Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR


“KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN HEWAN”

Disusun oleh:

Nama : Anita Andini


NIM : 24020220120006
Asisten : Novita Prima Ardelia

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Acara VI
Keanekaragaman Tumbuhan dan Hewan

I. Tujuan
I.1 Mahasiswa akan mempelajari perbedaan sifat morfolologi dari tumbuhan
lumut, paku-pakuan, tumbuhan berbiji terbuka, dan tumbuhan dikotil serta
monokotil.
I.2 Mahasiswa dapat memahami keanekaragaman hewan berdasarkan perbedaan
sifat morfologi berbagai jenis hewan.

II. Tinjauan Puskata


II.1Tumbuhan
Tumbuhan memainkan peranan penting di dalam ekosistem karena
tumbuhan berperan dalam perubahan energi matahari menjadi bentuk energi
kimia yang menjadikan komunitas lain dapat berfungsi. Di dalam ekosistem
tumbuhan merupakan organisme yang menempati tingkat trofik pertama,
karena tumbuhan merupakan satu-satunya Organisme yang mampu
melakukan proses fotosintesis dengan hanya memakai energi matahari dan
CO2 dari udara (Maisyaroh, 2014). Peranan tumbuhan dalam pemeliharaan
kesehatan di sekitar melalui pengawalan kandungan gas oksigen dan
karbondioksida di atmosfer. Semasa proses fotosintesis tumbuhan menyerap
gas karbondioksida dan membebaskan gas oksigen. Sebaliknya apabila
spesies tumbuh-tumbuhan berkurang maka kandungan karbondioksida di
dalam atmosfer akan meningkat manakala kandungan oksigen akan
berkurang dan mengakibatkan kadar pencemaran udara meningkat maka
bagian spesies tumbuhan yang Lestari akan dapat mengurangi pencemaran
udara (Rahman, 2010).
Tumbuhan merupakan produsen tunggal yang ada dalam ekosistem dan
tumbuhan merupakan sumber daya utama bagi kelangsungan suatu
organisme, merupakan tempat hidup dan sumber pangan bagi berbagai
Hewan termasuk serangga. Sebuah tumbuhan dapat terdiri dari banyak
mikrohabitat yaitu mikrohabitat daun pucuk daun batang kayu hingga akar
tumbuhan (Maisyaroh, 2014). Ogan-organ pokok tumbuhan (organum
principalia) merupakan organ yang langsung atau tidak langsung berguna
untuk mempertahankan kehidupan tumbuhan atau bertalian dengan makanan
sehingga disebut juga dengan organ Hara (organum nutritivum). Seperti akar
untuk menyerap air dan unsur hara, daun untuk mengolah makanan, batang
sebagai jalur transpor makanan. Organ tersebut hanya penting untuk
pertumbuhan sehingga disebut juga dengan organ pertumbuhan atau organ
vegetatif atau organ vegetatif (organum vegetativum), organ lain seperti
bunga buah dan Biji berfungsi untuk menghasilkan keturunan baru sehingga
disebut dengan organ perkembangbiakan (organum reproduktifum)
(Hasanuddin, 2014)
II.1.1 Byophyta
Lumut (Bryophyta) merupakan salah satu divisi pada tumbuhan
tingkat rendah, berasal dari kata Bryon artinya lumut dan phyton
berarti lembab atau basah, yang digabungkan menjadi satu kata berarti
tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat lembab atau basah. Lumut
dengan nama latin Bryophyta memiliki sekitar 16.000 spesies yang
dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu lumut hati (Hepaticeae),
lumut daun (Musci), dan lumut tanduk (Anthocerotae). Hepaticeae
memiliki dua bangsa yaitu bangsa Marchantiales dan bangsa
Jungermaniales. Kelas Musci memuat tiga bangsa yakni Andreaeales,
Sphagnales, Bryales. Sedangkan kelas Anthoceroae terdapat satu
bangsa yakni Anthocerothales (Lukitasari, 2018).
Secara umum Bryophyta memiliki bentuk tubuh tumbuhan yang
berstruktur rendah, dengan tinggi hanya beberapa millimeter dan
tegak di permukaan tanah. Bentuk tubuh lumut merupakan peralihan
dari thalus kebentuk kormus (Nuraeni, 2013). Meskipun berbentuk
kecil, berwarna dominan hijau, dan cenderung jarang terlihat serta
diperhatikan namun tumbuhan lumut ini memiliki kompleksitas
bentuk organ yang unik, untuk memaksimalkan fungsi sehingga
menunjang kebutuhan hidupnya. Semua jenis Bryophyta seperti
halnya struktur tumbuhan rendah lainnya maka mereka tidak memiliki
akar, batang maupun daun dengan bentuk sempurna. Demikian juga
tumbuhan lumut tidak menghasilkan bunga dan biji, juga tidak
memiliki struktur jaringan pengangkut xylem dan floem seperti yang
biasa ditemui pada tumbuhan tingkat tinggi. Mereka 'hanya' memiliki
struktur yang mirip dengan akar untuk melangsungkan absorbsi serta
transportasi air dan nutrisi bagi kebutuhan hidupnya (Lukitasari,
2018).

Gambar 2.1.1 Bryum Argenteum (Lukitasari, 2018)


II.1.2 Pteridophyta
Tumbuhan paku termasuk tumbuhan kormus berspora, artinya
dapat dibedakan antara akar, batang dan daun. Tumbuhan ini disebut
Pteridophyta yang berasal dari bahasa Yunani. Pteridophyta diambil
dari kata pteron yang berarti sayap, bulu dan phyta yang berarti
tumbuhan. Di Indonesia tumbuhan ini lebih dikenal sebagai tumbuhan
paku. Sesuai dengan artinya pteridophyta mempunyai susunan daun
yang umumnya membentuk bangun sayap (menyirip) dan pada bagian
pucuk terdapat bulu-bulu. Daun mudanya membentuk gulungan atau
melingkar (Hasanuddin, 2014).
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berkormus dan
berpembuluh yang paling sederhana. Tubuhnya dapat dibedakan
dengan jelas antara akar, batang dan daun. Terdapat lapisan pelindung
sel (jaket steril) di sekeliling organ reproduksi, sistem transpor
internal, hidup di tempat yang lembap. Akar serabut berupa rizoma,
ujung akar dilindungi kaliptra. Sel-sel akar membentuk epidermis,
korteks, dan silinder pusat (terdapat xilem dan floem) (Hasanuddin,
2014).
Tumbuhan paku belum dihasilkan biji, alat perkembangbiakan
tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu, ahli
taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok saja yang
diberi nama Cryptogamae dan phanerogamae. Cryptogamae
(tumbuhan spora) meliputi Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, dan
Pteridophyta. Nama Cryptogamae diberikan atas dasar cara
perkawinan (Alat - alat perkawinannya) yang tersembunyi (Cryptos -
tersembunyi, gamos - kawin ), berbeda dengan Phanerogamae
( Tumbuhan biji ) yang cara perkawinannya tampak jelas (yang
dimaksud disini sebenarnya adalah penyerbukan yang lebih dulu
diketahui daripada peristiwa - peristiwa seksual yang terjadi pada
golongan tumbuhan yang tidak berbiji) (Hasanuddin, 2014).
II.1.3 Gymnospermae
Gymnosperma berasal dari kata Yunani gymnos (telanjang) dan
sperm (biji), dikelompokkan sebagai tumbuhan berbiji telanjang
karena biji bijinya tidak tertutup di dalam ruang (Campbell, 2016).
Tumbuhan gymnospermae memiliki ciri biji telanjang yang tumbuh
pada permukaan megasporofil (daun buah yang berupa lembaran),
habitus semak, perdu, atau pohon (hanya berkayu), sistim akar
tunggang, batang tumbuh tegak lurus dan berkambium serta
bercabang-cabang, berkas pembuluh bersifat kolateral terbuka, xilem
terdiri dari trakhea, dan floem tidak memiliki sel pengiring, terdapat
saluran resin dan hars, daun jarang berukuran lebar, dan jarang daun
majemuk. Bunga gymnospermae sesungguhnya belum ada, sporofil
terpisah-pisahatau membentuk strobilus jantan dan strobilus betina.
Jadi umumnya berkelamin tunggal, makrosporangium dan
mikrosporangium terpisah (Hasanuddin, 2018).
Klasifikasi Gymnospermae dibagi menjadi tiga kelas Cyacadinae,
Ginkgoinae, Coniferae, dan Gnetinae. Ciri khas cycadinae adalah
batang tidak bercabang, daunnya majemuk, tersusun sebagai tajuk di
puncak pohon dan merupakan tumbuhan berumah dua, artinya
memiliki strobilus jantan saja atau strobilus betina saja contoh: Cycas
rumphii (pakis haji). Ginkgoinae tinggi pohon dapat mencapai 30
meter, daun berbentuk kipas dan mudah gugur, serbuk sari dan bakal
biji dihasilkan oleh individu yang berlainan. Coniferinae berarti
tumbuhan pembawa kerucut, karena alat perkembangbiakan jantan
dan betina berupa strobilus berbentuk kerucut, tumbuhan yang
termasuk kelompok ini memiliki ciri selalu hijau sepanjang tahun
(evergreen) misalnya Agathis alba (damar), Pinus merkusii (pinus),
Cupressus sp. Araucariasp, Sequoia sp, Juniperus sp. dan Taxus sp.
Anggota Gnetinae kelompok ini berupa perdu, liana (tumbuhan
pemanjat), dan pohon, daun berbentuk oval/lonjong dan duduk daun
berhada- pan dengan bentuk urat daun menyirip, pada xilem terdapat
trakea, dan floem tidakmemiliki sel pengiring, strobilus tidak
berbentuk kerucut, tetapi sudah dapat disebut bunga yang terkenal dari
kelompok ini adalah melinjo (Lianingsih, 2018).

