“TEKNOLOGI ENZIM”
OLEH:
DOSEN PEMBIMBING
Dr. IRDAWATI, M.Si
JURUSAN BIOLOGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Teknologi Enzim” ini dengan baik.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Bioteknologi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang..........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Produksi Enzim.......................................................................................................................
B. Pemurnian Enzim dan Imobilisasi Enzim...............................................................................
C. Enzim-enzim yang Diproduksi Secara Bioteknologi..............................................................
D. Peluang Pengembangan Teknologi Enzim di Indonesia.........................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak jaman dahulu manusia sudah mengenal Bioteknologi. Dahulu bioteknologi
diasumsikan berupa pengolahan makanan dan minuman menggunakan mikroba. Dahulu
bioteknologi hanya menghasilkan tempe, keju, anggur, yogurt, dsb. Seiring dengan
perkembangan jaman, Bioteknologi menghasilkan alkohol, penicilin, sampai kemudian
antibbodi monoklonal.
Bioteknologi itu sendiri merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu pengetahuan
alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan dengan melibatkan aktivitas
jasad hidup untuk menghasilkan barang dan/atau jasa (Bull, et all, 1982). Jasad hidup yang
dimaksud dalam pengertian tersebut adalah agen biologi. Bioteknologi di era modern
sekarang banyak menghasilkan produk dalam skala industri. Dalam memanfaatkan agen
biologi, bioteknologi menggunakan peranan penting enzim, sehingga enzim memegang
peranan penting dalam industri.
Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia
dalam suhu dan derajat keasaman yang lembut. Produk yang dihasilkannya sangat spesifik
sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah. Walaupun berat mikroba, seperti contohnya
bakteri hanya mencapai sepersejuta gram, kemampuan kimiawinya cukup mengagumkan.
Selnya tersusun atas ribuan jenis zat kimia, kebanyakan diantaranya bersifat sangat
kompleks. Semua zat ini tentunya dibangun dengan reaksi kimia dari bahan-bahan penyusun
yang relatif sederhana yang ditemukan mikroba di lingkungannya. Semua reaksi kimia harus
terkoordinasi secara harmonis dan protein yang disebut enzim memainkan peran utama pada
setiap tahap.
Enzim menjadi primadona industri bioteknologi saat ini dan di masa yang akan datang
karena melalui penggunaannya, energi dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat ini
penggunaan enzim dalam industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan
kertas di Indonesia semakin meningkat. Dilaporkan, enzim amilase yang digunakan dalam
industri tekstil di Bandung - Jawa Barat, jumlahnya tidak kurang dari 4 ton per bulan atau
sekitar 2- 3 juta dolar Amerika setiap bulannya dan semuanya diimpor.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain :
1. Apakah pengertian produksi enzim?
2. Apakah yang dimaksud dengan pemurnian enzim dan imobilisasi enzim?
3. Apa sajakah enzim-enzim yang dapat diproduksi secara bioteknologi?
4. Bagaimana peluang pengembangan teknologi enzim di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar dapat mengetahui :
a. Dapat mengetahui pengertian dari produksi enzim
b. Dapat mengetahui pengertian pemurnian enzim dan imobilisasi enzim
c. Dapat mengetahui enzim-enzim yang dapat diproduksi secara bioteknologi
d. Dapat mengetahui peluang pengembangan teknologi enzim di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Produksi enzim
Berbeda dengan katalisator nonprotein (H+, OH-, atau ion-ion logam), tiap-tiap enzim
mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim adalah katalisator yang
reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, sehingga terdapat
banyak jenis enzim.
Menurut Smith (1981: 39), enzim merupakan komplek molekul organik yang berada
dalam sel hidup yang beraksi sebagai katalisdalam mempercepat laju reaksi kimia. Tanpa
enzim, tidak akan ada kehidupan. Meskipun enzim hanya dibentuk dalam sel hidup, namun
beberapa dapat dipisahkan dari selnya dan melanjutkan fungsinya dalam kondisi in vitro.
