buah 2015.
tuba dorsalis hend. pada konsentrasi 0,045 %
METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Akar Tuba. Bahan dasar pembuatan pestisida botanis.

Bibit Sawi verietas (Shinta). Bahan tanam sekaligus objek penelitian.

Air. Digunakan untuk melarutkan serbuk akar tuba.

Methanol. Digunakan sebagai pelarut organik untuk mengekstrak akar tuba.

Sabun Dasar (base soap). Digunakan sebagai campuran pestisida botanis.

Pupuk Kandang Ayam. Digunakan sebagai pupuk dasar penggembur tanah.

Pupuk Urea, SP-36 Dan KCL. Digunakan sebagai penambah nutrisi untuk

tanaman.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai brikut:

Cangkul. Digunakan untuk membuat bedengan.

Parang. Digunakan untuk mencungkil akar tanaman tuba dari tanah.

Timbangan. Digunakan untuk menimbang akar tuba yang didapat.

Blender. Digunakan untuk menghaluskan akar tuba yang telah kering.

Ayakan Tepung. Digunakan untuk memisahkan serbuk akar tuba yang telah

diblender.

Meteran. Digunkan untuk mengukur bedengan lahan percobaan.

Shaker. Digunakan untuk mengojlok campuran serbuk akar tuba dan methanol.
26

Handsprayer. Digunakan untuk menyemprotkan biopestisida ke lahan percobaan.

Erlenmeyer. Tabung untuk maserasi serbuk akar tuba.

Gelas Beker. Digunakan untuk menampung maserat ekstrak akar tuba.

Perangkap Jaring (Sweep Net). Digunakan untuk menangkap serangga vegetasi

(pemakan daun) sawi, dengan melakukan 10 kali ayunan ganda.

Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap). Digunakan untuk perangkap serangga yang hidup

dipermukaan tanah dan aktif pada siang dan malam hari, yang di letakkan

masing-masing 1 perangkap ditengah petak dan 4 perangkap disisi petak.

Perangkap Cahaya ( Light Trap). Digunakan untuk menangkap serangga yang

respon terhadap cahaya pada malam hari, diletakkan 1 perangkap disetiap

petakan.

Perangkap Kuning. Digunakan untuk memikat serangga yang diletakkan ditengah

petak masing-masing 1 perangkap.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu

faktor dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan sehingga didapatkan 25 satuan

percobaan. Perlakuan sebagai berikut:

T1 = kontrol

T2 = Ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 2 gram/L air.

T3 = Ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 4 gram/L air.

T4 = Ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 6 gram/L air.

T5 = Ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 8 gram/L air.


27

Tabel 2. Kombinasi perlakuan.

Perlakuan Kelompok
1 2 3 4 5
T1 T1 (1) T1 (2) T1 (3) T1 (4) T1 (5)
T2 T2 (1) T2 (2) T2 (3) T2 (4) T2 (5)

T3 T3 (1) T3(2) T3 (3) T3 (4) T3 (5)


T4 T4 (1) T4 (2) T4 (3) T4 (4) T4 (5)

T5 T5 (1) T5 (2) T5 (3) T5 (4) T5 (5)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Penelitian ini

dilaksakan pada bulan April hingga bulan Juni 2018, Jalan A. Yani Km 36

Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Pestisida Botanis

Akar tuba yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari hutan

dengan cara mencongkel bagian akar tanaman dengan menggunakan parang. Akar

tuba yang didapat harus langsung dibersihkan dari tanah yang menempel agar

didapatkan ekstrak akar tuba yang bersih dari kotoran. Setelah dibersihkan akar

tuba dijemur dibawah sinar matahari selama 5 hari jika cuaca panas, namun akan

memakan waktu hingga 10 hari jika cuaca tidak mendukung. Akar tuba yang
28

sudah kering kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya diblender hingga menjadi

bubuk dan diayak dengan menggunakan ayakan tepung untuk memisahkan

serbuk akar tuba dengan kotoran yang tidak diperlukan. Akar tuba yang sudah

menjadi bubuk kemudian ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan kedalam

