SKRIPSI
Oleh
151101064
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
i
ii
iii
Prakata
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
di Kabupaten Langkat kec Secanggang, desa Kota Lama” sebagai Tugas Ahir
Skripsi ini tidak terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada
besarnya kepada:
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Dekan I Fakultas
4. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat selaku Wakil Dekan
5. Ibu Evi Karota, S.Kp, MNS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
6. Bapak DR. Dudut tanjung, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji 1,
iv
7. dan Iwan Rusdi, S.Kep, MNS selaku Dosen Penguji 2 yang telah
8. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns, M.Kes yang telah melakukan validasi instrumen
Ningsih Pane, Romaito Pane, Aidil Putra Pane, Intan Aulia pane, Syahril
Saputra Pane, Nenek Rahmawati Siregar dan abang ipar Edison siagian
yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa yang tiada henti-
11. Adelina atika hutauruk, Depi lianti, Erida napitupulu, Zakiya nur hasanah,
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 47
5.1. Hasil Penelitian ....................................................................... 48
5.2. Karagteristik demografi .......................................................... 50
5.3. Kesehatan Lingkungan ........................................................... 52
5.4. Resiko Stunting....................................................................... 51
5.5. Pembahasan ............................................................................ 52
5.6. Kesehatan Lingkungan ........................................................... 52
5.7. Resiko Stunting ...................................................................... 55
5.8. Pengaruh Kesehatan Lingkungan ........................................... 56
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 59
6.1. Kesimpulan ............................................................................. 59
6.2. Saran ....................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Inform Consent
Lampiran Kuesioner Penelitian
Lampiran Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran Hasil Normalitas
Lampiran Hasil Penelitian
Lampiran Master Data
Lampiran Taksasi Dana Penelitian
Lampiran Riwayat Hidup
Lampiran Bukti Bimbingan
Lampiran Surat penelitian
vii
Daftar Tabel
Halaman
viii
Daftar Skema
Halaman
ix
Judul : Pengaruh Kesehatan Lingkungan Terhadap Resiko
Stunting Pada Anak di Kabupaten Langkat
Nama : Ade Irma Suryani Pane
NIM : 151101064
Program : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2018 / 2019
ABSTRAK
Stunting merupakan keadaan kekurangan gizi pada anak Balita yang ditandai
dengan pertumbuhan terlambat, tinggi badan tidak sesuai dengan umur, dan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi, infeksi pencernaan, berat badan
lahir rendah, dan kesehatan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kesehatan lingkungan terhadap resiko terjadinya stunting pada anak
Balita di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling, dengan jumlah sampel 50 balita,
instrumen penelitian berupa kuesioner kesehatan lingkungan. Analisa data
dilakukan menggunakan uji kai kuadrat. Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara kesehatan lingkungan terhadap resiko
terjadinya stunting (p= 0,009). Kesehatan lingkungan yang buruk penyebab
terjadinya resiko stunting pada Balita di Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat. Perlu dilakukan upaya edukasi pemanfaatan sanitasi lingkungan bersih
sebagai upaya pencegahan terjadinya resiko stunting pada Balita.
x
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
merupakan salah satu masalah gizi yang perlu diperhatikan (Picauly, 2013).
Masalah pendek pada anak akan menghambat perkembangan, dampak negatif ini
akan belanjut dalam kehidupan setelahnya. Hal ini sekitar 70% pembentukan sel
otak terjadi sejak janin masih dalam kandungan hingga anak berumur dua tahun.
Jika otak mengalami gangguan pertumbuhan maka jumlah sel otak, serabut sel
dan penghubung sel otak akan berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan
pendapatan masyarakat (Depkes, 2013). Faktor asupan makanan, pola asuh dan
kesehatan yang di peroleh ibu dan anak anaknya memiliki dampak besar bagi
Stunting memiliki dampak yang sangat luas mulai dari sisi ekonomi, kecerdasan,
dan kualitas yang berpengaruh terhadap masa depan anak. Studi yang telah di
lakukan menunjukkan bahwa anak yang pendek sangat erat hubungannya dengan
prestasi di sekolah yang buruk. Anak – anak yang pendek memiliki resiko yang
lebih besar untuk tumbuh menjadi orang yang lebih dewasa yang kurang
1
2
mencapai 37,2 persen. Meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Hal
tidak maksimal. Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak
Provinsi Sumatera Utara melporkan bahwa angka Stunting pada anak dibawah
yaitu: Langkat, Padang Lawas, Gunung Sitoli, dan Nias Utara. WHO (2013)
tahun 2019. Untuk itu pemerintah menetapkan 100 kabupaten prioritas yang akan
badan bayi lahir rendah (BBLR), wilayah tempat tinggal, dan status ekonomi
(Fitri.k, 2012). Studi lain menjelaskan ada beberapa faktor yang berhubungan
tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, dan pemberian ASI ekslusif (Wagdah, 2012).
Selain itu, faktor hormon genetik dan rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya
3
rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar, dan masih terjadi
disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penangan masalah yang sifatnya
Selain itu Faktor lingkungan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
terhadap kesehatan balita yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizinya.
Jika keadaan lingkungan fisik dan sanitasi keluarga baik, maka kondisi kesehatan
orang yang ada di dalamnya akan ikut baik, demikian juga sebaliknya. Selama
kebersihan sumur dan sumber air terjaga dengan baik maka resiko untuk
penyebaran penyakit menular akan semakin kecil. Kepemilikan Jamban yang baik
juga berperan penting untuk mencegah penyakit seperti diare dan cacingan
jamban, yang digunakan, sumber air yang terlindungi terhadap stunting. Sanitasi
air berkaitan dengan penyakit infeksi, perhatian harus difokuskan Penyediaan air
mempengaruhi terjadinya stunting pada tahun 2017, (72,04%) rumah tangga yang
memiliki akses air bersih dan kabupaten yang terendah yaitu bengkulu (43, 83%),
4
dan fasilitas sanitas jamban (67,89%) dan Kabupaten yang terendah yaitu papua
(33,06%).
akibat sanitasi air yang buruk meningkatkan keberadaan penyakit diare pada anak
biasanya anak menjadi susah makan sehingga makin memperparah kondisi gizi
penyakit diare karena akibat kurang gizi, daya tahan tubuh anak menjadi
berkurang. Kejadian diare ini kemungkin ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
beberapa keluarga memamfaatkan sungai yang ada berada di dekat rumah sebagai
air minum, dan tidak ada fasilitas jamban. Mathew (2009), mengemukakan bahwa
pemberian makanan balita yang tidak higienes yang ahirnya meningkatkan resiko
diare pada balita. Selain itu kebersihan pribadi juga berkontribusi terhadap
kejadian diare. Faktor higiene dan sanitasi juga dapat memepengaruhi status
imunitas, higiene dan sanitasi yang kurang memenuhi syarat baik dari segi
stunting pada anak adalah balita yang berasal dari keluarga yang mempunyai
fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan stunting lebih rendah dari anak
anak yang berasal dari keluarga yang tidak memiliki fasilitas air bersih dan
kepemilikan jamban. Pada penelitian ini, resiko anak stunting yang tinggal
dengan kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik lebih tinggi dibandingkan
5
dengan anak yang tinggal keluarga yang memiliki sanitasi air yang baik. Hal ini
terjadi karena sebagian besar tempat tinggal anak belum memenuhi syarat rumah
sehat, ventilasi dan pencahayaan yang kurang, tidak adanya tempat pembuangan
sampah tertutup dan kedap air,tidak memiliki jamban keluarga,serta hal ini di
karena anak di bawah lima tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit.
