Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Aphis gossypii merupakan serangga kosmopolitan (tersebar luas pada

berbagai tipe habitat) yang berkembangbiak secara parthenogenesis. Secara

morfologi, hama ini berbentuk seperti buah pear. Warna tubuhnya bervariasi dari

hijau muda, hitam dan kuning (Mustikawati, 2012:2).

Menurut Suhaeni (2008:56) A. gossypii biasanya mengisap cairan dalam

jaringan tanaman pada bagian-bagian yang lunak sehingga tanaman menjadi

keriting dan layu. Setiadi (2006:128) menyatakan A. gossypii mengeluarkan

cairan manis seperti madu, akibatnya semut akan datang untuk menyerbu cairan

manis tersebut.

Serangan A. gossypii dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman yang

menjadi inangnya. Menurut Srinivasan (2009:26), nimfa maupun serangga dewasa

mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap. A. gossypii mengisap cairan

tanaman dan ditemukan dalam jumlah yang banyak pada pucuk yang masih muda.

Kerusakan ringan yang ditimbulkan akan menyebabkan daun menguning.

Serangan A. gossypii menyebabkan pertumbuhan tunas, pucuk daun dan

bunga terganggu. Pada tanaman terung, daun yang diserang akan menggulung

serta mengeriting sehingga pertumbuhan terhambat dan tanaman menjadi kerdil

(Sutiyoso, 2016:47). Prianto (2016:48) menyatakan bahwa gejala yang

ditimbulkan jika terkena serangan hama ini adalah daun muda akan mengkerut

dan keriting serta melingkar, pertumbuhan tanaman terhambat sehingga pada

akhirnya akan kering dan mati. Menurut Rukmana (1994:42) kerusakan tersebut

disebabkan karena A. gossypii mencari makanan dengan cara menghisap cairan


sel, terutama pada bagian pucuk atau daun-daun yang masih muda, sehingga daun

menjadi tidak normal yaitu daunnya berbentuk keriput, keriting atau menggulung.

Terung (Solanum melongena L.) adalah salah satu jenis sayuran yang telah

lama dikenal oleh semua masyarakat, baik di kota maupun di desa. Kandungan

gizi terung cukup lengkap yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B,

vitamin C, kalsium, fosfor, dan zat besi (Soetasad, dkk., 2003:5-6).

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi (2016:6) produksi tanaman

terung di Provinsi Jambi tahun 2016 mencapai 106.362 kuintal, meningkat sebesar

13,47% jika dibandingkan dengan produksi terung tahun 2015 sebesar 92.032

kuintal. Selanjutnya, pada tahun 2017 produksi tanaman terung menurun menjadi

77.879 kuintal.

Rendahnya hasil tanaman terung disebabkan oleh berbagai faktor antara

lain; tanah yang kurang subur, tindakan budidaya yang kurang baik, kondisi iklim

yang kurang mendukung serta kurangnya keahlian petani dalam menganalisis

secara lebih akurat kondisi dan tingkat produktivitas tanaman tersebut (Duaja,

dkk. 2013:33). Selanjutnya Apriliyanto (2019:8) menambahkan kendala utama

dalam meningkatkan produksi terung di daerah tropis adalah serangan hama dan

tungau.

Prianto (2016:47) menyatakan salah satu jenis hama yang terdapat pada

tanaman terung adalah A. gossypii. Saat tanaman terung terserang hama,

mengakibatkan produksi terung menjadi menurun. Pada serangan tinggi, hama ini

akan sangat berpengaruh pada kualitas buah terung sehingga dapat mengakibatkan

gagal panen dan membuat kerugian bagi para petani.


Menurut Sembel (2012:217-219) di Indonesia penggunaan insektisida

sintetik tetap merupakan metode utama untuk pengendalian hama pertanian. Salah

satu kelemahan dari insektisida sintetik adalah timbulnya resistensi serangga

hama terhadap insektisida, penggunaan insektisda sintetik secara kontinu

menyebabkan hama lama-kelamaan dapat mengembangkan kemampuan

ketahanannya terhadap insektisida. Ekha (1988:62) menyatakan, insektisida

sintetik yaitu zat atau senyawa kimia yang mengandung racun yang digunakan

untuk mematikan atau memberantas serangga.

Kecenderungan penggunaan insektisida sintetik didasarkan pada alasan

insektisida sintetik cepat dirasakan hasilnya, dapat menurunkan populasi hama,

dan dapat digunakan setiap saat. Trisyono (2014:3) menyatakan bahwa dampak

dari penggunaan insektisida sintetik yang tidak tepat dan cenderung berlebihan

akan mengakibatkan berbagai masalah mulai dari residu, ledakan hama sekunder,

resurjesi, resistensi, dan perubahan status serangga dari hama sekunder menjadi

primer.