Erlenmeyer kemudian ditambahkan 150 ml metanol lalu dikocok menggunakan

shaker selama 3 jam. Selanjutnya disaring menggunakan filter dan diambil

maseratnya, untuk pengocokan yang kedua tambahkan 100 ml metanol kemudian

kocok lagi selama 3 jam dan saring menggunakan kertas saring untuk

mendapatkan maseratnya. Maserat pertama dan yang kedua di tempatkan dalam

satu wadah datar dan dibiarkan selama 2 hari agar metanol dapat menguap, setelah

metanol menguap akan didapatkan cairan pekat. Cairan pekat yang didapat

ditambahkan pelarut eter guna membuat cairan pekat akar tuba menjadi endapan

berupa gel dan siap untuk digunakan (Hutasoid et al., 2015).

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bedengan berukuran

2x2 meter menggunakan cangkul dan jarak antar petak 20 cm karena perlakuan

yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 5 kali ulangan maka akan

didapatkan 25 buah petak. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 20 cm

sehingga akan membutuhkan 100 bibit tanaman/petak, sehingga total bibit yang

diperlukan adalah 2500 bibit tanaman. Serta diberikan pupuk susulan berupa urea

220 kg.ha-1, SP-36 73 kg.ha-1, KCl 73 kg.ha-1 (cahyono, 2003) pemupukan

dilakukan dengan cara penaburan pada sore hari.


29

Aplikasi Pestisida Botani Ekstrak Akar Tuba

Pengaplikasian ekstrak akar tuba kelahan dengan konsentrasi yang berbeda

yaitu 0 g/ L air (sebagai kontrol), 2 g/ L air, 4 g/ L air, 6 g/L air, 8 g/L air

dilakukan 2 (dua) kali setelah tanaman berumur 1 minggu setelah tanam, dengan

cara disemprotkan keseluruh tubuh tanaman sawi menggunakan handspayer yang

sebelumnya telah di kalibrasi terlebih dahulu.

Pengamatan

Keanekaragaman

Pengamatan terhadap keanekaragaman Arthropoda dilakukan sebanyak 4

(empat) kali, yaitu dimulai setiap 1 minggu sekali setelah aplikasi ekstrak akar

tuba (Derris elliptica L.) pada tanaman sawi. Arthropoda yang diamati berupa

seluruh jenis Arthropoda yang ada pada tanaman sawi, untuk menangkap serangga

tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkap jaring serangga (sweep net)

dengan 10 kali ayunan ganda, perangkap jatuh (pit fall trap) diletakkan masing-

masing 1 perangkap ditengah petak dan 4 perangkap disisi petak, perangkap

cahaya ( light trap) diletakkan 1 perangkap disetiap petakan dan perangkap

kuning Diletakkan ditengah petak masing-masing 1 perangkap.

Metode identifikasi untuk mengamati Arthropoda pada tanaman sawi

adalah:

1. Dengan buku kunci determinasi serangga.

2. Membandingkan dengan gambar-gambar yang ada di pustaka.


30

3. Membandingkan dengan koleksi yang telah diberi label.

4. Menanyakan pada ahli atau orang yang sudah berpengalaman.

5. Kombinasi dari beberapa cara identifikasi.

Intensitas Serangan

Pengamatan intensitas serangan dilakukan sebanyak 1 kali untuk melihat

derajat kerusakan tanaman akibat serangan OPT dengan rumus serangan tidak

mutlak. Penilaian intensitas serangan di lakukan dengan pemberian skor yang

menunjukan tahap kerusakannya. Nilai skor kerusakan bertahap sebagai berikut

(Erma, 2014) :

Tabel 3. Kriteria penilaian intensitas kerusakan..