Gambar 2.1.3 Cyacadinae termasuk kelompok


Gymnospermae (Campbell, 2016)
II.1.4 Angiospermae
Angiospermae memiliki bakal biji atau biji yang tertutup oleh
daun buah, mempunyai bunga sejati, umumnya tumbuhan berupa
pohon, perdu, semak, liana, dan herba. Bakal biji berada dalam
megasporofil yang termodifikasi menjadi daun buah sehingga sebuk
sari harus menembus jaringan daun buah untuk mencapai bakal biji.
Daun buah berfungsi untuk melindungi biji agar tidak kekeringan
pada saat dormansi. Tubuh Angiospermae memiliki akar, batang,
daun, dan bunga: akar berbentuk serabut atau tunggang, batang
berkambium atau tidak berkambium dan memiliki pembuluh xilem
yang diperkuat dengan dinding sel yang terbuat dari lignin. Tipe
tulang daunnya juga bervariasi, ada yang sejajar, menyirip, menjari,
dan melengkung, sedangkan bunga tumbuh dari tunas mampat yang
terdiri atas empat lingkaran daun yang termodifikasi menjadi kelopak
(sepal), mahkota (petal), benang sari (stamen), dan putik (pistillum)
(Rahmah, 2017).
Angiospermae dibagi menjadi dua kelas yaitu Monocotyledoneae
(Liliopsida) dan Dicotyledoneae (Magnoliopsida). Monocotyledoneae
mempunyai biji berkeping satu, berkas pembuluh tipe kolateral
tertutup (tidak berkambium), letak xilem dan floem tersebar,
monokotil tidak memiliki kambium sehingga tidak terjadi
pertumbuhan sekunder dan tidak tumbuh besar kecuali pada sisal
(Agave sisalana), pada umumnya batang tidak bercabang, memiliki
rambut- rambut halus, dan ruas-ruas batang terlihat jelas. Contoh dari
monokotil ordo Liliales, ordo Asparagales, Ordo Arecales, Ordo
Poales, Ordo Zingiberales, Ordo Caryophyllales dan Ordo Pandales.
Dicotyledoneae (Magnoliopsida) mempunyai biji dengan jumlah
kepingnya dua, berkas pembuluh pada batang bertipe kolateral terbuka
(berkambium), letak xilem dan floem melingkar dengan kedudukan
xilem di dalam dan floem di luar, berkas pembuluh pada akar bertipe
radial (xilem dan floem bergantian menurut jari-jari lingkaran), batang
dan pertumbuhan sekunder dan dapat tumbuh membesar. Batang
bercanag dengan ruas-ruas yang tidak jelas. Contoh ordo Dikotil,
Ordo Casuarinales, Ordo Capparales, Ordo Malvales, Ordo Myratales,
Ordo Fabales, Ordo Gentianales, Ordo Piperales, Ordo Rosales, Ordo
Solanales, Ordo Magnoliales, Ordo Caryophyllaes, Ordo
Nymphaeales dan Ordo Sapidales (Rahmah, 2017).

Gambar 2.1.4 Gambar Rosa canina termasuk


Kelompok Ordo Rosales (Campbell, 2016)
II.2Hewan
Dalam sistem klasifikasi, hewan memiliki karakteristik yang meliputi
organisme multiseluler atau tubuhnya tersusun atas banyak sel, heterotrof
atau tidak mampu menyintesis makanan sendiri, diploid atau kromosom
terdiri atas dua alel, dan sel tubuhnya bersifat eukariotik atau inti sel
diselubungi oleh membran atau salut inti. Dengan definisi ini, hewan
berbeda dengan organisme bersel satu (organisme uniseluler), seperti bakteri
(Bacteriae) dan ganggang biruhijau (Cyanophyta) yang keduanya
dimasukkan dalam Regnum Monera. Sel hewan tidak memiliki dinding sel,
tidak memiliki kloroplas, tidak memiliki vakuola pusat, tetapi memiliki
sentosom dan lisosom. Semua sel hewan bersifat eukariotik dalam arti inti
sel diselubungi membran atau salut ini dan selnya tersusun atas organel-
organel yang kompleks. Dalam tubuh hewan Sel terorganisasi secara
kompleks membentuk suatu struktur dan fungsi tertentu yang disebut
jaringan, misalnya jaringan epitel, jaringan darah, jaringan saraf, jaringan
tulang, jaringan otot, jaringan konektif (Sumarto, 2016).
Sebagian besar hewan memiliki kemampuan untuk berpindah tempat
(motil), walaupun beberapa bersifat sesilis atau menempel pada dasar
perairan seperti misalnya karang, spons, anelida, brachiopoda, bryozoa,
tunikata, dan hydra selama hidupnya atau pada satu fase hidupnya. Semua
hewan bersifat heterotrof dalam arti tidak mampu untuk menyusun makanan
sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan nutrisi mereka
harus makan organisme lainnya. Beberapa jenis hewan juga bereproduksi
secara aseksual, misalnya pembentukan tunas yang kemudian lepas dari
tubuh untuk membentuk individu baru pada karang dan pembelahan tubuh
pada Planarium. Reproduksi seksual akan menghasilkan keturunan dengan
kombinasi genetik yang bervariasi yang merupakan faktor penting dalam
proses seleksi alam dan evolusi (Sumarto, 2016).
II.2.1 Invetebrata
Invertebrata merupakan kelompok hewan yang tidak memiliki
tulang belakang, invertebrata merangkum 95% spesies hewan yang
diketahui. Invertebrata menempati hampir setiap habitat bumi, mulai
dari air mendidih yang dilepaskan oleh lubang sembur hidrotermal
laut dalam hingga hingga ke tanah antartika yang berbatu dan beku.
Invertebrata beradaptasi dengan sangat bervariasi, sehingga
menghasilkan keanekaragaman bentuk yang luar biasa, dari spesies
yang hanya terdiri dari sel-sel lapisan ganda yang pipih hingga
spesiesspesies lain dengan kelenjar pemintal sutra, duri-duri yang
berputar, lusinan kaki yang berbuku, atau tantakel yang ditutupi
dengan mangkok penghisap (Campbell, 2016). Filum yang tergolong
kelompok invetebrata adalah Porifera, Coelentera, Platyhelminthes,
Nemathelminthes, Annelida, Arthopoda, Mollusca, dan
Echinodermata (Rossalina, 2018).
Ciri utama yang memisahkan invetebrata dari organisme lain
adalah tidak adanya tulang belakang dan tulang punggung. Ciri-ciri
lainya yakni merupakan organisme multiseluler, tubuh terbagi
menjadi tiga bagian (kepala, dada, dan perut), tidak memiliki paru-
paru (respirasi dilakukan melalui kulit), umumnya memiliki jaringan
dengan organisasi sel tertentu, umumnya bereproduksi secra seksual
oleh fusi gamet jantan dan betina. Beberapa invetebrata seperti spons
yang menetap, teteapi sebagian besar organisme adalah motil.
Invetebrata tidak memiliki tulang endoskeleton keras, namun
beberapa kelompok invetebrata memeliki endoskeleton keras dari
kitin. Karena kurangnya sistem tulang yang kompleks, beberapa
invetebrata cenderung lambat dan berukuran kecil dialam. Kurangnya
tulang punggung dan sistem saraf yang kompleks, invetebrata tidak
dapat menempati beberapa lingkungan, meskipun ditemukan di
lingkungan yang keras (Rossalina, 2018).
Gambar 2.2.1 Porifera (Campbell, 2016)
II.2.2 Vertebrata
Dinamakan vertebrata karena hewan-hewannya mempunyai
vertebrata atau ruas-ruas tulang belakang sebagai sumbu aksial yang
menyokong tubuh (Colunae verlebralis). Kelompok hewan ini telah
mempunyai otak yang relatif besar, terlindung oleh tempurung kepala.
Disebut juga Craniata karena pada kelompok hewan ini didapatkan
cranium atau tengkorak yang melindungi otak. Tubuh mereka
umumnya terbagi atas bagian kepala (cephal), leher (cevix), badan
(truncus) dan ekor (caudal). Dibandingkan dengan phyla lainnya, otak
vertebrata lebih besar dan mempunyai banyak lekuk-lekuk pada
permukaanya (Burhanuddin, 2018).
Jantung vertebrata letaknya ventral, terdiri dari dua, liga alau
empat ruangan. Hampir semua alat telah mengalami kemajuan pesat
dalam struktur dan fungsinya. Pada vertebrata dapat dibedakan dua
kelompok hewan yaitu Agnatha yang tidak memiliki rahang, dan
Gnathostomata yang berahang. Sub Phylum Vertebrata dibagi atas dua
super kelas: Super kelas Pisces (kelompok ikan) yang terdiri dari
empat kelas yaitu, klas Agnatha (a=tida; gnathum = rahang), kelas
Placodermata, kelas Chodrichtyes, dan klas Osteichtyes. Sedangkan
Super kelas tetrapoda terdiri dari empat klas yaitu, klas Amphibia
(kelompok katak), kelas Reptilia (kelompok hewan melata) , klas
Aves (kelompok burung), dan kelas Mamalia (kelompok hewan
menyusui) (Burhanuddin, 2018).