Paparan seorang anak yang terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang
disebabkan oleh perilaku atau tindakan sanitasi air bersih dan lingkungan yang
kurang baik sehingga membuat gizi kurang di serap oleh tubuh (Unicef Indonesia,
sering seorang anak menderita diare dan infeksi pencernaan lainnya maka
semakin besar pula ancaman resiko stunting (Maya, 2016). Selain itu, saat anak
sakit maka selera makan anak berkurang, sehingga asupan gizi semakin rendah.
Maka pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun
Tingginya persen angka penyakit infeksi dan penggunaan air bersih serta
ketidakpemilikan jamban berpengaruh pada status gizi pada anak balita dengan
rentang usia paling rawan terkena gizi buruk. Angka gizi buruk buruk di indonesia
(Riskesdas, 2013). Sanitasi dan perilaku yang buruk serta air minum yang tidak
aman berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare diseluruh dunia.
Bagi anak anak yang bertahan hidup, serinnya menderita diare berkonribusi
terhadap masalah gizi, sehinggaa menghalangi anak untuk dapat mencapai potensi
kualitas sumber daya manusi dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa
resiko terjadinya stunting pada Balita di Desa Kota lama Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat
Hasil penelitian ini dapat di gunakan bagi perawat lainnya sebagai sumber
balita.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai hasil awal dari penelitian selanjutnya
TINJAUAN PUSTAKA
2..1.1 Defenisi
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut
keseimbangan ekologi yang harus ada diantara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia (Mudiantum dan Daryanto, 2015).
8
9
terhadap sinar matahari stabilitas vitamin, interaksi agen dan pejamu: Timbulnya
dingin) (Budiman, 2007). Dampak lingkungan yang tidak sehat tidak hanya
berpengaruh pada manusia saja tapi berakibat pada tanaman dan sehat juga, tanah
yang tercemar akan ikut juga mencemari tumbuhan dan sayur- sayuran yang
mempengaruhi kesehatan lingkungan yaitu: Faktor fisik berupa biotik dan abiotik,
dimana tempat tinggal mereka akan dibangun, Faktor sosial: faktor sosial berupa
tingkah laku, kepandaian, adat istiadat, di mana faktor tersebut berperan dalam
tersebutdisusuki sebagai sebagian besar orang tidak mampu, maka secara tidak
(Setiyabudi, 2007).
yaitu: Kolera yaitu penyakit saluran cerna yang disalurkan lewat penggunaan air
dalam kehidupan sehari hari, tipus perut yaitu penyakit saluran cerna yang
ditularkan lewat penggunaan air sehari hari, pemakaian air yang tidak sesuai
penyakit perut menular, diare, malaria dan DBD, TBC, cacar dan Influenza
Syarat lingkungan yang sehat: Keadaan air yang tidak berbau, tidak
tercemar, dan dapat dilihat kejernihan, jika kebersihannya sudah tepenuhi air
dimasak dengan suhu 100 derajat celcius, sehingga bakteri dalam air tersebut
mati, keadaan udara yang sehat udara yang didalamnya terdapat oksigen yang
tidak tercemar oleh zat zat yang merusak tubuh, keadaan tanah yang sehat tanah
yang bik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat zat logam
11
besi, suara kebisingan dimana suatu lingkungan yang kondisi tidak bising yang
pengelolaan tanah dengan baik, menanam tumbuhan pada lahan yang kosong
(WHO, 2008).
usus besar sehingga susah menyerap nutrisi. Kemudian rentan terjadi diare kronis
pada anak anak sehingga nutrisi yang masuk kedalam tubuh anak anak tersebut
dikeluarkan akibat diare yang dialami anak tersebut,sehingga nutrisi anak tersebut
tidak terpenuhi. penyerapan gizi yang buruk dapat mengganggu berbagai fungsi
tubuh dan membuat anak mengalami malnutrisi atau gangguan terhadap status
gizinya. Infeksi yang terjadi pada anak balita sangat berpengaruh terhadap
lingkungan disekitar rumahnya agar tetap bersih dan terjaga, masalah kesehatan
lingkungan yaitu: Akses Air bersih dimana masih banyak desa yang tidak
memiliki sumber air bersih untuk kebutuhan sehari hari, Pembungan kotoran atau
tinja dimana anggota keluarga atau masyrakat sering buang air besar disungai atau
12
khususnya anak – anak yang sedang aktip pekarangan rumah (WHO, 2008).
Air bagi manusia adalah kebutuhan yang sangat mutlak, karena air
adalah zat pembentuk tubuh manusia yang terbesar 75% dari bagian tubuh
manusia tanpa jaringan lemak. Seseorang akan mengalami situasi hidup yang
gawat apabila tubuhnya kekurangan air sebesar 5% dari berat tubuhnya (Unicef,
2012). Kekurangan air pada tubuh manusia akan cepat terjadi jika seseorang
terkena suatu penyakit yang berbahaya, seperti sakit muntah berak dan diare.
Jika kekurangan air terjadi dan tidak dapat tertanggulangi maka akan
adalah air bersih dan sehat. Persedian air untuk keperluan rumah tangga harus
cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air keperluan rumah tangga harus
memenuhi 2 syarat utama, yaitu: Syarat Kuantitas, yang mana Persediaan air
untuk keperluan rumah tangga diperkirakan sekitar 100 liter per kapita per hari
dengan perincian berikut : 5 liter air untuk minum, 5 liter untuk masak, 15 liter
untuk mencuci, 30 liet untuk mandi, dan 45 liter untuk menyirami kakus atau
untuk keperluan rumah tangga lainnya.Jumlahnya 100 liter per hari per kapita
(Sumantri, 2010).
Air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari – hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di
masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi
standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersedian air yang terjangkau dan
13
berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal
Ada beberapa cara penyimpanan air bersih, dalam proses air bersih harus
didalam tanah sebagai reservoir alamiah, didalam bak penampung sebelum diolah,
didalam bak penampungan setempat (tangki atau menara air), didalam bak
penampung untuk luas yang diperlukan untuk menyimpan air didapatkan dari
perkiraan konsumsi per orang setiap hari dikaitkan dengan jumlah penduduk
(Hidayati, 2010).
