Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

MINGGU KE-7
PEMBUATAN PESTISIDA NABATI

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Retna Astuti, Msi/Dr. Ir. Suswati. MP

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Nama : Lilis Handayani Berutu
Npm : 188210082
Kelas : Agroteknologi (A2)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2021
BAB. l PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang tidak dapat digantikan atau
ditunda pemenuhannya dari jaman ke jaman sampai masa yang akan datang. Untuk
memenuhi kebutuhan pangan tersebut, manusia selalu berupaya membudidayakan
berbagai tanaman pertanian. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, manusia harus
bersaing dengan organisme penggangu tanaman (OPT) seperti gulma, hama maupun
jasad renik.

Menurut Natawigena (1993) dari semua jenis binatang yang berjumlah 957.000 jenis,
72% nya atau 686.000 jenis masuk ke dalam jenis serangga. Adapun menurut Pracaya
(2007) filum arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia binatang. Jumlahnya
lebih kurang 713.00 jenis, diantaranya tungau merah, lalat buah, ulat jeruk, belalang,
wereng, aphis, penggerek batang, kumbang, anai-anai dan jangkrik, dimana sebagian
besar phylum tersebut adalah herbivora (pemakan tumbuhan). Sehingga secara tidak
langsung, setiap tanaman yang diusahakan manusia berarti menyediakan pakan untuk
hewanhewan tersebut. Oleh sebab itu peran pestisida dalam pertanian merupakan sarana
utama untuk mencapai produksi tanaman secara optimal.

Kehilangan hasil pertanian di dunia mencapai 33%, di Eropa 25%, Amerika 29%,
Afrika 42% dan di Asia sebesar 43% (Natawigena, 1994). Menurut Kardiman (2000)
mengatakan kehilangan produktivitas tanaman akan mencapai 30 - 35% dan sekitar 10 –
20% pasca panen, bila tidak menggunakan pestisida. Indonesia yang memiliki iklim
tropis dengan kelembaban dan suhu yang tinggi, merupakan tempat yang baik bagi
perkembangan OPT.

Penggunaan pestisida kimia ibarat pisau bermata dua. Ditinggal menyebabkan


malapetaka kelaparan dan dipakai juga menimbulkan kerusakan lingkungan masalah
keracunan dan menyebabkan banyak penyakit pada manusia. Tujuan yang semula untuk
meningkatkan produktivitas, justru menjadi bumerang bagi kehidupan manusia. Laporan
Quijano dan Rengam (1999) mengatakan bahwa setiap tahunnya sebanyak 25 juta pekerja
di bidang pertanian di seluruh dunia meninggal akibat keracunan pestisida. Selain
berdampak pada kerusakan lingkungan, residu pestisida juga berbahaya bagi kesehatan,
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Di sisi lain dampak penggunaan
pestisida kimia sintetik akan lebih mengarah pada pengrusakan sumber daya alam,
timbulnya pencemaran air, tanah, udara dan tanaman, bahaya keracunan, munculnya
biotipe-biotipe hama baru yang resisten serta matinya beberapa jenis serangga yang
sebenarnya menguntungkan.

Penggunaan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak


dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu meningkatnya risiko
keguguran, kemandulan dan pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi cacat lahir. Paparan
pestisida pada anak, dapat menurunkan stamina tubuh, menurunkan tingkat kecerdasan
dan konsentrasinya. Racun kimia yang terbuat dari klorine dapat menyebabkan kanker
payudara (Silowati, 2015). Dari itu, sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 2000,
pemerintah telah melarang penggunaan dan peredaran pestisida sebanyak 119 formulasi
pestisida dengan 67 jenis bahan aktif (Wudianto, 2000). Residu pestisida ini bisa terdapat
dalam buah dan sayuran segar pada saat proses produksi di lahan atau pasca panen.

Banyaknya keragaman sumber daya alam (biodiversitas) tumbuhan seperti bandotan,


sirih hutan, brotowali, temulawak, biji mahkota dewa, serai, daun sirsak, daun mimba,
tembakau, biji bengkuang, cengkeh, bawang putih, daun kecubung, lada dan daun sirih
(Asmaliyah dkk., 2010; Irfan, 2010; Prosiana dkk., 2014; Wahyono dan Rachmat 2014)
sebagai sumber pestisida nabati, masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal
padahal potensinya cukup besar.

Pentingnya pengembangan pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan antara lain


ramah lingkungan, murah dan mudah didapat, tidak meracuni tanaman, tidak
menimbulkan resistensi hama, mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman,
kompatibel digabung dengan pengendalian lain dan menghasilkan produk pertanian yang
bebas residu pestisida. Walaupun demikian, pestisida nabati juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu : daya kerjanya relatif lambat, tidak membunuh hama target secara
langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, tidak tahan lama disimpan
dan kadang-kadang harus disemprot berulang-ulang. Penelitian ini merupakan awal dari
pembuatan produk pestisida nabati dan diharapkan kehadirannya dalam proses budidaya
tanaman yang ramah lingkungan dan kesehatan mendapat respon positif dari semua
kalangan.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui pengertian Pestisida Nabati.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Pestisida Nabati.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan Pestisida Nabati.

