Anda di halaman 1dari 16

Efek Penggunaan Pestisida

Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui pemupukan tetapi juga melalui
upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas dari serangan hama penyakit.

Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat
kimia yang disebut dengan pestisida. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak
negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini
akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara penggunaannya.

Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya:

1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam
akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan
tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup
itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah
tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh
pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang
diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).

2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air
(kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air
diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti
plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu
saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah
satu kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari
daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-burung tersebut banyak yang
tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga
gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan
akhirnya jenis burung itu akan punah.

3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang
diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan
mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada makhluk hidup dan lingkungan
kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya.
Upaya Mengurangi Efek Negatif Pestisida

Mengurangi residu
Ada beberapa langkah untuk mengurangi residu yang menempel pada sayuran, antara lain dengan
mencucinya secara bersih dengan menggunakan air yang mengalir, bukan dengan air diam. Jika
yang kita gunakan air diam (direndam) justru sangat memungkinkan racun yang telah larut menempel
kembali ke sayuran. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa pencucian bisa menurunkan residu
sebanyak 70 persen untuk jenis pestisida karbaril dan hampir 50 persen untuk DDT. Mencuci sayur
sebaiknya jangan lupa membersihkan bagian-bagian yang terlindung mengingat bagian ini pun tak
luput dari semprotan petani. Untuk kubis misalnya, lazim kita lihat petani mengarahkan belalai alat
semprot ke arah krop (bagian bulat dari kubis yang dimakan) sehingga memungkinkan pestisida
masuk ke bagian dalam krop.

Selain pencucian, perendaman dalam air panas (blanching) juga dapat menurunkan residu. Ada
baiknya kita mengurangi konsumsi sayur yang masih mentah karena diperkirakan mengandung
residu lebih tinggi dibanding kalau sudah dimasak terlebih dulu. Pemasakan atau pengolahan baik
dalam skala rumah tangga atau industri terbukti dapat menekan tekanan kandungan residu pestisida
pada sayuran.

Sayur-sayuran memang diperlukan tubuh untuk mencukupi kebutuhan kita akan berbagai mineral dan
vitamin penting. Tetapi, karena di sana ada bahaya, kehati-hatian sangatlah dituntut dalam hal ini.
Ada baiknya memang kalau kita tahu dari mana sayur itu dihasilkan. Tetapi paling aman pastilah
kalau kita menghasilkan sayuran sendiri, dengan memanfaatkan pekarangan rumah, dengan pot
sekalipun. Karena pestisida tidak hanya beracun bagi hama, tetapi dapat juga mematikan organisme
yang berguna, ternak piaraan, dan bahkan manusia, maka agar terhindar dari dampak negatif yang
timbul, penyimpanan dan penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati dan dilakukan sesuai
petunjuk.

Selain itu, untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat pula dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida alami atau pestisida yang berasal dari tumbuhan (biopestisida). Biopestisida
tidak mencemari lingkungan karena bersifat mudah terurai (biodegradable) sehingga relatif aman bagi
ternak peliharaan dan manusia. Sebagai contoh adalah air rebusan dari batang dan daun tomat dapat
digunakan untuk memberantas ulat dan lalat hijau.

Kita juga dapat menggunakan air rebusan daun kemanggi untuk memberantas serangga. Selain
tumbuhan tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang mengandung bioaktif pestisida
sepertitanaman mindi, bunga mentega, rumput mala, tuba, kunir, kucai, dll.

Pestisida adalah bahan yang berbahaya tetapi akan aman bila digunakan sesuai dengan aturannya.
demikian info dari tipspetani hari ini semoga dapat bermanfaat
Dampak Penggunaan Pestisida

Dampak positif

Dapat diaplikasikan dengan mudah

dapat diaplikasikan hampir di setiap waktu dan setiap tempat.

Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat

Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat

Mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka pendek.

Dampak Negatif Pestisida

Keracunan pestisida

Keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan.

Keracunan pada ikan dan biota lainnya.

Keracunan terhadap satwa liar.

Keracunan terhadap makanan.