Menurut Steve Prentis (1990: 12), enzim adalah katalisator biologis, karena suatu
katalisator merupakan suatu senyawa yang mempercepat laju reaksi kimia. Hampir semua
reaksi kimia yang penting bagi kehidupan akan berlangsung sangat lambat tanpa adanya
katalisator yang sesuai.
Bisa disimpulkan bahwa enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar yang
berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi metabolisme di dalam tubuh tanpa
memperngaruhi keseimbangan reaksi. Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa
enzim sangat berperan dalam sebagian besar reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup, tak
terkecuali mikroba yang banyak digunakan sebagai agen biologi dalam bioteknologi.
Mekanisme kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Banyak enzim menggunakan
lebih dari satu substrat tetapi untuk memahami prinsip dasar kerja enzim dengan mudah
dengan memperhatikan reaksi enzim dengan satu substrat seperti berikut (Primrose, 1987:
40):
Enzim (E) + Substrat (S) ═ kompleks ═ enzim + produk (P)
Substrat (ES)
Segera setelah enzim bergabung dengan substratnya, akan bebas kembali.
Gambar 1. Reaksi Enzim dan Substrat
Sumber Enzim
Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan,
hewan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi. Enzim yang secara tradisional diperoleh
dari tumbuhan termasuk protease (papain, fisin, dan bromelain), amilase, lipoksigenase, dan
enzim khusus tertentu. Dari jaringan hewan, enzim yang terutama adalah tripsin pankreas,
lipase dan enzim untuk pembuatan mentega. Dari jaringan hewan, enzim yang terutama
adalah tripsin pankreas, lipase, dan enzim untuk pembuatan mentega. Dari kedua sumber
tumbuhandan hewan tersebut mungkin timbul banyak persoalan, yakni: untuk enzim yang
berasal dari tumbuhan, persoalan yang timbulantara lain variasi musim, konsentrasi rendah
dan biaya proses yang tinggi. Sedangkan yang diperoleh dari hasil samping industri daging,
mungkin persediaan enzimnya terbatas dan ada persaingan dengan pemanfaatan lain.
Sekarang jelas bahwa banyak dari sumber enzim yang tradisional ini tidak memenuhi syarat
untuk mencukupi kebutuhan enzim masa kini. Oleh karena itu, peningkatan sumber enzim
sedang dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang sudah dikenal atau penghasil
enzim-enzim baru lainnya.
Program pemilihan produksi enzim sangat rumit, dan dalam hal tertentu jenis kultivasi
yang digunakan akan menentukan metode seleksi galur. Telah ditunjukkan dahwa galur
tertenttu hanya akan menghasilkan konsentrasi enzim yang tinggi pada permukaan atau
media padat, sedangkan galur yang lain memberi respon pada teknik kultivasi terbenam
(submerged), jadi teknik seleksi harus sesuai dengan proses akhir produksi komersial.
Enzim selulase adalah enzim yang mampu mendegradasi selulosa dengan produk
utamanya yakni glukosa, selobiosa dan selooligosakarida. Selulase memiliki sistem enzim
yang terdiri dari endo-1,4-β-glukanase, ekso-1,4-β-glukanase dan β-D-glukosidase. Ketiga
enzim ini bekerja secara sinergis mendegradasi selulosa dan melepaskan gula pereduksi
sebagai produk akhirnya. Endo-1,4- β-glukanase memotong ikatan rantai dalam selulosa
menghasilkan molekul selulosa yang lebih pendek, ekso-1,4-β-glukanase memotong ujung
rantai selulosa menghasilkan molekul selobiosa, sedangkan β-D-glukosidase memotong
molekul selobiosa menjadi dua molekul glukosa (Kim, 2001). Selama ini telah banyak
penelitian yang dilakukan tentang produksi enzim selulase dari berbagai jenis mikroba baik
bakteri maupun kapang. Menurut Astutik et al. (2010), beberapa jenis kapang yang mampu
menghasilkan enzim selulase cukup tinggi adalah Penicillium sp.1, Penicillium sp.2,
Penicillium sp.3, Aspergillus niger, dan Paecylomyces sp.1. Kemampuan Aspergillus niger
menghasilkan enzim selulase yang cukup tinggi juga dilaporkan oleh Adri et-al (2013)
dengan memanfaatkan jerami padi dan CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebagai induser.
