Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN-B

PROSES PENGOLAHAN MAKANAN

Dosen Pembimbing :
Kusrini Wulandari, SKM, MKes
Siti Kusumawati, SKM, Dip.IT, M.Kes
Rahayu Winarni S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 4 (3 D-IV A)

Ahmad Hafiyyan (P21335118003)


Jihan Salma (P21335118027)
Nur Afifah (P21335118046)
Silma Salsabilla (P21335118062)
Sisie Nuraeni (P21335118064)
Sulthan Raihan (P21335118066)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12120
Telp. 021-7397641, 7397643Fax. 021-7397769
Website : www.poltekkesjkt2.ac.id email : Info@poltekkesjkt2.ac.id 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................................ii

KATA PENGATAR..............................................................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................................................1


BAB II.....................................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................2

2.1 Proses Fermentasi...................................................................................................................................2


2.2 Proses Pengolahan Dengan Panas..........................................................................................................4
2.3 Proses Pengolahan Dingin dan Beku.....................................................................................................7
2.4 Proses Pengolahan Dengan Dehidrasi..................................................................................................14
BAB III.................................................................................................................................................................18

PENUTUP............................................................................................................................................................18

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................19

ii
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat  dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dan
bahan diskusi, yang diberikan oleh dosen mata kuliah Penyehatan Makanan Dan Minuman –B.

Makalah ini disusun dalam upaya memaparkan hasil penelitian kepustakaan kami
mengenai “Proses Pengolahan Makanan“. Kami menghaturkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membimbing dan membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari  bahwa makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak.

Jakarta, 29 Agustus 2020

Kelompok 4

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, karena didalamnya
terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan itu
sendiri. Makanan yang disajikan umumnya mengalami pengolahan terlebih dahulu
dengan tujuan untuk memberikan rasa/taste yang enak agar digemari banyak orang.
Selain itu makanan juga diolah untuk membuatnya mempunyai masa simpan yang Iebih
lama,sehingga bisa Iebih lama dinikmati.
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), faktor utama penyebab
kerusakan karena kadar air yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar air suatu
pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Beberapa
metoda/cara pengolahan makanan yang umum dilakukan adalah fermentasi, pengolahan
panas, dingin dan lain-lain

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Proses Fermentasi
Pada saat ini fermentasi secara mudahnya dapat diartikan sebagai suatu proses
pengolahan pangan dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-
sifat produk sesuai yang diharapkan. Fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas
mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Fermentasi
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai contoh: sari buah jika
difermentasikan akan timbul rasa dan bau alkohol; ketela pohon dan ketan akan
menghasilkan bau alkohol dan asam (tape); serta susu akan menghasilkan bau dan rasa
asam.
Berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme), fermentasi dibedakan
atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi
spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa penambahan starter, misalnya
fermentasi sayuran (acar/ pikel, sauerkraut dari irisan kubis), terasi, dan lain-lain.
Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan penambahan
starter/ragi, misalnya tempe, yoghurt, roti, dan lain-lain.
Fermentasi ditujukan untuk memperbanyak jumlah mikroorganisme dan
menggiatkan metabolismenya dalam makanan. Jenis mikroorganisme yang digunakan
terbatas dan disesuaikan dengan produk akhir yang dikehendaki. Zat gizi lain juga
dipecah menghasilkan CO2 dan lain-lain. Hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan
pangan (substrat), jenis mikroorganisme, dan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan prinsip fermentasi, yaitu
mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme pembentuk alkohol dan
asam serta menekan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik (pemecah protein) dan
mikroorganisme lipolitik (pemecah lemak).

