Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBUATAN BIOPESTISIDA
LABORATORIUM REKAYASA PROSES, PRODUK INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH:
FAJAR AUGUSTA (03031181823001)
MEITASYA (03031181823105)
ASHA AISHA JULIAN (03031181823107)
TANIA MEILINDA (03031181823019)
REZA REZITA MAISYAROH (03031281823041)
MOH. IKHWAN AL KAHFI (03031281823057)

NAMA CO-SHIFT : 1. MUHAMMAD FIKRI PRATAMA


2. PUTRA MAYHENDRA

NAMA ASISTEN 1.
:

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya
memiliki mata pencaharian dibidang sektor pertanian. Penduduk di Indonesia
banyak yang menjadikan pertanian sebagai penghasilan utama di daerahnya.
Permasalahan utama dalam pertanian adalah adanya serangan hama dan penyakit
yang dapat menyebabkan kerugian dalam sektor pertanian. Selain itu, juga dapat
menurunkan produktivitas pertanian. Cara-cara yang digunakan oleh para petani
untuk dapat meminimalisir permasalahan tersebut dan mempertahankan kualitas
dari hasil pertaniannya adalah dengan menggunakan pestisida sintetik.
Pestisida sintetik berfungsi untuk membunuh hama-hama tanaman dalam
memperpanjang kelangsungan hidup tanaman. Penggunaan pestisida sintetik
dinilai sangat efektif dan memberikan hasil yang cepat sehingga kepercayaan
petani terhadap kemampuan serta keampuhan pestisida sintetik sangat tinggi.
Pestisida digunakan dari pertanian yang kecil sampai pertanian yang besar di
masyarakat desa dan masyarakat kota untuk memberantas hama-hama domestik.
Hama domestik tersebut adalah ulat, semut, lalat, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya.
Bahan kimia yang terkandung di dalam pestisida, akan menjadi polutan
bagi alam sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Pestisida
sintetik yang digunakan secara berlebihan akan memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan dan manusia. Selain itu, produk pertanian yang dihasilkan
juga ikut terdampak sehingga menyebabkan produknya mengandung pestisida
sintetik. Residu pestisida pada tanaman dapat terbawa sampai pada mata rantai
makanan, sehingga dapat meracuni konsumen, baik hewan maupun manusia.
Upaya untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetik
dengan cara mengalihkan pemakaian pestisida sintetik menjadi pestisida alami.
Pestisida yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan atau biopestisida
mempunyai kandungan bahan aktif yang dapat mengendalikan serangga hama.
Penggunaan biopestisida memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan

1
2

pestisida sintetik. Pestisida nabati tidak berbahaya dan juga mudah terurai
(biodegradable).
3

1.2. Rumusan Masalah


1) Senyawa apa yang dimanfaatkan dalam daun sirih sebagai biopestisida?
2) Bagaimana proses pembuatan biopestisida dari daun sirih?
3) Bagaimana efektifitas penggunaan daun sirih sebagai biopestisida?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui senyawa apa yang dimanfaatkan dalam daun sirih sebagai
biopestisida.
2) Mengetahui proses pembuatan biopestisida dari daun sirih.
3) Mengetahui efektifitas penggunaan daun sirih sebagai biopestisida.

1.4. Manfaat
1) Secara penelitian, dapat dijadikan sumber literatur kajian ilmiah
pengetahuan tentang pembuatan biopestisida.
2) Dapat mengaplikasikan proses pembuatan biopestisida dalam skala
industri.
3) Secara komersial, dapat meningkatkan harga jual dari daun sirih.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hama
Hama merupakan sekelompok organisme yang dapat merusak tanaman,
sehingga dapat sangat merugikan kehidupan manusia secara ekonomis (Tjahjadi,
1989). Hama tanaman merupakan masalah yang sudah sangat biasa di dunia
pertanian, tanaman pangan, perkebunan, maupun hortikultura (Surachman dan
Suryanto, 2007). Hama dapat berupa seluruh jenis organisme, baik organisme
mikro, tumbuhan, dan hewan atau binatang yang dapat melukai manusia, hewan
ternak, tumbuhan budidaya, bahan simpanan, gedung, dan lain sebagainya. Dunia
pertanian mendefinisikan hama sebagai mikroba patogen yang menyebabkan
penyakit, nematoda parasit tanaman, vertebrata, gulma, artropoda, dan moluska.
Pembatasan klasifikasi organisme yang tergolong hama dengan organisme
biasa tidak begitu jelas, semuanya tergantung dari perspektif masing-masing
manusia. Misalkan terdapat dua orang petani yang sama-sama melakukan
pertanian kangkung. Petani pertama menjual kangkungnya ke supermarket,
sementara petani kedua menjual kangkungnya ke pasar tradisional. Baik kedua
tanaman kangkung masing-masing petani tersebut telah dirusak oleh kumbang
Epilachna pemakan daun. Supermarket tidak menerima penjualan kangkung
dengan daun yang berlubang, sementara petani kedua akan tetap masih bisa
menjual kangkungnya ke pasar tradisional walau daun kangkungnya sebagian
besar telah berlubang. Petani pertama menganggap Epilanchna sebagai hama
karena merugikan secara ekonomis. Petani kedua tidak menganggap Epilachna
sebagai hama karena masih bisa dipasarkan sehingga tidak merugikannya secara
ekonomis.
Hama yang berupa serangga sangat merugikan, dapat menghambat
pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan kerugian dan kerusakan secara
ekonomis. Penyakit yang disebabkan oleh hama dari jenis serangga merupakan
masalah klasik yang harus dihadapi petani dalam pengembangan tanaman
budidaya dan produksi pertanian. Hama serta penyakit tersebut akan merusak