Enzim selulase merupakan enzim yang bersifat induktif. Produksi enzim selulase oleh
mikroba membutuhkan adanya induser dalam medium fermentasinya. Induser tersebut yang
akan menginduksi pembentukan enzim selulase pada sel mikroba. Jumlah enzim yang ada di
dalam sel tidak tetap, bergantung indusernya. Jumlahnya akan bertambah beberapa kali lipat
apabila dalam medium mengandung substrat yang menginduksi. Senyawa induser yang
diperlukan umumnya berupa substrat enzim tersebut (Adri et al., 2013). Induser yang sering
digunakan untuk memproduksi enzim selulase dari Aspergillus niger adalah CMC (Carboxyl
Methyl Cellulose) yang merupakan senyawa turunan dari selulosa. Namun penggunaan
induser tersebut dirasakan kurang efektif karena hanganya cukup mahal, sehingga banyak
penelitian yang dilakukan untuk menggantikan peran CMC tersebut. Pada saat ini, penelitian
tentang penggunaan induser alami terus berkembang.
Beragam induser yang telah diteliti kebanyakan berasal dari limbah pertanian.
Penggunaan induser alami ini merupakan alternatif penggunaan induser yang lebih ramah
lingkungan dengan nilai ekonomis yang rendah. Berdasarkan penelitian yang dilaporkan
Maranatha (2008), ada beberapa jenis limbah pertanian yang dapat dijadikan induser alami
yakni jerami padi, tongkol jagung. Sedangkan pada penelitian ini dikembangkan lagi
penggunaan induser alami dari limbah pertanian berupa sekam padi dan ampas tebu. Sekam
padi dan ampas tebu merupakan limbah pertanian yang ketersediaannya sangat melimpah di
Indonesia. Jika dilihat dari sisi ekonomisnya tentu lebih murah dan ramah lingkungan.
Pemilihan kedua limbah tersebut didasari oleh banyaknya jumlah selulosa yang terkandung di
dalamnya. Kandungan sekam padi terdiri dari beberapa komponen utama yakni 50% selulosa,
25-30% lignin, 15-20% silika, dan kadar air 9,02% (Irvan et al., 2013) sedangkan komponen
utama yang terdapat pada ampas tebu adalah hemiselulosa 20- 32,2%, selulosa 40,3-55,35%,
dan lignin 11,2- 15,27% (Enny et al., 2010). Tingginya kandungan selulosa pada sekam padi
dan ampas tebu ini diharapkan mampu menginduksi produksi enzim selulase yang tinggi.
1. Secara normal mempunyai aktivitas spesifik yang tinggi per unit berat kering
produk.
2. Fluktuasi musiman dari bahan mentah dan kemungkinan kekurangan makanan
kaitannya dengan perubahan iklim.
3. Mikroba mempunyai karakteristik cakupan yang lebih luas, seperti cakupan pH, dan
resistansi temperatur.
Bahan mentah (raw material) untuk industri fermentasi enzim biasanya terbatas pada
unsur-unsur dimana bahan tersedia dengan harga yang murah, dan aman secara nutrisi.
Beberapa yang lazim menggunakan substrat amilum hidrolase, mollase, air dadih, dan
beberapa gandum.
Beberapa enzim yang digunakan dalam skala industri adalah enzim ekstraseluler,
enzim yang secara normal dihasilkan oleh mikroorganisme sesuai dengan substratnya dalam
lingkungan eksternal dan dapat disamakan dengan enzim pencernaan pada manusia dan
hewan. Kemudian ketika mikroorganisme memproduksi enzim untuk memisahkan molekul
eksternal besar agar bisa dicerna biasanya digunakan media fermentasi. Dalam fermentasi
sari dari kultivasi mikroorganisme tertentu, seperti contoh, bakteri, yeast atau filamentous
jamur, dijadikan sumber utama protease, amilase dan sedikit selolosa, lipase, dsb.