1.3 Manfaat Praktikum


1. Dapat mengetahui pengertian Pestisida Nabati.
2. Dapat mengetahui Jenis-jenis Pestisida Nabati.
3. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan Pestisida Nabati.
BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pestisida Nabati

Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang
residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk
hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati antara lain
tembakau, mimba, mindi, mahoni, srikaya, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis gulma seperti
babandotan (Samsudin, 2008). Teknik pengendalian hama menggunakan pestisida nabati
yang merupakan pengendalian hama terpadu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
aman.

Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi seperti: Repelan atau penolak serangga
misalnya bau menyengat yang dihasilkan tumbuhan. Antifidan atau penghambat daya makan
serangga atau menghambat perkembangan hama serangga. Atraktan atau penarik kehadiran
serangga sehingga dapat dijadikan tumbuhan perangkap hama (Gapoktan, 2009).

B. Daun Pepaya (Carica papaya)

Pepaya merupakan salah satu sumber nabati protein nabati. Pepaya berasal dari
wilayah tropis Amerika yang merupakan buah yang popular dan digemari hampir seluruh
penduduk di bumi ini. Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya
berdasarkan taksonominya yaitu sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Caricales

Suku : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya Linn. Sumber : Foto Pribadi


Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan yang
umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan semusim, namun
dapat tumbuh setahun lebih. Sistem perakarannya memiliki akar tunggang dan akar-akar
cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada kedalaman 1 meter atau lebih menyebar
sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat batang tanaman (Suprapti, 2005). Batang tanaman
berbentuk bulat lurus, di bagian tengahnya berongga, dan tidak berkayu. Ruas-ruas batang
merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang panjang, berbentuk bulat, dan berlubang.
Daun pepaya bertulang menjari dengan warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna
permukaan bagian bawah hijau-muda (Suprapti, 2005).

Daun pepaya berkhasiat sebagai bahan obat malaria dan menambah nafsu makan.
Akar dan biji berkhasiat sebagai obat cacing, getah buah berkhasiat sebagai obat
memperbaiki pencernakan. Getah buah pepaya untuk kulit melepuh karena panas, daun
pepaya muda untuk pengobatan malaria, demam dan susah buang air besar, akar jari pepaya
untuk pengobatan karena digigit ular berbisa, biji pepaya untuk pengobatan rambut beruban
sebelum waktunya dan obat cacing gelang, serta pengobatan lain misalnya maag, sariawan
dan merangsang nafsu makan (Muchlisah 2004).

C. Kandungan Aktif

Daun Pepaya Kandungan aktif daun pepaya menurut Trizelia (2001), yaitu enzim
papain. Papain merupakan suatu protese sulfihidril dari getah pepaya. Enzim papain biasanya
ditemukan di batang, daun, dan buah pepaya. Selain enzim papain, terdapat beberapa
senyawa-senyawa yang dapat dibuktikan melalui uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada sampel uji. Dari
uji fitokimia yang dilakukan oleh Astuti (2009) daun pepaya mengandung flavonoid, saponin,
dan alkaloid. Namun pada pengujian fitokimia yang dilakukan Julaily, dkk. (2013), ekstrak
daun pepaya mengandung berbagai golongan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, polifenol, kuinon, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini yang dipercaya mampu
membunuh serangga hama.

D. Kutu Kebul (Bemisia tabaci)

Kutu kebul (Bemisia tabaci) adalah serangga hama yang dapat menyebabkan
kerusakan langsung pada tanaman dan sebagai media penular (vektor) penyakit tanaman.
Hama ini umumnya menyerang berbagai macam tanaman sayuran. Kerusakan yang
disebabkan oleh penyakit virus yang ditularkan kutu kebul sering lebih merugikan
dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama kutukebul sendiri. Persentase
infeksi virus Gemini berkorelasi positif dengan populasi serangga vektor, terutama serangga
yang viruliferous (Duriat, 2009).

Sumber : Foto Pribadi


BAB. lll METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktikum ini dilakukan pada tanggal 02 Juni 2021 di daerah mahasiswa
masing – masing dikarenakan sistem perkuliahan secara daring.

3.2 Alat dan Bahan

Alat :

1. Ember
2. Penumbuk/Blender
3. Sendok
4. Saringan
5. Kain Halus
6. Penyemprot

Bahan :

1. Air
2. Daun Pepaya Segar
3. Detergen

3.2 Prosedur kerja


1. Kumpulkan kurang lebih 50 gr daun pepaya .
2. Menumbuk/blender daun papaya hingga halus
3. Hasil tumbukan atau yang sudah diblender direndam dengan 100 ml air kemudian
tambahkan 2 ml detergen yang berfungsi sebagai pengemulsi. Hasil campuran,
diamkan selama 3 hari.
4. Saring larutan hasil perendeman dengan kain halus.
5. Semprotkan larutan hasil saringan ketanaman. Dengan butiran semprot harus ke
bagian tanaman dimana jasad Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran
berada.
6. Lakukan pengamatan persentase kematian serangga
7. Lakukan pengamatan perubahan perilaku serangga.

BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuhtumbuhan yang
residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk
hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati antara lain
tembakau, mimba, mindi, mahoni, srikaya, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis gulma seperti
babandotan.

Teknik pengendalian hama menggunakan pestisida nabati yang merupakan


pengendalian hama terpadu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman. Pestisida
nabati memiliki berbagai fungsi seperti: Repelan atau penolak serangga misalnya bau
menyengat yang dihasilkan tumbuhan. Antifidan atau penghambat daya makan serangga atau
menghambat perkembangan hama serangga. Atraktan atau penarik kehadiran serangga
sehingga dapat dijadikan tumbuhan perangkap hama.

Pestisida nabati dilihat dari sasaran hama dan penyakit, dapat dibagi dari beberapa
kelompok, yaitu :

Kelompok Tumbuhan Insektisida Nabati

kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta, contoh :


tanaman piretrium, aglaia, babadotan, bengkuang, bitung, jeringau, saga, serai, sirsak, papaya
dan srikaya, dll.

Kelompok Tumbuhan Antraktan atau Pemikat

kelompok tumbuhan yang menghasilkan bahan kimia menyerupai feromon seks pada
serangga betina. Bahan kimia tersebut dapat menarik serangga jantan, khususnya hama lalat
buah. Contoh dari tumbuhan ini adalah daun selasih

Kelompok Tumbuhan Rodentisida Nabati


menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Cara kerja tanaman ini adalah
dengan meracuni organisme pengganggu tanaman tersebut (OPT). dua jenis tumbuhan yang
sering digunakan adalah jenis gadung KB dan gadung racun.

Kelompok Tumbuhan Moluskisida

menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. beberapa tanaman yang dapat


menimbulkan pengarus moluskisida antara lain daun sembung, akar tuba, daun patah tulang,
dan kacang babi.

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh toksisitas ekstrak daun papaya


atau pestisida nabati terhadap hama maupun tanaman cabai. Adapun parameter
pengamatannya yaitu:

Mortalitas Penghitungan persentase mortalitas menggunakan rumus sebagai


b
berikut: M = ×100%
a+b
(Fagoone dan Lauge, 1981 dalam Sinaga, 2009)
Keterangan:
M = Persentase Mortalitas hama;
a = Jumlah Kutu Kebul yang mati;
b = Jumlah Kutu Kebul yang hidup.

50
M= ×100 %
32

= 1,56

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa perlakuan ekstrak daun pepaya
tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas maupun kecepatan kematian hama. Hal ini dapat
disebabkan oleh konsentrasi senyawa aktif pada bahan yang rendah. Selain itu, metode
ekstraksi yang digunakan tidak mampu melarutkan senyawa aktif pada bahan secara optimal.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa senyawa aktif di antaranya enzim papain, saponin,
polifenol dan tanin yang terkandung pada ekstrak bintaro diduga mampu meracuni dan
menghambat metabolisme hama, hingga menyebabkan kematian hama.

BAB. V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
daun papaya dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut air, belum efektif digunakan sebagai
pestisida nabati untuk mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci) pada tanaman cabai.
DAFTAR PUSTAKA

Asmaliyah, Wati H. E. E., Utami S, Mulyadi K, Yudistira dan F. W Sari. 2010.


Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya Secara Tradisional.
Kemenhut. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Produktifitas Hutan.

DuriatAS. 2009. Pengendalian Penyakit Kuning Keriting pada Tanaman Cabai


Kecil.Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jl. Tangkuban Parahu 517Lembang, Bandung, (5).
Hlm 43-45.

Hasanuddin, Hamzah F dan Dahlan. 2008. Aplikasi Pestisida Nabati Pada Pertanaman
Jagung. Jurnal Agrisistem. Vol. 4 no. 1 : 11-18.

Irfan M. 2010. Uji Aktifitas Pestisida Nabati Secara In Vitro. Jurnal Agroteknologi
Vol.1 No.1. Agustus 2010.

Kardiman, A. 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta

Natawigena, H. 1993. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Penerbit Trigenda Karya.


Bandung.

Oka I. N. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Gajah Mada University Press.
Wiryadiputra S. 2006. Keefektifan Pestisida Nabati Daun Ramayana (Cassia
spectabilis) dan Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Hama Utama Tanaman Kopi dan
Pengaruhnya Terhadap Arthropoda Lainnya. Pelita Perkebunan : 22 (1); 25 – 29.

Anda mungkin juga menyukai