5
6

sebagian atau bahkan keseluruhan tanaman, sehingga menyebabkan pada akhirnya


layu dan mati (Harianto, 2009). Tanaman yang diserang oleh hama dapat
mengalami penyusutan kuantitatif, kualitatif dan kemampuan daya tumbuhnya.
Tanaman yang sudah diserang hama akan menurun drastis nilai ekonominya.
Penyusutan kuantitatif adalah penurunan bobot atau volume bahan
dikarenakan sebagian atau keseluruhan bagian tumbuhan habis dimakan oleh
hama. Penyusutan kualitatif adalah penurunan mutu tumbuhan secara langsung
akibat serangan hama. Misalnya apabila bahan tercampur dengan bangkai, kotoran
serangga atau bulu tikus serta peningkatan jumlah butiran gabah padi yang rusak.
Penyusutan daya tumbuh merupakan penyusutan yang terjadi apabila bagian
tumbuhan yang sangat kaya nutrisi diserang oleh hama, sehingga tumbuhan tidak
lagi memiliki nutrisi dan biji tidak mampu berkecambah. Hama dapat
menyebabkan kerugian berupa penurunan harga jual komoditas pangan. Segi
ekologi kerugian serangan hama adalah ledakan populasi serangga yang tidak
terkendali.
Kerugian serangan hama menurut segi ekologi adalah peningkatan
populasi serangga secara masif dan tidak terkontrol. Kerusakan ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kerusakan langsung dan kerusakan tidak
langsung. Kerusakan langsung dapat berupa perusakan bahan pangan yang
disimpan oleh serangga, kontaminasi oleh serangga dewasa, larva, telur, kulit
telur, pupa, dan bagian tubuhnya termasuk kerusakan wadah yang digunakan.
Kerusakan tidak langsung merupakan terbentuknya panas akibat metabolisme
serangga serta kapang dan mikroba lainnya yang berkembang (Cotton dan Wilbur,
1974). Serangga yang bersifat hama dapat diklasifikasikan berdasarkan ordonya,
yaitu orthoptera, hemiptera, homoptera, coleoptera, lepidoptera, dan diptera.
2.2. Biopestisida
Biopestisida adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan
organisme yang bersifat hama dan menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Bahan
yang digunakan untuk biopestisida berbeda dengan pestisida pada umumnya,
karena terbuat dari makhluk hidup. Biopestisida mampu menghambat
pertumbuhan atau bahkan membunuh organisme hama penyebab penyakit.
7

Pengembangan penelitian mengenai biopestisida sangat penting dikarenakan


sebagian besar petani di Indonesia masih menggunakan pestisida sintesis yang
terbuat dari bahan kimia. Penggunaan pestisida sintesis akan merusak serta
merugikan lingkungan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pestisida sintesis
biasanya akan membekas pada bahan pangan dan akan membahayakan konsumen
(Kardinan, 2004).
Pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan kimia beracun untuk
mengendalikan hama-hama pengganggu pertanian. Pestisida sudah cukup lama
dimanfaatkan oleh manusia terutama untuk bidang kesehatan serta bidang
pertanian. Bidang kesehatan menggunakan pestisida untuk melindungi manusia
dari serangan serangga serta banyak jenis penyakit menular. Beberapa serangga
yang dapat menyebabkan penyakit menular berbahaya untuk manusia mampu
dikendalikan oleh pestisida. Pestisida telah membantu manusia bebas dari banyak
ancaman penyakit-penyakit berbahaya, misalnya demam berdarah, penyakit kaki
gajah, malaria, tekanan darah tinggi dan lainnya (Zulkarnain, 2010).
Pestisida memiliki nilai ekonomis bagi petani, meskipun bahannya bersifat
beracun. Hal tersebut dikarenakan pestisida mampu dalam membasi hama yang
merugikan bagi pertanian. Pemanfaatan pestisida dalam dunia pertanian telah
lama digunakan dalam peningkatan produksi hasil pertanian. Pestisida adalah hal
yang sangat dibutuhkan, terutama untuk melindungi tanaman serta hasil pertanian.
Tidak hanya itu, pestisida juga dapat digunakan untuk melindungi hewan ternak
maupun perikanan yang ternyata masih dapat diganggu oleh hama (Zulkarnain,
2010).
Biopestisida bersumber dari bahan-bahan makhluk hidup, seperti
mikroorganisme, bakteri, jamur, ataupun virus. Biopestisida tidak bersifat beracun
yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Hal tersebut membedakan dengan
pestisida sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Pestisida sintesis mengandung
bahan kimia beracun yang dapat membahayakan baik kesehatan manusia ataupun
lingkungan hidup di sekitarnya. Penggunaan pestisida sintesis dalam bidang
pertanian cenderung terus meningkat pesat dari waktu ke waktu. Hal tersebut
diakibatkan anggapan petani bahwa dengan penggunaan pestisida dapat mencegah
8

kerugian besar yang diakibatkan oleh serangan hama setiap waktunya.