Syarat kualitas, yang mana Air rumah tangga harus memenuhi syarat
supaya layak di konsumsi seperti, Syarat fisik, yaitu air harus jernih, tidak berbau,
tidak berasa, tidak berwarna, Syarat kimiawi, yaitu air tidak mengandung zat
racun (toksin), tidak mengandung mineral,dan Zat organik yang lebih tinggi dari
jumlah yang ditentukan, Syarat bakteriologis, yaitu air tidak boleh mengandung
kuman penyakit menular, antara lain Cholera dan Paracholera Eltor: Typhus
semua bakteri parasit mati (MENKES, 2002). Karena bibit penyakit keluar
bersama feses penderita, maka di syaratkan air rumah tangga tidak boleh di kotori
feses manusia. Sebagai indikator bahwa air telah di kotori feses manusia, adalah
adanya bakteri Escharia coli, karena bakteri ini selalu terdapat dalam feses
manusia baik yang berasa dari orang sakit maupun orang sehat. Juga karena tidak
14
mungkin menyediakan air rumah tangga yang steril, maka air boleh mengandung
bakteri tanah yang tidak patogen dalam batas batas tertentu. Air rumah tangga di
sesuatu bibit penyakit, Tidak mengandung bakteri escherichia coli, dan Bakteri
saprofit (tidak patogen) tidak lebih dari 100 per ml air. Untuk memperoleh air
bersih dan murni, cara yang umum dilakukan adalah dengan cara penyaringan
2000), Water Borne Disiase adalah penyakit yang ditularkan langsung melalui air
minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan terminum
oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit antara lain adalah penyakit
hygiene persseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama lat dapur daan
alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersediaanya air yang cukup
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi pencernaan adalah diare,
Water Based Disease adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang
hidup dala keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi
carcaria dan menembus kulit kaki manusia yang berada didalam air tersebut.
15
Water Related Insec Vectors adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor yang
hidup tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, yellow
Cara penyaringan dapat membersihkan air dari kotoran yang tidak larut.
Air yang mengandung lumpur dapat dimurnikan dengan saringan pasir, tetapi cara
ini tidak dapat memisahkan zat zat yang terlarut dalam air. Untuk memperoleh air
yang murni yang bebas dari zat zat terlarut, dilakukan dengan cara
kembali. Air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan dikenal dengan nama
akuades tilata atau air suling,yang sering disingkat dengan akuades (Rochhmi,
2016). Air yang tidak sehat akan menyebabkan diare pada anak lebih meningkat
dari sebelumnya dan menurunkan berat badan anak, selain itu, air minum juga
harus dijaga agar tidak tercemar oleh bahan bahan berbahaya, dengan menangani
air utama untuk keperluan rumah tangga.syarat sehat sumur yang sehat, Dinding
sumur bagian atas harus di buat tembok yang tidak tembus air. Pada umumnya
bakteri tidak dapat hidup pada kedalaman tersebut. Dibuat tembok yang tidk
tembus air agar perembesan air permukaan yang telah tercemar tidak terjadi.
Dibagian tembok 3 meter itu, di buat pula dinding tembok yang tidak di lapisi
semen. Tembok ini bertujuan agar dinding sumur tidak runtuh. Pada dasar sumur
di beri kerikil agar tidak keruh. Kemudian kira kira 1 meter di atas tanah di buat
dinding. Sebaiknya dilapisi dengan semen agar kuat. Dinding ini berungsi untuk
16
menjaga agar air disekitar nya tidak masuk kedalam sumur. Dinding ini juga
sekelilingnya tembok sumur kira kira 1,5 meter. Tujuannya agar air sekelilingnya
tidak masuk ke dalam sumur. Sebaiknya sumur diberi atap agar para penggunanya
tidak kepanasan di sinar matahari atau agar tidak kemasukan air hujan.
Kedalaman sumur pada daerah dataran rendah kedalaman sumur berkisar antara
5-6 meter. Artinya, pada kedalaman tersebut air tanah telah keluar (Rochmi,
2016).
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih seperti,
Mengambil air dari sumber air yang bersih dan menyimpan air dalam tempat yang
bersih dan tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air, serta
Memelihara atau menjaga sumber air dari pencernaan oleh binatang, anak anak,
dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber
pengotoran (tangki septik), tempat pembuangan sampah dan air limbah air limbah
harus lebih dari 10 meter, selalu menggunakan air yang di rebus terlebih dahulu
dengan air yang bersih dan cukup air (Depkes RI, 2000)
masyarakat menggunakan berbagai macam sumber air bersih menjadi air minum.
Sumber sumber air minum tersebut seperti : Air hujan atau air penampung Air
Hujan (PAH), Air hujan dapat di tampung kemudian di jadikan air minum, Tetapi
air hujan ini tidak mengandung kalsium. Agar dapat di jadikan air minum yang
17
sehat perlu di tambhakan kalsium di dalamnya. Air sungai dan air danau ini juga
dari air hujan yang mengalir melalui saluran saluran ke dalam sungai atau danau.
Kedua sumber air ini sering disebut air permukaan. Mata air yaitu Air yang
keluar dari mata air in i biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara
alamiah. Air dari mata air ini, bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat di
jadikan air minum langsung. Air dangkal yaitu Air ini keluar dari dalam tanah,
maka juga di sebut air tanah. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari
tempat yang satu ke tempat yang lain berbeda beda. Biasanya berkisar antara 5
sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur dalam yaitu Air ini
berasal dari lapisan air ke dua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah
bersih dan sanitasi dasar dapat meningkatkan kejadian diare pada anak balita.
Selain itu air minum juga harus dijaga agar tidak mudah tercemar oleh bahan
direbus sampai mendidih. Dengan menangani akar masalah penyebab tentunya air
minum dan sanitasi dapat mengurangi permasalahan penyakit secara global akibat
penularan melalui air (water borne diseases), dan penyakit diare yang terjadi pada
anak balita pada umumnya disertai muntah dan menceret. Kurangnya akses
masyarakat terhadap air bersih atau air minum serta buruknya sanitasi dan
perilaku higiene berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta orang pertahun karena
Pencemaran air juga sering terjadi terutama sungai sungai yang ada di
hidup, atau komponen lain karena ulah manusia sendiri, seperti membuang
sampah ke dalam sungai, sehingga air tidak dapat berpungsi atau tidak dapaat
digunakan masyarakat lagi (PP RI, 2001). Kondisi pencemaran disebagian sungai
perlu diperhatikan, mengingat bnyaknya sungai yang digunakan sumber air baku
untuk keperluan air minum. Bahkan ditemukan bahwa minimal 1,8 milyar
penduduk minum air dri sumber yang terkontaminasi feses (WHO, 2016). Hal itu
Ada banyak penyakit yang ditimbulkan akibat pencemaran air daan resiko
terbesar menjangkit mereka yng memilii sistem imun yang lemah seperti bayi,
wanita hamil, dan lansia. Bahwkan WHO (2015) menyebutkan bahwa dari 133
dengan lingkungan, diantaranya berkaitan dengan air yang tidak aman (WHO,
2015). Persyaratan air bersih menunjukkan mutu dan dan kondisi yang dikaitkan
dengan keperluannya, namun ada beberapa yang termasuk air bersih menurut
kebutuhannya yaitu: air bersih, air minum, air kolam renang, ataupun air
Sehingga kotoran tersebut akan tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak
manusia disuatu tempat untuk menghindari penyakit yang dapat disebabkan oleh
sendiri, mereka menggunakan selokan atau sungai sebagai jamban. Cara demikian
adalah tidak sehat dan hal itu akan menimbulkan masalah bagi mereka yang hidup
di hilir sungai. Kotoran kotoran akan tertimbun di suatu tempat yang akibatnya
lebih buruk dari timbunan sampah. Bau busuk yang menusuk hidung juga menjadi
sarang lalat, sehingga wabah penyakit mudah berjangkit. Apalagi bagi mereka
yang menggunakan air sungai tersebut untuk mandi dan untuk minum air.