2
Pengolahan makanan dan minuman dengan metoda fermentasi atau yang dikenal
seragian sudah sangat lazim dilakukan dikalangan masyarakat. Pengolahan ini melibatkan
kemampuan mikroorganisme, sesuai dengan kondisi proses dan hasilnya dibagi dalam
dua bentuk:
a) Proses fermentasi secara alkoholis, hasil dari pengolahan ini pada makanan
ditemukan alkohol, contohnya dalam pembuatan bir, minuman anggur, tuak dan lain
sebagainya.
b) Proses fermentasi secara non alkoholis, hasil akhir tidak ditemukan senyawa alkohol
tetapi berbentuk asam organik, vitamin, asam amino dan sebagainya. Seperti
pembuatan tempe, kecap, tauco, sosis, keju. yoghurt dan sebagainya

Proses pengolahan makanan secara fermentasi baik alkoholik maupun non


alkoholik merupakan proses dengan menggunakan mikroorganisme dengan beberapa
keuntungan yaitu: cepat, murah, aman, hemat energi dan cita rasa yang dihasiikan rata-
rata sesuai keinginan.

Makanan/Produk Bahan Miroorgansme pengolah

Tempe Kedelai Rhizopus oligosporus

Oncom Kacang tanah Neurospora sitophila

Tape Singkong Saccharomyces serevisiae

Nata de coco Air kelapa Acetobacter xilinum

Minuman beralkohol Anggur Saccharomyces serevisiae

Acetobacter  sp.
Cuka Etanol
Gluconobacter  sp.

Streptococcus lactis
Kefir Susu Lactobacillus bulgaricus
Candida sp.

3
Streptococcus thermophilus
Yogurt Susu
Lactobacillus bulgaricus

Keuntungan dan kerugian dari fermentasi antara lain:

1) Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah pertumbuhan


mikroorganisme beracun contoh Clostridium botulinum (pH 4,6 tidak dapat tumbuh
dan tidak membentuk toksin).
2) Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin kompleks dan faktor-
faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh vitamin B12, riboflavin,
provitamin A).
3) Dapat terjadi pemecahan bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
tertentu, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula sederhana.
Kerugian dari fermentasi di antaranya adalah dapat menyebabkan keracunan karena
toksin yang terbentuk, sebagai contoh tempe bongkrek dapat menghasilkan racun,
demikian juga dengan oncom.

2.2 Proses Pengolahan Dengan Panas


Di sini akan diuraikan secara singkat teknik dasar pengolahan pangan yang
dibedakan menjadi 2 yaitu, teknik pengolahan makanan panas basah (moist heat) dan
teknik pengolahan panas kering (dry heat cooking).
1. Teknik Pengolahan Pangan Panas Basah (Moist Heat)
Teknik ini merupakan suatu pengolahan bahan makanan dengan menggunakan
bahan dasar cairan untuk mematangkannya. Berikut ini yang termasuk teknik
pengolahan pangan panas basah.
a. Teknik Merebus (Boiling)

4
Suatu cara mengolah bahan makanan dalam cairan yang sudah mendidih. Cairan
yang digunakan di antaranya berupa air, kaldu, dan susu.
b. Teknik Merebus Menutup Bahan Pangan (Poaching)
Cara memasak bahan makanan dalam bahan cair sebatas menutupi bahan
makanan yang direbus dengan api kecil di bawah (titik didih 92º - 96º C). Bahan
makanan yang digunakan biasanya berupa bahan pangan yang lunak atau lembut
dan tidak memerlukan waktu lama dalam memasaknya seperti buah-buahan,
sayuran, telur, dan ikan.
c. Teknik Merebus dengan Sedikit Cairan (Braising)
Teknik merebus bahan makanan dengan sedikit cairan, (kira-kira setengah dari
bahan yang akan direbus) dalam panci tertutup dengan api dikecilkan secara
perlahan-lahan. Cara ini sama untuk menyetup bahan makanan agar aroma yang
keluar menyatu dengan cairan bahan makanan dan menjadi lebih lunak.
d. Teknik Menyetup/Menggulai (Stewing)
Mengolah bahan makanan dengan cara menumis bumbu lebih dahulu, dan
dilanjutkan dengan merebusnya dengan sedikit cairan dengan api sedang.
Penggunaan api sedang dan dalam waktu yang sedikit lama dimaksudkan agar
aroma dari bahan masakan keluar dengan sempurna.
e. Teknik Mengukus (Steaming)
Teknik memasak bahan makanan dengan uap air mendidih. Sebelum mengukus
bahan makanan alat pengukus yang sudah berisi air harus dipanaskan terlebih
dahulu hingga mendidih dan mengeluarkan uap, baru masukkan bahan makanan
pada alat pengukus. Efek dari teknik ini ialah menjadikan makanan lebih lunak
dan lembut, serta nilai gizi bahan makanan tidak banyak yang hilang karena tidak
bersentuhan langsung dengan air.
f. Teknik Mendidih (Simmering)
Teknik memasak bahan makanan dengan saus atau bahan cair lainnya yang
dididihkan dahulu, baru api dikecilkan di bawah titik didih dan direbus lama
hingga muncul gelembung–gelembung kecil pada permukaannya. Teknik ini
biasanya digunakan untuk membuat kaldu yang mengeluarkan ekstrak dari
daging yang direbus.