Kebanyakan industri enzim hidrolase mampu bertindak tanpa komplek kofaktor, yang segera
dipisahkan dari mikroorganisme tanpa merusak dinding sel dan larut dalam air. Beberapa
enzim intraseluler, sekarang juga banyak diproduksi secara industri dan diantaranya glukosa
oksidase untuk pengawetan makanan, asparginase untuk terapi kanker, dan penicilin asilase
untuk antibiotikTahap pemulihan standar untuk enzim ekstraseluler seperti berikut:
memindah mikroorganisme, mengkonsentrasikan, penambahan bahan pengawet, standarisasi
dan pengepakan. Untuk ekstraksi enzim intraseluler memerlukan cara mekanis, fisik atau
gangguan kimiapada dinding sel atau membran.Pada akhir proses fermentasi, kondisi ideal
adalah cairan dengan konsentrasi enzim tinggi, sebuah organisme biomass yang mudah
dipisahkan.Produk enzim yang aman sebaiknya mempunyai potensi alergi yang rendah, dan
dalam partikelnya terbebas dari kontaminan.
Immobilisasi Enzim
Sebagai molekul bebas yang laruut dalam air, enzim sulit dipisahkan dari substrat dan
produk, selain itu enzim sulit untuk digunakan secara berulang-ulang. Dewasa ini, berbagai
usaha telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, yaitu dengan proses immobilisasi
enzim. Immobilisasi biasanya dapat dianggap sebagai perubahan enzim dari yang larut dalam
air, keadaan bergerak menjadi keadaan tak bergerak yang tidak larut. Immobilisasi mencegah
difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan mempermudah memperoleh kembali enzim
tersebut dari aliran produk dengan teknik pemisahan padat atau cair yang sederhana.
Immobilisasi enzim dapat dicapai dengan mengikat enzim secara kovalen ke
permukaan bahan yang tak larut dalam air: pengikatan silang dengan bahan yang cocok untuk
menghasilkan partikel yang baru; penjebakan di dalam suatu matrik atau gel yang permeabel
terhadap enzim, substrat, dan produk; enkapsulasi; dan dengan absorbsi pada zat pendukung.
Keuntungan immobilisasi enzim antara lain;
1. Memungkinkan penggunaan kembali enzim yang sudah pernah digunakan.
2. Ideal untuk proses berkelanjutan (continous procces).
3. Memungkinkan kontrol yang lebih akurat untuk proses katalisis.
4. Meningkatkan stabilitas enzim.
5. Memungkinkan pengambangan sistem reaksi multienzim.
Enzim sangat mudah terpengaruh oleh kondisi pH dan juga suhu. Kestabilan enzim
juga mudah terkontaminasi dengan produk yang dihasilkan karena enzim sulit dipisahkan
setelah digunakan dalam suatu reaksi (Krajewska, 2004). Sulitnya memisahkan enzim di
akhir reaksi ini menyebabkan sebagian besar enzim hanya digunakan untuk satu kali reaksi.
Untuk memisahkan enzim di akhir reaksi, agar dapat digunakan kembali, diperlukan suatu
metode dengan cara mengikatkan enzim pada padatan yang tidak larut dalam air. Metode ini
biasa disebut sebagai imobilisasi enzim. Imobilisasi enzim artinya melokalisir enzim,
sehingga enzim dapat digunakan secara berkelanjutan. Keuntungan dari imobilisasi enzim
adalah enzim dapat dipisahkan di akhir reaksi, tanpa mengkontaminasi hasil reaksi, sehingga
enzim dapat digunakan kembali untuk reaksi selanjutnya.
Salah satu metode imobilisasi enzim yang paling sederhana adalah dengan cara
adsorpsi pada suatu padatan pendukung. Menurut Cahyaningrum (2009) padatan pendukung
yang dapat digunakan dalam imobilisasi enzim harus area permukaan yang luas, dapat
ditembus, tidak dapat larut, memiliki stabilitas kimia, stabilitas termal, kekakuan yang tinggi,
mempunyai bentuk dan ukuran pori yang cocok, tahan terhadap serangan mikrobial dan dapat
diregenerasi. Zeolit alam merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi
yang mengandung kation alkali atau alkali tanah. Kation ini dapat digantikan oleh kation atau
molekul lain tanpa merusak struktur zeolit. Molekul lain yang menggantikan ini dapat
bergerak bebas, sehingga memungkinkan zeolit untuk digunakan sebagai padatan pendukung
dalam imobilisasi enzim (Amalia, 2002).