Kematian musuh alami organisme pengganggu

Kenaikan populasi pengganggu

Dapat menyebabkan timbulnya resistensi

Residu

Pencemaran Lingkungan

Menghambat Perdagangan
DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
1.1 Pendahuluan
Pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern yang mempunyai peranan penting
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Penggunaannya dengan cara yang tepat dan aman
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan mengingat pestisida adalah bahan yang beracun.
Penggunaan pestisida yang salah atau pengelolaannya yang tidak bijaksana akan dapat
menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia
dan lingkungan (Ika, 2007).
Pestisida, Pest Killing Agent merupakan obat-obatan atau senyawa kimia yang umumnya
bersifat racun, digunakan untuk membasmi jasad pengganggu tanaman baik hama, penyakit maupun
gulma. Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan merupakan aplikasi dari suatu teknologi
yang diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien, dan
ekonomis. Namun pestisida dengan intensitas pemakaian yang tinggi dan dilakukan secara terus-
menerus pada setiap musim tanam akan menyebabkan beberapa kerugian, antara lain residu
pestisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian dan perairan, pencemaran pada
lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia
yang berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Manusia akan mengalami keracunan, baik akut
maupun kronis yang berdampak pada kematian (Prameswari, 2007).
Bahan-bahan kimia (pestisida) telah dibuktikan secara nyata dan jelas memberikan
dampak buruk. Penggunaan bahan-bahan kimia pada pertanian dianggap dapat membantu kemajuan
dan perkembangan pertanian selanjutnya. Namun pada negara-negara berkembang telah sadar
bahwa bahan kimia justru sebagai penyebab utama terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu negara berkembang telah mengurangi penggunaan bahan kimia, dan lebih menyukai produk-
produk pertanian yang organik atau bebas bahan kimia, serta ramah lingkungan (Prameswari, 2007).
Definisi dari pestisida pes memiliki arti hama, sedangkan cide berarti membunuh, sering
disebut Pest Killing Agent yaitu semua bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah,
mengusir hama dan merupakan bahan yang digunakan untuk merangsang dan mengendalikan
hama.
Pestisida dalam praktek penggunaannya digunakan bersama-sama dengan bahan lain
misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, dicampurkan pada air pengencer, penyebaran dan
penyemprotan. Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, pestisida dapat dikelompokkan atas dua
golongan. Pestisida yang resisten yaitu pestisida yang dapat meninggalkan pengaruh terhadap
lingkungan dan pestisida yang kurang resisten.

1.2 Dampak Penggunaan Pestisida pada Lingkungan


Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran.
Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke
tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila
masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai
penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom)
dan sebagainya (Said, 1994).
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang
alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga
yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida (Ton, 1991). Pestisida yang
paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah
pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa
organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar
matahari dan tidak mudah terurai (Said, 1994).
Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan
dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di
lingkungan. Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan
didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan
diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah (Uehara, 1993).
Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh
hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan
larut bersama dengan aliran air tanah. Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-
bahan kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air.
Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya,
dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh
partikel-partikel tanah.
Berikut ini akan diuraikan bebrapa dampak penggunaan pestisida yang berhubungan dengan
lingkungan dan ekosistem.
1) Punahnya Spesies
Polutan berbahaya bagi biota air dan darat. Berbagai jenis hewan mengalami
keracunan dan kemudian mati. Berbagai spesies hewan memiliki kekebalan yang tidak sama.
Ada yang peka, ada pula yang tahan. Hewan muda dan larva merupakan hewan yang peka
terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan
pencemar dan ada pula yang tidak. Meskipun hewan mampu beradaptasi, harus diketahui
bahwa tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Bila batas tersebut terlampaui, hewan tersebut
akan mati.

2) Peledakan Hama
Penggunaan pestisida dapat pula mematikan predator. Jika predator punah, maka
serangga dan hama akan berkembang tanpa kendali.
3) Gangguan Keseimbangan lingkungan
Punahnya spasies tertentu dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu ekosistem.
Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi berubah. Akibatnya
keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia menjadi terganggu.
4) Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida dapat mematikan fauna tanah dan dapat juga menurunkan
kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan tanah menjadi asam.
Sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah.
Kerusakan tanah atau lahan dapat disebabkan oleh kemerosotan struktur tanah
(pemadatan tanah dan erosi), penurunan tingkat kesuburan tanah, keracunan dan pemasaman
tanah, kelebihan garam dipermukaan tanah, dan polusi tanah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi degradasi tanah atau lahan adalah : (1) pembukaan lahan (deforestration) dan
penebangan kayu hutan secara berlebihan untuk kepentingan domestik, (2) penggunaan lahan
untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (over grazing), dan (3) aktivitas
pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan (Hakim, 2002).