Biopestisida dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis yang dibagi
berdasarkan organisme pengganggu sasarannya. Jenis-jenis pestisida yang banyak
digunakan adalah kelompok herbisida, insektisida, dan fungisida (Kardinan,
2004).

2.3. Macam-Macam Biopestisida


Cakupan biopestisida sangat luas, yaitu mencakup semua organisme hidup
yang dapat difungsikan sebagai agen pengendali hayati hama yang menyebabkan
penyakit. Sementara jenis atau macamnya dapat disesuaikan dengan sasaran target
organisme pengganggu. Misalnya untuk organisme jamur yang berlaku sebagai
hama disebut dengan fungisida, untuk hama siput disebut biomoluskasida, untuk
gulma disebut bioherbisida, serta untuk hama serangga disebut bioinsektisida.
Biopestisida untuk mengatasi gangguan pada budidaya pertanian adalah
biofungisida, bioherbisida, dan bioinsektisida (Herawati, 2010).
2.1. Biofungisida
Biofungisida adalah semua jenis organisme hidup yang dapat digunakan
untuk mengendalikan jamur yang berperan sebagai hama atau penyebab penyakit
pada tanaman, hewan, serta manusia sekalipun. Berbeda dengan bioinsektisida,
pengembangan biofungisida lebih banyak dilakukan oleh para ahli dibidang
penyakit tanaman. Cara pengendalian jamur patogen dengan menggunakan jamur
parasitik dikenal dengan biofungisida atau mikrobial fungisida berbahan aktif
jamur. Salah satu contoh jenis mikroba yang menguntungkan untuk pengendalian
hayati jamur patogen adalah jamur Trichoderma sp. Mikroorganisme tersebut
berfungsi untuk pengendalian hayati jamur patogen yang terdapat di dalam tanah
dengan nama jamur tular tanah yang menyebabkan kebusukan (Hasibuan, 2015).
2.2. Bioherbisida
Bioherbisida merupakan zat yang ditujukan untuk pengendalian gulma
yang berupa tanaman pengganggu. Gangguan tersebut umumnya dikarenakan oleh
faktor-faktor kompetisi akan kebutuhan nutrisi untuk terus. Gulma atau tanaman
pengganggu umumnya mampu hidup pada kondisi lingkungan yang kritis dan
9

mampu menghasilkan cairan tertentu. Akibatnya akan menyebabkan tanaman


yang dibudidayakan terganggu dan akhirnya mati (Hasibuan, 2015).
2.3. Bioinsektisida
Bioinsektisida merupakan zat kimia dan bahan lain seperti jasad renik,
serta virus yang digunkan untuk memberantas atau mencegah binatang serangga
seperti lalat, kecoa, dan juga nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Sekalipun zat pada bioinsektisida sebagai bahan beracun yang memiliki
potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia, namun penggunaan bioinsektisida masih tetap digunakan. Hal ini
disebabkan karena insektisida mempunyai kelebihan yaitu dapat diaplikasikan
dengan mudah hampir pada semua tempat dan waktu. Hasilnya dapat dirasakan
dalam waktu yang relatif singkat, dan dapat diaplikasikan dalam area yang luas
(Sudarsono, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya racun dari bioinsektisida adalah
cara masuknya bioinsektisida ke dalam tubuh organisme target atau bagaimana
serangga hama terpapar dengan bioinsektisida. Berdasarkan cara masuknya racun
ke dalam tubuh hama, bioinsektisida dibagi menjadi tiga golongan, yaitu racun
lambung atau perut, racun kontak dan racun pernapasan. Racun lambung atau
racun perut adalah bioinsektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara
masuk ke sistem pencernaan melalui mulut bersamaan dengan masuknya
makanan. Racun bioinsektisida masuk melalui organ pencernaan serangga. Racun
bioinsektisida kemudian akan diserap oleh dinding usus serangga kemudian
ditranslokasikan ke tempat sasaran yang berfungsi untuk mematikan. Sifat
mematikan tersebut sesuai dengan jenis bahan aktif yang terkandung dalam
bioinsektisida (Anastasius, 2016).

