Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA DAN APLIKASI

PENGENALAN DAN PEMBUATAN PESTISIDA BOTANI

ASISTEN :
Bunga Yuliana
Widya Sari

ASHRI MAULANA
1706122744
AGROTEKNOLOGI-A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya meningkatkan hasil pertanian khususnya dalam mengatasi serangan


Opt terus berkembang, dan lebih cenderung memperhatikan beberapa aspek
seperti keamanan lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi, maka muncul
istilah ”integrated pest control”, integrated pest control selanjutnya menjadi
integrated pest management (IPM), dan dikenal dengan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT). Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap
kesalahan dalam pengendalian hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli
FAO di Roma tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam
Keputusan Preside nNo. 3 tahun 1986 dan UU No.12/1992 tentang sistem
budidaya tanaman. Namun tidak tepatnya penggunaan pestisida akibat lemahnya
kontrol maka penggunaan pestisida juga tidak memberikan efek baik bagi
lingkungan dan kesehatan.
Menurut Kardinan (2002), strategi dan arah kearifan lokal penggunaan
pestisida nabati dalam pengendalian hama tanaman antara lain 1). Pengembangan
pestisida nabati secara in-situ diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pestisida
bagi petani secara berkelanjutan (pesticide self suffciency ), 2). Pengurangan
penggunaan pestisida sintetis sampai pada tingkat terendah, sehingga tidak
menimbulkan eksternalitas negatif terhadap lingkungan, 3). Peningkatan produksi
pertanian, khususnya pangan yang bebas residu pestisida, sehingga aman dan
sehat bagi konsumen.
Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui
pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas
dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya
adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan
pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik
itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif
ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara
penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya : Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida
yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang
sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah
tercemar pestisida.
Oleh karena itu, maka mulai dikembangkan pestisida nabati yaitu pestisida
yang tidak menggunakan bahan kimia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
memiliki beberapa khasiat untuk mebunuh atau mengendalikan OPT, baik dengan
aroma yang menyengat, dengan rasa yang tidak enak maupun dengan kandungan
alami pada tumbuhan tersebut yang dapat membunuh serangga. Penggunaan
pestisida nabati merupakan salah satu solusi dalam mengendalikan OPT,
khususnya pada tanaman padi, disamping dapat mengurangi efek kerusakan
lingkungan maupun dampak terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibat
penggunaan bahan kimia pada pestisida atau pestisida kimia.
Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan
yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati antara lain
Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae. Selain bersifat
sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai
fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun rodentisida.
Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penghambat nafsu makan (anti feedant),
penolak (repellent), penarik (atractant) dan berpengaruh langsung sebagai racun.
Daun mimba (Azadirachta indica) tersusun spiralis, mengumpul di ujung
rantai, merupakan daun majemuk menyirip genap. Daun mimba dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk membasmi hama dengan cara yang tradisional yang ramah
lingkungan, karena penggunaan daun mimba sebagai pestisida nabati tidak
menimbulkan dampak atau pencemaran yang membahayakan masyarakat
sekitar. Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa
komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik
dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan
obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol,
nimbin dan nimbidin (Roja, 2009).
1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum pengenalan dan pembuatan pestisida botani adalah


agar mahasiswa mampu mengetahui tumbuhan-tumbuhan yang dapat berfungsi
sebagai pestisida botani, mahasiswa mampu menjelaskan OPT yang dapat
dikendalikan serta mampu membuat sediaan bahan pestisida botani formulasi
berbentuk tepung.

1.3 Manfaat

Setelah mengikuti kegiatan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu


mengenal jenis tanaman yang berpotensi sebagai insektisida botani serta
sasarannnya, mampu membuat sediaan dalam bentuk formulasi tepung dan
menjadikan penggunaan bahan alami dalam pengendalian hama dan penyakit
sebagai anjuran pertama sebelum pengaplikasian pestisida kimia.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pestisida Botani