1.3 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia


Pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman, dalam Konsep
Pengendalian Hama Terpadu pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian.
Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga meluasnya serangan dapat
dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi. Tetapi, benefit bagi produksi pertanian
tanaman tersebut bukan tidak menimbulkan dampak. Para ahli menyatakan bahwa salah satu
penyebab terbesar penyakit dan penuaan dini pada manusia adalah banyaknya bahan kimia
yang ada di lingkungan kita, dan rekayasa genetika yang kerap dilakukan pada budidaya
bahan pangan non-organik merupakan salah satu penyebabnya.
Sekitar 40 % kematian di dunia disebabkan oleh pencemaran lingkungan termasuk
tanaman-tanaman yang dikonsumsi manusia, sementara dari 80 ribu jenis pestisida dan bahan
kimia lain yang digunakan saat ini, hampir 10 % bersifat karsinogenik atau dapat
menyebabkan kanker. Sebuah penelitian tentang kanker juga pernah menyatakan bahwa
sekitar 1,4 juta kanker di dunia disebabkan oleh pestisida.
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap
hari ribuan petani dan para pekerja dipertanian diracuni oleh pestisida oleh pestisida dan
setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat
penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan pekerja di
pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur dan
menyemprotkan pestisida (pan AP,2001). Di samping itu masyarakat sekitar lokasi
pertanian sangat beresiko terkontaminasi pestisida melalui udara, tanah dan air yang ikut
tercemar, bahkan konsumen melalui produk pertanian yang menggunakan pestisida juga
beresiko terkontaminasi pestisida.
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan
kesehatan manusia sangat mencengankan. WHO (World Helth Organization) dan Program
Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di
negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18 ribu orang diantaranya
meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004).
Menurut NRDC (Natural Resources Defenns Council) tahun 1998, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak
awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia.
1.4 Kesimpulan