Gambar 2.2.2 Burung termasuk kelompok


Hewan vertebrata (Campbell, 2016)
III. Metode
III.1 Alat
III.1.1 Alat tulis
III.1.2 Kamera HP
III.2 Bahan
III.2.1 Tumbuhan
1. Bryum sp
2. Adiantum sp
3. Pinus sp
4. Hibiscus rosasinensis
5. Musa paradisiasa
III.2.2 Hewan
1. Ubur-ubur
2. Cacing tanah
3. Udang
4. Ikan nila
5. Ular
6. Burung
7. Kucing
8. katak
III.3 Cara kerja
III.3.1 Diamati berbagai jenis tumbuahan yang ada disekitar rumah, mulai
dari lumur, tumbuhan paku, sampai tumbuhan berbiji yang berbunga
atau berbuah.
III.3.2 Diamati hewan-hewan liar yang ada disekitar rumah, seperti semut,
cacing tanah, dsb.
III.3.3 Diamati pola morfologi beberapa binatang yang umumnya diperlihara
manusia.
III.3.4 Dicatat dan difoto ciri-ciri morfologi penting dari tiap jenis yang
diamati dan dibuat dalam bentuk tabel.
IV. Hasil Pengamatan
IV.1 Tumbuhan
No Nama Gambar tangan Gambar referensi Keterangan
. spesies
1. Bryum sp 1.sporangium
2.seta
3.stolon
4.rizoid
5.gametofil
(Dok. Pribadi,
(Campbell, 2016)
2020)
2. Adiantum 1.Akar
sp 2.Tangkai
daun
3.Daun muda
menggulung
(Dok. Pribadi, 4.Sorus
2020) 5.Indicium
(Faiz, 2018)
6.Batang
3. Pinus sp 1.Sayap
2.Biji
3.Sisik
4.Strobillus
jantan
5.Strobillus
(Dok. Pribadi, betina
2020)

(Wahyu, 2015)
4. Hibiscus 1.Putik
rosa- 2.Benang sari
sinensis 3.Mahkota
4.Kelopak
5.Tangkai
(Dok. Pribadi, (Hajar, 2011)
2020)
5. Musa 1.Daun
paradisiasa pelindung atau
braktea
(Dok. Pribadi, 2.Bunga
2020) (Sutiana, 2018) 3.Tepalla
4.Labellum
5.Putik
6.Benang sari

IV.2 Hewan
No Nama Gambar tangan Gambar referensi Keterangan
spesies

1. Ubur- 1.Epidermis
ubur 2.Mesogloea
3.Gastrodermis
4.Gonad
(Dok. Pribadi, (Campbell, 2016) 5.Tentakel
2020) 6.Oral Arm
7.Mulut
8.Subumbrella
9.Kanal cincin
10.Kanal radial
11.Exumbrella
12.Gastric
activity

2. Cacing 1.Prostonium
tanah 2.Peristonium
3.Genitalia
(Dok. Pribadi, (Jhayanti, 2013) tumescences
2020) 4.Male pore
5.Tubercula
pubertatis
6.Clitellum
7.Paired state
8.Segment
9.Periproct
3. Udang 1.Antenula
2.Mata majemuk
3.Rostrum
4.Karapaks
(Dok. Pribadi,
5.Sefolaks
2020)
(Syafrudin, 2016) 6.Antena
7.Pleopod
8.Abdomen
9.Telson
10.Uropoda

4. Ikan 1.Earflap
nila 2.Lateral line
3,Sping dorsal
fin
(Arifin, 2013) 4.Soft dorsal fin
(Dok. Pribadi,
5.Caudal fin
2020)
6.Anal fin
7.Pectoral fin
8.Pelvic fin
9.Gill cover
10.Cheek
11.Maxilla
12.Mandible
5. ular 1.Lidah
2.Kepala
3.Ventral
(Dok. Pribadi, 4.Anal
(Ahmad, 2020) 5.Subcaudal
2020)
6. Burung 1.Penutup mata
2.Penutup
telinga
3.Leher
(Rini, 2018) 4.Paruh
5.Lubang
hidung
(Dok. Pribadi,
6.Sayap
2020)
7.Bulu sayap
sekunder
8.Bulu sayap
primer
9.Kulit kering
dan kulit
bersisik pada
tarsometratarsus
10.Kaki dengan
4 jari
11.Ekor dengan
bulu yang besar
7. Kucing 1.Kepala
2.Telinga
3.Mata
4.Hidung
(Dok. Pribadi, (Nofisluastri, 5.Kumis
2020) 2018) 6.Bahu
7.Kaki depan
8.Jari kaki
9.Perut
10.Kaki
belakang
11.Ekor
12.Panggul
13.Punggung
14.Leher
8. Katak 1.Mata
2.Kepala
3.Punggung
4.Kaki belakang
5.Kaki
(Dok. Pribadi, (Hidayah, 2018) berselaput
2020) 6.Perut
7.Selaput
8.Kaki depan
9.Jari
10.Timpani
11.Nostril

1.ujung puncak
2.Lingkaran
3.Cangkang
(Campbell, 2016) 4.Garis
pertumbuhan
5.Mata
6.Tangkai mata
7.Kepala
9.Alat peraba
tentakel
10.Kaki
V. Pembahasan
Praktikum Biologi Dasar dengan acara “Biodiversitas Jamur dan Bakteri”
dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 November 2020 pukul 10.00-12.50 di Ms.
Teams. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mempelajari perbedaan sifat
morfolologi dari tumbuhan lumut, paku-pakuan, tumbuhan berbiji terbuka, dan
tumbuhan dikotil serta monokotil dan mahasiswa dapat memahami
keanekaragaman hewan berdasarkan perbedaan sifat morfologi berbagai jenis
hewan.