Pestisida nabati merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang


dihailkan dari tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendalian hama dan
penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida nabati merupakan pestisida yang
dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida
nabati adalah pestisida yang ramah lingkungan serta tanaman-tanaman
penghasilnya mudah dibudidayakan salah satunya seperti sereh dapur, sereh
wangi dan nimba yang dapat dibuat menjadi bentuk minyak tanaman (Adnyana, et
al., 2012). Penggunaan pestisida nabati ini biasanya mengunakan organ tanaman
seperti daun, akar, biji dan buah tanaman yang menghasilkan suatu senyawa
tertentu yang dapat menghalau serangga untuk memakan atau bahkan mematikan
serangga tersebut.
Pestisida nabati memiliki banyak macamnya berdasarkan fungsi
mengendalikan hama seperti insektisisda, bakterisida, akarisida dan lain-lain.
Penggunaan insektisida nabati dilakukan sebagai alternatif untuk mengendalikan
ham tanaman sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti
penggunaan pestisida kimia (Tohir, 2010). Pengendalian hama dilakukan untuk
menghindarkan tanaman dari penurunan produksi yang cuup signifikan sehingga
terdapat kerugian yang berarti dialami oleh petani. Penggunaan pestisida
merupakan salah satu alternatif yang dilakukan selain penggunaan pengendalian
dengan metode mekanik dan pengendalian musuh alami.
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan
atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini
diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung,
ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder
dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan
digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal
yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu
sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh
belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian
petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida,
diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan berbagai macam
hama sehingga hama tanaman yang menyerang dapat dikendalikan secara alami
karena tidak menyebabkan racun bagi organisme lain (Oka, 1995).

2.2 Tanaman yang Berpotensi sebagai Pestisida Botani

2.2.1 Mimba (Azadirachta indica A. Juss)


Klasifikasi dari tanaman mimba
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Azadirachta
Spesies : Azadirachta indica A.Juss ( Plantamor, 2016)
Mimba mempunyai akar tunggang. Daun mimba berupa daun majemuk,
letak anak daun berhadapan dengan jumlah 9-17, tersusun spiralis, mengumpul di
ujung rantai, merupakan daun majemuk menyirip genap. Daun mimba
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membasmi hama dengan cara yang
tradisional yang ramah lingkungan, karena penggunaan daun mimba sebagai
pestisida nabati tidak menimbulkan dampak atau pencemaran yang
membahayakan masyarakat sekitar. Mimba, terutama dalam biji dan daunnya
mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga
sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun
farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin,
salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin (Roja, 2009). Daun berwarna hijau,
anak daun berujung runcing dengan bagian tepinya bergerigi serta permukaan
daun bagian atas mengkilat. Bunga mimba berukuran kecil berwarna keputih-
putihan dan berbau harum. Buah mimba berbiji satu, buah muda berwarna hijau
dan yang telah masak berwarna kekuningan berbentuk lonjong, panjangnya antara
lain 1.5 –2.0 cm (Agusta, 2000). Perbanyakan tanaman dilakukan melalui biji.
Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas dengan ketinggian 1-700 m dpl dan
tahan cekaman air. Di daerah yang banyak hujan bagian vegetatif sangat subur,
tetapi sulit untuk menghasilkan biji (generatif) (Kardinan, 2002).
Kandungan kimia bagian tumbuhan yang bisa digunakan sebagai bahan
untuk insektisida nabati adalah daun dan biji. Aktivitas biologis dari tanaman
mimba disebabkan oleh adanya kandungan senayawa-senyawa bioaktif yang
termasuk dalam kelompok limonoid (triterpenoid). Setidaknya terdapat sembilan
senyawa limonoid yang telah diindentifikasi diantaranya adalah azadirachtin,
meliantriol, salanin, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin (C35H44O16) adalah
senyawa yang paling aktif yang mengandung sekitar 17 komponen sehingga sulit
untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagi pestisida. Bahan
aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat pada
bijinya (Kardinan, 2002).