2.4. Manfaat Biopestisida


Penggunaan biopestisida dapat memberikan banyak manfaat. Penggunaan
biopestisida dapat meningkatkan hasil panen selain efektif mengendalikan hama
dan penyakit (Suwahyono, 2013). Penggunaan biopestisida umumnya lebih efektif
pada dosis rendah dan cepat terurai sehingga pemaparannya lebih rendah dan
terhindar dari masalah pencemaran. Biopestisida ini selain dapat mencegah hama
10

pada tanaman juga dapat memberikan manfaat pada lingkungan. Pestisida


mikroba mengandalkan senyawa yang disintesis dari mikroba dalam jumlah
terbatas.
2.4.1. Aspek Sosial Ekonomi
Pemanfaatan biopestisida menunjukkan bahwa di negara berkembang dan
negara sedang berkembang, penerapan aplikasi biopestisida dalam kesatuan PHT
pada usaha ini petani dapat menurunkan penggunaan insektisida kimia 50-100%
tanpa kehilangan hasil panen. Hasil panen akan meningkat dan kompensasi biaya
saprodi yang lebih rendah, secara tidak langsung akan memberi dampak ekonomi
yang lebih menguntungkan dalam usaha tani. Akumulasi keuntungan dalam waktu
sembilan tahun dapat mencapai mencapai 27 miliar dollar. Hasil tersebut terdiri
dari 15 miliar dolar untuk negara yang berkembang dan 12 miliar dolar untuk
negara-negara khusus bidang industri (Soenandar dan Tjachjono, 2012).
2.4.2. Aspek Lingkungan
Dampak dari pesitisida kimia di negara berkembang diperkirakan adalah
penderita sakit akan meningkat 50%. Penggunaan pestisida kimia yang tidak
rasional memberikan resiko berkepanjangan dan kondisi-kondisi kritis terhadap
keselamatan hayati serta lingkungan. Sektor pertanian harus selalu dicermati agar
saling berkaitan dengan sektor-sektor yang lain dalam membangun kesejahteraan
manusia, seperti air dan sanitasi, energi, kesehatan dan lingkungan. Pestisida
alami yang terbuat dari ekstrak daun pepaya yang digunakan untuk mencegah
hama seperti aphid, rayap, hama kecil, dan ulat bulu serta untuk berbagai jenis
serangga.
Manfaat biopestisida terdiri atas berbagai macam sesuai dengan bahan
yang akan digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biopestisida yang
diinginkan. Pestisida alami yang terbuat dari ekstrak daun pepaya memiliki
beberapa manfaat antara lain, yaitu dapat digunakan untuk mencegah hama seperti
aphid, rayap, hama kecil, dan ulat bulu serta untuk berbagai jenis serangga parasit.
2.4.3. Aspek Budidaya Pertanian
Biopestisida sangat lebih bermanfaat dibandingan dengan pestisida kimia,
terutama dari jenus biofungsida untuk mengendalikan jamur busuk akar.
11

Kelebihan biopestisida yaitu mengeluarkan bahan aktif seperti hormon


pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan dari akar tanaman sehingga sistem
perakaran akan menjadi lebih berpengaruh pada tanaman. Biopestisida cukup
efektif menurunkan jumlah populasi jamur patogen di dalam tanah dengan cepat.
Penggunaan biofungisida bila digunakan dengan tepat mempunyai
manfaat ekonomi baik secara langsung atau tidak langsung. Keuntungan tidak
langsung terkait dengan biaya kelestarian lingkungan dan kesehatan
(environmental cost). 10 Penggunaan biofungisida dapat mereduksi biaya
perawatan mencapai 72% jika dibandingkan dengan penggunaan fungisida kimia
sintetik. Hasil uji menunjukkan biofungisida cukup efektif untuk pengendalian
jamur patogen (Suwahyono, 2013).
2.5. Kelebihan dan Kekurangan Biopestisida
Biopestisida sebagai suatu produk alternatif tentunya memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan penggunaan biopestisida antara lain, tidak membunuh
musuh alami hama, aman untuk lebah dan burung, dan mempengaruhi hormon
pada serangga saja. Hormon tersebut tidak dimiliki oleh manusia dan hewan lain,
mudah terurai atau terdegradasi sehingga tingkat residu racun rendah, dan tidak
dapat menimbulkan mutasi, serta resistensi terhadap generasi hama baru. Bio-
pestisida tidak beracun dibandingkan dengan pestisida konvensional sehingga risi-
ko bahaya yang ditimbulkannya juga lebih kecil. Biopestisida hanya berpengaruh
pada hama yang menjadi target sasaran dan organisme lain yang berdekatan
kerabatnya. Berbeda dengan pestisida konvensional yang berspektrum luas yaitu
dapat membunuh organisme non target seperti serangga, burung, dan mamalia.
Biopestisida umumnya efektif pada dosis rendah dan cepat terurai
sehingga pemaparannya lebih rendah dan terhindar dari masalah pencemaran,
berbeda dengan pestisida konvensional yang sering kali menimbulkan residu.
Penggunaan biopestisida dalam program pengendalian PHT dapat mengurangi
banyak sekali penggunaan pestisida konvensional dengan hasil panen tetap tinggi.
Bahan baku biopestisida mudah didapat, harganya murah, dan mudah diper-
banyak (Sakung, 2004). Langkah kerja dalam pembuatannya dan bahkan petani
dapat membuat sendiri, serta hasil dari ramuannya tidak jauh berbeda dari bahan
12