Nilai Skala Serangan Kriteria Serangan


0 x=0 Normal
1 x ≤ 25% Ringan
2 25% < x ≤ 50 % Sedang
3 50% < x ≤ 75 % Berat
4 x ≥ 75 % Sangat Berat

Selanjutnya untuk menghitung intensitas serangan tidak mutlak dengan rumus :

𝚺(𝐧𝐱𝐯)
I=[ ] x 100 %
𝐙𝐱 𝐍

Keterangan:

I = intensitas serangan

n = banyaknya tanaman, bagian tanaman yang terserang pada skor ke 1\

v = nilai skor ke I

N = banyaknya sampel tanaman yang diamati

Z = skor tertinggi
31

Berat Basah Tanaman

Berat basah tanaman dioperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian

tanaman setelah selesai pemanenan, tanaman dicabut dan dibersihkan dengan air

hingga tidak ada lagi kotoran yang melekat pada tanaman kemudian ditiriskan dan

dikering anginkan selama setengah jam kemudian ditimbang.

Analisis Data

Data yang diperoleh diuji kenormalannya menggunakan uji Barlett. Jika

data homogen maka langsung dilanjutkan dengan analisis ragam, tetapi jika data

tidak homogen maka harus dilakukan transformasi sehingga data menjadi

homogen selanjutnya dapat dilakukan analisis ragam dengan Uji F pada taraf

kesalahan sebesar 5%. Statistik parametrik untuk data kuantitatif menggunakan

Model Linier Aditif dalam Rancangan Acak Lengkap (RAK) menurut Marmono

(2005) adalah:

Yij= µ + βj + τi + εij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan (nilai yang diukur)

µ = Nilai tengah populasi

βj = pengaruh blok ke j (j= 1….r)

τi = pengaruh perlakuan ke i yang akan kita uji (merupakan selisih nilai

tengah perlakuan ke i dengan nilai tengah umum: (μ1 - µ )


32

εij = Pengaruh acak (penyimpangan yang timbul secara acak) dari perlakuan

ke-i ulangan ke j . Nilai ini merupakan selisih hasil pengamatan dengan

nilai tengah yang perlakuan tersebut εij = Y- μ1

Tabel 3. Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung F Tabel F Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 0,01
(SK) (db) (JK) (KT)
Blok r-1 JKb KTb KTb/KTG 3,01 4,77
Perlakuan t-1 JK P KTP KTP/KTG 3,01 4,77
(P)
Galat (G) (t-1)(r-1) JK G KTG
Total tr-1 JK T

Jika perlakuan ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) yang diberikan

berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap keragaman Arthropoda maka

dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%. untuk

mengetahui tingkat stabilitas keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman sawi

setelah aplikasi ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.) maka dilakukan

perhitungan.

1. Indeks Keanekaragaman (H’) menurut (Ismawan et al., 2015).

H’= - Σ (pi) (ln pi)

H’= - Σ (ni/n) ln (ni/n)

Keterangan:

H’= indeks keanekaragaman.

ni = jumlah individu.

n = jumlah total individu.

kriteria:
33

H’ < 1 = menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah.

1 < H’ < 3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang.

H’ > 3 = menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi.

2. Indeks Dominasi (C) menurut (Insafitri, 2010).

𝐧𝐢
C = Σ [ ]2
𝐍

Keterangan:

C = Indeks dominasi.

ni = Jumlah individu.

N = Jumlah total individu.

3. Indeks Kekayaan Jenis (R) menurut (Antoko et al., 2003).

𝐒−𝟏
𝐑=
𝐋𝐧 𝐍
Keterangan:

R = Indeks kekayaan jenis.

S = Jumlah total jenis dalam suatu habitat.

N = Jumlah total individu.

4. Indeks Kemerataan (E) menurut (Insafitri, 2010).

𝐇′
𝐄=
𝐥𝐧 𝐒
Keterangan:

E = Indeks kemerataan.

S = Jumlah spesies.