perlu untuk diatasi sedini mungkin karena kotoran manusia (feses) adalah sumber
dapat melalui berbagai cara seperti melalui air, tangan, serangga dan tanah. Upaya
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama sumber air
bersih. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia antara lain;
dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus sesuai tempat tertentu atau
mengotori air permukaan disekitrnya, tidak mengotori air tanah disekitarnya, tidak
dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatanng lainnya,
berbentuk persegi panjang. Dasar dinding di beton supaya tidak mudah di resapi
air dan lubang tersebut di bangun menjadi tiga bagian. Bagian atas di tutup rapat
untuk mencegah bau dan lalat, sementara kotoran mengalir perlahan lahan melalui
ketiga lubang itu. Bakteri pembusuk yang berada dalam tank akan mengadakan
bahaya infeksi. Air yang keluar dari septi tank seharusnya jernih dan tidak berbau,
tetapi masih mungkin masih ada kuman kuman yang tertinggal. Septik tank dan
Kakus yang baik adalah kakus yang mempunyai saluran yang berbentuk
huruf S. Pada lekukannya selalu ada air bersih yang memisahkan kotoran dalam
tangki dengan udara luar. Hal ini penting agar lalat atau lipas tidak hinggap di
sana, bertelu serta bau dari kotoran tidak menyebar kemana mana. Membuat
kakus di luar rumah yaitu dengan membuat lubang sedalam 2,5 meter sampai 8
meter dengan diameter 80-120 cm. Dinding dibuat dari bata agar tidak mudah
ambruk dan jarak anatara sumber air sumur dengan kakus tidak boleh kurang dari
harus melakukan higiene dan sanitasi lingkungan. Ada beberapa macam yang
tergolong dalam jenis pembuangan tinja: Kakus sederhana (simple letrine atau pit
privacy) adalah Jenis ini sering di sebut dengan kakus cemplung. Kontruksinya
terdiri atas lubang galian semacam sumuran tetapi dindingnya tidak perlu kedap
air. Dinding bisa terbuat dari anyaman bambu, pasangan batu merah atau bahan
lain untuk memperkuat. Beberapa keuntungan dari jenis ini adalah murah dalam
setiap keluarga mampu membuatnya sendiri. Bila sudah penuh lubang galian
cukup di timbun dan di biarkan 3 bulan untuk mengubah kotoran kakus menjadi
kemungkinan masih terdapat telur cacing geleng. Kakus kolong (vacult privacy)
Yaitu tempat pembungan tinja yang terdiri atas bak berdinding lapis semen kedap
air. Ditanam di dalam tanah (kolong) tetapi tidak berfungsi sebagai bak pembusuk
22
pembuangan tinja ini menggunakan bak pengurai (septic tank) yang kedap air,
perlu penambah air untuk mengisi agar dalam bak tersebut tidak kekurangan air
memerlukan air yang banyak, dapat di bangun di rumah dengan lahan yang
sempit, dan tidak perlu jauh dari sumur (bila tidak menggunakan pipa resapan)
(Entjang, 2000).
Kakus kimia (chemicl toilet) yaitu Jenis ini mahal dalam pengoperasiannya,
kapitasnya terbatas, dan perlu perhatian khusus terutama bila sudah penuh karena
pencemaran tanah atau air tanah dan tidak berbau. Kakus parit (trench latrine)
merupakan jenis yang sudah jarang di jumpai, di samping tidak di anjurkan lagi.
Biasanya di pakai di daerah pertaniaan, yaitu dengan menggali parit panjang, pada
parit tersebut kemudiaan di gunakan untuk membuang kotoran dan setelah selesai
berhajat, kotoran di timbun dengan tanah yang diperoleh dari sekitar parit.
Sepanjang tanah tersebut kering maka tidak akan terjadi pencemaran terhadap
tanah atau air tanah oleh bakteri. Humus yang terbentuk sekaligus untuk pupuk
sebaiknya tidak dilakukan karena untuk perlindungan badan air yang mungkin
23
airnya digunakan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga pada bagian
hilirnya. Untuk menghindari bau, melindungi tinja dari jangkauan serangga dan
pembuangan tinja tanpa air bisa dilengkapi atau kombinasi dengan menambah
leher angsa apabila cukup tersedia air penggelontor. Penyakit yang ditularkan oleh
cacing tambang dapat menular setelah larva kontak dengan kulit manusia,
biasanya kaki telanjang. Typhoid, para ryphoid dan dysentery adalah contoh
penyakit yang ditularkan melalui sayuran yang dipupuk dengan kotoran manusia
atau disiram dengan air yang terkontaminasi tinja. Selama masyarakat mengambil
air dari sumur dan membuang kotoran di sekitarnya, maka pemamfaatan air dapat
Akses untuk fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteria
JMP WHO. Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang meiliki akses terhadap
fasilitas saniatsi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB
milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leher angga atau plengsengan, dan tempat
pembungan ahir tinja jenis tangki septik. Berdasarkan karateristik, proporsi rumah
tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri diperkotaan lebih tinggi
Menurut Dedi (2013) pemeliharaan jamban yang baik dengan cara yaitu:
lantai jamban hendaknya selalu kering dan bersih, Tidak ada sampah berserakan
24
dan tersedia alat pembersih, tidak ada genangan air dilantai, jika ada bagian
jamban yang rusak segera diperbaiki, hindari pemasuka sampah padat yang sulit
diuraikan (kain bekas, pembalut, logam, gelas) serta bahan kimia beracun bagi
besar pada penurunan penyakit, karena setiap anggota keluarga sudah buang air
besar dijamban, maka perlu diperhatikan oleh kepala keluarga dan setiap anggota
jamban, membersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali seminggu
(Tarigan, 2008).
didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut (faktor
Kemudian faktor dari luar individual (faktor ekternal) seperti kondisi jamban,
Sanitasi serta pemanfaatan jamban yang buruk sangat erat kaitan dengan
penyakit yang disebabkan oleh kotoran tinja akibat dari perilaku seseorang yang
dari antara penyakit menular yang dapat menyebar apabila mikroba penyebab
dapat masuk kedalam sumber air yang digunakan setiap keluarga dalam
2.1.4. Infeksi
dan protoa. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler
yang disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang disebabkan oleh
protozoa dikenal sebagai disentri amuba. Adapun yang dimaksud dengan penyakit
infeksi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare adalah buang air besar
dengan tinja yang berbentuk cair dan lunak dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam (Anorital, 2011). Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak
balita umumnya adalah diare, thypus, kecacingan terjadi pada anak balita karena
terutama diare cacingan dan thypus. Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan
hidup sehat. Kualitas lingkungan hidup terutama adalah ketersediaan air bersih,
sarana sanitasi dan perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun,
buang air besar dijamban, tidak merokok, sirkulasi udara dalam rumah.