V.1Tumbuhan
Tumbuham merupakan kelompok kingdom plantae yang memiliki sel
eukariotik serta dimilikinya klorofil yang terdapat pada kloroplas sehingga
tumbuhan dapat melakukan fotosintesis. Klasifikasi tumbuhan berdasarkan
ada tidanya pembuluh di bedakan menjadi tumbuhan berpembuluh yang
memiliki akar, batang, daun sebagai pengangkutan makanan dan tumbuhan
yang tidak berpembuluh yang tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan
daunya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dewi (2016) Kingdom Plantae
merupakan kelompok tumbuhan yang memiliki ciri-ciri tidak dapat
berpindah tempat, sel eukariotik bersel banyak memiliki klorofil dan dapat
melakukan fotosintesis. Kemampuan fotosintesis pada tumbuhan
dikarenakan adanya klorofil Di dalam kloroplas. Klorofil inilah yang
dimanfaatkan energi cahaya untuk membuat tanaman titik tumbuhan
mempunyai struktur sel yang berbeda dengan hewan, dinding sel tumbuhan
terbuat dari selulosa. Oleh karena itu tumbuhan biasanya bersifat kaku dan
tidak mudah patah. Kingdom plantae atau tumbuhan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berpembuluh.
Tumbuhan tidak berpembuluh adalah tumbuhan yang tidak memiliki akar
batang daun serta tidak memiliki pembuluh angkut untuk mengangkut zat
makanan. Tumbuhan berpembuluh adalah tumbuhan yang memiliki akar
batang daun dan pembuluh untuk mengangkut zat makanan.
V.1.1 Bryophyta
Bryophyta adalah kelompok tumbuhan yang tidak berpembuluh,
tidak memiliki xylem dan floem. Bryophyta berasal dari kata 'bryum'
yang berarti 'lumut' dan 'phyta'yang berarti tumbuhan. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Campbell (2016) Bryophyta berasal dari
bahasa Yunani, bryum yang berarti lumut dan Phyta artinya adalah
tumbuhan. Kelompok tumbuhan nonvascular yang tidak mempunyai
pembuluh angkut yaitu xylem dan floem. Daun tumbuhan lumut dapat
berfotosintesis. Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan pelopor, yang
tumbuh di suatu tempat sebelum tumbuhan lain mampu tumbuh
sehingga lumut dianggap sebagai tanaman yang hidup pertama darat,
dan juga tanaman sejati pertama. Lumur merupakan tumbuhan yang
berukuran kecil yang hidup subur pada tempat yang lembab. Pada
lumut bagian akar (rizoid) untuk melekat pada tempat hidup,
misalnya pada tumbuhan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zahara
(2019) sebagian besar bryophyta berukuran kecil, yang terkecil
hampir tidak tampak dengan bantuan lensa, sedangkan yang terbesar
tidak pernah lebih dari 50 cm tingginya atau panjangnya. Tumbuhan
ini hidup subur pada lingkungan yang lembab dan banyak sekali
dijumpai, khususnya di hutan-hutan tropik dan di tanah hutan daerah
iklim sedang yang lembab. Lumut tidak melekat pada substratnya,
tetapi mempunyai rizoid yang melekat pada tempat tumbuhnya.
1. Bryum sp
Bryum sp merupakan tumbuhan yang menurut taksonomi
termasuk pada kelompok Divisi Bryophyta, yang tidak dapat
dibedakan antara batang, daun, dan akarnya serta tidak memiliki
pembuluh. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zahara (2019) Genus
Bryum diklasifikasikan termasuk Kingdom Plantae, Divisi
Bryophyta, Kelas Bryopsida, Ordo Bryales, Famili Bryaceae.
Bryum termasuk pada ordo bryales yang memiliki karakteristik
kalipatranya berasal dari bagian atas dinding akegonium, pada
kapsul spora ditemukan jaringan kolumela. Sedangkan pada genus
Bryum sendiri memiliki bentuk daun berupa lembaran daun yang
tersusun spiral. bryum sp sulit dibedakan antara daun, batang serta
akarnya karena batangnya melekat langsung pada daun dan akar.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Lukitasari (2018) ciri umum
bangsa Bryales kaliptra berasal dari bagian atas dinding
arkegonium, terdapat jaringan kolumela pada kapsul spora,
kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh ruang antar sel yang
terdapat didalam dinding kapsul spora, kebanyakan warga Bryales,
dibawah operkulum terdapat peristom (gigi yang menutup lubang
kapsul spora). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Zahara (2019)
Tumbuhan lumut genus Bryum ini memiliki daun multiseluler
dengan bentuk koloni seperti dedaunan. Bentuk daun lumut
Bryum berupa lembaran yang tersusun spiral, berwarna hijau
muda hingga kecoklatan jika sudah mati atau mengering. Batang
tumbuhan ini melekat langsung dengan daun dan akar sehingga
sulit dibedakan antara ketiga organ tersebut.
Struktur tubuh Bryum sp terdiri dari sporangium, seta, stolon,
rhizoid dan gametofil. Pada rhizoid membentuk benang seperti
akar yang berfungsi sebagai tempat melekatnya bryum sp pada
sunbstrat tempat tumbuhnya dan berfungsi dalam penyerapan
garam mineral. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zahara (2019)
Rhizoid terdiri dari selapis sel kadang dengan sekat yang tidak
sempurna, membentuk seperti benang sebagai akar untuk melekat
pada tempat tumbuhnya dan menyerap garam-garam mineral.
Sporangium pada Bryum sp berfungsi sebagai penghasil spora.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Lukitasari (2018) sporangium
merupakan kotak penghasil sopra. Gametofit dalam fase gametofit
yang terdiri dari anteredium sebagai alat kelamin jantan yang
berfungsi menghasilkan sperma serta akegonium yang merupakan
sel kelamin wanita yang berfungsi menghasilkan sel telur. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Zahara (2019) gametofit terdiri dari
Anteridium (sel kelamin jantan) yang menghasilkan sperma dan
Arkegonium (sel kelamin betina) yang menghasilkan sel telur.
Sedangkan seta pada Bryum sp membantu bryum sp agar dapat
berdiri tegak. Hal ini diperkuat oleh pendapat Lukitasari (2018)
Seta berstruktur tegak karena tekanan air di dalam sel-selnya. Seta
biasanya memiliki kutikula dan, oleh karena itu, tidak dapat
menyerap air secara langsung.
Daur hidup tumbuhan lumut melalui dua fase yaitu fase
gametofit dan fase sporofit. Fase gametofit yaitu lumut
menghasilkan gamet (alat kelamin) yaitu pertemuan antara
arkegonium (alat kelamin betina) dan anteredium (alat kelamin
jantan) yang membentuk zigot. Zigot akan membelah secara
mitosis menjadi sporongium dan memasuki fase sporofit yang
menghasilkan spora (haploid). Spora akan jatuh pada tempat yang
cocok kemudian tumbuh menjadi protonema. Protonema akan
berdiferensiasi menjadi kloronema, caulonema, dan rhizoid. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Lukitasari (2018) siklus hidup
tumbuhan lumut mempunyai dua generasi yaitu generasi gametofit
dan generasi sporofit. Generasi gametofit meliputi rhizoid, batang
dan daun. Pada bagian ujung batang biasanya akan dihasilkan
archegonium (alat perkembangan betina) dan antheredium (alat
perkembangbiakan jantan). Apabila telah terjadi pembuahan maka
terbentuklah zygote yang akan membelah dan kemudian
berkembang membentuk seta, kapsul (peristome, annulus,
operculum) dan calyptra yang sering disebut sebagai generasi
sporofit. Di dalam kapsul, sel-sel induk spora (sporosit) berpisah
secara meiosis, yang umumnya berasal dari tetrad spora haploid.
Setelah matang, spora akan dilepaskan dari kapsul (sporangium)
dan tersebar dengan bantuan angin. Spora yang jatuh pada media
atau substrat yang cocok akan mengalami perkecambahan
sehingga membentuk struktur yang disebut protonema. Protonema
lumut akan berdiferensiasi menjadi kloronema (sel-sel dengan