a. selulase
Pengupas termomekanik konvensional adalah energi-intensif proses di mana dua pelat
logam beralur digunakan untuk memperbaiki kayu menjadi bubur. Konsumsi energi untuk
pemurnian dapat dikurangi , bagaimanapun, dengan pelunakan serat kayu dengan suatu
enzim selulase sebelum pengolahan.
b. lakase
Konstituen utama kayu adalah selulosa , lignin dan xylan . di pembuatan kertas, lignin
adalah zat yang memberi warna gelap untuk pulp dan perlu dihapus untuk membuat kualitas
kertas yang menyala . di pembuburan kimia tradisional , lignin dihilangkan dengan
menambahkan besar jumlah zat kimia klorin dan alkali dalam proses yang disebut '
Pemutihan ' . Atau , enzim lignin - merendahkan ( lakase ) dapat digunakan dalam proses
pemutihan.
c. xilanase
Mirip dengan lakase , enzim xilanase dapat digunakan dalam pemutihan proses.
Xilanase degradasi xilan di kayu dan memfasilitasi lignin penghapusan . Penggunaan xilanase
dalam pembuatan pulp kimia mengurangi kebutuhan untuk bahan kimia pemutihan. The LCA
studi oleh Skals et al . (2008 ) mengungkapkan bahwa mengurangi konsumsi bahan kimia
pemutihan , terutama ClO2 , disimpan dalam jumlah besar listrik , yang pada gilirannya
mengurangi kontribusi ke global pemanasan dan dampak energi terkait lainnya.
d. lipase
Dalam pengolahan mekanik pulp , bahan lipofilik hadir dalam kayu membentuk
deposit larut dikenal sebagai ' lapangan ' ( Herbots et al . , 2008) yang menurunkan kualitas
kertas dan juga menghalangi operasi yang optimal dari mesin kertas . Dalam konvensional
proses , bahan pembersih dan bedak yang ditambahkan ke log untuk menghindari lapangan
formasi. Dalam proses enzimatik, bahan pembersih dan bedak digantikan oleh enzim lipase ,
yang menghidrolisis ikatan lipofilik material, sehingga menghemat bahan kimia dan waktu
operasi. The LCA studi oleh Skals et al (2008) mengungkapkan bahwa bahan kimia dan
energi yang disimpan oleh proses kontrol pitch lipase yang dibantu mengurangi konsumsi
energi bersih , kontribusi ke global pemanasan dan kategori dampak energi terkait lainnya.
e. esterase
Aglomerat perekat ( disebut 'tempelan ' ) merupakan kendala utama dalam pengolahan
kertas daur ulang , karena mereka menyebabkan lubang dan kertas istirahat , menghasilkan
kualitas kertas buruk dan mesin sering berhenti untuk membersihkan . Pendekatan
konvensional kontrol 'tempelan ' adalah dengan pembersihan mekanis dan kimia peralatan
operasional yang mengarah ke listrik, uap dan pelarut konsumsi . sebuah alternatif cara untuk
mengendalikan perekat adalah dengan menggunakan enzim esterase , yang menghidrolisis
dengan polivinil
g. Pektat liase
Rawcotton mengandung kotoran seperti lilin dan mineral terikat ke noncellulosic
( pektin ) komponen . Kotoran ini menghambat pencelupan operasi dalam produksi kain
katun dan dihapus melalui proses yang disebut gosok . Penggosok konvensional
hightemperature sebuah proses kimia yang mengkonsumsi sejumlah besar energi, air dan
bahan kimia seperti hidrogen peroksida , natrium hidroksida dan natrium karbonat . Pektat
liase adalah enzim yang degradasi pektin dan digunakan dalam proses gosok untuk
membantu dengan menghilangkan kotoran dengan energi yang lebih rendah dan kimia
Konsumsi. Sebuah studi LCA oleh Nielsen et al . ( 2009) pada proses gosok menunjukkan
bahwa dampak enzim produksi rendah dibandingkan dengan dampak dari energi, air , dan
bahan kimia yang disimpan.