H’ = Indeks keanekaragaman.
34

Kriteria :

E < 0,4 = Keseragaman populasi kecil.

0,4 < E < 0,6 = Keseragaman populasi sedang.

E > 0,6 = Keseragaman populasi tinggi.

Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks

keseragaman (E) akan semakin besar sebaliknya jika keanekaragaman (H’) rendah

maka indeks keseragaman (E) juga akan rendah, ini mengisyaratkan

mendominasinya suatu spesies terhadap spesies yang lainnya.


DAFTAR PUSATAKA

Anonim 1. 2000. Musuh Alami Dan Hama Pada Kapas. Direktorat Proteksi
Tanaman Perkebunan, Departemen Kehutanan Dan Perkebunan. Jakarta.
http://balittas.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 3 maret 2018
pada pukul 10:11 WITA.

Antoko, B. S., Kwatrina, R. T., Suryatmojo, H. 2003. Keragaman Jenis Hayati


Dan Pengelolaan Kawasan Di Resor Granit. Taman Nasional Bukit
Tigapuluh. Riau. Fakultas Kehutanan. UGM.

Asmaliyah., Etik, E. W. H., Sri, U., Kusdi, M., Yudhistira., Fitri, W. S. 2010.
Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati Dan Pemanfaatannya
Secara Tradisional. Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kehutanan.

Asrini, F. D. 2013. Pemanfaatan Kulit Batang Tuba (Derris elliptica) Dan Daun
Mimba (Azadirachta Indica) Sebagai Pestisida Organik Pembasmi
Molusca Sawah (Pila Ampullacea). Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Badan Pusat Statistik. 2017. Konsumsi Buah Dan Sayur Susenas Maret 2016.
BPS. Hari gizi nasional, 25 januari 2017.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran.


Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.

Blancard. 1926. Liriomyza huidobrensis. http://www.itis.gov. diakses pada


tanggal 5 maret 2018 pada pukul 21:50 WITA.

Cahyono, B. 2003. Teknik dan strategi budidaya sawi hijau (pai-tsai). Hal 12-62.
Yogyakarta : yayasan pustaka nusantara.

Erma. 2014. Studi Penggunaan Pestisida Dalam Penerapan PHT Pada Tanaman
Sawi (Brassica juncea) Di Kelurahan Guntung Payung Landasan Ulin
Banjarbaru. Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.

Fabricius. 1798. Camponotus sericeus. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5


maret 2018 pada pukul 21:55 WITA.

Fattah, A. & Ilyas, A. 2016. Siklus Hidup Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) Dan
Tingkat Serangan Pada Beberapa Varian Unggul Kedelai Di Sulawesi
Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Banjarbaru 20 Juli 2016.
36

Firdaus, K. 2010. Efektifitas Penggunaan Pestisida Nabati Ekstrak Akar Tuba


(Derris Elliptica (Roxb.) Benth.) Untuk Mengendalikan Hama Bekicot
Pada Tanaman Fanili. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.

Fuad, A. 2010. Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ginting, F. C. Br., Siswanto., merdana, I. M. 2015. Uji Toksisitas Ekstrak Akar
Tuba (Derris elliptica) Secara Topikal Pada Kulit Anjing Lokal. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Indonesia Medicus Veterinus
2015 4(2) : 97-103 Issn : 2301-7848.

Hapsari, O. A. 2006. Struktur Komunitas Parasitoid Telur Pada Pertanaman


Kedelai Dan Implikasinys Terhadap Tingkat Serangan Dan Populasi
Hama. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.

Hendriana, B. 2011. Isolasi Dan Identifikasi Rotenon Dari Akar Tuba (Derris
Elliptica L.). Skripsi. Universitas Negri Semarang.

Hentz. 1844. Hogna spersa. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5 maret


2018 pada pukul 22:00 WITA.

Hentz. 1845. Phidippus audax. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5 maret


2018 pada pukul 22:20 WITA.