banyak kloroplas dan dinding transversus), caulonema (sel-sel
dengan kloroplas berbentuk jarum dan dinding transversal miring)
dan rhizoid (sel-sel coklat tanpa kloroplas dan dinding melintang
miring).
Tumbuhan lumut dapat hidup pada tempat yang lembab
(memiliki kandungan uap air yang tinggi), namun lumut tidak bisa
hidup di laut. Lumut juga banyak ditemui menempel pada bagian
pepohonan misalnya batang. Selain itu lumut juga dapat
menempel pada bebatuan. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Lukitasari (2018) syarat utama tumbuhan ini bisa hidup adalah
adanya kelembaban yang cukup dan cenderung tinggi, kecuali di
laut. Biasanya lumut tersebut dapat tumbuh di atas permukaan
tanah, menempel di pepohonan baik cabang, ranting atau batang
pohon, dan bahkan di atas bebatuan khususnya di bawah
rerimbunan. Hal ini disebabkan lumut tidak terlalu menyukai suhu
yang tinggi atau paparan sinar matahari secara langsung.
Keragaman lumut akan banyak ditemui khususnya di wilayah
hutan hujan basah, seperti di wilayah tropis Indonesia.
Bryum sp atau disebut juga dengan lumut merupakan penjaga
keseimbangan air dan menyimpan air didalam hutan. Selain itu,
lumut juga sebagai bahan obat-obatan misalnya obat kulit, obat
hepatitis dan digunakan sebagai antiseptik. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Lukitasari (2018) Manfaat keberadaan lumut sebagai
penjaga kelembaban atmosfir terutama adalah untuk menyimpan
air yang sekaligus akan menjaga keseimbangan air dalam hutan.
Lumut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan
(Sebagai bahan pembuat obat kulit, obat hepatitis, obat antiseptic)
yang dapat mendukung kehidupan manusia.
V.1.2 Pteridophyta
Pteridophyta merupakan kelompok tumbuhan yang memiliki
pembuluh sejati (Tracheophyta) namun pada pterydophyta tidak
dihasilkanya biji. Olehkarena tidak memiliki biji, pada pterydophyta
berkembang biak dengan spora sebagai alat untuk perbanyakanya. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Nurcahyati (2010) Pteridophyta
merupakan tumbuhan berpembuluh yang tidak berbiji, memiliki
susunan tubuh khas yang membedakannya dengan tumbuhan yang
lain. Pteridophyta disebut sebagai tracheophyta berspora, yaitu
kelompok tumbuhan yang berpembuluh dan berkembang biak dengan
spora.
1. Adiantum sp
Adiantum sp merupakan kelompok Kindom Plantae, Divisi
Pterydophyta,Kelas Polypodiopsida, Ordo Polypodiales, Family
Pteridaceae. Hal ini diperkuat oleh pendapat Itis (2017) Klasifikasi
Adiantum sp termasuk Kingdom Plantae, Divisi Pteridophyta,
Kelas Polypodiopsida, OrdoPolypodiales,  Famili  Pteridaceae,
Genus Adiantum, Spesies Adiantum sp.
Adiantum sp atau atau sering disebut dengan tumbuhan paku
memiliki akar serabut, memiliki batang yang berupa rhizoma,
memiliki tangkai daun berwarna hitam, daun yang berbentuk
seperti kipas dan tulang daun yang menyirip. Pada tumbuhan
paku, letak spora pada tepi daun.– Hal ini diperkuat oleh pendapat
Imaniar (2017) Adiantum sp. sering disebut paku kawat.
Tumbuhan paku ini tumbuh pada tebing, pohon dan terestrial.
Tinggi tanaman sekitar 8-15 cm, memiliki akar serabut, batang
berupa rhizome, tangkai daun (rachis) berwarna hitam.
Karakteristik khusus yang dimiliki yaitu daun majemuk berbentuk
seperti kipas dengan tulang daun menyirip serta tepi daun
bergerigi ganda, spora terletak pada tepi daun (marginal) berwarna
cokelat kekuningan.
Adiantum sp memiliki akar, tangkai, daun yang menggulung,
sorum, indicium, dan batang. Akar adiantum sp memiliki rhizoid
dan struktur akar serabut. Pada ujung akar terdapat kalipatra
sebagai titik tumbuh akar.Hal ini diperkuat oleh pendapat
Hasanuddin (2014) akar berupa rhizoid pada generasi saprofit dan
akar serabut pada generasi sporofit. Pada bagian ujung terdapat
kalipatra terdapat titik tumbuh akar berbentuk bidang empat yang
aktivitasnya keluar membentuk kaliptra sedangakan ke dalam
membentuk sel-sel akar. Pada batang Adiantum sp berupa
protalium sebagai fase gametofit dan batang sejati sebagai fase
saprofit.pada batang memiliki pembuluh angkut bertipe konsentris
yang terdiri dari xylem dan floem. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Hasanuddin (2014) batang tumbuhan paku berupa prothalium pada
generasi gametofit dan batang sejati pada generasi saprofit.
Struktur batang epidermis mempunyai jaringan penguat yang
terdiri dari sel-sel sklerenkim, korteks banyak mengandung ruang
antar sel dan silinder pusat terdiri dari xylem dan floem yang
membentuk berkas pengangkut bertipe konsentris. Pada daun
terdapat frond  (percabangan tulang daun) dan pinne (keseluruhan
daun dalam satu tangkai). Ukuran daun pada tumbuhan paku
meliputi ukuran kecil (maikrofil) dan ukuran  esar atau
(makktofil). Sedangkan berdasarkan fungsinya daun paku
dibedakan menjadi daun tropofil yang berfungsi untuk fotosi tesis,
daun sporofil untuk menghasilkan spora, dam daun srofosporofil
yang menghasilkan sorus. Sorus terletak pada frond (percabangan
tulang daun). Indisium berfungsi untuk melindungi spora
muda.Hal ini diperkuat oleh pendapat Hasanuddin (2014) daun
paku tumbuh dari percabangan tulang daun disebut frond dan
keseluruhan daun dalam satu tangkai disebut pinne. Berdasarkan
ukuranya daun mikrofil (berukuran kecil) dan daun makrofil
(berukuran besar dan tipis). Berdasarkan fungsinya: Daun tropofil
untuk fotosintesis mengandung klorofil dan banyak dimanfaatkan
untuk proses fotosintesis, Daun Sporofil penghasil spora, Daun
Srofosporofil dalam satu tangkai daun, anak-anak daun ada yang
menghasilkan spora dan ada yang tidak ada spora. Hal ini juga
diperkuat oleh pendapat Hasanuddin (2014) frond terdapat bentuk
berupa titik-titik hitam yang disebut sorus. Dalam sorus dilindungi
oleh indusium pada usia muda, terdapat kumpulan sporangia yang
merupakan tempat atau wadah dari spora.
Tumbuhan paku berkembang biak secara aseksual atau
diesbut fase sporofit dengan membentuk spora (diploid) dan
secara generatif atau fase gametofit dengan membentuk gamet
(haploid). Adanya pergantian keturunan inilah menyebabkan paku
disebut berkembang biak secara metagenesis. Fase sporofit
ditandai dengan sporamgium yang menghasilkan spora. Spora
tersebut jatuh pada tempat yamg cocol sehingga terjadi
pembuahan yang menghasilkan zigot. Zigot berkembang menjadi
sporofit. Pada fase gametofit dintamdai dengan protalium
membentuk anteredium (alat kelamin jantan) yang menghasilka 
spermatozoa dan membentuk arkegonium (alat kelamin betina)
yang menghasilkam ovum.Spermatozoa dan ovum yang bertemu
akan membentuk zigot, zigot akan berkembang menjadi tumbuhan
paku. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hasanuddin (2014)
Reproduksi tumbuhan paku berlangsung secara vegetatif (asexual)
dengan rhizoma dan membentuk spora, generasi aseksual ini
disebut generasi sporofit yang diploid, sedangkan secara
generative (sexual) dengan pembentukan gamet, generasi seksual
ini disebut generasi gametofit yang haploid. Tumbuhan paku
mengalami pergiliran keturunan (metagenesis), proses
metagenesis tumbuhan paku meliputi Generasi Sporofit: Spora
dihasilkan oleh kotak spora yang disebut sporanglum, sporangium
berkumpul dalam satu badan yang disebut dengan sorus yang
terdapat dalam daun sporofil, spora keluar dari sporangium dan
bila jatuh ditempat yang cocok akan terjadi pembuahan dan