Diare adalah salah satu penyakit paling umum akibat bakteri dan parasit
yang berada di air tercemar. Diare menyebabkan feses encer atau cair yang
karena diare akibat konsumsi air minum yang tidak aman (WHO, 2016).
26
Menurut WHO, diare adalah suatu keadaan buang air besar dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
berlangsung selama 3-7 hari. Sedangkan diare persisten terjadi selama ->14 hari.
Secara klinis penyebab diare terbagi menjadi enam kelompok infeksi yaitu
lain seperti gangguan fungsional dan malnutrisi. Penelitian lain juga menyatakan
anak yang menderita diare dalam 2 bulan terakhir memiliki resiko menjadi
stunting dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dalam 2 bulan terakhir
(WHO, 2017).
jaringan dan pertubuhan. Disamping itu, gizi kurang bisa menjadi faktor
penyebab stunting adalah penyakit diare. Penyakit infeksi yang disertai diare dan
muntah dapat menyebabkan anak kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi.
Seorang anak yang mengalami diare akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan
hilangnya zat gizi bila tidak segera ditindak lanjuti dan diimbangi dengan asupan
atau lebih cacing parasit usus yang terdiri golongan nematoda usu. Kecacingan ini
umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana
hygiene dan sanitasi buruk. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum
golongan usia (WHO, 2011). Faktor resiko yang berhubungan dengan infeksi
kecacingan antara lain umur, jenis kelamin, imunitas, pembungan tinja, serta
yang pada ahirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Infeksi
cacing pada manusia dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tepat tinggal
dan manipulasi terhadap lingkungan ( Wintoko, 2014). Infeksi cacing gelang yang
turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit
di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% dibawah normal. Infeksi cacing tambang
umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai
penghisaf darah. Seekor cacing tambang mampu menghisaf darah 0,2 ml per hari.
28
Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara
beberapa jenis gra negatif dan genus shigella. Masa inkubasi bakteri shigella
dysentriase ini 1-7 hari. Gejala adalah demam sampai 39-40 derajat celcius, nyeri
perut, tenesmus serta diare beserta lendir dan ,demam, muntah, sakit perut (Tjay,
Thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang
pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhosa atau
(radang lambung). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes
atau Thypus, tetapi dalam dunia kedokteran tersebut Thypiod fever atau Thypus
mulut dan menjangkit pada struktur lympha pada bagian bawah usus halus,
kemudian masuk kealiran darah dan terbawa keorgan – organ intenal sehingga
gejala muncul pada seluruh tubuh. Penularan dapat terjadi karena infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang ada didalam tinja penderita melalui air minum,
Stunting merupakan suatu kondisi kekurangan gizi yang terjadi pada saat
periode kristis dari proses tumbuh dan kembang mulai janin. Untuk indonesia,
saat ini diperkirakan ada 37,2% dari anak usia 0-59 bulan atau sekitar 9 juta anak
dengan kondisi stunting. Yang berlanjut sampai usia sekolah 6-18 tahun (Depkes,
2012)
Stunting didefenisikan sebagai kondisi anak usia 0-59 bulan, dimana tinggi
badan menurut umur berada dibawah minus 2 Standar Deviasi (<-2 SD) dari
standar median (WHO, 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa stunting akan
berdampak dan dikaitkan dengan proses kembang otak yang terganggu, dimana
makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak
kanak. Anak anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai
akibat dari makanan yang tidak sering berkualitas, ditambah dengan morbiditas,
permanen. Hal ini terjadi bila seorang anak kehilangan berbagai zat gizi yang
optimumnya. Anak yang mengalami gizi kurang akan menjadi kurang berprestasi
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada
masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seseorang anak. Tingginya BBLR
akibat tingginya KEK pada ibu hamil. BBLR dapat meningkatkan angka
kematian bayi dan balita, gangguan pertumbuhan fisik dan mental anak, serta
daya manusia kedepan akibat stunting merupakan hal yang tidak bisa di
karena anak yang pendek atau stunting terlihat sebagai anak dengan aktivitas yang
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi periode tersebut,
akibat dari jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas
pada usia, serta kualitas kerja yang tidak kopempetitif yang berakibat pada
(2014) bahwa anak yang menderita gizi kurang akan tumbuh cenderung menjadi
dewasa pendek, dan cenderung melahirkan bayi yang kecil yang mempunyai
risiko berprestasi pendidikan yang rendah, dan pada akhirnya mempunyi status
ekonomi yang rendah. Dan kemampuan membaca anak yang pendek lebih rendah
didandingkan anak normal, dan pada saat mereka dewasa produktivitas anak yang
Mekanisme anak Stunting juga bisa di lihat mulai dari pra-konsepsi ketika
seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika
hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah lagi ketika
ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi yang tidak memadai. Remaja putri
diIndonesia usia 15-19 tahun, kondisinya beresiko kurang energi kronik (KEK)
sebesar 46,6% tahun 2013. Ketika hamil, ada 24,2% wanita usia subuur (WUS) 15
-49 tahun dengan resiko KEK, dan anemia sebesar 37,1%. Ibu hamil yang pada
umumnya juga pendek (<150cm) yang proporsinya 31,3%, berdampak pada bayi
yang dilahirkan mengalami kekurangan gizi, dengan berat badan lahir rendah
indikator TB/PB/U digunakan sebagai indikator gizi salah satu kronik yang
menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama. Berdasarkan
desember 2010 tentang standar anropometri penilaian status gizi anak, pengertian
pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang
badan menurut umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
Berat dan panjang badan lahir salah satunya indikator status gizi bayi lahir
adalah panjang badan waktu lahir disamping berat badan waktu lahir. Panjang
bayi lahir dianggap normal antara 48 – 52 cm. Jadi panjang lahir <48 cm
tergolong bayi pendek. Namun bila ketika ingin mengaitkan panjang badan lahir
dengan resiko mendapatkan penyakit tidak menular waktu ndewasa nanti, WHO
menganjurkan nilai batas < 50 c. Berat dan panjang badan lahir dicatat atai di
dibedakan berdasarkan sifat penyebab, yakni penyebab yang bersipat kronik dan
penyebab yang bersifat akut. Kronik artinya bahwa status gizi terjadi dalam kurun
waktu yang panjang. Tinggi badan anak yang lebih pendek dari teman sebaya
waktu lama atau bersifat kronik yang mengakibatkan anak pendek atau stunting
(Wiyono, 2016).