yang dijual di pasaran. Biopestisida menjaga kesehatan tanah, tidak berbahaya


bagi lingkungan, dan bahan baku berperan sebagai pupuk dan zat tanaman.
Kekurangan biopestisida dari daya kerjanya yang relatif lambat, kurang
praktis, dan tidak tahan lama, perlu aplikasi yang berulang kali, dan setelah
dilakukan aplikasi juga perlu dilakukan pengkajian terus. Biopestisida tidak tahan
sinar matahari bahkan kesulitan dalam menentukan bahan yang tepat karena
bahan setiap daerah mempunyai kegunaan yang berbeda. Biopestisida memiliki
daya kerja yang relatif lebih lambat dan tidak secara langsung dapat membunuh
11 langsung hama sasaran. Penggunaan biopestisida tidak dapat tekena langsung
dengan sinar dari matahari. Kurang praktisnya biopestisida karena memerlukan
perlakuan proses penyemprotan yang berulang-ulang (Wudianto, 2008).
2.6. Biopestisida dari Daun Belimbing Wuluh
Biopestisida merupakan pestisida yang tersusun atas bahan alami atau
berasal dari mahluk hidup. Biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni
pestisida hayati dan pestisida nabati. Pestisida hayati merupakan formulasi yang
mengandung mikroba tertentu baik jamur, bakteri ataupun virus yang memiliki
sifat antagonis terhadap mikroba lainnya yang merugikan atau penyebab penyakit
dari senyawa tertentu yang dihasilkan dan bersifat racun baik bagi serangga atau
nematode. Pestisida nabati adalah pestisida yang dihasilkan ekstraksi dari bagian
tertentu tanaman baik daun, buah, biji, batang, atau akar yang memiliki senyawa.
Pestisida nabati ini juga berperan sebagai racun kontak dan racun perut.
Pestisida nabati umumnya digunakan dalam pengendalian hama patogen.
Penggunaan pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan merupakan salah satu
pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit
tanaman. Pestisida ini berbahan aktif tunggal berfungsi sebagai penolak, anti
fertilitas (pemandul), dan bentuk lainnya. Belimbing wuluh secara tradisional
sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan alami (Azzamy, 2010).
Kecoak merupakan serangga yang dapat ditemukan di lingkungan hidup
manusia sehari-hari. Serangga ini tergolongkan sebagai hama yang pengganggu.
Kecoak telah teridentifikasi memiliki lebih dari 3500 spesies. Salah satu spesies
dari kecoak yang dapat sering untuk ditemukan khususnya di Indonesia adalah
13

Periplaneta americana yang merupakan famili Blattidae. Periplaneta americana


selain sebagai hama, kecoak juga dapat menggangu kesehatan manusia yang
disebabkan oleh serangga tersebut dapat menjadi vektor bakteri dari beberapa
penyakit seperti disentri, kolera, diare, tifus, dan polio (Syah dan Purwani, 2016).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sering dimanfaatkan hampir di
semua bagian tumbuhan termasuk daun. Daun belimbing wuluh selain dapat
dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, juga dimanfaatkan sebagai bahan
untuk menjauhkan lalat dari sumber makanan, seperti di tempat jualan makanan
siap saji dan juga tempat-tempat pernikahan. Informasi dari masyarakat meyakini
bahwa daun belimbing wuluh mampu mengendalikan jenis serangga seperti lalat
buah (Bactroceradorsalis hende), sehingga beberapa penelitian menyebutkan
tentang keefektifan daun belimbing wuluh terhadap serangga dan berpotensi
menjadi insektisida nabati. belimbing wuluh sebagai salah satu jenis tanaman
yang dijadikan insektisida nabati oleh masyarakat. Pestisida nabati adalah bahan
dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat (Kardinan,1999).
Daun belimbing wuluh mengandung beberapa senyawa kimia yang diduga
efektif menghambat serangan hama serangga. Senyawa tersebut menurut beberapa
penelitian terdiri atas alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, saponin dan tanin.
Ekstrak daun belimbing wuluh setelah dilakukan penapisan fitokimia terbukti
positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid dan tanin.
Senyawa saponin triterpen juga ditemukan pada bagian daun, tangkai daun
dan buah belimbi wuluh. Penelitian selama ini hanya dapat memfokuskan dari
daun belimbing wuluh kepada pembuatan insektisida terkhusus pada serangga
hama pertanian, sedangkan untuk pengendalian rayap yang akan timbulkan belum
banyak diperoleh informasi. Perlu adanya untuk dilakukan penelitian mengenai
efektivitas dari ekstrak daun belimbing wuluh terhadap serangan pada rayap tanah
Coptotermes sp. sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penggunaan
dalam pengendalian rayap yang ramah bagi lingkungan (Supriadi, 2013).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) merupakan salah satu tanaman yang
terdapat di daerah Kalimantan Barat, kandungan metabolit sekundernya memiliki
beberapa manfaat, yaitu seperti antidiabetes, antimikrobial, antioksidan, aktivitas
14