2.2.2 Sirih Hutan (Piper aduncum L.)


Klasifikasi tanaman sirih hutan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper aduncum Linn. (Agusta, 2000)
Sirih hutan merupakan tanaman terna, tumbuh merambat atau menjalar.
Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong,panjang 5 cm sampai 18 cm,
lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm pada bagian pangkal helai daun berbentuk
jantung (cordatus) atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau
berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih. Bunga berbentuk bulir untai
(amentum), berdiri sendiri di ujung cabang atau berhadapan dengan daun.
Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat
pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai
5. Buah buni, bulat, gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm
sampai 1,5 cm (Ditjen POM, 1995).
Kandungan kimia dari tanaman sirih hutan merupakan tanaman famili
Piperaceae yang daun, buah dan rantingnya berpotensi sebagai sumber pestisida
nabati. Senyawa aktif yang terdapat pada tumbuhan Piperaceae termasuk dalam
golongan piperamidin seperti piperin, piperisida, piperlonguminin dan guininsin.
Senyawa tersebut telah banyak dilaporkan bersifat insektisida (Scott et al., 2008).
Piperamidin bersifat sebagai racun saraf dengan mengganggu aliran impuls saraf
pada akson saraf seperti cara kerja insektisida piretroid). Menurut Oka (1995)
daun sirih hutan juga mengandung senyawa-senyawa seperti heksana, sianida,
saponin, tanin, flafonoid, steroid, alkanoid dan minyak atsiri yang diduga dapat
berfungsi sebagai pestisida nabati.

2.2.3 Babadotan (Ageratum conyzoides L.)


Klasifikasi Tumbuhan Bandotan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Genus : Ageratum
Species : Ageratum conyzoides L
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) merupakan tumbuhan herba setahun
yang tingginya dapat mencapai 30-90 cm dan tumbuh tegak atau batang bawah
berbaring. Dalam klasifikasinya, tumbuhan ini termasuk tanaman berbunga,
anggota dari familia Asteraceae. Babadotan berasal dari Amerika tropis, tumbuh
di daerah tropis. Di Indonesia babadotan merupakan salah satu tumbuhan
pengganggu atau gulma yang dapat hidup di ladang, halaman, kebun, tepi jalan
maupun tepi air (Grainge dan Ahmed, 1988).
Babadotan selama ini dianggap sebagai gulma ternyata bermanfaat sebagai
insektisida botani. Babadotan memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai
insektisida, kandungan senyawa bioaktif di antaranya saponin, flavanoid,
polifenol dan minyak atsiri yang mampu mencegah hama mendekati tumbuhan
(penolak) dan penghambat pertumbuhan larva menjadi pupa. Babadotan
mengandung senyawa kimia dari golongan precocene 1, prepocene 2, senyawa
saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Kardinan, 2002).

2.2.4 Srikaya (Annona squamosa L.)


Klasifikasi tanaman Srikaya
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona squamosa L.
Srikaya (Annona squamosa L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
mempunyai peluang untuk digunakan sebagai insektisida nabati. Menurut
Kardinan (2002), biji A. squamosa mengandung senyawa kimia annonain yang
terdiri atas squamosin dan asimisin yang bersifat racun terhadap serangga.
Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji A. squamosa mengandung bioaktif
asetogenin yang Don Kadja, Annona squamosa sebagai alternative aman bagi
pengendalian hama Media Exacta Volume 10 No.2 Juli 2010 bersifat insektisidal
dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji, daun, dan akar A.
squamosa mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan sebagai
insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara
kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002).
Tumbuhan ini pada umumnya mengandung alkaloid tipe asporfin (anonain).
Daun srikaya mengandung tanin, fenolik, polifenol, glikosida, saponin,
karbohidrat, protein , fitosterol, asam amino, alkaloid, dan terpenoid. Dimana
terpenoid, flavonoid, fenolik, dan alkaloid telah dikenal memiliki aktivitas sebagai
antibakteri. Akar dan kulit kayu mengandung flavonoida, borneol, kamphor,
terpene, dan alkaloid anonain. Disamping itu, akarnya juga mengandung saponin,
tanin, dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang
bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah, dan mucilago. Buah
muda mengandung tanin (Sudarmo, 2005)
Kandungan kimia daun srikaya dapat digunakan sebagai antioksidan,
antidiabetik, hepatoprotektif, aktivitas antitumor, dan lain sebagainya.
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada srikaya ialah glikosida, alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, karbohidrat, protein, senyawa fenolik, pitosterol, dan
asam amino. Pada daun srikaya memiliki kandungan senyawa seperti saponin,
flavonoid dan tannin, tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid (Barve, 2011).
Buah mentah, biji, daun, dan akar A. squamosa mengandung senyawa kimia
annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga
(repellent), dan anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun
perut (Kardinan 2002).