5
g. Teknik Mengetim
Teknik memasak bahan makanan dengan menggunakan dua buah panci yang
berbeda ukuran di mana salah satu panci lebih kecil.

2. Teknik Pengolahan Pangan Panas Kering (Dry Heat Cooking)


Teknik mengolah makanan tanpa bantuan bahan dasar cairan untuk
mematangkannya. Yang termasuk teknik pengolahan pangan panas kering, sebagai
berikut :
a. Teknik Menggoreng dengan Minyak Banyak (Deep frying)
Cara memasak bahan makanan dengan menggunakan minyak/ lemak yang
banyak hingga bahan makanan benar–benar terendam sehingga memperoleh hasil
yang kering (crispy). Teknik ini dapat digunakan untuk berbagai bahan makanan
termasuk buah, sayuran, daging dan unggas, serta ikan. Pada metode kering ini,
karena dipanaskan dalam suhu tinggi, akan terjadi perubahan tekstur, warna, dan
rasanya. Pada proses pengolahan dengan metode deep frying ini beberapa
kandungan gizi akan rusak, tetapi kandungan energinya akan tinggi karena
mengandung lemak. Kandungan vitamin biasanya lebih sedikit yang hilang.
b. Teknik Menggoreng dengan Minyak Sedikit (Shallow frying)
Suatu proses menggoreng yang dilakukan dengan cepat dalam minyak goreng
yang sedikit pada wajan datar dengan bahan hanya satu kali dibalik. Dengan
teknik ini bahan makanan tidak akan menjadi terlalu matang, asam amino yang
terdapat pada bahan makanan akan tetap, meskipun protein akan menyusut, dan
juga akan kehilangan beberapa jenis vitamin B.
c. Teknik Menumis (Sauteing)
Teknik memasak dengan menggunakan sedikit minyak olahan yang dikerjakan
dalam waktu sebentar dan cepat, diaduk-aduk, serta ditambah sedikit cairan
sehingga sedikit berkuah/basah. Biasanya cairan yang ditambahkan adalah saus,
cream, dan sejenisnya yang dimasukkan pada saat terakhir proses pemasakan.
Sebelum menumis hendaknya potongan/irisan bahan makanan dipersiapkan
terlebih dahulu. Gunakan minyak zaitun atau minyak kanola yang mengandung
minyak sehat dan membantu menurunkan kadar kolesterol berbahaya.

6
d. Teknik Memanggang (Baking)
Teknik pengolahan bahan makanan di dalam oven dengan panas dari segala arah
tanpa menggunakan minyak atau air.
e. Teknik Membakar (Grilling)
Teknik mengolah makanan di atas lempengan besi panas (gridle) atau diatas pan
dadar (teflon) yang diletakkan di atas perapian langsung. Suhu yang dibutuhkan
untuk grill sekitar 292ºC. Grill juga dapat dilakukan diatas bara langsung dengan
jeruji panggang atau alat bantu lainnya. Dalam teknik ini, perlu diberikan sedikit
minyak baik pada makanan yang akan diolah maupun pada alat yang digunakan.
Kegosongan merupakan ciri khas dari makanan yang di-grilled.