Berbagai usaha untuk mengendalikan hama terung telah dilakukan, namun

sampai saat ini masih tetap bertumpu pada penggunaan insektisida sintetik.

Penggunaan insektisida sintetik yang terus menerus pada tanaman terung akan

mengakibatkan biaya produksi meningkat, sehingga mengakibatkan harga sayuran

menjadi mahal bagi pengguna yang berpenghasilan rendah. Penyalahgunaan

insektisida sintetik dan residunya akan menyebabkan dampak negatif kesehatan

bagi petani, konsumen dan lingkungan.

Penggunaan insektisida sintetik yang dinilai praktis untuk mengendalikan

serangan hama nyatanya memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar


bahkan bagi penggunanya sendiri, sehingga dibutuhkan suatu alternatif lain yang

dampak negatifnya kecil seperti insektisida nabati yang ramah lingkungan.

Menurut Kardinan (1999:4) insektisida nabati bahan dasarnya berasal dari

tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan yang terbatas, karena

insektisida nabati bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari

lingkungan dan relatif aman bagi manusia karena residunya mudah hilang.

Untuk menekan dampak negatif ini, maka diperlukan pengendalian yang

lebih ekonomis, menguntungkan dan tidak mencemari lingkungan. Tanaman yang

dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah biji bengkuang (Pachyrhizus

erosus (L.) Urb.). Menurut Kardinan (1999:22) bahan aktif tanaman bengkuang

yang berpotensi sebagai insektisida nabati adalah rotenon. Pada rotenon terdapat

senyawa pachyrrized. Hasil penelitian Faradita, dkk. (2010) menyatakan bahwa,

kandungan pachyrrizida yang termasuk ke dalam golongan rotenoid pada biji

bengkuang mampu meracuni perut hama ulat Pluetella xylostella. Setelah

pachyrrizida terakumulasi dalam sistem pencernaan ulat, ulat akan mengalami

kematian.

Hasil penelitian Nurhakim, dkk. (2006) mendapatkan penggunaan ekstrak

biji bengkuang dengan konsentrasi 8% dapat menekan jumlah hidup Tribolium

castaneum. Tingginya kematian yang diakibatkan oleh ekstrak biji bengkuang

dimungkinkan adanya senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak biji

bengkuang yaitu rotenon, yang dapat menyebabkan kematian pada serangga

karena efek farmakologis dari rotenon adalah mencegah kemampuan Tribolium

castaneum untuk menggunakan oksigen pada proses metabolisme. Metabolisme

serangga dapat dipelajari dalam enotomologi.


Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga atau insekta.

Insekta atau serangga merupakan kelas yang memiliki spesies paling banyak salah

satunya kutu daun. Sampai saat ini, materi ajar entomologi mengenai kutu daun

masih sedikit untuk didapatkan. Peneliti berkeinginan untuk menambah materi

ajar entomologi. Materi ajar entomologi dibuat untuk membantu mahasiswa agar

dapat dengan mudah memahami materi mengenai kutu daun dalam mata kuliah

entomologi.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian

yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)

Urb.) terhadap Kelimpahan Kutu Daun (Aphis gossypii G.) pada Pertanaman

Terung (Solanum melongena L.) untuk Materi Ajar Entomologi.“

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. A. gossypii merupakan hama yang terdapat pada tanaman terung yang

menyebabkan penurunan produksi terung.

2. Ekstrak biji bengkuang perlu diujikan terhadap kelimpahan A. gossypii

pada tanaman terung di lahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.

1.3 Batasan Masalah

1. Objek yang diamati adalah individu A. gossypii.

2. Lokasi penelitian di lahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.

3. Ekstrak biji bengkuang dibuat dari biji yang telah tua. Biji tersebut

diperoleh dari petani di Kasang Pudak Kabupaten Muara Jambi.


4. Kelimpahan dalam penelitian ini adalah jumlah individu A. gossypii pada

setiap perlakuan.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)

berpengaruh terhadap kelimpahan hama kutu daun (Aphis gossypii G.)

pada pertanaman terung (Solanum melongena L.)?

1.5 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus

erosus (L.) Urb.) terhadap kelimpahan hama kutu daun (Aphis gossypii G.)

pada pertanaman terung (Solanum melongena L.).

1.6 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Materi

Sebagai tambahan materi ajar pada mata kuliah entomologi untuk

mahasiswa pendidikan biologi.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai Informasi bagi masyarakat untuk mengendalikan hama kutu daun

pada tanaman terung.

Anda mungkin juga menyukai