Herlinda, S. 2004. Dinamika Interaksin Parasitoid Dengan Inangnya, Plutella


xyllostella (Lepidoptera: Plutellidae) Pada Sayuran Brassicaceae. Fakultas
Pertanian. Universitas Sriwijaya. Agria, vol. 1, no. 1, 10-17 (agustus
2004).

Hikmawati, A., Hasrianty., Shahabuddin. 2013. Kajian Jenis Penggorok Daun


(Liriomyza sp.) (Diptera: Agromizydae) Pada Berbagai Tanaman Inang Di
Lembah Palu. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. E-J. Agrotekbis
1(3):204-210, Agustus 2013. ISSN: 2338-3011.

Hufnagel. 1766. Agrotis ipsilon. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5 maret


2018 pada pukul 21:40 WITA.

Hustasoit, I. H., Siswanto., Merdana, I. M. 2015. Uji Efektifitas Ektrak Akar Tuba
(Derris elliptica) Terhadap Caplak Anjing Secara In vitro. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Indonesia Medicus Veterinus
2015 4(2) : 122-128. ISSN 2301-7848.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, Dan Dominasi Bivalvia Di Area


Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan.
Volume 3 No. 1. ISSN 1907-9931.
37

Isnawan, A., Rahayu, S. E., Dharmawan, A. 2010. Kelimpahan Dan


Keanekaragaman Burung Di Prevab Taman Nasional Kutai Kalimantan
Timur. FMIPA. Universitas Negri Malang.

John L. Capinera. 2015. Black Cutworm, Agrotis Ipsilon (Hufnagel) (Insecta:


Lepidoptera: Noctuidae). Entomology And Nematology Department,
UF/IFAS Extension. Original Publication Date October 2006. Reviewed
Oktober 2015.

Kementerian Pertanian. 2012. Pestisida Nabati. Badan Penelitian Dan


Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Perkebunan.

Kurniawan, C., Setyawati, T. R., Yanti, A. H. 2014. Eksplorasi Laba-laba


(Araneae) di Hutan Sebelah Darat Desa Lingga Kecamatan Sungai
Ambawang. Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura. Vol 3 (2): 218 –
224.

Latreille. 1809. Spodoptera litura. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5


maret 2018 pada pukul 21:46 WITA.

Lestari, E. P. 2015. Pengaruh Pe Mberian Air Lim Bah Tahu Terhadap Partum
Buhan Tanaman Sawi Caisim (Brassica juncea L.). Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Linnaeus. 1767. Heteropoda venatoria. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal


5 maret 2018 pada pukul 22:07 WITA.

Lukman., Mulyana., Mumpuni, F.S. 2014. Efektivitas Pemberian Akar Tuba


(Derris Elliptica) Terhadap Lama Waktu Kematian Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus). Jurnal Pertanian 5(1): 22–3.

Manopo, R., Christina L. S., Juliet E. M. M., Emmy, S. 2012. Padat Populasi Dan
Intensitas Serangan Hama Walang Sangit (Leptocorisa Acuta Thunb.)
Pada Tanaman Padi Sawah Di Kabupaten Minahasa Tenggara. Program
Studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama & Penyakit Fakultas
Pertanian,Universitas Sam Ratulangi.

Marmono, F. A. 2005. Rancangan Percobaan. Fakultas Peternakan. Universitas


Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Nurshanti, D. F. 2010. Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica


juncea L.) Dengan Tiga Varietas Berbeda. Agronobis, Vol. 2, No. 4,
September 2010. ISSN: 1979 – 8245X.
38

Pamungkas, D. W. & Ridwan, M. 2015. Keragaman Jenis Capung Dan Capung


Jarum (Odonata) Di Beberapa Sumber Air Di Magetan, Jawa Timur. Pros
Sem Nas Masy Biodiv Indon Volume 1, Nomor 6, September 2015.
Halaman: 1295-1301. Issn: 2407-8050.

Pandeirot, W. M., Wanta, N. N., Pinaria, B. A. N. 2015. Populasi Larva Plutella


Xylostella Linn. Pada Tanaman Kubis Di Kelurahan Paslaten Kecamatan
Tomohon Timur Kota Tomohon. Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas
Pertanian. Universitas Sam.

Rakhman, A. Kerentanan Plutella Xyllostella Dari Kecamatan Cipanas,


Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Terhadap Lima Jenis Insektisida
Komersial, Ektrak Piper Aduncum Serta Campuran Ekstrak P. Aduncum
Dan Teprosia Vogelii. Skripsi. Fakultas Pertanian. Intitut Pertanian Bogor.

Rozi, O., Sumarmin, R., Lusi, A. 2015. Uji Toksisitas Ekstrak Akar Tuba (Derris
elliptica L.) Terhadap Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hend.). Fakultas
Fmipa Universitas Negeri Padang.

Selys. 1854. Zygoptera. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5 maret 2018


pada pukul 22:15 WITA.

Sihobing, M., Afiffuddin, Y., Hakim, L. 2015. Bahan Anti Nyamuk (Mosquito
Repellent) Dari Akar Tuba (Derris Elliptica (Roxb.) Benth) (Material
Mosquito Repellent Of Tuba Root (Derris Elliptica (Roxb.) Benth).
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Sistomo, D. Y., Laoh, J. H., sutikno, A. 2013. Uji Beberapa Konsentrasi Tepung
Akar Tuba (Derris elliptica Benth) Terhadap Mortalitas Kutu Daun Aphis
glycines Matsumura (Homoptera : Aphididae) pada Tanaman Kedelai.
Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Pekanbaru.

Solihihn, A. P., & Madarum, W. 2017. Uji efektifitas ekstrak akar tuba (Derris
elliptica) terhadap keong mas (pomacea canaliculata). Fakultas pertanian.
Universitas negri gorontalo.

Suhara. 2009. Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna). Fakultas Pendidikan


Matematika Dan Ipa Universitas Pendidikan Indonesia.

Thorell. 1887. Oxyopes birmonicus. http://www.itis.gov. diakses pada tanggal 5


maret 2018 pada pukul 22:26 WITA.

Triyawati, M. 2007. Pengaruh Pemburian Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica


(Roxb) Bent. ) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Secara In Vitro. Universitas Muhamadiyah Malang.
39

Utami, R. S., Isnawati., ambarwati, R. 2014. Eksplorasi dan Karakterisasi


Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana dari Kabupaten Malang
dan Magetan. LenteraBio Vol. 3 No. 1, Januari 2014: 59–66.

Utomo, I. S., Hoesain, M., Jadmiko, M. W. 2017. Irfan Sugiono Utomo,


Mohammad Hoesain, Muh. Wildan Jadmiko. 2017. Uji Efektifitas Ekstrak
Akar Tuba (Derris elliptica B.) Dan Umbi Gadung (Dioscorea Hispida D.)
Terhadap Mortalitas Dan Perkembangan Hama Plutella Xylostella L. Di
Laboratorium. Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

Winarto, L. & Nazir, D. 2004. Teknologi Pengendalian Hama Plutella Xylostella


Dengan Insektisida Dan Agensia Hayati Pada Kubis Di Kabupaten Karo.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Utara. Medan.

Wirawan, K. A., Budi, S. I. K., Igaa, A. 2014. Analisis Produktivitas Tanaman


Padi Di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Program Studi Magister
Agribisnis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Jurnal
Manajemen Agribisnis Vol. 2, No. 1, Mei 2014 Issn: 2355-0759.

Yatno., Pasaru, F., Wahid, A. 2013. Keanekaragaman Arthropoda Pada


Pertanaman Kakao (Theobrama cacao L.) Di Kecamatan Palolo Kabupaten
Sigi. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. e-j.Agrotekbis 1 (5): 421-
428, Desember 2013. ISSN: 2338-3011.

Anda mungkin juga menyukai