sitotoksik, dan juga sebagai insektisida. Tepung daun belimbing wuluh sebagai
insektisida alami pada hama gudang (Sitophilus zeamais) menunjukkan bahwa
daun belimbing wuluh berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan S. zeamais
yang menunjukkan ekstrak pada buah belimbing wuluh dan dengan mempunyai
kemampuan pada sitotoksik dengan nilai LC 50 sebesar 0,005 µg/ml.
Riset kandungan metabolit sekunder ekstrak daun belimbing wuluh banyak
dilakukan, namun pada pengaplikasi ekstrak sebagai bioinsektisida yang terhadap
P. americana saat ini belum dapat diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak
daun belimbing wuluh berpotensi sebagai insektisida alami pada P. americana.
Belimbing wuluh dapat mengandung senyawa yang berupa glukosid, tanin, asam
folat, peroksida, kalsium oksalat, sulfur dan juga kalium sitrat.
2.7. Penelitian Terkait
Pohan (2014) dalam penelitiannya mempelajari mengenai pemanfaatan
ekstrak tanaman sebagai pestisida alami (iopestisida dalam pengendalian hama
serangga), penelitian tersebut membahas tentang pembuatan biopestisida dari
ekstrak tanaman yang bervariasi. Ekstrak tanaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu jenis tanaman seperti Azadirachta indica, Nicatiana tabaccum, Thymus
satureoides, Origanum compacum, Acalypha gaumeri, Annona squamosal. Jenis
esktrak tanaman lainnya yang digunakan pada penelitian ini yaitu Artemisia
absinthium dan Achillea millefollium. Jenis-jenis tanaman tersebu dapat
membasmi berbagai serangga karena memberikan efek yang mematikan bagi
berbagai jenis serangga. Jenis-jenis hama serangga yang dapat dibasmi dengan
tanaman tersebu yaitu seperti jenis Aphididae, Microtheca achroloma, Triballium
costaneum, Bemisia tabaci, Sitophaillus oryzae, dan sitophillus granarius.
Pemberian ekstrak tanaman tersebut dapat memberi efek sebagai repellent, ainti
feeding, dan juga bersifat toksik, sehingga sangat baik digunakan sebagai
biopestisida.
Metode pemanfaatan ekstrak tanaman sebagai biopestisida dilakukan
dengan membuatan larutan ekstrak minyak tanaman tersebut. Percobaan dalam
penelitian ini dilakukan dengan berbagai variasi jenis tanaman. Sampel minyak
tanaman tersebut dilarutkan di dalam air murni dengan konsentrasi 1% dan 5%.
15

Penguji cobaan terhadap tanaman dilakukan dengan menyemprotkan larutan pada


hama. Pengamatan terhadap presentase kematian hama dilakukan setelah 3,5-7
jam.
Dalam penelitiannya membuktikan bahwa persentase kematian hama
sangat bervariasi tergantung pada dosis dan peningkatan waktu. Persentase
kematian serangga dengan perlakuan campuran ekstrak tanaman dalam dosis yang
sangat rendah (1%) adalah sebesar 37,34% pada tumbuhan semangka, dan
45,82% pada tumbuhan alfalfa. Persentase kematian serangga lebih tinggi pada
dosis 5% yaitu sebesar 55,3% untuk tumbuhan semangka dan 54,43% pada
alfalfa.
Biopestisida sangat berguna dan bermanfaat untuk pengendalian hama.
Menurut Leng dkk (2011) dalam penelitiannya yang membahas mengenai aplikasi
dan perkembangan tren dalam biopestisida mengatakan bahwa biopestisida sangat
efektif dalam pengendalian hama pertanian. Biopestisida dapat dikatakan efektif
dalam pengendalian hama karena biopestisida dapat memusnahkan hama tanpa
menyebabkan kerusakan yang serius pada rantai ekologis. Penggunaan pestisida
untuk membasmi hama menyebabkan kerusakan serius pada rantai serta
pencemaran lingkungan yang disebabkan karena adanya bahan kimia untuk
pembangunan pertanian berkelanjutan. Menurut Leng dkk (2011) biopestisida
dapat mengendalikan hama tanpa menimbulkan kerugian-kerugian seperti
disebutkan di atas. Banyak biopestisida yang digunakan saat ini sebagai pengganti
yang ideal untuk pestisida tradisional dalam pertanian sehingga ramah
lingkungan, bebas polusi namun tetap efektif karena mempertimbangkan
toksisitas tertentu.
Menurut Djaenuddin dan Muis (2017) dalam penelitiannya mempelajari
tentang efektivitas biopestisida bacillussubtilis BNt8 dan pestisida nabati untuk
pengendalian penyakit hawar pelepah dan upih daun jagung beranggapan bahwa
penyakit hawar pelepah dan upih daun pada jagung disebabkan oleh cendawan
Rhizoctonia solari. Cendawan ini merupakan cendawan yang tergolong kepada
cendawan tular tanah, sehingga pengendalian cendawan jenis ini dikenal sangat
sulit untuk dilakukan. Pengendalian penyakit dengan pestisida sintetik pada
16