2.3 Proses Pengolahan Dingin dan Beku


Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan baha
yaitu -2 sampai 10C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainnya yaitu pembekuan.
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12
sampai -24C . Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai
-40C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan
atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan pangan tidak dapat membunuh
bakteri, sehingga jika bahan pangan bekumisalnya dikeluarkan dari penyimpanan dan
dibiarkan mencair kembali (thawing) , pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan
cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing - masing juga berbeda terhadap rasa,
tekstur nilai gizi, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu
penyimpanan yang terlalu rendah.
Proses pengolahan dengan suhu dingin dan beku dilakukan untuk jenis makanan
sayuran dan buah yang akan dikonsumsi segera, seperti salad sayur, buah potong atau es
buah. Selama penyajian jenis makanan ini harus tetep pada suhu dingin untuk
menghindari pertumbuhan mikroorganisme maupun produksi toksin dari
mikroorganisme.

7
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan
aktivitas mikroba.
 Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10C
 Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira
3,3C
 Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4C sampai – 9,4C

Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada


suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0C akan menyebabkan kerusakan
pada makanan. Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang
dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang
diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya
mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan
didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti
pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan
dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan, respirasi
atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan
tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih. Proses metabolisme ini terus
berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana proses
metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila
disimpan berdekatan. Misalnya :

8
• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
• Telur akan menyerap bau bawang

Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam


terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya,
bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :

 Suhu
 Kualitas bahan mentah, Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas
yang baik
 Perlakuan pendahuluan yang tepat, Misalnya pembersihan/ pencucian atau blansing
 Kelembaban, Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran
disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %
 Aliran udara yang optimum, Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang
merata di seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap
air setempat (lokal).

Keuntungan penyimpanan dingin :

 Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan
metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.
 Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan
 Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.
 Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti
 Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk ” soft drink “, air yang digunakan
didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2.

Kerugian penyimpanan dingin :

 Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C


 Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran
 Perubahan warna merah daging
 Oksidasi lemak

9
 Pelunakan jaringan ikan
 Hilangnya flavor

Pengaruh pendinginan terhadap makanan :

1. Penurunan suhu mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi , dan biokimia


yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan , dll.
2. Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan membeku kemudian terpisah dari larutan dan
membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan merusak tekstur
dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es yang besar dan tajam juga bermanfaat
untuk mereduksi atau mengurangi mikroba jumlah mikroba. Pembentukan kristal es
menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawetan dengan pembekuan. Sebuah
kristal es yang terbentuk misalnya, dapat menarik seluruh air bebas dalam sel bakteri
dan khamir. Kristal-kristal ekstra seluler dapat menyebabkan pembekuan isi sel
melalui perforasi. Tanpa kristal es ekstra seluler, sel masih bisa betahan (belum
membeku) pada suhu – 25 oC, tetapi jika terdapat kristal es tersebut sel membeku
pada – 5 oC.

Proses pembekuan yang terjadi pada makanan :


Perubahan bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke padatan.
Contohnya sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer), maka cairan yang
paling dekat dengan dinding botol akan membeku lebih dahulu. Kristal yang terjadi
mula-mula ialah air murni (H2O). Ketika air terus berkristal, susu menjadi lebih pekat
terutama pada komponen protein, lemak, laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan berkristal
secara perlahan-lahan sebanding dengan proses pembekuan yang berlangsung pada
makanan.
Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :
Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat pada
suhu dibawah 0 oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-kristal es yang
berlangsung cepat pada suhu – 2 oC sampai – 7 oC. Pada suhu yang lebih rendah lagi,
maka pembesaran kristal-kristal es dihambat karena kecepatan pembentukan kristal es
meningkat.