h. katalase
Kain rajutan dan benang untuk kain cahaya diputihkan dengan hidrogen peroksida
sebelum pencelupan dan setiap hidrogen peroksida kiri pada kain harus dihapus setelah
proses pemutihan untuk menghindari interferensi dengan langkahlangkah pencelupan
berikutnya . Hidrogen peroksida adalah tradisional dihapus oleh membilas kain dikelantang
dengan air panas atau dengan memperlakukannya dengan zat pereduksi ( natrium tiosulfat ) ,
mengkonsumsi sejumlah besar energi dan air dan , dalam beberapa kasus , bahan kimia.
Sebuah enzim katalase mampu menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen
pada suhu yang lebih
i. arylesterase
Serupa dengan katalase , enzim arylesterase dapat digunakan dalam kapas proses
pemutihan . Enzim mengkatalisis perhydrolyzes propilen glikol diasetat dan hidrogen
peroksida untuk propilena glikol dan asam perasetat . Bertindak asam perasetat sebagai agen
pemutih sesuai dengan kondisi operasional yang lebih ringan daripada tradisional pemutihan
proses , sehingga menghemat energi dan menghindari kehilangan kapas . sebuah LCA studi
oleh Dettore ( 2011) pada proses bleaching menunjukkan bahwa dampak lingkungan dari
proses pemutihan enzim – dibantu kecil dibandingkan dengan dampak lingkungan dari
konvensional proses pemutihan .
Ribuan tahun yang lalu proses seperti membuat bir, membuat roti, dan produksi keju
melibatkan enzim yang belum diketahui jenisnya. Dalam cara konvensional ini, teknologinya
dipercayakan pada konversi enzim sebelum bangun pengetahuan yang koheren
dikembangkan.
Di negara barat, industri menggunakan enzim pada produksi yeast dan ragi dimana
pembuatan bir dan roti secara tradisional sudah jarang dikembangkan. Beberapa
perkembangan awal biokimia dipusatkan pada fermentasi yeast dan konversi energi pada
glukosa. Di negara timur, industri yang sama memproduksi sake dan banyak makanan
fermentasi, semuanya dibuat dari filamentous fungi sebagai sumber aktivitas enzim.
Pada tahun 1896, memperlihatkan permulaan yang sebenarnya dari teknologi
mikrobia enzim dengan pemasaran pertama takadiastase, campuran kasar dari enzim
hidrolitik yang disiapkan pada pertumbuhan jamur Aspergillus oryzae pada tepung gandum.
Perkembangan lebih lanjut dari penggunaan enzim meningkatkan proses secara konvensional
ke era baru. Meskipun sebagian besar produksinya masih menghasilkan enzim kasar.
Sampai saat ini lebih dari 200 enzim telah diisolasi dari mikroorganisme, tumbuhan
dan hewan, tetapi kurang dari 20 macam enzim yang digunakan pada skala komersial atau
industri. Kini, produsen enzim komersial memasarkan enzim dalam bentuk kasar karena
proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakan dalam makanan dan dalam industri
detergen (menggunakan enzim amilase), industri roti (menggunakan enzim proteinase),
industri pembuatan bir (menggunakan enzim betaglukanase, amiloglukosidase), industri
tekstil (menggunakan enzim amilase), industri kulit (menggunakan enzim tripsin), industri
farmasi dan obat-obatan (menggunakan enzim tripsin, enzim pankreatic tripsin).
kosmetik
Unichem Internasional (Spanyol ) telah meluncurkan produksi dari isopropil miristat ,
isopropil palmitat dan 2 - ethylhexylpalmitate untuk digunakan sebagai emolien dalam
perawatan pribadi produk seperti kulit dan krim matahari - tan , minyak mandi dll amobil
Rhizomucor meihei lipase digunakan sebagai biokatalis . itu klaim perusahaan bahwa
penggunaan enzim di tempat konvensional katalis asam memberikan produk-produk
berkualitas lebih tinggi , memerlukan pemurnian hilir minimal. Ester lilin ( ester asam lemak
dan alkohol lemak ) memiliki persamaan aplikasi dalam produk perawatan pribadi dan juga
menjadi diproduksi secara enzimatik ( Croda Universal Ltd ) . perusahaan menggunakan C.
