Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anyelir (Dianthus caryophyllus L. ) atau disebut juga bunga teluki
dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan carnation. Anyelir berasal dari
kawasan Mediterania. Bunga anyelir memiliki warna yang terang dan
berwarna-warni, sehingga sering digunakan sebagai hiasan. Bunga anyelir
memiliki warna bunga yang bervariasi dan menarik, mulai dari warna merah,
putih, kuning, pink, ungu, jingga dan masih banyak lagi warna lainnya. Bunga
anyelir merupakan komoditas bunga potensial karena memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dalam industri bunga di Indonesia.
Anyelir menempati peringkat ke tiga dalam perdagangan komoditas
bunga potong di Indonesia setelah krisan dan mawar (Badan Pusat Statistik,
2013). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tanaman bunga anyelir
banyak diminati oleh masyarakat indonesia oleh karena itu perlu diadakan
optimalisasi peningkatan produksi dan produktivitas tanaman bunga anyelir.
Apalagi dengan kondisi dari tahun ke tahun belakangan ini produksi bunga
anyelir ini selalu mengalami penurunan yang diakibatkan karena
pertumbuhannya memnutuhkan waktu yang lama yaitu 6 bulan.
Menurut data BPS, produksi bunga anyelir mengalami penurunan
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Penurunan itu tidak hanya terjadi pada
hasil produksinya namun sama halnya terjadi pada luas lahan panen. Oleh
karena itu, untuk mengoptimalkan kualitas pertumbuhan bunga anyelir perlu
dilakukan upaya dengan menambahkan zat pengatur tumbuh yang berupa
hormon giberelin (GA3) dan memperlama waktu penyinaran.

B. Tujuan
1. Untuk menjelaskan karakteristik bunga anyelir.
2. Untuk menjelaskan pengaruh penambahan hormon GA3 pada kualitas
pertumbuhan pada bunga anyelir.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bunga Anyelir (Dianthus caryophyllus L.)

Bunga anyelir cocok ditanam pada daerah yang sejuk seperti di dataran
tinggi. Tempat paling ideal untuk pertumbuhan bunga anyelir adalah pegunungan
dengan iklim sejuk. Karena habitat asli dari bunga anyelir adalah daerah sub tropis
dengan suhu sekitar 15⁰C - 25⁰C. Namun dapat tumbuh subur pada temperatur 20⁰
C - 30⁰ C. Bunga anyelir populer sebagai bunga potong yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi yang biasanya dimanfaatkan sebagai bunga hias,
buket bunga, dan sebagai bunga meja. Anyelir sendiri terdiri dari dua jenis yaitu
bunga ditiap tangkai dan banyak bunga disetiap tangkai.

Tanaman bunga anyelir dikembangkan dan dibudidayakan oleh para petani


sebagai tanaman hias. Anyelir dapat dibudidayakan dengan cara biji dan stek,
namun budidaya dari tanaman anyelir ini cenderung sulit dikembangbiakan serta
lambat jika dibandingkan dengan tanaman hias lainnya. Menurut Indrawanto dan
Rachmat (2015), bunga anyelir umumnya memiliki bentuk dan susunan yang
berlapis, berdaun lebar, dan mempunyai tangkai bunga panjang yang memberi
kemudahan untuk perangkai bunga dengan daya tahan bunga 7-13 hari. Bunga
anyelir dikembangbiakkan dengan perbanyakan vegetatif yaitu dengan stek dan
pada umumnya membutuhkan waktu untuk berbunga pada umur 6 bulan (Rachma
et al., 2015). Waktu tersebut tergolong lama untuk budidaya tanaman hias bunga
potong.

B. Pengaruh Induksi ZPT GA3 terhadap Kualitas Tanaman Anyelir

Bunga anyelir merupakan bunga yang memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi dan juga diminati banyak orang karena memiliki bentuk yang cantik dan
berwarna-warni seperti bunga mawar. Akan tetapi, perbandingan antara
pertumbuhan bunga anyelir tidak sebanding dengan banyaknya minat orang-orang

2
terhadap bunga anyelir tersebut sebab pertumbuhan bunga anyelir yang
membutuhkan waktu cukup lama. Salah satu upaya agar bisa meningkatkan
produksi bunga anyelir yaitu dengan melakukan induksi pembungaan
menggunakan GA3 (giberelin acid) dan dengan menambah lama penyinaran
bunga anyelir agar dapat memperbaiki kualitas bunga.

Pertumbuhan bunga anyelir dipengaruhi oleh panjang hari dan lama


penyinaran. Menurut Rachma et al. (2018), lama penyinaran pada bunga anyelir
digunakan untuk menginduksi tumbuhnya bunga, meningkatkan tinggi tanaman,
dan memperbaiki kualitas tanaman. Selain itu, dapat diketahui bahwa cahaya
merupakan faktor eksternal yang dibutuhkan tanaman untuk mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta berperan sebagai proses
fotosintesis dalam metabolisme tanaman.

Menurut Parnata (2010), hormon GA3 (giberelin) ditemukan pertama kali


oleh seorang kebangsaan Jepang pada tahun 1930. Hormon giberelin merupakan
senyawa aktif yang berasal dari jamur Giberrela fujikuroi dan apabila isolasi
jamur tersebut disemprotkan pada tanaman akan membantu dalam proses
petumbuhan tanaman. Senyawa ini aktif dalam kosentrasi rendah yang bersifat
merangsang, menghambat, atau merubah proses fisiologis tanaman secara
kuantitatif atau kualitatif (Belakbir et al., 1998). Hormon giberelin terdapat pada
jenis tanaman angiospermae, gymnospermae, paku-pakuan, lumut, dan beberapa
jenis ganggang. Beberapa jenis tanaman pada saat musim dingin maupun tanaman
yang tumbuh di dataran tinggi akan terpenuhi dengan adaanya hormon giberelin
sebab di daerah yang sejuk kurang akan fotosintesis sehingga hormon giberelin
memacu tanaman agar berbunga lebih awal. Selain itu, hormon giberelin dapat
meningkatkan produktivitas tanaman yaitu dengan disemprotkannya hormon
giberelin dapat menyebabkan tanaman bertambah panjang.

Giberelin (GA3) merupakan jenis ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) yang


menyerupai hormon tumbuhan yang dihasilkan sendiri oleh tanaman yang
bersangkutan. ZPT GA3 ini dapat berupa bahan kimia non-alami (sintetik, tidak
dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Pemberian ZPT GA3 akan menimbulkan
rangsang yang serupa dengan fitohormon alami. Giberelin (GA3) dapat

3
mempercepat perkecambahan biji, pertumbuhan tunas, pemanjangan batang,
pertumbuhan daun, merangsang pembungaan, perkembangan buah,
mempengaruhi pertumbuhan dan deferensiasi akar. GA3 mampu mempengaruhi
sifat genetik dan proses fisiologi yang terdapat dalam tumbuhan, seperti
pembungaan, partenokarpi, dan merangsang produksi enzim (a-amilase) di
germinating butir serealia untuk mobilisasi cadangan benih (Yasmin et al., 2014).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachma et al. (2018) dalam
jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi GA3 Dan Lama Penyinaran Pada
Kualitas Bunga Anyelir” menyatakan bahwa penambahan lama penyinaran dan
hormon giberelin (GA3) pada tanaman anyelir memberikan dampak yang nyata
pada pertumbuhan dan hasilnya. Dampak nyata dari pengaruh penambahan lama
penyinaran dan induksi hormon giberelin tersebut dapat diketahui dari tinggi
tanaman, jumlah daun tanaman, panjang tangkai bunga, dan lama watu dalam
berbunga. Tingkat konsentrasi dan penggunaan jenis zat pengatur tumbuh tertentu
sehingga dijadikan komponen medium pengatur arah pertumbuhan suatu tanaman
(Karjadi dan Buchory, 2007 cit Nisa et al., 2011). Berdasarkan hasil penelitian
Rachma et al. (2018), tinggi tanaman anyelir yang diberikan GA3 sebanyak 0
ppm dan 250 ppm dengan lama penyinaran 4 jam serta pemberian konsentrasi
GA3 sebanyak 500 ppm selama 2 dan 4 jam menghasilkan pertumbuhan panjang
tanaman yang lebih tinggi. Hal tersebut bisa terjadi sebab keaktifan kerja GA3
dipengaruhi oleh pencahayaan. Sementara itu, pemberian GA3 juga mempercepat
waktu pembungaan. Hal tersebut dapat terjadi karena GA3 endogen maupun GA3
eksogen dalam tumbuhan mengatur peningkatan pertumbuhan dan perkembangan
pada awal fase generatif yang distimulan dengan adanya penyinaran sehingga
hasil interaksi keduanya mampu mempercepat munculnya bunga. Menurut Adams
et al. (1998) perubahan tunas apikal atau aksilar dari vegetatif menjadi generatif
(tunas bunga) merupakan hasil aktivitas hormonal yang berlangsung pada
tanaman yang umumnya dirangsang oleh kondisi lingkungan salah satunya ialah
lama penyinaran.

Cara pemberian ZPT GA3 pada tanaman anyelir, yaitu dengan


menyemprotkannya pada arah akar dan tunas tanaman setiap 3-4 hari sekali (3-4

4
kali saja) saat tanaman anyelir diperkirakan sudah akan tumbuh bunga. Bunga
anyelir termasuk golongan dikotil, sebagian besar tumbuhan dikotil akan tumbuh
cepat apabila diberi ZPT GA3. Efek giberelin tidak hanya mendorong
perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan
tumbuhan. Giberelin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini
disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α
amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup
untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunga anyelir merupakan komoditas bunga potensial yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan diminati oleh masyarakat karena
memiliki bentuk yang cantik dan berwarna-warni seperti bunga mawar. Bunga
anyelir juga menempati peringkat ke tiga dalam perdagangan komoditas bunga
potong di Indonesia. Pertumbuhan bunga anyelir dipengaruhi oleh panjang
hari dan lama penyinaran pada bunga. Bunga anyelir cocok ditanam pada
daerah yang sejuk seperti di dataran tinggi. Tempat paling ideal untuk
pertumbuhan bunga anyelir adalah pegunungan dengan iklim sejuk. Bunga
anyelir dikembangkan dan dibudidayakan oleh para petani sebagai tanaman
hias. Anyelir dapat dibudidayakan dengan cara biji dan stek, namun budidaya
dari tanaman anyelir ini cenderung sulit dikembangbiakan serta lambat.
Perbandingan antara pertumbuhan bunga anyelir tidak sebanding
dengan banyaknya minat orang-orang terhadap bunga anyelir tersebut sebab
pertumbuhan bunga anyelir yang membutuhkan waktu cukup lama. Salah satu
upaya agar bisa meningkatkan produksi bunga anyelir yaitu dengan
melakukan induksi pembungaan menggunakan GA3 (giberelin acid) dan
dengan menambah lama penyinaran bunga anyelir agar dapat memperbaiki
kualitas bunga. Pemberian giberelin (GA3) akan menimbulkan rangsang yang
serupa dengan fitohormon alami yang mampu mempercepat proses regulasi
perkembangan tumbuhan seperti mempercepat perkecambahan biji,
pertumbuhan tunas, pemanjangan batang, pertumbuhan daun, merangsang
pembungaan, perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan
deferensiasi akar. GA3 juga mampu mempengaruhi sifat genetik dan proses
fisiologi yang terdapat dalam tumbuhan, seperti pembungaan, partenokarpi,
dan merangsang produksi enzim (a-amilase) di germinating butir serealia
untuk mobilisasi cadangan benih atau dengan kata lain mobilisasi karbohidrat.

6
DAFTAR PUSTAKA

Adams, S. R., P. Hadley, and S. Pearson. 1998. The effect of temperature,


photoperiode and photosynthestic photon flux on the time to flowering of
petunia ‘express blush pink’. Social Horticulture Science Journal.
123(4):577-580.
Badan Pusat Statistik (BPS). Diakses dari http://www.bps.go.id/. Diakses pada
tanggal 28 Oktober 2019.
Belakbir, A., J. M. Ruiz, and L. Romero. 1998. Yield and fruit quality of pepper
(Capsicum annuum L.) in response to bioregulators. Hort Science Journal.
33(1):85-87.
Indrawanto, C., dan R. Rachmat. 2015. Inovasi teknologi:membangun ketahanan
pangan dan kesejahteraan petani. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Nisa, C., Rodinah, dan Annisa. 2011. Formulasi zat pengatur tumbuh pada pisang
talas secara in vitro. Jurnal Agroscientiae. 18(2):64-69.
Parnata, A. S., dan S. Artaningsih. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan
Pupuk Organik. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rachma, H., D. Armita, dan N. Barunawati. 2018. Pengaruh konsentrasi GA3 dan
lama penyinaran pada kualitas bunga anyelir (Dianthus caryophyllus).
Jurnal Produksi Tanaman. 6(8): 1772-1778.

Yasmin, S., T. Wardiyati, dan Koesriharti. 2014. Pengaruh perbedaan waktu


aplikasi dan konsentrasi giberelin (GA3) terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.). Jurnal Produksi Tanaman.
2(5): 395-403.

Anda mungkin juga menyukai