10
Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler,
karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara
lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-
kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es yang besar akan menyebabkan kerusakan
pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah , maka akan terjadi denaturasi protein
terutama pada bahan nabati. Proses ini bersifat irreversible.
Pembekuan secara cepat akan menghambat kecepatan difusi air ke ruang ekstra
seluler, akibatnya air akan berkristal di ruang intra seluler, sehingga massa kristal es akan
terbagi rata dalam seluruh jaringan. Kristal es yang terbentuk berukuran kecil-kecil.
Keadaan ini mengakibatkan kehilangan air pada waktu ” thawing ” akan berkurang.
Pembekuan menyebabkan terjadinya :

 perubahan tekstur
 pecahnya emulsi lemak
 perubahan fisik dan kimia dari bahan

Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan.


Konsentrasi padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan kemampuan
pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam, gula, mineral, dan
protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk membeku.
Dibandingkan dengan pemanasan dan pengeringan, maka pembekuan dalam
pengawetan sebenarnya lebih berorientasi pada usaha penghambatan tumbuhkembangnya
mikroba serta pencegahan kontaminasi yang akan terjadi. Oleh karena itu jumlah mikroba
dan kontaminasi atau kerusakan awal bahan pangan sangat penting diperhitungkan
sebelum pembekuan. Jadi sanitasi dan higiene pra-pembekuan ikut menentukan mutu
makanan beku. Produk pembekuan yang bahan asalnya mempunyai tingkat kontaminasi
tinggi, akan lebih cepat rusak atau lebih cepat turun mutunya dibandingkan dengan bahan
yang pada awalnya lebih rendah kadar kontaminasinya.
Beberapa teknik pembekuan :
1) Penggunaan udara dingin yang diiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak
langsung dengan makanan. Contohnya alat pembeku terowongan (“tunnel freezer ”).

11
2) Kontak tidak langsung. Makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan
permukaan logam (lempengan silindris) yang telah didinginkan dengan cara
mensirkulasikan cairan pendingin. Contohnya alat pembeku lempeng (“plate freezer
”).
3) Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin atau menyemprotkan
cairan pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan garam.

Dalam sistem pendingin diperlukan suatu medium pemindahan panas yang


disebut “refrigeran “. Yang dimaksud dengan refrigeran yaitu suatu bahan yang dapat
menghilangkan atau memindahkan panas dari suatu ruang tertutup atau benda yang
didinginkan.
Sifat-sifat refrigeran dalam sistem pendingin, a.l. :

 Titik didih rendah


 Titik kondensasi rendah
 Tidak menimbulkan karat pada logam
 Tidak mudah menimbulkan iritasi / luka
 Harganya relatif murah
 Mudah dideteksi dalam jumlah kecil

Refrigeran yang sering digunakan, a. l. :

 Ammonia ( NH3 )
 Metil khlorida ( CH3Cl )
 Freon 12 atau dichlorofluorometana ( CCl2F2)
 Karbon dioksida ( CO2 )
 Sulfur dioksida ( SO2 )
 Propane ( C3H8 )

Sirkulasi udara dalam lemari es perlu dijaga untuk mencegah pengeringan dari
produk dan menghilangkan panas dari produk dan dari dinding lemari es. Sebagian besar
makanan mengandung air dalam kadar yang tinggi, karena itu jangan dibiarkan bahan
terbuka terhadap sirkulasi udara yang cepat. Kelembaban dalam ruang es perlu dikontrol

12
karena perbedaan uap diantara lemari es dan makanan menyebabkan hilangnya air dari
makanan yang tidak dibungkus, sehingga terjadi pengringan bahan.
Pengeringan terutama terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus lebih
dahulu atau dibungkus dengan bahan yang tidak tembus uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan, antara lain :

1. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pengeringan yang terjadi lebih besar
2. Kelembaban relatif atmosfir. Bila RH rendah, maka pengeringan lebih besar
3. Kontak dengan atmosfir
4. Penggunaan pembungkus akan mengurangi gejala kekeringan
5. Intensitas sirkulasi udara
6. Perbedaan suhu antara produk dan udara.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan, antara lain :