cylindracea lipase dalam bioreaktor.
biodegradasi minyak
Biodegradasi hidrokarbon minyak bumi di lingkungan yang dingin , termasuk tanah
Alpine , adalah hasil dari adat adaptasi dingin mikroorganisme dapat mendegradasi
kontaminan ini . Tujuh genotipe yang terlibat dalam degradasi n – alkana ( P. putida GPo1
alkB , . Acinetobacter spp alkM ; Rhodococcus spp . alkB1 , dan Rhodococcus spp . alkB2 ) ,
hidrokarbon aromatik
b. aplikasi medis
Lipase dan / atau esterases ( selanjutnya disebut sebagai esterases ) terisolasi dari
ngengat lilin ( Galleria mellonella ) ditemukan memiliki tindakan bacteriocidal pada
Mycobacterium tuberculosis ( MBT ) H37Rv . Studi awal ini dapat dianggap sebagai bagian
skrining tidak dipilih global bahan biologi dan lainnya untuk mendeteksi sumber baru yang
menjanjikan obat. Lipase dapat digunakan sebagai alat bantu pencernaan. Lipase adalah
aktivator Tumor Necrosis Factor dan karena itu dapat digunakan dalam pengobatan tumor
ganas. Meskipun lambung manusia lipase ( HGL ) merupakan lipase asam yang paling
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Enzim merupakan unit protein fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi
dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam tubuh
b. Pengertian enzim secara umum yaitu enzim merupakan senyawa organik bermolekul
besar yang berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi metabolisme di dalam tubuh
tanpa memperngaruhi keseimbangan reaksi. Enzim banyak berperan pada pemecahan
beberapa masalah vital di era modern seperti sekarang, misalnya produksi makanan,
kekurangan dan pemeliharaan energi, dan peningkatan lingkungan dan beberapa
industri.
c. Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan,
hewan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi.
d. Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasi
tangki dalam (deep tank). Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses
fermentasi dengan aerasi yang baik (diagram 1), tetapi proses mungkin ditingkatkan
dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.
e. Produk enzim dari mikroba harus memenuhi spesifikasi yang ketat berkenaan dengan
sifat racun dan aspek keamanan yang lain dengan legislasi.
f. Untuk mengatasi hambatan pemisahan enzim dari substratnya dan produk, serta
enzim yang sulit untuk digunakan secara berulang-ulang, maka dilakukan proses
immobilisasi.
g. Saat ini, produsen enzim komersial memasarkan enzim dalam bentuk kasar karena
proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakan dalam makanan dan dalam
beberapa industri.
2. Saran
Dengan penulisan makalah ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca
khussusnya tentang enzim-enzim yang dapat diproduksi secara bioteknologi dan
mengetahui peluang pengembangan teknologi enzim di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, 2002, Amobilisasi Enzim Papain dari Getah Pepaya pada Zeolit Alam yang Telah
Brockerhoff, I dan R.G. Jensen, 1974, Lipolytic Enzimes, Academic Press, London.
Cahyaningrum Sari Edi, 2009, Peranan Jembatan Kation Logam Dalam Imobilisasi Papain
Pada Kitosan, Disertasi, Jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.
Hameed A, Hasan F, Shah AA. 2006. Industrial applications of microbial lipases. J Enzyme
and Microbial Technology. 39 : 235–251.
Jegannathan RK, Nielsen HP. 2013. Environmental assessment of enzyme use in industrial
production. Journal of Cleaner Production. 42 : 228e240.
Krajewska, B., 2004, Application of Chitin and Chitosan based Materials for Enzyme
Immobilzations: a Review, Enz Microb. Technol., 35, 126-139
https://docplayer.info/35292869-Bab-i-pendahuluan-teknologi-aplikasi-enzim-menyebabkan-
penggunaan-enzim-dalam-industri-semakin.html