Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai

komersial dan prospek yang cukup cerah. Seiring meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia, serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi

menyebabkan bertambahnya permintaan akan sayuran terutama sawi. Hal ini terjadi

karena sawi memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 g sawi terdapat

protein 2,30 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 4,00 g; Ca 220,00 mg; P 38,00 mg; Fe

2,90 mg; vitamin A 1.940,00 mg; vitamin B 0,09 mg; dan vitamin C 102 mg (Yulia

et al., 2011).

Permasalahan yang sangat dirasakan pada beberapa tahun belakangan ini

adalah rendahnya produktivitas sawi. Rendahmya produksi sawi ini dapat

disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kurangnya kesuburan tanah dan

tingkat serangan hama. Kesuburan tanah dan tingkat serangan hama disebabkan

oleh penggunaan pupuk anorganik dan penggunan pestisida kimia oleh petani

secara terus-menerus yang mengakibatkan tanah menjadi keras serta hama menjadi

tahan yang berakibat pada penggunaan dosis menjadi meningkat.

Pada tahun 2013 produktivitas sawi di Kalimantan Selatan sekitar 2,79

ton/ha, kemudian menurun pada tahun 2014 sekitar 2,68 ton/ha. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi produksi sawi terutama tingginya tingkat serangan

hama (Distantph, 2014).

Usaha pengendalian hama yang dilakukan oleh petani di Indonesia pada

umumnya masih menggunakan pestisida sintetis. Pestisida sintetik merupakan


2

bahan beracun yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu

tanaman (OPT) seperti serangga, gulma, patogen dan jasad pengganggu lainnya.

Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan, merupakan aplikasi suatu

teknologi yang pada saat itu diharapkan dapat membantu meningkatkan

produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan ekonomis. Namun di sisi lain

pemakaian pestisida yang berlebihan dan dilakukan secara terus-menerus pada

setiap musim tanam akan berpotensi menyebabkan kerugian antara lain residu

pestisida akan terakumulasi dalam produk-produk pertanian, pencemaran pada

lingkungan pertanian dan perairan, penurunan produktivitas serta keracunan pada

manusia dan hewan (Aditya, 2007).

Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian menuntut tersedianya

cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya dengan

memanfaatkan musuh alami dan pestisida nabati. Timbulnya masalah-masalah

akibat penggunaan pestisida kimia ini merangsang penggunaan pestisida non kimia

sebagai bahan pengendalian OPT yang aman bagi lingkungan dengan

memanfaatkan senyawa beracun dari tumbuhan, mikroba ataupun jamur

entomopatogen (Soehardjan, 1993).

Sejak berdirinya Pusat Ilmu Pengetahuan Botani oleh Belanda pada tahun

1888, banyak dilakukan penelitian tentang tanaman beracun yang ada di Indonesia

dan sejak tahun 1950-an telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tanaman

seperti tanaman tuba dan bunga krisan liar sebagai pestisida nabati (Novizan, 2002).

Hamid & Nuryani (1992) mencatat di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan

penghasil racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensi


3

pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan

Rutaceae (Arnason et al., 1993).

Tanaman atau tumbuhan yang berasal dari alam dan potensial sebagai

pestisida nabati umumnya mempunyai karakteristik rasa pahit (mengandung

alkaloid dan terpen), berbau busuk dan berasa agak pedas. Tanaman atau tumbuhan

ini jarang diserang oleh hama sehingga banyak digunakan sebagai ekstrak pestisida

nabati dalam pertanian organik (Hasyim, 2010).

Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi antara lain : (1) Repelan yaitu

menolak kehadiran serangga, misalnya dengan bau yang menyengat, (2) Antifidan

yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, merusak

perkembangan telur, larva, dan pupa, menghambat reproduksi serangga betina,

racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga, (3) Atraktan

yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga,

serta (4) mengendalikan pertumbuhan jamur dan atau bakteri (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati juga memiliki efek menghambat pergantian kulit serangga sehingga

proses berlangsungnya metamorfosis menjadi terganggu.

Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian pestisida nabati plus efektif menurunkan tingkat serangan

hama tanaman sawi (Brassica juncea L.).

2. Apakah pemberian pestisida nabati plus dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman sawi (Brassica juncea L.).


4

Hipotesis

1. Aplikasi pestisida nabati plus berpengaruh terhadap penurunan tingkat serangan

hama tanaman sawi (Brassica juncea L.).

2. Aplikasi pestisida nabati plus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi

(Brassica juncea L.).

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efektifitas pestisida nabati plus terhadap penurunan

intensitas serangan hama tanaman sawi (Brassica juncea L.).

2. Untuk mengetahui pengaruh aplikasi pestisida nabati plus terhadap

pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.).

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada masyarakat khususnya para petani tentang manfaat

pestisida nabati plus untuk menurunkan intensitas serangan hama tanaman sawi

Brassica juncea L.).

2. Disamping itu juga pestisida nabati plus tidak meninggalkan residu dan juga

berguna sebagai pupuk cair organik yang dapat menunjang pertumbuhan

tanaman sawi (Brassica juncea L.).

Anda mungkin juga menyukai