 Perubahan warna pemucatan warna khlorofil -Pencoklatan


 Perubahan tekstur kerusakan gel -pengerasan
 perubahan flavor hilangnya flavor asal (pembentukan flavor yang menyimpang)
-ketengikan
 Perubahan zat gizi
a) vitamin C
b) lemak tidak jenuh
c) asam amino essensial

Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan


syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan
kerusakan-kerusakan sebagai berikut:

1. Chilling injury terjadi karena :


 kepekaan bahan terhadap suhu rendah
 daya tahan dinding sel
 burik-burik bopeng (pitting)

13
 Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan
 Pertukaran bau / aroma

Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau
produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat
didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.

2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant. Bila lemari es menggunakan amonia


sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke
dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar
bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini
berlangsung terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah.
Sebagai contoh : suatu ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 %
selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang merah yang
disimpan di dalamnya.
3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan. Kerusakan ini terjadi
pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan ang kedap
uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi
bahan. Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama ”
freeze burn ” , yang terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang
dibekukan. Pada daging unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang
transparan atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor. Freeze burn
disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui janganjaringan
permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang
menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-warna tersebut. Akibat
terjadinya freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya
diikuti dengan proses denaturasi protein.
4. Denaturasi protein, berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar
protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi
pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan
perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat
atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi

14
dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein
pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur
liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.

2.4 Proses Pengolahan Dengan Dehidrasi


Pengeringan mempunyai pengertian yaitu aplikasi pemanasan melalui kondisi
yang teratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian besar air dalam bahan makanan
dengan cara diuapkan. Penghilangan air dalam bahan pangan dengan cara pengeringan
mempunyai satuan operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi akan menurunkan
aktivitas air yang terkandung dalam bahan pangan dengan cara mengeluarkan air dalam
jumlah lebih banyak, sehingga umur simpan bahan pangan menjadi lebih panjang atau
lebih lama. Pengurangan air tersebut dapat menghambat tumbuhnya mikroba dan
aktivitas enzim, namun tidak dapat melakukan inaktivasi. Hal ini dikarenakan suhu
selama proses tidak mencukupi untuk melakukannya.
Pengeringan sering juga digunakan dalam pengawetan makanan, sehingga dapat
variasi makanan menjadi bertambah dan membuat makanan lebih bergizi dan terasa enak.
Proses pengeringan juga dapat digunakan untuk mengurangi berat dan besar suatu bahan
pangan. Hal ini dapat mendatangkan keuntungan, karena proses pengemasan dan
distribusi bahan pangan menjadi lebih mudah. Kerugian dari dilakukannya proses
pengeringan adalah kualitas dan nilai gizi yang terdapat pada bahan pangan menjadi
turun.

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan


sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas. Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan

15
pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami
perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan
yaitu rehidrasi.
Pengeringan juga didefinisikan sebagai suatu proses pengeluaran air dari bahan
sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan
pembusukan tidak dapat tumbuh. Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran kadar air
untuk memperoleh kadar air yang aman untuk penyimpanan.
Ada 2 tujuan utama pengeringan bahan pangan , yaitu meningkatkan umur simpan
dan mengurangi berat atau volume bahan.  Namun selain kedua tujuan utama tersebut ada
empat tujuan lain yang bisa di capai dengan mengeringkan bahan pangan, yaitu:

1. Mengurangi risiko kerusakan karena aktivitas mikroba. Mikroba memerlukan air


untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba
dapat dihambat atau dimatikan.

2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.

3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya.