terbentuk zigot. Zigot akan tumbuh berkembang menjadi sporofit
dan berkembang sporofit dewasa. Pada Generasi Gametofit
protalium membentuk anteridium sebagai alat kelamin jantan dan
menghasilkan spermatozoa sedangkan arkhegonium sebagai alat
kelamin' betina yang menghasilkan ovum. Hasil peleburan antara
sperma dan ovum menghasilkan zigot yang kemudian tumbuh
menjadi tumbuhan paku baru yang memiliki akar, batang dan
daun. Pada tumbuhan paku biasanya protalium mati, akan tetapi
jika tidak terjadi pembuahan, protalium itu dapat bertahan sampai
lama. Sporofit itulah yang pada pteridophyta menjadi tumbuhan
paku yang tubuhnya telah dapat dibedakan dalam akar, batang,
dan daun
Adiantum sp dapat tumbuh di tanah manasaja dan hampir
semua habitat tumbuhan paku dapat tumbuh. Namun tumbuhan
paku tidak bisa tumbuh pada suhu yang sangat rendah misalnya
daerah bersalju dan tidak bisa tumbuh dengam suhu yang tinggi
misalnya gurun. Hal ini diperkuat oleh pendapat Nasution (2018)
Habitat tumbuhan paku dapat ditemukan di tanah contohnya pada
tumbuhan suplir (Adiantum cuneatum). Hal ini juga diperkuat oleh
pendapat Hasanuddin (2014) Tumbuhan paku tersebar di seluruh
baglan dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering
(gurun).
Beberapa jenis adiantum dimsmfaatkam sebagai tanaman hias
karena memiliki daun yang unik. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Nasution (2018) Adiantum trafeziforme biasanya di manfaatkan
sebagai tanaman hias. Selain sebagai tanaman hias, Adiantum sp
dapat digunakan sebagai obat yang dapat memperlancar air seni.
Sedangkan akar pada Adiantum sp dapat digunakan sebagai obat
cacing. Hal ini diperkuat oleh pendapat  Syifa (2012) daun
Adiantum sp berkhasiat untuk pelancar air seni dan akarnya
berkhasiat sebagai obat cacing.
V.1.3 Gymnospermae
Gymnospermae merupakan kelompok tumbuhan yang bijinya
tidak tertutup dalam bakal buah (telanjang). Kelompok
gymnospermae umumnya adalah tumbuhan berkayu. Memiliki variasi
bentuk daun dan bunganya berbentuk makrosporofil maupun
mikrosporofil. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mutia (2019)
Gymnospermae berasal dari kata Gymnos berarti telanjang dan
spermae berarti biji. Gymnospermae adalah tumbuhan berpembuluh
berbiji yang menghasilkan biji pada permukaan ovula. Tumbuhan
yang termasuk golongan ini adalah tumbuhan berkayu dengan habitat
yang berbeda-beda. Bagian kayunya berasal dari berkas-berkas
pembuluh pengangkut dan kambium yang memperlihatkan
pertumbuhan sekunder. Umumnya pada batang tumbuhan biji terbuka
tidak terdapat floeterma kecuali Gnetum genom. Bentuk daun
bermacam-macam, kaku, dan hijau. Bunga berbentuk makrosporofil
dan mikrosporofil yang masih terkumpul dalam jumlah yang tidak
terbatas pada suatu sumbu yang panjang. Hiasan bunga tidak ada,
bakal biji hanya mempunyai satu integument terbuka dan tidak
terdapat kepala putik. Gametofit telah mengalami reduksi,
pembentukan gametofit betina terjadi dalam bakal biji.
1. Pinus sp
Pinus sp merupakan tanaman yang memiliki biji yang tidak
tertutup oleh bakal buah (terbuka) sehingga pinus digelongkan
pada kelompok gymnospermae. Pinus sp termasuk pada tanaman
Divisi Coniferales. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mutia (2019)
Gymnospermae disebut juga tumbuhan berbiji terbuka karena
bakal bijinya tidak dibungkus oleh daun buah, ada kambium, daun
kaku dan sempit, ada yang berbentuk jarum. Klasifikasi tumbuhan
Gymnospermae terdiri atas (1) Cycadales, contoh pakis haji
(Cycas rumphii); (2) Coniferales, contoh pinus merkusii (pinus),
Araucaria; dan (3) Gnetales, contoh melinjo (Gnetum gnemon).
Ciri dari pohon pinus yaitu dimilikinya sporangium yang
tersusun rapi diujung. Pohon pinus termasuk dalam divisi
coniferales sehingga bersifat heterospora. Ovum dan sperma
fihasilkan pada runjung yang berbeda, runjung kecil menghasilkan
polen sedangkan runjung besar menghasilkan ovum. Runjung
penghasil polen adalah mikrospora akan mengalami meiosis
menghasilkan gametofit jantan, sedangkan runjung penghasil
polen megasporofil akan mengalami meiosis menghasilkan
gametofit betina. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mutia (2019)
Pohon pinus adalah sporofit, sporangianya terletak pada struktur-
struktur serupa sisik yang terkemas rapi di dalam runjung. Seperti
pada semua tumbuhan berbiji conifer bersifat heterospor. Pada
konifer kedua tiap sperma dihasilkan oleh runjung yang berbeda:
runjung kecil penghasil polen dan runjung besar ovul. Pada
kebanyakan spesies pinus, setiap pohon memiliki kedua jenis
runjung. Pada runjung penghasil polen, mikrospora (sel induk
mikrospora) mengalami meiosis yang menghasilkan mikspora
haploid. Setiap mikrospora berkembang menjadi serbuk polen
yang mengandung satu gametofit jantan. Pada pinus dan konifer-
konifer lain polen yang telah kuning dilepaskan dalam jumlah
besar dan terbawa oleh angin dan menempel ke berbagai benda
yang dilewatinya. Sementara itu, di dalam runjung penghasil ovul,
megasporosit (sel induk megaspora) mengalami meiosis dan
menghasilkan megaspore haploid di dalam ovul. Megaspora yang
sintas berkembang mejadi gametofit betina yang tetap berada di
dalam sporangia.
Pada pinus sp akan ditemui adanya strobilus jantan dan
strobilus betina. Strobilus jantan mengandung mikrosporofil yang
berfungsi untuk membawa sporangia. Sedangkan pada strobilus
betina berupa megasporofil yang mendukung dalam proses
ovulum. Hal ini diperkuat oleh pendapat Tjirosoepomo (2010)
Strobilus jantan mengandung microsporofil yang tersusun spiral,
setiap microsporofil membawa sepasang mikrosporangia.
Strobilus betina membawa sisis ovuliferus yang mendukung
ovulum tidak hanya berupa megasporofil tetapi merupakan
modifikasi dari sistem percabangan yang determinate yang disebut
kompleks sisisk biji. Pada pinus sp juga ditemui adanya sayap dan
sisik. Sayap berfungsi untuk membebaskan serbuk sari sedangkan
sisik biji berfungsi mendukung dua ovula pada permukaanya. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Sallata (2013) Adanya sayap dapat
membebaskan serbuk sari. Biji pinus sebagai bahan bibit
reproduksi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Tjirosoepomo (2010)
setiap sisik biji terdiri dari sisik ovuliferus yang mendukung dua
ovula pada permukaannya dan satu baktea steril. Sisik tersebut
tersusun spiralis mengelilingi aksis.
Pohon pinus memiliki kerucut ovulasi. Mikrosporosit
menimbulkan butiran serbuk sari karena meiosis. Serbuk sari
terbawa oleh angina hinga sampai pada kerucut ovum atau bakal
biji lalu terjadi ovulasi atau pembuahan. Tabung serbuk sari
tumbuh dan berkembang dan sel dalam serbuksari membelah
menjadi megasporosit dengan empat sel haploid. Megasporosit
berkembang menjadi megaspore, megaspore berkembang menjadi
gametofit multiseluler wanita menjadi telur. Telur akan dibuahi
akan menjadi zigot, zigot akan menjadi embrio hingga akhirnya
menjadi biji. Hal ini diperkuat oleh pendapat Campbell (2016)
Pada sebagian besar spesies konifer, setiap pohon memiliki
kerucut ovulasi dan serbuk sari. Mikrosporosit membelah dengan
meiosis, menghasilkan mikrospora haploid. Sebuah mikrospora
berkembang menjadi butiran serbuk sari (gametofit jantan yang
tertutup di dalam dinding serbuk sari). Skala kerucut ovulasi
memiliki dua ovula, masing-masing mengandung