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih
dari WHO. Normal , pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur
kurang, kelainan fisik tidak jelas anak hanya tampak kurus, gizi buruk, cengeng,
34
pucat, tidak terlihat adanya lapisan lemak, kwasiorkor, wajah apatis, muka bulat,
pucat, rambut terlihat seperti rambut jagung. Ciri ciri stunting pada anak dapat
dilihat dari perkembangannya, pada usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam,
tidak banyak melakukan kontak mata. Fermonya menjadi buruk pada tes perhatian
dan memori belajar. Anak stunting akan mengalami pertumbuhan terlambat, tanda
wajah tampak lebih mudah dari usianya (putro, 2017). Anak yang stunting akan
memiliki proporsi tubuh yang cenderung tampak normal namun anak lebih kecil
dari usianya, dan berat bedan anak lebih rendah untuk anak seusianya (Ulty,
2018).
Asupan gizi yang merupakan salah satu penyebab langsung gizi buruk
pada balita, sehingga asupan yang kurang dapat berdampak terhadap pertumbuhan
balita. Asupan Zat gizi yang tidak adekuat dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan defisiensi zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Faktor Fisik
intensitas penggunaan peptisida, maka Faktor penyebab lain yang sangat mungkin
bahan kimia dari lingkungan. Pengaruh peptisida meningkatkan insiden bayi baru
kembang balita seperti tidak tersedianya air bersih, pemanfaatan air bersih,infeksi
pencernaan. Perilaku hidup bersih sehat sangat penting untuk diri dan keluarga
khususnya untuk anak dalam upaya untuk menurunkan dan mencegah penyakit
infeksi yang sering di derita anak (Kusumawati, 2015). Tidak tersedianya air
35
bersih yang aman untuk dikonsumsi mengakibatkan kematian anak akibat diare
di seluruh dunia. Bagi anak- anak yang bertahan hidup, sering menderita diare
berkontribusi terhadap masalah gizi, sehingga menghalangi anak anak untuk dapat
produktif suatu bangsa di masa yang mendatang. Angka diare pada anak anak dari
rumah tangga yang meenggunakan sumur terbuka untuk air minum lebih tinggi di
bandingkan dengan anak anak yag minum menggunakan air leding (Daryanto,
2015).
Faktor yang lain yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada
ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang
pendek, dan hipertensi. Selain itu rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan
teramasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan anak. Selain itu angka diare juga lebih tinggi pada
anak anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan
pribadi dan septik tank. Faktor Lingkungan lainnya yang mempengaruhi stunting
yaitu intensitas penggunaan peptisida, maka Faktor penyebab lain yang sangat
bayi baru lahir dengan berat badan rendah, prematur serta keterlambatan
BAB 3
KERANGKA KONSEP
bagaimana satu teori berhubungan diantara berbagai faktor yang telah diidentifiksi
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada diantara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia (WHO, 1970). Kesehatan lingkungan
berhubungan sanitasi air bersih dengan stunting pada balita (Cahyono, 2016).
Resiko Stunting
Faktor kesehatan
lingkungan
Nilai Z-score
Pemanfaatan air bersih
Kepeilikan jamban Sangat pendek: <-3 SD
Infeksi
Pendek : -3,0 s/d <-2 SD
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi adalah seluruh elemen atau anggota dari suatu wilayah yang
2011). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
Arikunto, 2013).
Rumus Slovin :
N
𝑛=
1 + N(d)2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
D = Tinggkat kepercayaan/ketepatan
Diketahui =
N = 100
e= 0,1
100
𝑛=
1 + 100x(0,1)2
n = 50 orang responden
suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud dan tujuan
berdasarkan kriteria yaitu Ibu dengan anak usia balita, dan bersedia untuk
desa kota lama, Kabupaten Langkat. Selain itu belum pernah dialakukan
pada Anak
2011). Peneliti mengakui hak hak responden dalam menyatakan kesediaan atau
ketersediaan untuk dijadikan subjek penelitian dan memiliki hak untuk membuat
yang diteliti dan ditanda tangani secara sukarela/tanpa paksaan dan diisi. Peneliti
materi, nama baik, dan resiko bahaya yang timbul akibat penelitian seperti
pada lembar kuesioner, serta tidak mencapuri hal hal yang bersifat pribadi dari
melakukan penelitian, peneliti juga bersikap adil (justice) kepada setiap calon
responden.
pengumpulan data berupa kuesioner. Instrumen dari penelitian ini disusun dan
alat pengumpulan data berupa kusesioner yang terdiri dari beberapa pernyataan
dari responden. Kuesioner yang digunakan peneliti terbagi menjadi tiga bagian,
adalah Data Demografi Anak meliputi Inisial, Usia, Jenis kelamin, berat badan,
benar di beri nilai 1 dan jawaban salah di beri nilai 0. Nilai tertinggi yang di
rentang kelas
𝑝=
banyak kelas
nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas ada 2 (baik, buruk). Maka
didapatkan panjang kelas sebesar 10. Menggunakan p =10 nilai terendah adalah
Pada bagian ketiga adalah Kuesioner tentang resiko stunting pada anak
meliputi : Kode, Inisial, Tinggi Badan, Berat Badan, dan nilai z score.
43
Validitas Merupakan indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar benar
mengukur apa yang di ukur (Notoadmodjo, 2012). Suatu instrumen yang kurang
valid berarti memiliki validitas yang rendah. Uji validitas instrumen dilakukan
Peneliti menggunkan analisis dikotomi saji (KR 20). Untuk mengukur indikator
indikator yang digunakan dalam kuesioner penelian. Untuk dikotomi saji hanya
Untuk instrumen yang baru akan reliabel jika memiliki reliabilitas >0,70 (Polit &
beck, 2012). Hasil uji reliabiltas instrumen kesehatan lingkungan adalah 0,78.
Pada tahap awal peneliti mengajukan perohonan izin kepada komisi Etik
penelitian kesehatan (KEPK) Fakultas Keperawatan USU. Setelah lulus uji etik,
bertanya apabila pada saat pengisian kuesioner tidak mengerti maksud dari
memeriksa kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung di
Setelah seluruh data terkumpul, maka data yang diperoleh diolah dengan
memastikan bahwa semua pilihan dalam kuesioner telah diisi dengan sesuai
petunjuk; Coding, peneliti memberi kode pada isian kuesioner secara manual
bentuk kode kode yang dibuat peneliti untuk memudahkan pengelolaan data
untuk membangdingkan dua kelompok dalam satu variabel atau dua variabel
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan, berdasarkan hasil
anak di Kabupaten Langkat kec, secanggang, desa kota lama. Penyajian hasil
variabel resiko stunting pada anak dan variabel pengaruh kesehatan lingkungan
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik anak berdasarkan data
demografi (n=50).
Karakteristik Anak F %
Usia Anak
1-24 Bulan 24 48
25-35 Bulan 8 16
36-48 Bulan 10 20
49-60 Bulan 8 16
Jenis Kelamin
Laki- laki 23 46
Perempuan 27 54
Nilai zscore
Sangat pendek: <-3 SD
Pendek :-3,0 s/d <-2 SD 24 48
Normal : -2 s/d 2 SD 14 28
12 24
47
48
diketahui bahwa mayoritas anak dengan rentang umur 16-30 bulan dengan rata
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik ibu berdasarkan data
demografi (n=50).