4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb

Proses pengeringan yang umumnya digunakan pada bahan pangan ada dua cara,
yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering.
Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah
terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk
yang dikeringkan. Di sisi lain, pengeringan yang dilakukan menggunakan alat pengering
biasanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol
sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung dan tikus dapat dihindari. Selain itu
pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.
Pemilihan jenis alat dan kondisi pengering yang akan digunakan tergantung dari
jenis bahan yang dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan
ekonomi, misalnya untuk bahan yang berbentuk pasta atau pure maka alat pengering
yang sesuai adalah alat pengering drum, sedangkan untuk bahan yang berbentuk
lempengan atau jenis bahan padatan dapat menggunakan pengering kabinet. Jenis alat

16
pengering lainnya yang dapat digunakan untuk bahan pangan adalah pengeringan
terowongan, pengering semprot, pengering fluidized bed, pengering beku dan lain-lain.
Efisiensi sistem dan alat pengeringan merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam aplikasi pengeringan dan optimasinya. Efisiensi operasi
pengeringan dapat dinyatakan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis diperlukan
untuk menguapkan air dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam alat
pengering. Efisiensi tersebut berguna untuk mempelajari pendugaan atau konstruksi alat
pengering dan studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan untuk
alternative.
Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat dianggap
sebagai salah satu proses adiabatik. Hal ini berarti panas yang diberikan untuk penguapan
air dari bahan hanya disuplai oleh udara pengering secara konduksi atau radiasi tanpa
tambahan energi dari luar.
Proses perpindahan panas terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara
yang dialirkan disekeliling bahan. Panas yang diberikan ini akan menaikkan suhu bahan
dan akan menyebabkan tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari
bahan ke udara. Peristiwa perpindahan uap air ke udara ini disebut peristiwa pindah
massa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan, yaitu ;
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran
udara pengering, dan kelembaban udara)
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan (ukuran bahan, kadar air awal, dan
tekanan parsial dalam bahan)

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya


mengandung kadar air tinggi. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak
dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara
lain adalah pengeringan matahari (Sun drying), rumah kaca (Greenhouse), oven, iradiasi
surya (Solar Drying), pengeringan beku (Freeze drying) dan yang berkembang saat ini
pengeringan menggunakan sinar infra merah. Pangan dapat dikeringkan dengan beberapa
cara yaitu menggunakan matahari, oven atau microwave. Pengeringan merupakan metode

17
pengawetan yang membutuhkan energy dan biaya yang cukup tinggi, kecuali
pengeringan matahari (Sun Drying).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengolahan makanan ada berbagai cara yaitu proses fermentasi, proses
pengolahan dingin dan beku, pengolahan dengan panas, pengolahan dengan dehidrasi.
Untuk pengolahan fermentasi ada pengolahan fermentasi alkoholis dan nonalkoholis
tetapi sama sama menggunakan mikroorganisme. Untuk pengolahan panas ada teknik
panas basah dan panas kering. Yang termasuk panas basah yaitu boiling, poaching,
braising, stewing, steaming, simmering dan tim. Yang temasuk panas kering yaitu deep
frying, shallow frying, sautéing, baking, dan grilling. Untuk pengolahan beku dan dingin
penyimpanan bahan pangan harus diatas suhu pembekuan, terdapat keuntungan dari
penyimpanan dingin yaitu menahan kecepatan reaksi kimia dan salah satu kerugiannya
yaitu oksidasi lemak. Untuk proses pengolahan dengan dehidrasi yaitu dengan pemansan
dalam suhu stabil yang dapat menurunkan aktifitas air yag terkandung dalam makanan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Andika, Fauziah. 2019. Program Penyehatan Makanan. URL:


https://elearning.uui.ac.id/publik/download/2365214_Program_Penyehatan_Makanan.ppt.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Wulandari, kusrini. dkk. 2012. Buku Ajar Kesehatan LIngkungan, Penyehatan Makanan Dan
Minuman B. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta 2.
https://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/penyimpanan-bahan-pangan-suhu-rendah-
pendinginan-pembekuan/
https://blog.ub.ac.id/eunikemelody/2013/03/28/pengeringan-bahan-pangan/
https://www.pengolahanpangan.com/2016/11/prinsip-dan-tujuan-pengeringan-bahan.html

19

Anda mungkin juga menyukai