2.2.5 Sirsak (Annona muricata L.)


Klasifikasi tanaman sirsak
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata Linn.
Tanaman Annona muricata (sirsak) mengandung zat toksik bagi serangga
hama. Serangga yang menjadi hama di lapangan maupun pada bahan simpan
mengalami kelainan tingkah laku akibat bahan efektif yang terkandung pada daun
sirsak. Disamping itu dapat juga menyebabkan pertumbuhan serangga terhambat,
mengurangi produksi telur dan sebagai repellen (penolak) (Hartarti, 2002).
Morfologi, tanaman sirsak memiliki batang yang berkayu dan tingginya
dapat mencapai hingga 9 meter. Daun tanaman sirsak berbentuk lonjong-bulat
telur, ujung daun lancip dan pendek. Helaian daun melekat pada tangkai daun
dengan tepi lurus dan permukaan agak licin. Tanaman sirsak memiliki bunga
yang sempurna (hermafrodit) dan termasuk bunga tunggal (flos simplex),
artinya dalam satu bunga terdapat banyak putik sehingga disebut juga bunga
berpistil majemuk. Mahkota bunga sirsak terdiri dari 6 sepal yang terdiri dari 2
lingkaran, bentuknya hampir segitiga, tebal dan kaku. Buah sirsak termasuk
buah sejati berganda, daging buah berbentuk segmen, bertekstur lunak,
berwarna putih susu, berair banyak, berserat, memiliki aroma yang khas, dan
rasanya manis sedikit masam. Biji berbentuk pipih dengan ujung tumpul dan
berkulit keras. Jumlah biji dalam satu buah sirsak bervariasi, berkisar antara
20-70 butir biji normal (Kardinan, 2008)
Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa
mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya. Acetogenin adalah senyawa
polyketides dengan struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat
pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone
pada C23 memiliki aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin yang berfungsi
sitotoksik adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin. Kandungan daun sirsak
mengandung senyawa acetoginin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin.
Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti
feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian
tanaman yang disukainya (Kardinan, 2002)

2.3 Keunggulan dan Kelemahan Pestisida Nabati

Bahan aktif pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman
yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu
senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat – zat kimia sekunder
lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang
terinfeksi OPT, tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun
aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot,
keseimbangan hormone, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan
sistem pernafasan OPT.
Keunggulan pestisida nabati antara lain yaitu :
a. Mengalami degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari
b. Memiliki efek/pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan
serangga walapun jarang menyebabkan kematian.
c. Toksitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada
manusia (lethal dosage (LD) >50 Oral)
d. Memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf)
e. Bersifat selektif dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal
pada pestisida sintetis
f. Fitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
g. Murah dan mudah dibuat oleh petani.
Sedangkan kelemahan pengggunaan pestisida nabati antara lain :
 Cepat terurai dan aplikasinya harus lebih sering
 Cara racunnya rendah, tidak langsung mematikan serangga atau memiliki
efek lambat
 Kapasitas produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam
jumlah massal (bahan tanaman untuk pestisida nabati belum banyak
dibudidayakan secara khusus)
 Ketersediaannya di toko-toko pertanian masih terbatas
 Kurang praktis dan tidak tahan disimpan.

2.4 Dampak Negatif Penggunaan Pestisida Nabati


Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui
pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas
dari serangan hama penyakit.
Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya adalah dengan
menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan pestisida. Namun
penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi kesehatan
manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini akan terus
terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara
penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya:

1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian


terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar
terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah
tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari
tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung
resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut daripada sang
ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang diberikan.
Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam
sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air
dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam
kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton
ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja
akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau
manusia. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung
pelikan coklat dan burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika.
Setelah diteliti ternyata burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh
pestisida organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu
sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja
perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan
punah.
3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran
pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida
diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar
tingkat pencemaran pestisida pada makhluk hidup dan lingkungan kehidupan,
tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya.
III METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun srikaya, daun
sirsk, daum babadotan, daun sirih hutan, daun mimba, deterjen dan air..
Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas, gunting,
blender, wadah plastik, saringan ukuran 0.5 mess ,gelas ukur 25 mL, batang
pengaduk dan hand sprayer.