Usia Ibu
17-25 tahun 13 26
26-35 tahun 21 42
36-45 tahun 16 32
Agama
Islam 50 100
Suku Bangsa
Batak 1 2
Minang 3 6
Jawa 20 40
Melayu 23 46
Aceh 3 6
Status perkawinan
Menikah 48 94
Janda 2 6
Pendidikan
SD 19 38
SMP 15 30
SLTA 15 30
PT 1 2
49
diperoleh bahwa sebagian besar responden berada pada rentang umur 26-35 tahun
sebanyak 21 orang (42%), dengan rata- rata umur 32,2. Seluruh responden
(46%), dengan status kawin sebanyak 48 orang (96%), dan dengan pendidikan
SD sebanyak 19 orang
Buruk 26 52
Baik 24 48
lihat pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
lingkungan yang buruk sebanyak 26 orang (52%), dan yang memiliki lingkungan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase responden dengan resiko Stunting
di Kabupaten Langkat, Kabupaten Secanggang, desa kota lama (n=50)
Hasil Penelitian ini menunjukkan Resiko Stunting yang terjadi pada anak
di kabupaten langkat, kec secanggang, desa kota lama mayoritas sangat pendek
Analisa bivariat yang digunakan adalah uji kai kuadrat, yang dilakukan
lingkungan yang buruk mengalami resiko stunting pada anak balita. Berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan dengan uji kai kuadrat dipoleh data yang
signifikasi (p) = 0,009. Oleh karena itu nilai p < 0,05 yang menjelaskan bahwa Ho
5.3 Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas tentang Kesehatan lingkungan terhadap resiko
– rumah warga.
kota lama manyoritas menggunakan sumur galih yang tidak disaring, dan ada juga
yang menggunakan air dari sungai untuk kebetuhan sehari hari. Sarana air bersih
termasuk faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. Untuk mencegah
terjadinya diare maka harus diambil dari sumber yang terlindungi. Menurut Hasil
penelitian Adiyanti, Bersal (2014) menunjukkan bahwa anak yang berasal dari
keluarga dengan sumber air yang tidak terlindungi dengan jenis jamban yang
tidak layak mempunyai resiko untuk menderita Stunting 1,3 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang berasal dari dari keluarga dengan sumber air
52
telindungi dan jenis jmban yang layak. Penelitian yang lain dilakukan oleh
Milman dkk (2005) menyatakan hal serupa bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara keluarga yang memiliki akses terhadap sumber air terlindungi
tidak memiliki jamban dirumah, dan mereka sering melakukan aktivitas buang air
sehingga banyak bakteri yang berkeliaran disekitar rumah dibawah oleh lalat dan
binatang lainnya. Keberadaan jamban yang tidak memenuhi standar secara teoritis
berpotensi memicu timbulnya penyakit infeksi yang karena higiene dan sanitasi
yang buruk (misalnya diare dan kecacingan) yang dapat menggangu penyerapan
nutrisi pada proses pencernaan. Jika kondisi ini terjadi dalam cukup waktu yang
lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses
kejadian diare pada balita diwilayah kerja puskesmas Tasikmadu (Dikky, 2013)
hal ini dikaji lebih jauh, munculnya gangguan pada balita akibat gangguan
pertumbuhan makan karena gizi tidak diserap oleh tubuh karena sarana
pembuangan limbah (tinja) yang sangat penting walaupun hubungan tidak terlihat.
Penyakit juga bisa terjadi karena lingkungan yang kurang baik. Salah satu
Penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak anak pada umumnya adalah
penyakit yang timbul berkaitan erat dengan masalah lingkungan adalah diare
(Moehji, 1988). Penyakit infeksi yang parah dan terjadi berulang pada jangka
53
waktu yang lama dapat menyebabkan stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian
Adiyanti (2014) menunjukkan bahwa diare adalah penyakit infeksi yang sangat
pengaruh perilaku hidup bersih dan sehat keluarga terhadap penyakit diare yang
besar, salah satunya tentang teraksesnya air bersih, jamban, serta pasilitas ctps
pertumbuhan tinggi badan 50% bertambah lebih tinggi dibandingkan anak yang
signifikan terhadap status gizi balita (Putri & sukandar 2012). Hasil penelitian
pertumbuhan.
54
masalah stunting bukan merupakan masalah asupan gizi saja tetapi temasuk
memepengaruhi gizi balita yaitu jika lingkungan yang tidak bersih maka dikitar
anak terdapat banyak bakteri bakteri yang menyebabkan anak mudah mengalami
infeksi.
bahwa terdapat hubungan antara sanitasi pangan terhadap kejadian stunting pada
balita seperti kebersihan ibu menggunkan air bersih sebelum memasak, dan
memasak air sebelum diminum. Penelitian ini juga sejalan Oktaviana (2016)
Spears et al. (2013) di india menyatakan bahwa kesehatan lingkungan yang buruk
dalam kebiasaan buang air besar sembarang menjadi faktor penentu kejadian
stunting. Air yang bersih juga mencegah perekembangan penyakit yang secara
adalah sanitasi lingkungan, hal ini sejalan dengan penelitian Van der Hoek, yang
menyatakan anak anak yang berasal dari keluarga mempunyai fasilitas air bersih
memiliki prevalensi diare dan stunting lebih rendah dari pada anak anak dari
kelurga yang tanpa fasilitas air bersih dan kepemilikan jamban. Pada penelitian
ini, resiko balita stunting tinggal dengan lingkungan yang yang kurang baik jauh
55
lebih tinggi dari pada balita yang tinggal dilingkungan yang baik. Hal ini bisa
terjadi karena tidak memiliki jamban dan masih sering bab di sungai. Hasil
diare saat balita memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting.
terhadap sanitasi yang baik berkontrubisi dalam penurunan stunting atau anak
sehingga kemungkinan stunting turun 23-44% pada usia balita. Sejalan dengan
penelitian Imran (2016) potensi stunting berkurang jika ada intervensi yang
infeksi.
56
Hasil penelitian Riyadi et.al (2011), yang dilkukan di timor tengah utara
lingkungan fisik rumah (termasuk ketersediaan air bersih) yang baik yang
secara statistik antara variabel buang air besar, dan jenis jamban, yang digunakan
yang menggunakan fasilitas buang air besar, dan kepemlikan jamban yang tidak
dengan resiko terjadinya stunting. Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan dengan
rumah, seperti tidak tersedianya air bersih dan jamban karena tidak memiliki uang
untuk membeli air atau memenuhi kebutuhan rumah tangga. berdasarkan data
pada negara menengah kebawah hanya menurunkan sekitar 24% dari dri tahun
2000 hingga 2017. Ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor resiko
menjadi stunting sebesar 8 kali dibandingkan pada anak pada anak dengan
pendapatan kelurga tinggi. Penelitian lain menyebutkan bahwa faktor resiko pada
anak balita dimaluku yaitu status sosial ekonomi keluarga yang rendah (Lestari,
2014).
