Anda di halaman 1dari 16

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI KOMBINASI BINTARO,

MIMBA DAN MAHONI TERHADAP ULAT GRAYAK


(Spodoptura Litura F.)

PROPOSAL SKRIPSI

Rizka Riztia Irfanti


121510501047

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kegiatan budidaya pertanian tidak lepas dari adanya

gangguan terhadap hama penyakit yang menyerang pada


tanaman budidaya. Adanya gangguan pada tanaman budidaya
ini perlu dilakukan pengendalian untuk mengurangi angka
kerugian pada produksi pertanian. Pada tanaman budidaya hama
yang sering menyerang tanaman pertanian terutama pada
tanaman sayuran atau hortikultura yaitu hama ulat grayak
(Spodoptura Litura F.). Menurut Cahyono dan Haryanti dalam
Rusdy (2009) menyatakan bahwa ulat grayak memakan bagian
tanaman berupa daun hingga robek sampai berlubang dan dapat
menurunkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Ulat
grayak (Spodoptura Litura F.) juga merupakan ordo lepidoptera
yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman secara serius
pada daerah topis dan subtropis.
Pengendalian hama yang sering dilakukan oleh para petani
yaitu dengan cara menyemprotkan larutan pestisida berbahan
sintetis yang dilakukan secara terus menerus tanpa mematuhi
aturan pakai yang tertera pada label pestisida. Pengendalian
hama dengan penggunaan bahan kimia sintetis ini dilakukan oleh
petani karena hasilnya lebih cepat terlihat dan praktis untuk
dilakukan. Hal ini dapat menimbulkan beberapa efek negatif
yang ada pada lingkungan sekitar diantaranya yaitu terjadinya
resistensi terhadap hama dan juga mengakibatkan rusaknya
lingkungan akibat residu yang ditinggalkan oleh bahan sintetis
tersebut sehingga produksi pertanian juga dapat menurun.
Adanya beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh
pestisida sintetis ini maka perlu dilakukan pengurangan

penggunaan pestisida sintetis dengan mulai beralih


menggunakan pestisida nabati. Pestisida nabati ini diperoleh dari
tanaman yang ada dilingkungan sekitar yang memiliki racun
yang dapat memabukkan maupun mengurangi nafsu makan dari
serangga tersebut. Penggunaan pestisida nabati ini terbuat dari
bahan alami yang tidak asing untuk diaplikasikan dilingkungan
sekitar sehingga mudah terurai dan tidak menimbulkan efek
samping terhadap lingkungan.
Menurut Harjono dalam Irfan (2010) menyatakan bahwa
pestisida nabati memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah
tidak beracun dan residu yang ada pada pestisida nabati cepat
terurai, daya kerja selektif, tidak menimbulkan adanya
pencemaran udara, air dan tanah, serangga predator yang ada
pada tanaman tersebut tidak ikut terbunuh, pestisida ini juga
murah dan dapat dibuat sendiri dengan bahan yang mudah
didapatkan di alam. Bahan yang dapat digunakan sebagai
pestisida nabati diantaranya adalah biji bintaro, biji mimba dan
juga biji mahoni. Menurut Oesman (2010) Biji bintaro diketahui
memiliki toksisitas yang tinggi dan mengandung senyawa
saponin yang bersifat racun. Biji Mimba mengandung zat aktif
salanin, nimbin, meliantriol dan azadirakhtin yang berperan
sebagai pestisida (Subiyakto, 2009). Sedangkan biji mahoni
memiliki kandungan bahan aktif Swietenin dan Limonoid yang
berperan sebagai pengurang nafsu makan bagi serangga.
Sejalan dengan uraian tersebut penulis tertarik melakukan
penelitian tentang manfaat dari biji tersebut dalam
mengendalikan hama Spodoptura Litura F.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh keefektifan pestisida nabati biji


bintaro, biji mimba dan biji mahoni terhadap mortalitas ulat
grayak (Spodoptura Litura F.)
2. Untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dalam mortalitas
hama ulat grayak (Spodoptura Litura F.).
1.2.2 Manfaat
1. Dapat mengetahui keefektifan pestisida nabati yang di ujikan
terhadap mortalitas hama ulat grayak (Spodoptura Litura F.).
2. Memperoleh informasi mengenai konsentrasi yang tepat untuk
mortalitas hama ulat grayak (Spodoptura Litura F.).

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah keefektifan pestisida nabati kombinasi bintaro,
mimba dan mahoni terhadap mortalitas ulat grayak
(Spodoptura Litura F.)?
2. Barapakah konsentrasi yang tepat dalam pengaplikasian
pestisida nabati kombinasi bintaro, mimba dan mahoni yang
mampu membunuh ulat grayak (Spodoptura Litura F.)?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pestisida Nabati
Pestisida nabati merupakan pestisida yang digunakan
untuk menaggulangi hama dan penyakit yang bersifat mudah
terurai sehingga aman untuk diaplikasikan dilingkungan sekitar
karena residu yang ditinggalkan mudah hilang. Bahan yang
digunakan sebagai pestisida nabati ini biasanya berasal dari
bagian tumbuhan mulai dari akar, kulit batang, daun, biji, dan
buah yang berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat
dan penghambat pertumbuhan hama (Darwiati, 2012). Sejalan
dengan pernyataan tersebut Wiratno (2011) menyatakan bahwa
pemanfaatan tanaman tersebut diharapkan mampu untuk
mensubtitusi penggunaan pestisida sintetis yang memiliki efek
negatif bagi lingkungan sekitar dan juga dapat menekan
penggunaannya seminimal mungkin.
2.2 Klasifikasi Bintaro

Gambar 2.1 Tanaman Bintaro (arnipurwaningtyas.blogspot.com)


Klasifikasi tanaman bintaro menurut Nur (2011) sebagai
berikut:
Kingdom
Subkingdom

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Asteridae

Ordo

: Gentianales

Famili

: Apocynaceae

Genus

: Cerbera

Spesies

: Cerbera manghas L.

Tanaman bintaro yaitu tanaman yang berupa magrove


yang dapat tumbuh pada tanah yang memiliki nutrisi kurang dan
juga tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia. Tanaman
bintaro ini dapat tumbuh hingga ketinggian 12 meter dengan
bentuk buah bulat lonjong, memiliki warna hijau dengan
berdiameter 5-10 cm (Handoko, 2012). Biji bintaro memiliki racun
yang paling tinggi dibandingkan dengan bagian tanaman yang
lainnya yang berbahaya bagi manusia maupun hewan.
Kandungan yang ada dalam biji bintaro ini adalah alkaloid,
steroid, triterpenoid, dan saponin yang berperan sebagai
penghambatan makanan serangga (Anonim, 2011).

Tanaman bintaro ini memiliki nama berbeda di tiap daerah


antara lain yaitu bintan, buta-buta badak, goro-goro (Manado),
kayu gurita, kayu susu, mangga brabu (Maluku), madang kapo
(Minangkabau), bintaro (Jawa dan Sunda), kenyeri putih (Bali),
darli utama (Sangir), kadong (Sulawesi Utara), lambuto
(Makassar), bilutasi (Timor), yabai, oho pae, waba, wabo
(Ambon), dan goro-goro guwae (Ternate). Tanaman bintaro
merupakan tanaman berbatang tegak, berkayu dengan kulit
batang yang tebal dan berkerak. Daun bintaro berbentuk lonjong
dengan tepi daun merata, tulang menyirip, ujung dan
pangkalnya meruncing. Bunga bintaro berwarna putih dan
memiliki aroma harum. Buah bintaro memilki daging yang
berserat dan berbiji. Akar tanaman bintaro berwarna coklat dan
merupakan akar tunggang (Anonim, 2011).
2.3 Klasifikasi Mimba

Gambar 2.2 Tanaman Mimba (petanihebat.com)


Klasifikasi tanaman mimba sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Subkelas

: Dialypetaleae

Ordo

: Rutales

Family

: Meliaceae

Genus

: Azadirachta

Species

: Azadirachta indica Juss.