umumnya menyebabkan tercemarnya lingkungan, oleh karena itu dibutuhkan


pestisida alternatif untuk pengendalian hama namun tetap bersifat ramah
lingkungan. Ekstrak daun sirih, kenikir, rumpang kunyit, daun cengkeh, dan
ekstrak lengkuas diketahui memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit hawar
pelepah dan upih daun pada tumbuhan jagung. Ekstrak tumbuhan yang dapat
menghambat pertumbuhan hama pada media padat ini mengindikasi bahwa bahan
nabati yang digunakan tersebut memiliki mekanisme penghambat secara
antibiosis.
Kemampuan ekstrak nabati dalam menekan perkembangan hama
ditunjukkan pada perlakuan ekstrak rimpang kunyit, ekstrak daun sirih, dan
ekstrak daun cengkeh yang dapat menghambat pertumbuhan hama. Ekstrak
rimpang kunyit memiliki potensi yang paling tinggi untuk menekan hama
R.Solani dengan tingkat hambat sebesar 27%. Perlakuan tunggal formulasi
B.Subtilis dapat menekan perkembangan penyakit hawar pelepah dan upih daun
jagung dengan persentase serangan penyakit 39,1% dan dapat memacu
pertumbuhan tanaman dengan hasil panen yang jumlahnya mampu mencapai 8,4
ton/ha.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1) Oven
2) Rotary evaporator
3) Cawan
4) Botol
5) Gelas kimia
6) Gelas ukur
7) Spatula
8) Ayakan
9) Blender
10) Neraca analitik
3.1.2. Bahan
1) Daun sirih 1 kg
2) Pelarut ttanol 70%

3.2. Prosedur Percobaan


1) Daun sirih dipotong, ditimbang, lalu dikeringkan.
2) Oven diatur temperaturnya 60ºC sampai daun sirih mengering (8 jam).
3) Kehilangan air dihitung
Y=Y1-Y2
(3.1)
Dimana :
Y = jumlah air (gr)
Y1 =Berat awal masuk oven (gr)
Y2 = Berat berat akhir keluar oven (gr)
Prosedur tersebut diulang sampai berat daun sirih tidak berubah lagi atau
kering.
4) Daun sirih dihaluskan hingga berupa bubuk (seperti bubuk kopi) dan
diayak menggunakan saringan mesh berukuran 60 mesh.

17
18

5) Bubuk jangan terkena sinar matahari.


6) Selanjutnya bubuk daun sirih diambil sebanyak 100 gr dilarutkan dalam
400 ml etanol 70% selama 6 jam (maserasi) lalu disaring.
7) Filtrat dimasukkan dalam rotary evaporator secara bertahap untuk
pemisahan etanol sehingga didapatkan ekstrak pekat (temperatur 80ºC)
8) Produk disimpan di tempat yang gelap dengan suhu ruangan. Tujuannya
adalah untuk mengecek sitronellal, geraniol, dan sitral.
19

3.3. Blok Diagram

Daun sirih dipotong, ditimbang, lalu dikeringkan

Oven diatur temperaturnya 60ºC sampai daun sirih


mengering (selama 8 jam)

Kehilangan air dihitung dan diulang sampai berat daun


sirih tidak berubah lagi

Daun sirih dihaluskan dan diayak

Bubuk jangan terkena sinar matahari

Bubuk daun sirih diambil 100 gr dilarutkan


dalam 400 ml etanol 70% selama 6 jam
lalu disaring

Filtrat dimasukkan dalam rotary evaporator


secara bertahap

Produk disimpan di tempat yang gelap dengan suhu


ruangan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Biopestisida


DAFTAR PUSTAKA

Anastasius, R. J. E. 2016. Pengaruh Biopestisida Campuran Daun Mengkudu


(Morinda citriolia) dan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.) pada
Konsentrasi Berbeda Terhadap Mortalitas Belalang Kembara (Locusta
migratoria). Skripsi. Yogyakarta (IDN): Universitas Sanata Dharma.
Azzamy. 2010. Kandungan dan Khasiat Buah Belimbing Wuluh Bagi Kesehatan.
Jurnal Kesehatan. Vol 4(2):2-6.
Cotton, R. T., dan Wilbur, D. A. 1982. Insects, in Storage of Cereal Grains and
Their Products. Minnesota: American Association of Cereal Chemist Inc.
St. Paul.
Djaenuddin, N., dan Muis, A. 2017. Efektivitas Biopestisida Bacillus Subtilis
BNt8 dan Pestisida Nabati untuk Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah
dan Upih Daun Jagung. Jurnal HPT. Vol. 17(1): 51-61.
Harianto. 2009. Pengenalan dan Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Kakao.
Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Hasibuan, R. 2015. Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Lampung:


Plantaxia
Herawati, R. 2010. Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle L.) sebagai Insektisida Nabati
untuk Membasmi Larva Nyamuk (Aedes Aegypti L.). Skripsi. Yogyakarta
(IDN): Universitas Atma Jaya.
Kardinan, Agus. (1999). Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Leng, P., Zhang, Z., Pan, G., dan Zhao, M. 2011. Applications and Development
Treds in Biopectisides. African Journal of Biotechnologi. Vol. 10(86):
19864-19873.
Pohan, S. D. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Tanaman sebagai Pestisida Alami
(Biopestisida) dalam Pengendalian Hama Serangga. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat. Vol. 20(75): 94-99.