3.2 Cara Kerja

1. Daun mimba yang diambil dari lapangan dibersihkan dengan air dan
dikeringkan selama 7 hari.
2. Daun yang telah kering angin digunting menjadi ukuran yang lebih
kecil agar mudah diblender.
3. Daun yang telah diblender diayak dengan aykan 0.5 mess.
4. Tepung daun sirih hutan hasil ayakan disimpan dalam kotak wadah
plastik dan dimasukkan kedalam kulkas.
5. Tepung daun mimba siap digunakan untuk pengendalian OPT.
6. Dimasukkan hasil ayakan kedalam spayer dan ditambahkan air sebanyak
1L.
7. Dimasukkan deterjen sebanyak 1 tetes kedalam larutan pestisida tersebut
sebagai bahan tambahan.
8. Dihomogenkan larutan tersebut hingga benar-benar menyetu.
9. Pertisida nabati siap digunakan.
10. Mahasiswa membuat laporan mingguan.
11. Laporan praktikum dikumpulkan satu minggu setelah kegiatan
praktikum selesai dilaksanakan.
IV ISI DAN PEMBAHASAN

Mimba (Azadirachta indica A. Juss; Mileaceae), merupakan salah satu


tumbuhan sumber bahan pestisida (pestisida nabati) yang dapat dimanfaatkan
untuk pengendalian hama. Penanaman dapat dilakukan melalui stek, cangkok, dan
biji. Bagian tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati
adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung senyawa aktif
utama azadiraktin. Namun disini saya membahas tentang daun mimba yang
bersifat sebagai insektisida, mimba juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida,
nematisida, bakterisida, maupun akarisida (Adnyana, dkk 2012).
Daun mimba mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit
sekunder yang diduga sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai pestisida
botani. Bahan aktif yang terkandung pada daun mimba diantarnya adalah
azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin. Daun mimba tidak
membunuh hama secara cepat namun memiliki mekanisme kerja menurunkan
nafsu makan dan menghambat pertumbuhan dan reproduksi. Menurut Grainge
(1988) azadirachtin merupakan penurun nafsu makan dan penghambat hormon
petumbuhan serangga. Salanin merupakan salah satu penurun nafsu makan.
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) sehingga serangga enggan
mendekati tanaman tersebut. Nimbin dan Nimbidin memiliki aktivitas
antimikroba, antifungi dan antiviral, pada manusia dan hewan.

Gambar 1. Daun Mimba

Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilakukan, daun mimba diambil dari


lapangan, dicuci bersih dengan air, dan dikering anginkan selama 7 hari. Tujuan
daun mimba dikering anginkan yaitu untuk mengurangi kadar air, menjamin
dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur dan agar daun mudah di
blender.

Gambar 2. Pemotongan Daun Mimba.

Daun mimba yang sudah dikering anginkan kemudian dipotong kecil-kecil


menggunakan gunting. Tujuan dari pemotongan ini yaitu untuk mempercepat
daun mimba menjadi halus pada saat diblender.

Gambar 3. Daun mimba diblender.

Setelah daun mimba dipotong kecil-kecil, selanjutnya daun mimba


diblender. Tujuan diblendernya daun mimba ini yaitu untuk mendapatkan ekstrak
daun mimba dalam bentuk tepung. Pembuatan serbuk daun merupakan proses
awal pembuatan ekstrak, serbuk dibuat dari daun utuh atau potongan-potongan
daun yang telah dikeringkan. Dalam proses pembuatan serbuk dilakukan dengan
menggunakan alat yang tidak menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandugan
kimia yang dibutuhkan.
Gambar 4. Pengayakan.

Setelah daun mimba diblender, selanjutnya dilakukan pengayakan.


Pengayakan bertujuan untuk menghilangkan daun mimba yang masih berukuran
besar sehingga didapatkan ekstrak yang bebas dari daun mimba yang sebelumnya
dihaluskan. Derajat kehalusan ekstrak daun terdiri dari sangat kasar, kasar, agak
kasar, halus dan sangat halus.

Gambar 5. Hasil ayakan dimasukkan ke dalam hand sprayer.

Ekstrak daun mimba dimasukkan ke dalam handsprayer. Handsprayer


merupakan alat semprot yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida botani.
Handsprayer digunakan untuk pengaplikasian pestisida berbentuk cair. Sedangkan
pestisida berbentuk tepung digunakan alat yang disebut duster.
Gambar 6. Penambahan air.

Setelah diayak dan ekstrak daun mimba dimasukkan ke dalam


handsprayer, tambahkan air sebanyak 500 ml ke dalam handsprayer tersebut.
Penambahan air bertujuan sebagai pelarut. Pelarut merupakan cairan yang mampu
melarutkan zat lain yang umumnya berbentuk padatan tanpa mengalami
perubahan kimia. Pelarut terdiri dari 2 jenis yaitu pelarut organik dan pelarut non
organik. Contoh pelarut oranik yaitu etanol, metanol, dll. Sedangkan contoh
pelarut non-organik yaitu air.