Tanaman mimba ini meruipakan tanaman yang berasal dari


daerah Asia Tenggara dan Selatan, sering dijumpai di daerah
tropis dan subtropis. Tanamn mimba ini tumbuh pada ketinggian
0-670 mdpl dilahan yang kering, panas dan tanpa adanya irigasi
dengan curah hujan pertahunnya yaitu 450-750 mm/tahun.
Tanaman mimba memiliki ketinggian 10-25 meter dengan batang
yang tegak berkayu. Daunnya berupa daun majemuk yang saling
berhadapan. Biji tanaman mimba ini berwarna bulat putih
dengan diameter 1 cm (Subiyakto, 2009).
Menurut Ketkar dalam Rusdy (2009) menyatakan bahwa
tanaman mimba merupakan tanaman yang memiliki potensi
untuk perlindungan tanaman dengan menggunakan bagian
daun, biji dan lain-lain. Tanaman mimba ini memiliki senyawa
bioaktif berupa triterpenoids yaitu azadirachtin, salannin dan
meliantriol yang ada pada daun , buah dan juga bijinya. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Rembold dalam Mardiningsih (2010)
juga menyatakan bahwa senyawa azadirachtin yang ada pada
biji mimba menyebabkan adanya gangguan pelepasan
neurohormon dari carpora cardiaca dan kemudian
mengakibatkan terjadinya gangguan pada hormon
perkembangan dan tubuh serangga.
2.4 Klasifikasi Mahoni

Gambar 2.3 Tanaman Mahoni (alampedia.blogspot.com)

Klasifikasi tanaman mahoni sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta

Super Divisi: Spermatophyta


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Sapindales

Famili

: Meliaceae

Genus

: Swietenia (Tumbuhan berpembuluh)

(Menghasilkan biji)
Spesies

: Swietenia mahagoni (Mahoni daun kecil)

Tanaman mahoni merupakan tanaman yang sering ditemui


dipinggir jalan dengan tinggi tanaman mencapai 5-25 meter dan
merupakan tanaman berkayu yang sering tumbuh didaerah
tropis. Maryam dan Purwadi dalam Darwiati (2012)
mmenyatakan bahwa tanaman mahoni memiliki potensi sebagai
pestisida nabati dengan menggunakan bagian tanaman berupa
biji dalam bentuk perasan. Biji mahoni memiliki kandungan
senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, steroid dan terpenoid.
Selain itu biji mahoni uga memiliki kandungan senyawa lain
seperti sweitenin yang berperan sebagai antifeedant dan
penghambat pertumbuhan hama (Anugrahini dan Umiati, tanpa
tahun).
2.5 Klasifikasi (Spodoptura Litura F.)

Gambar 2.4 Spodoptura Litura F. (putrie99.blogspot.com)


Berikut merupakan klasifikasi ulat grayak:
Kingdom : Animalia
Divisio

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Genus

: Spodoptera

Spesies

: Spodoptera litura

Ulat grayak merupakan hama yang sering ada pada


tanaman hortikultura dengan cara memakan bagian daun
tanaman dan menyisakan tulang daunnya saja. Jumlah telur ulat
grayak berkisar antara 25-500 butir telur dengan warna coklat
kekuningan. Ulat grayak memiliki siklus hidup yaitu diawali
dengan telur, larva, pupa dan imago. Pada saat siang hari larva
dari ulat grayak ini kan bersembunyi disemak-semak maupun
pada tanah, akan tetapi pada malam hari ulat grayak sangat
aktif untuk memakan daun tanaman (tanijogonegoro, 2013).
Menurut Inayati dan Marwoto dalam Meidalima (2014)
menyatakan bahwa daun yang rusak akibat serangan hama ini
dapat mengganggu proses fotosintesis dan mengakibatkan
kehilangan hasil mencapai 80%, bahkan akan terjadi puso
apabila tidak segera dikendalikan.

BAB 3. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dengan judul Efektivitas Pestisida Nabati
Kombinasi Bintaro, Mimba Dan Mahoni Terhadap Ulat Grayak
(Spodoptura Litura F.) dilaksanakan di Laboratorium Hama
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah pisau, sarung tangan, gelas
plastik, pinset, ember, blander, kain saring, timbangan, mikro
pipet 0,01, tisu, gelas ukur, kertas saring, karet gelang, label
nama dan lainnya.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ulat grayak, biji bintaro, biji
mimba, biji mahoni, kubis sebagai pakan ulat, dan aquades.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian ini mengunakan rancangan acak lengkap
(RAL) faktorial. Rancangan ini terdiri dari 2 faktor dengan
ulangan sebanyak 3 kali. Faktor penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
Faktor 1: Bahan Pestisida
B0

: kontrol (tanpa perlakuan)

B1

: Biji Mimba 50gr/l + Biji Mahoni 50gr/l + Biji Bintaro 50gr/l

B2

: Biji Mimba 100gr/l + Biji Mahoni 50gr/l + Biji Bintaro

50gr/l
B3

: Biji Mimba 50gr/l + Biji Mahoni 100gr/l + Biji Bintaro

50gr/l
B4

: Biji Mimba 50gr/l + Biji Mahoni 50gr/l + Biji Bintaro

100gr/l
Faktor 2: Teknik Aplikasi (M)
M1

: Aplikasi dengan pakan

M2

: Aplikasi dengan tetes

Sehingga diperoleh kombinasi sebagai berikut:


Ulangan

Ulangan

Ulangan

1
B3M1
B0M2
B2M1
B4M2
B0M1
B2M2
B1M1
B3M2
B1M1
B4M1

2
B1M1
B2M2
B0M1
B4M1
B1M2
B3M1
B0M2
B4M2
B2M1
B3M2

3
B4M2
B2M1
B3M2
B4M1
B1M2
B0M2
B3M1
B2M2
B0M1
B1M1

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyediaan Bahan Uji


Penyediaan ulat Spodoptura Litura F. diambil dari tanaman
sayuran yang kemudian dikembangkan dalam skala laboratorium
dengan menggunakan wadah plastik berukuran tinggi 12 cm dan
diameter 12 cm. Pada bagian dasar toples diberi tisu dan
kemudian diberi percikan air hingga lembab. Larva ulat diberi
sayur kubis sebagai makanannya dan larva ini dipelihara hingga
menjadi imago.
Penyediaan bahan ekstrak dilakukan dengan cara
mengumpulkan biji bintaro, biji mimba dan biji mahoni sebanyak
1kg kemudian dihaluskan menggunakan blander hingga menjadi
bubuk. Bubuk ditimbang sebanyak 50gr dan 100gr sesuai
dengan perlakuan. Setiap 50gr timbangan ekstrak ditambahkan
1 liter air dan larutan diaduk hingga merata.
3.4.2 Aplikasi Pestisida
Pengaplikasian pestisida ini dilakukan menggunakan 2 cara
yaitu dengan metode celup dan metode tetes. Pestisida ini
diaplikasikan pada makanan yang telah dicelup dengan ekstrak
kombinasi biji mimba, biji mahoni dan biji bintaro yang telah
dikering anginkan. Selanjutnya pestisida nabati ini diaplikasikan
dengan cara diteteskan pada tubuh ulat dengan menggunakan
mikropipet 0,01.

3.5 Parameter pengamatan


Parameter yang dilakukan pada penelitian ini yaitu:
1. Presentase Mortalitas Spodoptura Litura F.
Pengamatan dilakukan 1 hari setelah dilakukan aplikasi
hingga aplikasi yang ke-11 kali.

2. LT 50 (kematian 50% setelah aplikasi)


Pengamatan kematian dilakukan setiap hari sampai tingkat
kematian ulat mencapai 50% dari larva uji.
3. Perilaku Larva Setelah Aplikasi
Pengamatan perilaku larva setelah aplikasi diamati secara
visual dengan cara mengamati secara langsung penyimpangan
perilaku pada lava ulat Spodoptera Litura F. Perilaku Spodoptura
Litura F. setelah aplikasi biji bintaro tidak mampu menopang
tubuhnya (Utami, 2010). Sedangakan dengan pemberian biji
mahoni maka larva akan melakukan penolakan makan hingga
residu pestisida ini terdegradasi (Siregar, tanpa tahun) dan
perilaku setelah diberikan ekstrak biji mimba kan berpengaruh
pada pengaturan perkembangan dan juga mengganggu
reproduksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Bintaro sebagai Pestisida Nabati. Warta Penelitian


dan Pengembangan Tanaman Industri, 17(1):1-6.
Anugrahini, A. E., dan Umiati. Tanpa tahun. Prospek Pestisida
Nabati Biji Mahoni Terhadap Penurunan Populasi Hama
Aphis pada Tanaman Kapas.
Darwiati, W. 2012. Pestisida Nabati Untuk Pengendalian dan
Pencegahan Hama Hutan Tanaman. Mitra Hutan Tanaman,
7(1):1-9.
Handoko, T., Suhandjaja, G., dan Muljana, H. 2012. Hidrolisis
Serat Selulosa dalam Buah Bintaro sebagai Sumber Bahan
Baku Bioetanol. Teknik Kimia Indonesia, 11(1):26-33.
Irfan, M. 2010. Uji Efektifitas Pestisida Nabati Secara In Vitro.
Agroteknologi, 1(1):19-25.
Mardiningsih, T. L., Sukmana, C., Taringan, N., dan Suriati, S.
2010. Efektivitas Insektisida Nabati Berbahan Aktif
Azadirachtin dan Saponin terhadap Mortalitas dan
Intensitas Serangan Aphis gossypii Glover. Littro,
21(2):171-183.
Meidalima, D. 2014. Perkembangan Populasi Ulat Grayak
(Spodoptera Litura (F.)). AgrIBA, No. 2 Edisi Maret.
Nur, F. 2011. Tanaman Bintaro.
http://fasula.blogspot.com/2011/06/tanaman-bintarocerbera-manghas.html. Di akses pada tanggal 30 Agustus
2015.
Oesman, F., Murniana., Muhammad, K., dan Nurdin, S. 2010.
Antifungal Actifity of Alkaloid from Bark of Cerbera
odollam. Natural, 10(2):1-4.
Rusdy, A. 2009. Efektivitas Ekstrak Nimba dalam Pengendalian
Ulat Grayak (Spodoptura Litura F.) pada Tanaman Selada.
Floratek, 4:41-54.
Siregar, B. A., Didiet, R. D., dan Herma, A. Tanpa tahun. Potensi
Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia Macrophylla) dan Akar Tuba
(derris Elliptica) sebagai Bioinsektisida untuk
Mengendalikan Hama Caisin. PKMI:1-9.

Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati:


Potensi, Kendala dan Strategi Pengembangannya.
Perspektif, 8(2):108-116.
Tanijogonegoro. 2013. Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.).
http://www.tanijogonegoro.com/2013/11/ulat-grayakspodoptera.html. Diakses pada tanggal 01 September
2015.
Utami, S. 2010. Aktivitas Insektisida Bintaro (Cerbera odollam
Gaertn) terhadap hama Eurema spp. Pada Skala
Laboratorium. Hutan Tanaman, 7(4):211-220.
Wiratno. 2011. Efektifitas Pestisida Nabati Berbasis Minyak Jarak
Pagar, Cengkeh, dan Seraiwangi Terhadap Mortalitas
Nilaparvata lugenss Stahl. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15
Oktober 2011.

Anda mungkin juga menyukai