Penggunaan pestisida di sektor pertanian selain menimbulkan dampak positif bagi


petani, ternyata dapat juga menimbulkan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah
: dapat membasmi atau mengendalikan jasad pengganggu tanaman baik hama, penyakit
maupun gulma, sehingga dapat membantu petani meningkatkan produktivitasnya, membuat
pertanian lebih efisien, dan ekonomis.
Sedangkan dampak negative yang ditimbulkan adalah terjadinya kerusakan
lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem serta menimbulkan keracunan bagi manusia
yang berujung pada kematian dan timbulnya berbagai penyakit.(Usman...)
Menurut UU No. 32 Thn 2009, menjelaskan bahwa Pencemaran adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan..
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal
gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan
oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia,
pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang
dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari ling kngan.
Pestisida dan Pencemaran Tanah Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan
manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena:
kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan
pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta
limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Kita
semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu
kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang
umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu
mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara. Tanah merupakan tempat
kehidupan mikroorganisme yang secara makro menguntungkan bagi mahkluk hidup lainnya,
termasuk manusia. Mikroorganisme ada yg menguntungkan namun ada jg yg merugikan.
Mikroorganisme yg merugikan bisa menjadi penyakit Bagi tanaman, terutama di daerah pertanian,
bisa menurunkan hasil pertanian. Sebenarnya tidak semua jenis Mikroorganisme, insekta, cacing
(nematoda) merupakan penyakit dan hama bagi tanaman, akan tetapi racun serangga telah
membunuhnya. Sebagai contoh, di dalam segumpal tanah pertanian yang subur yang beratnya 0,5 g,
terdapat kira-kira 1 trilyun bakteri, 200 juta jamur, 25 juta alga, 15 juta protozoa dan juga cacing,
insekta dan makhluk kecil lainnya. Makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan untuk kesuburan
tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu
banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah di sekitar tanaman akan terkena
pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil sebagai penjaga unsur hara.. itu banyak
yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak Mikroorganisme yang menghuni tanah
dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, aktinomisetes, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis
mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Namun seiring berjalannya waktu,
kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku
tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut.
Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, semakin tinggi pula
daya saing untuk mencapai tingkat kemudahan dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari. Satu hal
vital yang tidak luput dari proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar terhadap
kegiatan pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber pencaharian terbesar sebagian
masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien
mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida
selama aktifitas pertanian tersebut berlangsung. Untuk memenuhi perkembangan ekonomi yang
saat ini semakin meningkat, maka sangat dibutuhkannya Ilmu pengetahuan mengenai pupuk dan
pestisida. Karena menyangkut hal-hal tentang pertanian dan perkebunan yang merupakan aspek
utama dalam perekonomian Negara Indonesia yang beriklim tropis. Penggunaan pestisida sintetis
pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan,
di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan
mikroba maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan membasmi
organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme dan
target. Belum banyak disadari hingga saat ini bahwa pemanfaatan bahan-bahan agrokimia yang
berlebihan untuk menggenjot produksi menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan
tanah yang mengandung nutrisi. Di samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan pun akan
menurun. Di Indonesia polusi tanah ini merupakan masalah yang harus dihadapi. Pemakaian pupuk
dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran bagi tanah dan air tanah dengan
kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian sudah makin parah dan dengan sudah
mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup lama. Padahal,
untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun, sedangkan untuk
merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari menurunnya produktivitas karena
hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi. Ada beberapa pengaruh negatif lainnya
pemakaian pestisida sintetis secara tidak sesuai. Pertama, pencemaran air dan tanah yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan
minuman yang tercemar. Kedua, matinya musuh alami dari hama maupun patogen dan akan
menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Ketiga,
kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Contohnya: penyemprotan insektisida sintetis
secara rutin untuk mengendalikan ulat grayak (hama primer) dapat membunuh serangga lain seperti
walang sembah yang merupakan predator kutu daun (hama sekunder). Akibatnya setelah ulat
grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar tanaman akan diserang oleh kutu daun. Keempat,
kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti lebah yang sangat serbaguna untuk
penyerbukan. Kelima, timbulnya kekebalan/resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida
sintetis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, setiap rencana penggunaan pestisida sintetis
hendaknya dipertimbangkan secara seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi
efektif terhadap sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan. Sebenarnya tidak
semua jenis insekta, cacing (nematode) dan lain-lain merupakan hama dan penyakit bagi tanaman,
akan tetapi racun serangga telah membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan
untuk kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan atau
takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar
tanaman akan terkena pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil itu banyak yang ikut
terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi
kegersangan dan kekeringan terjadi. Dan akibat yang paling parah, kesuburan tanah di lahan-lahan
yang menggunakan pestisida dari tahun ke tahun menurun.Dunia pertanian modern adalah dunia
mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang
dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pestisida kimia
merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil
produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-
an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan
harga gabah dikontrol pemerintah.Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah.
Namun berakibat: 1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah 2. Kesuburan tanah
merosot/tandus 3. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida 4. Hasil pertanian mengandung
residu pestisida 5. Keseimbangan ekosistem rusak; dan 6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah
hama. Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk penggunaan
kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus ditanggung manusia
dan alam. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang bencana. Oleh karena itu
masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat, tidak hanya
sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri.
Pestisida bukan hanya menjadi tangung jawab pabrik panghasil, dan tanggung jawab pemrintah yang
memberi izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, semua bangsa dan semua negara.
Jikalau di suatu negara suatu jenis pestisida sudah diteliti, dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk
dipergunakan, semestinya semua Negara dunia juga harus mengerti akan hal itu dan ikut
melaksanakannya. Bersikap mendua dalam mengambil langkah kiranya kurang membantu.
pemakaian pestisida dilarang tetapi tetap diproduksi dan bahkan diekspor kenegara tetangga. Setiap
usaha pembrantasan harus melibatkan semua pihak dan bersifat menyeluruh, kalau diharapkan
berhasil. Mudah-mudahan di masa mendatang kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi
pestisida mulai mengecil atau bahkan hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang agar
risiko bagi lingkungan itu makin diperkecil. Dampak terhadap Kesehatan Di Indonesia banyak terjadi
kasus keracunan antara lain di Kulon Progo Jawa Tengah (2008) 210 kasus keracunan dengan
pemeriksaan fisik dan klinis, 50 orang diantaranya diperiksa laboratorium dengan hasil 15 orang
(30%) keracunan. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik
untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan
yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh
melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per
tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 10.000 orang per tahun mengalami
dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan
penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras
untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union
Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang
dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan
musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis. Selain keracunan langsung, dampak
negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang
sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia
sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah
kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis
pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau
ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi
konsumen. Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan
manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat,
petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot
secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam
semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi
ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin
mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi
menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental. Residu pestisida telah diketemukan
di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya
racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti
sayuran dan buah-buahan. B. Penanganan yang Harus Dilakukan Pencemaran tanah juga dapat
memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari
adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini
dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang
hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer
dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain
dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut
rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan
akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini
terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur,
meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut. Dampak pada
pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan
penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di
mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini
memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk
dari bahan pencemar tanah utama. Pada pencemaran lingkungan oleh pestisida, beberapa tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan antara lain: ketahuilah atau pahamilah dengan yakin tentang
kegunaan dari suatu jenis pestisida. Jangan sampai terjadi salah berantas.Misalnya herbisida jangan
digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati,
sedangkan tanah atau tanaman telah terlanjur tercemar. ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan
pakai dan dosis yang dianjurkan pabrikatau petugas penyuluh, jangan terlalu tergesa-gesa
menggunakan pestisida, Tanyakan pada penyuluh apakah sudah saatnya digunakan pestisida, karena
belum tentu suatu jenis hama harus diberantas dengan pestisida. Jangan telat memberantas hama.
Jika penyuluh sudah menganjurkan untuk menggunakan pestisida, cepatlah dilakukan. Dengan
semakin meluasnya hamaakan membutuhkan penggunaan pestisida dalam jumlah besar, ini berarti
hanya akan memperbesar peluang terjadinya pencemaran, jangan salah pakai pestisida. Selain satu
jenis pestisida biasanya hanya digunakanuntuk suatu jenis hama tertentu, terkadang usia tanaman
yang berbedamenghendaki jenis pestisida yang berbeda pula, pahamilah dengan baik cara
pemakaian pestisida. Jangan sampai tercecer di sekitar tanaman, jika pestisida yang akan
digunakan harus dibuat larutan terlebih dahulu, gunakan tempat yang khusus untuk itu. Pada waktu
mengaduk, larutan jangan sampai tercecer ke tempat lain. perhatikan dengan tepat jumlah larutan
yang dibuat agar tidak terdapat sisa setelah pemakaian. Olehnya itu ada beberapa langkah
penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
Remidiasi Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site
adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah
yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah
tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang
kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah.
Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit. Bioremediasi Bioremediasi adalah proses
pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). KESIMPULAN Pestisida merupakan
produk sebuah revolusi yang tidak hanya menarik tetapi juga mengerikan. Berhadapan dengan
pestisida dipakai, lingkungan alam tercemar. Apabila tidak dipakai hama dan penyakit menjadi
momok bagi manusia. Inilah yang disebut tragedi. Dan manusia yang berhadapan dengan tragedi
bisa mengambil sikap dan langkah yang pasti sesuai dengan tuntutan situasi. Apabila pestisida
dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk penggunaan kiranya merupakan
tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus ditanggung manusia dan alam khususnya
Tanah. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang bencana. Oleh karena itu
masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat, tidak hanya si
pemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri.
Pestisida bukan hanya menjadi tanggung jawab pabrik penghasil, dan tanggung jawab pemerintah
yang memberi izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga Kualitas kesuburan
tanah tidak mengalami degradasi. Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu


Persebaran di udara[sunting | sunting sumber]

Angkatan Udara Amerika Serikat menyemprotkan pestisida pembasmi nyamuk di New Orleans, 2005

Lihat pula: Arus pestisida

Pestisida berkontribusi pada polusi udara ketika disemprotkan melalui pesawat terbang.
Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh angin ke area
selain target dan mengkontaminasinya.[4] Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman
dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga membahayakan ekosistem di
luar kawasan pertanian.[5] Kondisi cuaca seperti temperatur dan kelembaban juga
menjadi penentu kualitas pengaplikasian pestisida karena seperti halnya fluida yang
mudah menguap, penguapan pestisida amat ditentukan oleh kondisi cuaca.
Kelembaban yang rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan.
Pestisida yang menguap ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar. [6] Selain
itu, tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat bergerak
sebagai debu[7] sehingga dapat mempengaruhi kondisi cuaca dan kualitaspresipitasi.

Penyemprotan pestisida dekat dengan tanah memiliki resiko persebaran lebih rendah
dibandingkan penyemprotan dari udara.[8] Petani dapat menggunakan zona penyangga
di sekitar tanaman pertanian yang terdiri dari lahan yang kosong atau ditumbuhi
tanaman non-pertanian seprti pohon yang berfungsi sebagai pemecah angin yang
menyerap pestisida dan mencegah persebaran ke area lain.[9] Di Belanda, para petani
diperintahkan untuk membangun pemecah angin.[9]
Persebaran di perairan[sunting | sunting sumber]

Jalur pergerakan pestisida

Di Amerika Serikat, pestisida diketahui telah mencemari setiap aliran sungai dan 90%
sumur yang diuji olehUSGS.[10] Residu pestisida juga telah ditemukan di air hujan dan
air tanah.[11] Pemerintah Inggris juga telah mempelajari bahwa konsentrasi pestisida di
berbagai sungai dan air tanah melebihi ambang batas keamanan untuk dijadikan air
minum.[12]

Dampak pestisida pada sistem perairan seringkali dipelajari menggunakan model


transportasi hidrologiuntuk mempelajari pergerakan dan akhir dari pergerakan zat kimia
di aliran sungai. Pada awal tahun 1970an, analisis kuantitatif aliran pestisida dilakukan
dengan tujuan untuk memprediksi jumlah pestisida yang akan mencapai permukaan
air.[13]

Terdapat empat jalur utama bagi pestisida untuk mencapai perairan: terbang ke area di
luar yang disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam tanah, dibawa oleh aliran air
permukaan, atau ditumpahkan secara sengaja maupun tidak.[14] Pestisida juga bergerak
di perairan bersama dengan erosi tanah.[15] Faktor yang mempengaruhi kemampuan
pestisida dalam mengkontaminasi perairan mencakup tingkat kelarutan, jarak
pengaplikasian pestisida dari badan air, cuaca, jenis tanah, keberadaan tanaman di
sekitar, dan metode yang digunakan dalam mengaplikasikannya.[16] Fraksi
halus sedimen penyusun dasar perairan juga berperan dalam persebaran
pestisida DDT dan turunannya.[17]

Berbagai negara membatasi konsentrasi maksimum pestisida yang diizinkan di perairan


umum, seperti di Amerika Serikat yang diatur oleh Environmental Protection
Agency,[11][16] di Inggris yang diatur oleh Environmental Quality Standards,[18]dan Uni
Eropa.[18]

Persebaran di tanah[sunting | sunting sumber]

Berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan bahan


pencemar tanah yang persisten, yang dapat bertahan selama beberapa
dekade.[19] Penggunaan pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum di tanah.
Tanah yang tidak disemprot pestisida diketahui memiliki kualitas yang lebih baik, [20] dan
mengandung kadar organik yang lebih tinggi sehingga meningkatkan kemampuan tanah
dalam menahan air.[11] Hal ini diketahui memiliki dampak positif terhadap hasil pertanian
di musim kering. Telah diketahui bahwa pertanian organik menghasilkan 20-40% lebih
banyak dibandingkan pertanian konvensional ketika musim kering berlangsung. [21] Kadar
organik yang rendah juga meningkatkan kemungkinan pestisida meninggalkan lahan
dan menuju perairan, karena bahan organik tanah mampu mengikat pestisida. Bahan
organik tanah juga bisa mempercepat proses pelapukan bahan kimia pestisida. [11]

Tingkat degradasi dan pengikatan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat


persistensi pestisida di tanah. Tergantung pada sifat kimiawi pestisida, proses tersebut
mengendalikan perpindahan pestisida dari tanah ke air secara langsung, yang lalu
berpindah ke tempat lainnya termasuk udara dan bahan pangan. Pengikatan
mempengaruhi bioakumulasi pestisida yang tingkat aktivitasnya bergantung pada kadar
organik tanah. Asam organik yang lemah diketahui memiliki kemampuan pengikatan
oleh tanah yang rendah karena tingkat keasaman dan strukturnya. Bahan kimia yang
telah terikat oleh partikel tanah juga telah diketahui memiliki dampak yang rendah bagi
mikrorganisme, dan bahan organik tanah mempercepat pengikatan tersebut.
Mekanisme penyimpanan dan pelapukan pestisida di tanah masih belum diketahui
banyak, namun lamanya waktu singgah (residence time) di tanah sebanding dengan
peningkatan resistensi degradasi pestisida

Anda mungkin juga menyukai