Gambar 7. Penambahan deterjen.

Pestisida yang sudah jadi tadi selanjutnya diberi tambahan berupa deterjen
sebanyak yang dibutuhkan, dalam praktikum ini digunakan hanya beberapa tetes
aja. Penambahan deterjen ini berfungsi untuk meningkatkan kemapuan pestisida
dalam melakukan pengendalian serta sebagi bahan campuran untuk perekat
pestisida agar tidak mudah tercuci dan dapat lengket pada bagian tanaman yang
disemprotkan.
Gambar 8. Penghimgenan larutan.
Penghomogenan pestisida dengan cara mengocoknya sampai didapatkan
larutan pestisida yang benar – benar homogen dan siap untuk diaplikasikan pada
tanman. Pada saat pengaplikasian sesekali larutan di kocok agar tetap terjaga
kehomogenannya karna bahan yang digunakan adalah berupa tepung maka akan
sangat mudah mengalami pengendapan,sehingga apabila ngak dikocok maka di
khawatirkan bahan aktif pestisida tersebut mengendap bersamaan dengan bagian
daun yang berbentuk tepung tersebut.
V KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan yakni Penegnalan dan


Pembuatan pestisia Botani adalah bahwa Pestisida nabati merupakan pestisida
yang memiliki bahan aktif yang dihailkan dari tanaman dan memiliki fungsi
sebagai pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman, Penggunaan
pestisida nabati ini biasanya mengunakan organ tanaman seperti daun, akar, biji
dan buah tanaman yang menghasilkan suatu senyawa tertentu yang dapat
menghalau serangga untuk memakan atau bahkan mematikan serangga tersebut.
Tanaman mimba mengandung Azadirachtin (C35H44O16), Melantriol, Salanin,
Nimbin dan lain-lain. Azadirachtin sendiri mengandung 17 komponen sehingga
sulit untuk menetukan jenis komponen mana yang paling berperan sebagai
pestisida, bijinya mengandung minyak sebesar 35-45%.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, dkk. 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis
terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Jurnal Agroekologi Tropika 1(1):
1-11.

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung (ID):


Penerbit ITB.

Apriyanto. A. 2009. Kearifan Lokal Penggunaan Pestisida Nabati Dalam


Pengendalian Hama Tanaman. Sinar Tani Edisi 15 – 21 April 2009. No.
3299. Tahun xxxix. Hal.4.

Asaad. Wilis. 2012. Kajian Pestisida Nabati Yang Efektif Terhadap Hama
Penggerek Buah Kakao (Pbk) Pada Tanaman Kakao Di Sulawesi Selatan.
Suara Perlindungan Tanaman 2(2):24-34.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 683.

Grainge, M. &Ahmed , S. 1988. Handbook of Plants with Pest-Control


Properties. John Wiley & Sons. Inc. Canada. 470 pp.

Hartati, Z. 2002. Pengujian Ekstrak Biji Daun Sirsak Untuk Mengendalikan Hama
Helicoverpa armigera.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan aplikasi. Cetakan ke-4.


Penebar Swadaya: Jakarta.

Kardinan, Agus. 2008 B. Prospek Tanaman Aromatik Dalam Menanggulangi


Permasalahan Nyamuk Dan Lalat. Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, Hal 25-23.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Plantamor. 2016. Klasifikasi Nimba. http://www.plantamor.com/index. Diakses


pada tanggal 28 November 2019.

Roja, Atman. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Secara Terpadu (PHT)
Pada Padi Sawah. BPTP: Solok.

Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. A review of Piper spp.
(Piperaceae) phytochemistry, insecticidal activity and mode of action.
Phytochemical Review 7:65-75. http:// dx.doi.org/10.1007/s11101-006-
9058-5. Diakses: November 2019.
Sudarmo, S. 2005. Pestisida nabati dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta

Tohir, Mohamad. 2010. Teknik Ekstraksi Dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati
Untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera Litura Fabr.) Di
Laboratorium. Teknik Pertanian 15(1):37-40.

Thamrin dkk,2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati.
balai pertanian lahan rawa: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai