BIOPESTISIDA
LABORATORIUM REKAYASA PROSES, PRODUK INDUSTRI KIMIA
. .
.DISUSUN OLEH:
1
2
1.4 Manfaat
1) Secara akademis, dapat mengetahui metode pembuatan biopestida dan
penggunaan daun belimbing wuluh sebagai bahan biopestida.
2) Secara industri, dapat mengaplikasikan proses pembuatan biopestisida
skala industri.
3) Secara komersial, dapat meningkatkan nilai ekonomis dari daun belimbing
wuluh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hama
Hama merupakan hewan yang sering merusak tanaman dan umumnya
merugikan manusia dari segi ekonomi. Kerugian tersebut dihubungkan dengan
nilai ekonomi, karena jika tidak terjadi penurunan nilai ekonomi, maka kehadiran
hama tersebut pada tanaman tidak perlu dikendalikan atau diberantas. Penyakit
tanaman dapat berupa bakteri, jamur, ganggang, dan virus. Kerusakan tanaman
akibat hama membuat tanaman menjadi mati atau busuk, dan dapat merusak
sebagian besar daun, batang, buah atau benih, dan akar (Pracaya, 2007).
Jenis-jenis hama dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu hama daun
dan hama penggerek. Hama daun merupakan hama yang merusak tanaman dengan
cara memakan jaringan daun (defoliator) atau dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan daun secara menyeluruh. Hama yang bersifat defoliator yaitu hama ulat
kantong pada tanaman sengon, ulat grayak (Spodoptera sp.), ulat tritip (Plutella
xylostella), dan kupu kuning (Eurema sp.) pada sengon. Hama yang merusak daun
salah satunya yaitu hama kutu putih (Ferisia virgata), ulat kantong (Lepidoptera
psychidae) pada tanaman sengon, hama gall tanaman masohi, dan kutu loncat
(Heteropsylla cubana) pada tanaman lamtoro (Widyastuti dan Astuti, 2016).
Hama penggerek merupakan hama yang menyebabkan kerusakan pada
batang, dengan cara meletakkan telur untuk selanjutnya berkembang hingga
menjadi serangga dewasa, serta memakan bagian batang. Serangga penggerek
yang menyerang tanaman hutan salah satunya yaitu hama penggerek batang
sengon (Xytrocera festiva pascoe), hama penggerek batang mahoni (Xylosandrus
sp.), hama penggerek batang murbai (Epepeotes luscus), dan lainnya.
Populasi hama pada tanaman setiap tahunnya dapat meningkat dan
menjadi eksplosif karena terjadi perubahan pada faktor yang mempengaruhinya.
Fenomena terjadinya ledakan populasi hama karena beberapa hal, yaitu biologi
hama, perubahan iklim atau cuaca, perubahan ekologi misalnya ketersediaan
makanan yang berlimpah, dan perlakuan insektisida kimiawi yang tidak bijaksana.
3
4
2.2. Pestisida
Pestisida merupakan salah satu bagian penting dalam pertanian yang dapat
membantu para petani untuk mengatasi permasalahan organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida dapat mencemari lingkungan dengan meninggalkan residu
dalam tanah serta dalam bagian tanaman seperti buah, daun, dan umbi-umbian.
Pestisida seringkali dijadikan andalan para petani dalam mengamankan usaha
pertaniannya dari hama dan penyakit. Pestisida mempunyai beberapa kelebihan
sehingga sering dimanfaatkan oleh para petani, diantaranya mudah diperoleh, cara
pengaplikasiannya yang mudah, dan efek dari penggunaan pestisida juga cepat.
Pestisida mempunyai beberapa kekurangan berupa berdampak buruk bagi
kesehatan maupun lingkungan. Pestisida dalam tanaman jika secara sistemik akan
terserap masuk ke dalam jaringan-jaringan tanaman seperti daun, buah, cabang,
akar kulit, dan lainnya. Pestisida tersebut dapat bersifat toxic pada tanaman pokok
hingga tanaman akan mati atau pertumbuhannya terganggu. Pestisida akan selalu
meninggalkan residu pada tanaman dengan waktu yang cukup lama, sehingga
residu ikut termakan oleh herbivora ataupun manusia (Hartini, 2014). Residu
pestisida dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari dengan jangka panjang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang dapat ditunjukkan dengan gejala
akut seperti sakit kepala, mual, dan muntah, serta gejala kronis seperti kehilangan
nafsu makan, tremor, dan kejang otot (Prasetiyono dan Anshori, 2016).
Pestisida dapat meracuni manusia yang sedang berada dekat ataupun yang
sedang menggunakan pestisida dengan berbagai cara kontaminasi, diantaranya
melalui kulit dengan jalan terkena langsung ataupun melalui pakaian yang terkena
pestisida. Kontaminasi lainnya melalui pernafasan, melalui mulut yaitu ketika
meminum air yang telah tercemar atau makan dengan menggunakan tangan tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida (Arif, 2015).
tinggi baik itu di dalam tanaman maupun di dalam tanah, sehingga mengganggu
lingkungan. Pestisida nabati adalah pestisida yang digunakan untuk pengendalian
hama dan penyakit bagi tanaman yang terbuat dari bahan alami, seperti minyak
atsiri yang dihasilkan oleh tanaman. Pestisida nabati juga mempunyai beberapa
keunggulan, salah satunya yaitu sifatnya mudah terurai oleh sinar matahari, dan
tidak mengganggu lingkungan. Kerugian penggunaan pestisida nabati yaitu cara
pengaplikasiannya harus berulangkali karena mudah terurai oleh sinar matahari
dan harganya tidak terjangkau karena bahan bakunya dari alam (Arfianto, 2018).
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu
insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, akarisida, rodentisida, moluskisida,
dan herbisida. Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang dapat mematikan seluruh jenis serangga. Fungisida adalah bahan
yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas
dan mencegah fungi. Baksterisida yaitu bahan yang mengandung senyawa kimia
yang aktif dan cukup beracun yang dapat membunuh beberapa bakteri.
Nematisida yaitu digunakan untuk mengendalikan nematoda atau cacing.
Akarisida atau sering disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun dan digunakan untuk membunuh tangau, caplak, dan laba-
laba. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat misalnya tikus.
Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska seperti siput, bekicot,
sumpil, dan trisipan yang banyak terdapat di tambak. Herbisida adalah bahan
senyawa beracun yang biasanya dimanfaatkan untuk membunuh gulma.
Penggolongan pestisida berdasarkan cara kerjanya dalam membunuh hama
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu racun perut, racun kontak, dan racun gas. Racun
perut adalah golongan pestisida yang pada umumnya digunakan untuk membasmi
serangga pengunyah, penjilat, dan penggigit, serta memiliki daya bunuh melalui
perut. Racun kontak adalah pestisida yang akan bekerja dengan baik jika terkena
atau berkontak langsung dengan hama sasarannya, tetapi tidak efektif untuk hama
yang terbang (Hartini, 2014). Racun gas adalah jenis racun yang disebut juga
dengan fumigant yang digunakan secara terbatas pada ruangan yang tertutup.
6
tubuh serangga lewat kulit dan ditranformasikan ke bagian tubuh serangga tempat
insektisida aktif bekerja. Racun lambung atau racun perut adalah insektisida yang
membunuh serangga jika termakan serta masuk kedalam organ pencernaannya.
Racun inhalasi atau racun pernapasan merupakan insektisida yang bekerja lewat
sistem pernapasan dengan mengganggu kerja organ pernapasan.
Insektisida yang mengganggu kinerja metabolisme dari serangga dengan
cara menghambat transport elektron mitokondria yaitu seperti HCN, rodetenone,
dinetrophenols. Insektisida yang meracuni otot karena kinerjanya berhubungan
langsung dengan jaringan otot pada serangga. Ryania mengandung suatu alkaloid
dan ryanodine merupakan salah satu contoh insektisida yang meracuni otot.
2.4.2. Herbisida
Beberapa herbidisida dapat membunuh hama sasaran dengan cara yaitu,
dari fisis, efek hormon, dan menghambat metabolisme. Golongan herbisida yang
meracuni secara fisis dengan cara merusak membran sel kemudian selanjutnya
tanaman kehilangan tugor dan terjadi perubahan warna. Golongan herbisida yang
membunuh gulma dengan cara kerja seperti hormon, herbisida diberikan dengan
dosis yang tinggi. Herbisida yang menghambat metabolisme merusak membran
sel dan tanaman akan kehilangan cairan (Sudarmo dan Mulyaningsih 2014).
menimbulkan pusing, sakit kepala, badan terasa sakit dan diare. Keracunan akut
berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sukar bernapas, dan
denyut nadi meningkat. Keracunan pestisida secara kronik maupun akut dapat
terjadi pada pemakai dan pekerja yang berhubungan dengan pestisida. Keracunan
tersebut terjadi karena kontaminasi melalui mulut, saluran pencernaan, kulit,
pernapasan dan lain-lain (Sudarmo dan Mulyaningsih, 2014).
2.5.2. Dampak bagi konsumen
Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis
yang tidak segera terasa. Gangguan kesehatan dalam jangka waktu lama mungkin
bisa timbul. Pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam
hal konsumen mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam
jumlah besar (Djojosumarto, 2008). Penggunaan pestisida khususnya pada
tanaman akan meninggalkan residu pada produk pertanian. Menurut Sudarmo dan
Mulyaningsih (2014), pentingnya residu pestisida dalam produk pertanian sangat
ditentukan oleh besarnya residu dan juga oleh daya racun baik akut atau kronik.
2.5.3. Dampak bagi lingkungan
Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu, dampak bagi lingkungan umum dan dambak bagi
lingkungan pertanian (Djojosumarto, 2008). Dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan umum meliputi pencemaran lingkungan, terbunuhnya organisme non-
target, menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme. Dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan pertanian meliputi timbulnya resistensi Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap pestisida, meningkatnya populasi hama.
Dampak lainnya yaitu timbulnya hama baru, terbunuhnya musuh alami hama,
perubahan flora dan fitotoksik atau meracuni tanaman.
Menurut Sudarmo dan Mulyaningsih (2014), dampak yang ditimbulkan
pada lingkungan oleh penggunaan pestisida dapat berupa keracunan terhadap
ikan, keracunan terhadap satwa liar, dan keracunan pada tanaman. Penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang berakibat
kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyerbuk dan satwa
liaryang lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak
9
dengan pestisida, maupun tidak secara langsung karena melalui rantai makanan.
Penggunaan pestisida pada padi sawah atau lingkungan perairan lainnya dapat
mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara di sawah atau di kolam.
2.5.4. Dampak Sosial Ekonomi
Menurut Djojosumarto, (2008) menyebutkan bahwa, beberapa dampak
yang terjadi antara lain penggunaan pestisida yang tidak terkendali mcnyebabkan
biaya produksi menjadi tinggi, timbulnya hambatan perdagangan. Dampak lain
yang terjadi adalah timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan keracunan
dan hilangnya hari kerja dan publikasi negatif di media massa.
14
15
17
18
4.2. Pembahasan
Percobaan mengenai biopestisida bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak
daun belimbing wuluh sebagai biopestisida. Daun belimbing wuluh digunakan
sebagai biopestisida karena mengandung beberapa bahan aktif yang berfungsi
sebagai pestisida. Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti alkaloid dan saponin. Hasil uji yang dilakukan oleh Krisman dkk.
(2016), menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung
senyawa-senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, steroid, dan saponin.
Cara masuknya bioinsektisida ke dalam tubuh hewan uji adalah melalui
kutikula (racun kontak) dan melalui sistem pernafasannya. Mekanisme matinya
hewan uji disebabkan oleh target site insektisida menyerang reseptor Gamma
Amino Butyric Acid (GABA), sehingga menggangu sistem syaraf hewan uji yang
menyebabkan kelumpuhan (knockdown) hingga kematian (Krisman dkk, 2016).
Proses pengambilan senyawa-senyawa tersebut dilakukan dengan ektraksi
metode maserasi. Ekstraksi metode maserasi digunakan karena senyawa tersebut
rentan mengalami kerusakan apabila terkena panas apabila menggunakan metode
sokletasi. Penggunaan metode maserasi memiliki suatu keuntungan seperti tidak
memerlukan pemanasan sehingga senyawa yang akan diekstrak tidak akan rusak
karena terdapat panas. Pelarut yang digunakan dalam maserasi adalah metanol.
Penggunaan metanol sebagai pelarut dikarenakan metanol memiliki polaritas yang
lebih mendekati senyawa aktif tersebut. Metanol juga lebih mudah untuk didapatkan
dibandingkan dengan pelarut yang lain. Kelemahan dari metode maserasi salah
satunya adalah waktu yang diperlukan dalam proses ekstraksinya akan lebih lama
apabila dibandingkan dengan metode ektraksi lainnya.
Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam daun belimbing wuluh.
Daun belimbing wuluh sebelumnya telah dihaluskan terlebih dahulu. Tujuan dari
proses penghalusan adalah untuk memperluas area permukaan kontak antara daun
belimbing wuluh dengan pelarut yang digunakan. Bubuk daun belimbing wuluh
yang digunakan adalah 15 gr. Perbandungan antara bubuk daunbelimbing wuluh
dengan pelarut yang digunakan adalah 1:10; 1:20; dan 1:30. Jumlah pelarut yang
digunakan pada masing-masing perbandingan adalah sekitar 150, 300, dan 450
mL. Proses maserasi dilakukan selama kurang lebih 23 jam.
19
5.1. Kesimpulan
1) Proses maserasi yang semakin lama membuat senyawa yang terkandung
dalam daun belimbing wuluh teradsorpsi semakin banyak.
2) Perbandingan metanol 1:20 dengan konsentrasi 75% memiliki efektifitas
paling tinggi dengan persen mortalitas 90%.
3) Biopestisida konsentrasi 75% dapat membunuh 9 jangkrik, konsentrasi
50% membunuh 5 jangkrik, dan konsentrasi 25% sebanyak 4 jangkrik
pada rentang waktu selama 180 menit.
4) Semakin besar konsentrasi biopestisida yang digunakan maka semakin
efektif untuk membunuh hama jangkrik.
5) Luas permukaan tempat uji mempengaruhi efektifitas biopestisida yang
digunakan, semakin besar luas permukaan maka semakin rendah tingkat
efektifitas biopestisida.
5.2. Saran
1) Sebaiknya proses maserasi dilakukan kembali setelah evaporasi agar hasil
biopestisida yang dihasilkan lebih efektif dalam membunuh jangkrik.
2) Waktu dan suhu evaporasi yang digunakan sebaiknya dihitung sama agar
jumlah biopestisida yang dihasilkan tidak berbeda.
3) Sebaiknya uji coba sampel terhadap hama dilakukan di tempat terbuka dan
memiliki sirkulasi udara yang baik agar lebih terlihat efektifitas dari
biopestisida yang dihasilkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Andra. 2019. Pestisida Nabati untuk Hama dan Penyakit Tanaman. (Online).
https://ardra.biz/sain-teknologi/bio-teknologi/pestisida-nabati-untuk-hama-
dan-penyakit-tanaman/. (Diakses pada tanggal 23 Februari 2020).
Arfianto, F. 2018. Pengendalian Hama Kutu Putih (Bemisa tabaci) pada Buah
Sirsak dengan Menggunakan Pestisida Nabati Ekstrak Serai
(Cymbopongan nardus L.). Jurnal Daun. Vol. 5(1): 17-26.
Arif, A. 2015. Pengaruh Bahan Kimia terhadap Penggunaan Pestisida Ling-
kungan. Jurnal Farmasi Fakultas Kedoktran dan Ilmu Kesehatan UIN
Alanuddin. Vol. 3(4): 134-143.
Ariyanti, R., Yenie, E., dan Elystia, S. 2017. Pembuatan Pestisida Nabati dengan
Cara Ekstraksi Daun Pepaya dan Belimbing Wuluh. Jom FTEKNIK. Vol.
4(2): 1-9.
Djunaedy, A. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Ta-
naman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal EMBRYO. Vol. 6(1): 88-
95.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Hartini, E. 2014. Kontaminasi Residu Pestisida dalam Buah Melon (Studi Kasus
pada Petani di Kecamatan Penawangan). Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Vol. 10(1): 96-102.
Krisman, S., Ardiningsih, P., dan Syahbanu, I. 2016. Aktivitas Bioinsektisida Ek-
strak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kecoak
(Periplaneta americana). JKK. Vol. 5(3): 1-7.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Prasetiyono, C., dan Anshori, A. 2016. Pestisida pada Budidaya Kedelai di
Kabupaten Bantul di D. I. Yogyakarta. Jurnal of Sustainable Agriculture.
Vol. 31(1): 38-44.
Putra, M. A. S., Bestari, R. S., Hidayatullah, M. I., Felina, S., dan Sutrisna, M.
2018. Effectiveness of Leaf Extractwuluh Starfruit (Averrhoa bilimbi L) In
Killing Larva Aaedes aegypti. J.Bio.Innov. Vol. 7(5): 704 -711.
Sudarmo, S., dan Mulyaningsih, S. 2014. Mudah Membuat Pestisida Nabati
Ampuh. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Suwahyono, U. 2009. Biopestisida. Jogja: Niaga Swadaya.
Syah, B. W., dan Purwani, K. I. 2016. Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi) Terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva
Spodoptera litura. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 5(2): 23-28.
Widyastuti, C. R., dan Astuti, W. 2016. Pestisida Organik Ramah Lingkungan
Pembasmi Hama Tanaman Sayur. Jurnal Rekayasa. Vol. 14(2): 115-120.
Yuantari, M. G. C. 2011. Dampak Pestisida Organoklorin terhadap Kesehatan
Manusia dan Lingkungan serta Penanggulangannya. Prosiding Seminar
Nasional Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di
Indonesia. Tangerang: 12 April 2011: Hal. 187-199.
LAMPIRAN A
RANGKAIAN ALAT
Tindakan Yang
Identifikasi Bahaya Penyebab
Dibutuhkan
Membersihkan
pecahan kaca secara
di meja dan dilantai. tikan kurang hati-hati. dengan air atau di pel
dengam pembersih lantai.
Anggota tubuh ter- Praktikan kurang berhati- Bilas dengan air mengalir
kena bahan kimia ber- hati saat menggunakan 10-20 menit dan lepaskan