BAB 6
6.1 Kesimpulan
dikategorikan kesehatan lingkungan yang buruk dan resiko stunting pada anak di
Desa Kota lama diktegorikan sangat pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
6.2 Saran
57
58
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bukti pendukung bagi
pemerintah untuk meningkat dan menyediakan sarana air bersih di Desa Kota
Lama.
59
DAFTAR PUSTAKA
Achadi LA. 2012. Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak Disampaikan Pada
Seminar Sehari dalam Rangka Hari Gizi Nasional Ke 60. FKMUI Maret
2012: Depok.
Al Kahfi. 2015. Gambaran Pola Asuh pada Baduta Stunting usia 13-24 Bulan
[skipsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh
Bappenes. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta:
BAPPENAS
Bloem, Mw., Soekirman. 2013. Key Strategies to furthan reduce Stunting in.
Southeast Asia Lessons From The ASEAN Conntries Workshop. Food and
Nutrition Bulletin : 34:2
Depkes. 2012. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Depkes
Dinkes. 2011. Laporan Kegiatan Pemantauan Status gizi Tahun 2011. Depok:
Dinas Kesehatan Kota Depok
Dharma. 2015. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Hariyadi, D., Ekayanti, I. 2011. Analisis Pengaruh perilaku Keluarga Sadar Gizi
Terhadap nsi Kalimantan Barat. Teknologi dan Kujuruan. 34(1): 71-80
Gibney, J., Margaretts, M., Kaerney, M., Arab. L. 2009. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc
Ruchaeni, R. 2016. Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan
Status Gizi Siswa kelas IV dan V Tahun [skripsi]. Yogyakarta: Ilmu
keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
Picauly, L & Toy, S.M. 2013. Analisis Determinan dan pengaruh Stunting
Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan Sumba Timur,
NH. Gizi Dan Pangan. 8(1): 55-62
Fitri, K. 2012. Berat Lahir sbg Faktor Dominan Stunting pada Balita (12-59
Bulan) Di Sumatera. RKD
Riskesdas. 2012. Penyajian pokok – pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2012.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI (oline). Akses
www.Utbang depkes.go.id
Riyadi, H., Martianto, D., Hastuti, D. 2011. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Status Gizi Anak Balita Di Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Pangan. 6(1): 66-73
60
Unicef Indonesia. 2013. Ringkasan Kajian Gizi Ibu Dan Anak (online). Akses
www.Unicef. Org.
World Health Organization. 2013. Nutrition Landcape Information System (
NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation quite (online). Akses:
http ://www.Who.int //Nutrition
Mitra. 2015. Permasalahan Anak pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
mencegah Terjadinya Stunting. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol 2 No 6,
Schmidt, charles W”Beyond. 2014. Mannutrition : The role of Sanitation in
Stunted Growth. Environmental Health perspectives 122(11): A298
Kementrian Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia
tahun 2010 Kementrian Republik Indonesia.
WHO Tecnical Repport Series (TRS) NUMber 439, 1970, Environment Health,
WHO: Geneve
Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Karya Putra Darwati
Rudi, dkk. 2013. Faktor Lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan
kejadian Stunting Pada siswa SD di Wilayag pertanian. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia. 12(2)
Mitra. 2015. Permasalahan Anak pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
mencegah Terjadinya Stunting. Jurnal Kesehatan Komunitas. 2(6)
Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan.
Jakarta
Lampiran Inform Consent
Tanda Tangan
( ………........)
Tanggal :
No. Responden : …………( diisi oleh peneliti)
Lampiran Instrumen Penelitian 1
Data demografi Ibu
PETUNJUK UMUM
Berilah tanda ceklist (√) pada satu kotak jawaban yang menurut anda paling tepat
sesuai dengan keadaan saat ini.
A. Data Demografi
1. Nama / Initial :
2. Usia : …… tahun
3. Agama
Islam
Kristen
Hindu
Budha
4. Suku Bangsa
Batak
Minang
Jawa
Melayu
Aceh
5. Status perkawinan
Tidak kawin
Janda
Kawin
6. Pendidikan
SD
SMP
SLTA
PT
Lampiran Instrumen Penelitian 2
B. Data Demografi
1. Nama / Initial :
2. Usia : …… tahun
3. Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
4. Berat Badan :
5. Tinggi Badan :
6. Z-score :
Kategori
Sangat Pendek [ ] Z score <-3,0
Pendek [ ] Z score < -3,0 s/d Zscore <-2,0
Normal [ ] Z score > 2,0
Lampiran Instrumen Penelitian 3
Kegiatan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agts
1. Pengajuan
Judul
2. Proses
Penyetujuan
Judul
3. Menyusun
BAB 1
4. Menyusun
BAB 2
5. Menyusun
BAB 3
6. Menyusun
BAB 4
7. Sidang
Proposal
8. Perbaikan
Proposal
9. Uji etik dan
Surat Izin
Penelitian
10. Pengumpulan
Data
11. Analisa Data
12. Penyusunan
laporan
13. Sidang Akhir
penelitian
14. Perbaikan
laporan
Akhir
15. Penyerahan
Laporan dan
Manuskrip
Lampiran 4
p = 12,6
q = 7,4
∑pq = 4,38
Kr – 20 = 0,78
Lampiran 5
Frekuensi demografi responden
Usiaibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Agama
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sukubangsa
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statusperkawinan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
UsiaA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
JenisK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tinggibadan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p13
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p15
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p16
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p17
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p19
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
p20
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
kesehatanlingkungan *
50 100,0% 0 0,0% 50 100,0%
resikostunting
resikostunting
% within
65,4% 26,9% 7,7% 100,0%
kesehatanlingkungan
Baik Count 7 7 10 24
% within
29,2% 29,2% 41,7% 100,0%
kesehatanlingkungan
% within
48,0% 28,0% 24,0% 100,0%
kesehatanlingkungan
Chi-Square Tests
Keterangan :
No p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 KL RS
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1
2 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1
3 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 2 2
4 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2
5 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 2 1
6 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 2
7 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 2 1
8 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
9 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1
10 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
11 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 2 2
12 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1
13 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1
14 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 2 3
15 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 2 3
16 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 2 3
17 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 3
18 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 2 2
19 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
20 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
21 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 2 1
22 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2
23 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 2 3
24 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1
25 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1
26 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1
27 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1
28 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 2 3
29 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3
31 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 2
32 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1
33 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1
34 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 2 2
35 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 2 3
36 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 2
37 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 2 3
38 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 2 1
39 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 3
40 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 3
41 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
42 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
43 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3
44 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 2
45 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1
46 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 2 2
47 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1
48 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 2 1
49 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 2
50 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 2 2
Tabel distribusi Frekuensi ksehatan lingkungan
Kesehatan Lingkungan
NIM :151101064
RIWAYAT HIDUP
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
Riwayat pendidikan :