Sakung, J. 2004. Kadar Residu Pestisida Golongan Organofosfat pada Beberapa


Jenis Sayuran. Jurnal Ilmiah Santina. Vol 6(1): 520-525.
Soenandar, M. dan Tjachjono, R. H. 2012. Membuat Pestisida Organik. Jakarta:
PT Agro Media Pustaka.

Sudarsono, H. 2008. Pengaruh Lama Periode Kering dan Intensitas Curah Hujan
terhadap Penetasan Belalang Kembara (Lacusta migratoria manilensis
meyen). Jurnal HPT Tropika. Vol. 8(2): 117-122.
Supriadi. 2013. Optimasi Pemanfaatan Beragam Jenis Pestisida Untuk
Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol 32(1):1-9.
Surachman, E., dan Suryanto, W. A. 2007. Hama Tanaman. Yogyakarta:
Kanisius.
Suwahyono, U. 2013. Membuat Biopestisida. Jakarta: Swadaya.

Syah, B. W. dan Purwani, K. I. 2016. Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh


(Averroa bilimbi) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Spo-
doptera litura. Jurnal Biologi. Vol. 5(2): 23-28.
Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Wudianto, R. 2008. Petunjuk Penggunaaan Pestisida. Penebar: Surabaya.


Zulkarnain, I. 2010. Aplikasi Pestisida dan Analisa Residu Pestisida. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

Judul Percobaan Biopestisida


Shift/Kelompok Senin 10.30-13.00 WIB/ 1 (Satu)
Nama Praktikan 1. Fajar Augusta 03031181823001
2. Meitasya 03031181823105
3. Asha Aisha Julian 03031181823107
4. Tania Meilinda 03031181823019
5. Reza Rezita Maisyaroh 03031281823041
6. Moh. Ikhwan Alkahfi 03031281823057

Tindakan
No. Bahan Sifat Bahan
Sifat Kimia Sifat Fisika Penanggulangan
1. Metanol  Cairan tidak  Berat jenis 79,18  Jika terkena mata,
(CH3OH)
berwarna kg/m3 segera bilas
 Baunya khas  Berat molekul dengan air
 Larut dalam 32,04 g/mol mengalir selama
air  Titik lebur -97oC 15 menit
 Beracun  Titik didih 64,7oC  Jika terhirup,
 Mudah  Titik nyala 11oC segera keluar

menguap  Ph 15,5 ruangan dan


bernafas seperti
biasa
 Jika terkena kulit,
basuh dengan air
mengalir selama
15 menit dan
lepas pakaian
apabila
terkontaminasi
 Jika tertelan,
segera kumur-
kumur, perbanyak
minum dan
jangan paksa
dimuntahkan
 Hubungi dokter
JOB SAFETY ANALYSIS

Judul Percobaan Biopestisida


Shift/Kelompok Senin 10.30-13.00 WIB/ 1 (Satu)
Nama Praktikan 1. Fajar Augusta 03031181823001
2. Meitasya 03031181823105
3. Asha Aisha Julian 03031181823107
4. Tania Meilinda 03031181823019
5. Reza Rezita Maisyaroh 03031281823041
6. Moh. Ikhwan Alkahfi 03031281823057

Tindakan
Identifikasi Bahaya Penyebab yang
Dibutuhkan
1. Pecahnya alat yang - Tersenggol ataupun - Mengganti alat tersebut
berbahan kaca saat memegang alat, dan segera membersihkan
kondisi tangan sedang area.
basah sehingga licin. - Membersihkan lantai
- Tidak berhati-hati pada agar tidak terjadi kejadian
saat memegang alat yang serupa
- Praktikan terjatuh atau
terpeleset ketika
memegang alat
dikarenakan lantai area
kerja yang licin.
-Akibat terlalu panas
2. Menghirup bahan Tidak memakai APD Memakai APD lengkap
kimia yaitu masker pada saat untuk keselamatan diri
kegiatan praktikum pada saat praktikum
sedang berlangsung berlangsung.
3. Anggota tubuh Praktikan kurang Bilas dengan air mengalir
terkena bahan kimia berhati-hati saat 10-20 menit dan lepaskan
menggunakan bahan pakaian yang terkena
kimia. bahan kimia.
4. Tumpahnya bahan Terjatuh karena Membersihkan area kerja
kimia di meja atau praktikan kurang hati- dari tumpahan dengan air
dilantai hati

Anda mungkin juga menyukai