megasporangium. Hanya satu bakal biji yang ditampilkan. Terjadi
penyerbukan ketika butiran serbuk sari mencapai bakal biji. Butir
serbuk sari kemudian berkecambah, membentuk tabung serbuk
sari yang perlahan mencerna jalannya melalui megasporangium.
Saat tabung serbuk sari berkembang, megasporosit mengalami
meiosis, menghasilkan empat sel haploid. Satu bertahan sebagai
megaspore. Megaspore berkembang menjadi femalegametophyte
yang berisi dua atau tiga tumbuhan yang masing-masing akan
membentuk telur. Pada saat telur matang, sel sperma telah
berkembang di tabung serbuk sari, yang meluas ke gametofit
betina. Pembuahan terjadi ketika sperma dan inti sel telur bersatu.
Pembuahan biasanya terjadi lebih dari setahun setelah
penyerbukan. Semua telur dapat dibuahi, tetapi biasanya hanya
satu zigot yang berkembang menjadi zigot embrio. Ovul menjadi
benih, terdiri dari embrio, persediaan makanan, dan kulit biji.
Pohon pinus dapat tumbuh dalam tanag yang subur maupun
tanah yang kurang subur, misalnya tanah berpasir. Pohon pinus
juga tumbuh subur pada ketinggian 200-1700m dpl. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Corryanti (2015) pinus dapat tumbuh
pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, tanah berbatu
dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1700 m dpl.
Kayu pada pohon pinus dapat dimanfaatkan sebagai kayu untuk
konstruksi bangunan, bahan korek api dan kertas. Selain itu getah
yang dihasilkan pada pinus setelah mengalami penyulingan dapat
menghasilkan minyak terpentin yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan kosmetik maupun industry makanan. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Corryanti (2015) Di samping kayu, pinus mempunyai
manfaat menghasilkan getah dan produk turunan lainnya.
Gondorukem merupakan hasil penyulingan getah pinus yang
menghasilkan destilat berupa minyak terpentin. Komponen utama
gondorukem berupa asam-asam resin seperti asam abietat banyak
dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik dan obat-obatan.
Kayu pinus dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi bangunan,
bahan korek api, pulp dan kertas.
V.1.4 Angiospermae
Angisopermae adalah tumbuhan uang memiliki biji tertutu. Biji
ini ditutupi oleh bakal buah. Angiospermae berasal dari kata ‘angios’
yang berarti tertutup atau terbungkus dan ‘spermae’ yang berarti biji.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Campbell (2016) Angiospermae
berasal dari kata Angio berarti ruang tertutup dan Spermae berarti biji.
Tumbuhan biji tertutup bakal bijinya selalu diselubungi oleh suatu
badan yang berasal dari daun-daun buah yang dinamakan bakal buah.
Kepala putik yang biasanya dengan bakal buah bersambungan dengan
tangkai kepala putik dan gametofit lebih sederhana. Pada
angiospermae memiliki bunga, dimana alat kelamin jantan dan betina
berada pada satu tempat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mutia (2019)
Angiospermae terdiri atas tumbuhan berkayu dan tumbuhan berbatang
basah. Bunga tumbuhan Angiospermae bersifat hermaphrodites yaitu
alat kelamin jantan dan betina berada dalam satu tempat. Tumbuhan
biji tertutup dibagi menjadi dikotil (Magnoliopsida) dan monokotil
(Liliopsida).
1. Hibiscus rosa-sinensis
Hibiscus rosa-sinensis yang sering disebut kembang sepatu
merupakan tumbuhan yang berbunga yang termasuk kelompok
pada Divisi Magnoliopsida (Dikotyledoneae), Bangsa Malves,
Suku Malvaveae. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hajar (2011)
Klasifikasi Hibiscus rosa-sinensis termasuk kingdom Planteae,
Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Bangsa Malves,
Suku Malvaceae, Marga Hibiscus.
Hibiscus rosa-sinensis termasuk tumbuhan dikotil. Tumbuhan
dikotil memiliki ciri bijinya berbelah, memiliki perakaran
tunggang, batang yang bercabang-cabang. Hal ini sesuai dengan
ciri Hibiscus rosa-sinensis yang memiliki batang bercanag. Selain
itu daun Hibiscus rosa-sinensis adalah daun tunggal yang
berbentuk bulat telur. Sedangkan bunganya memiliki lima kelopak
yang berbentuk seperti cup. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mutia
(2019) Tumbuhan dikotil memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Mempunyai lembaga dengan dua laun lembaga (berbiji belah) dan
akar serta pucuk lembaga yang tidak mempunyai pelindung yang
khusus. Akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok (akar
tunggang) yang bercabang-cabang dan membentuk sistem akar
tunggang. Batang berbentuk kerucut panjang, biasanya bercabang-
cabang dengan ruas-ruas dan buku-buku yang tidak jelas. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Silalahi (2019) Hibiscus rosasinensis
memiliki cabang-cabang ramping dengan panjang hingga 6 meter.
Daun tersusun spiral (tersebar), berbentuk bulat telur. Daun
Hibiscus merupakan daun tunggal, berlobus, dan memiliki
sepasang stipula atau daun penumpu. Bunga memiliki simetri
radial dengan kalik berbentuk seperti cup, memiliki 5 petal yang
saling berhubungan, tangkai sari muncul dari stamen dan memiliki
stigma dengan lobus berambut.
Bagian tubuh Hibiscus rosa-sinensis berupa putik, benang
sari, mahkota, kelopak dan tangkai. Kelopak berfungsi sebagai
pelindung bunga dan calon buah. Sedangkan kelopak yang
memiliki warna-warni yang cerah untuk memikat serangga. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Sari (2017) kelopak berfungsi sebagai
pelindung bunga sebelum mekar dan sebagai pelindung calon
buah, sedangkan mahkota bunga berfungsi sebagai penarik
serangga pollinator karena memiliki bentuk yang menarik, sebagai
pemandu pollinator dan sebagai pelindung. Benang sari terdiri dari
tangkai, kepala sari, dan serbuk sari. Benang sari berfungsi
menghasilkan serbuk sari sebagai alat kelamin jantan. Sedangkan
putik terususun atas beberapa karpel. Pada karpel terdapat ovarium
yang didalamnya terdapat sel telur. Diatas ovarium terdapat
tangkai yang berfungsi untuk tempat melekat serbuk sari saat
terjadi penyerbukan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Wardhani
(2019) Benang sari (Stamen), terletak di tengah mahkota. Bagian-
bagian benang sari: tangkai (filamen), kepala sari (anther), dan
serbuk sari (polen). Benang sari sebagai penghasil serbuk sari
yang merupakan gamet jantan pada tumbuhan. Sedangkan Putik
(Pistillum) terletak di pusat bunga, berasal dari modifikasi daun.
Lembaran penyusun putik disebut karpel, jumlah karpel bisa satu
atau lebih. Setiap karpel memiliki ovarium yang di dalamnya
terdapat sel telur. Di atas ovarium terdapat tangkai (stilus) yang
mendukung kepala putik (stigma tempat melekatnya serbuk sari
saat penyerbukan).
Hibiscus rosa-sinensis merupakan kelompok angiospermae
yang berkembang biak yang diawali pada megasporofit yang
membelah secara meiosis menghasilkan empat megaspore. Pada
benang sari terdapat tangkai dan kepala sari yang memiliki
mikrosporangia , didalam mikrosporangia terdapat mikrospora.
Mikrospora berkembang menjadi serbuk sari, serbuk sari ajan
mengalami kariokinesis menghaslkan dua inti yaitu inti generative
dan vegetative.Setelah terjadi penyerbukan, akan terbentuk zigot,
zigot akan berkembang menjadi embrio, embrio akan berkembang
membentuk biji (sporofit). Hal ini diperkuat oleh pendapat
Campbell (2016) siklus fertilisasi angiospremae dalam
megasporangium setiap bakal biji, megasporosit membelah
dengan meiosis, menghasilkan empat megaspora. Di antera
benang sari, setiap mikrosporangium mengandung mikrosporosit
yang membelah dengan meiosis, menghasilkan mikrospora.
Sebuah mikrospora berkembang menjadi butiran serbuk sari. Sel
generatif gametofit akan membelah, membentuk dua sperma.
Tabung sel akan menghasilkan tabung serbuk sari. Setelah
penyerbukan, akhirnya dua sel sperma keluar di setiap bakal biji.
Terjadi pembuahan ganda. Satu sperma membuahi sel telur,
membentuk zigot. Sperma lainnya membuahi sel pusat,
membentuk endosperm. Zigot berkembang menjadi embrio yang
dikemas bersama makanan menjadi benih. (Jaringan buah yang
mengelilingi benih tidak ditampilkan.) Ketika benih berkecambah,
embrio berkembang menjadi sporofit dewasa.
Hibiscus rosa-sinensis dapat berbunga sepanjang tahun.
Bunga tersebut dapat ditemui di daerah subtropics hingga pasifik
selatan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hajar (2011) Hibiscus
rosa-sinensis atau di Indonesi dikenal sebagai kembang sepatu
merupakan perdu berkayu yang dapat berbunga sepanjang tahun.
Bunga tersebut dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis
sampai Pasifik selatan. Bunga H. rosa-sinensis dapat ditanam
dipekarangan rumah ataupun di dalam pot dengan habitat tumbuh
berupa tanah yang dicampur pupuk.
Hibiscus rosa-sinensis atau kembang sepatu ini, banyak
dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena memiliki kelopak yang
beragam warnanya serta dimanfaatkan sebagai obat-obatan
tradisional. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hajar (2011)
Kembang sepatu dengan nama ilmiah Hibiscus rosa-sinensis
merupakan salah satu spesies dari famili Malvaceae yang memiliki
multi fungsi bagi manusia antara lain: tanaman hias, bahan
makanan, dan obat. Walaupun demikian oleh masyarakat lokal
Indonesia, H. rosa-sinensis lebih dikenal sebagai tanaman hias,
karena memiliki berbagai karakter bunga dengan warna maupun
bentuk mahkota yang beranekaragam. Sebagai obat tradisioal H.
rosa-sinensis dimanfaatkan sebagai obat diabetes militus dan anti
hipetensi.
2. Musa Paradisiaca
Musa Paradisiaca merupakan kelompok tanaman yang masuk
pada Kelas Liliopsoda atau monocotyledone, family musaceae,
genus Musa. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sutriana (2018)
Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Class Liliopsida, Famili
Musaceae, Genus Musa, Spesies : Musa paradisiaca L
Musa Paradisiaca merupakan tanaman monokotil yang
ditandai dengan batang semu yang tidak bercabang serta memiliki
perakaran serabut. Batangnya terdiri dari pelepah-pelepah dan
daunya tersusun secara teratur. Musa Paradisiaca atau yang
disebut juga tanaman pisang, pada bagian buahnya bagian bawah
batang terdapat bonggol. Tanaman pisang berkembang biak
melalui tunas adventif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kaleka
(2013) pisang merupakan tanaman yang tidak bercabang dan
digolongkan dalam terna monokotil. Batangnya yang membentuk
pohon merupakan batang semu, yang terdiri dari pelepah-pelepah
daun yang tersusun secara teratur, percabangan tanaman bertipe
simpodial (batang pokok sukar ditentukan) dengan meristem ujung
memanjang dan membentuk bunga lalu buah. Bagian buah bagian
bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
bonggol. Akarnya serabut, yang tumbuh secara adventif dari
bonggol. Pucuk lateral muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang
Pada Musa Paradisiaca terdapat daun pelindung atau braktea.
Bunga pada Musa Paradisiaca memiliki benang sari yang
menghasilkan serbuk sari (alat kelamin jantan) dan putik (alat
kelamin betina). Pada bunga jantan inilah yang nantinya akan
gugur bersama braktea. Pada bunga betina memiliki indung telur
yang nantinya setelah terjadi penyerbukan akan tumbuh menjadi
daging buah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sutriana (2018)
Daun pelindung (braktea) tersusun dari satu hingga dua baris
bunga. Bunga jantan biasanya gugur bersama dengan braktea
sedangkan bunga betina berada dibagian bawah yang mengandung
bakal buah. Bunga pisang adalah bunga yang sempurna, yang
memiliki benang sari dan putik. Jumlah benang sari pisang secara
umum 5 buah. bunga tersebut tersusun dalam dua baris melintang,
yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada).
Bunga-bunga betina memiliki indung telur yang berkembang dan
menjadi buah tanpa penyerbukan untuk membentuk daging yang
merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman. Hal ini juga
diperkuat oleh pendapat Wardhani (2019) Benang sari sebagai
penghasil serbuk sari yang merupakan gamet jantan pada
tumbuhan. Sedangkan Putik (Pistillum) terletak di pusat bunga,
berasal dari modifikasi daun. Lembaran penyusun putik disebut
karpel, jumlah karpel bisa satu atau lebih. Setiap karpel memiliki
ovarium yang di dalamnya terdapat sel telur. Di atas ovarium
terdapat tangkai (stilus) yang mendukung kepala putik (stigma
tempat melekatnya serbuk sari saat penyerbukan).
Perkembang biakan Musa Paradisiaca melalui tunas. Mata
tunas terdapat pada bonggol (rhizome). Bonggol ini akan muncul
ke permukaan tanah lalu muncul mata-mata tunas. Mata-mata
tunas tersebut mengalami penambahan tinggi hingga menjadi
pohon pisang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Yusnita (2015)
Pada bonggol terdapat mata-mata tunas yang akan tumbuh
menjadi anakan pisang (sucker) yang kelak dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman pisang dewasa. Bonggol atau
rhizome adalah batang sesungguhnya dari tanaman pisang. Yang
terlihat layaknya sebagai batang hanya batang semu (pseudostem).
Bonggol biasanya terletak sepenuhnya di bawah permukaan tanah.
Pada beberapa kasus, biasanya pada tanaman yang tidak dipelihara
dengan baik, sebagaian bonggol mencuat ke atas permukaan
tanah. Dari bonggol muncul sejumlah anakan, hasil pertumbuhan
ke atas dari mata-mata tunas yang ada di bonggol.
Habitat Musa Paradisiaca dapat tumbuh subur pada iklim
tropis yang memiliki kelembapan yang cukup. Musa Paradisiaca
juga tumbuh subur pada dataran rendah, namun tidak dapat hidup
paada daerah berair. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sutriana
(2018) Tanaman pisang tumbuh di kawasan beriklim tropis.
Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Tanaman ini tumbuh baik pada dataran rendah dengan
kelembaban yang cukup. Tanaman pisang tidak tahan di daerah
berair, seperti rawa, tidak tahan terhadap angin kencang yang
menyebabkan daunnya robek. Sedangkan ditempat teduh tanaman
pisang justru tumbuh lebih kurus, daun dan anakannya mengecil.
Musa Paradisiaca pada bagian buahnya dapat dikonsumsi
secara langsung ataupun diolah menjadi produk olahan makanan
yang beragam misalnya selai pisang. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Sariamanah (2016) Organ tanaman pisang sudah banyak
dimanfaatkan, terutama yang sering dimanfaatkan yaitu buahnya.
Buah pisang dapat dikonsumsi secara langsung dan dapat pula
diolah menjadi berbagai jenis olahan makanan seperti kripik
pisang, selei pisang, pisang goreng, dan lain-lain.
V.2Hewan
Hewan merupakan kelompok kingdom Animalia, dimana pada kingdom
Animalia juga termasuk pada kelompok organisme yang bersel banyak nmun
tidak dapat melakukan fotosintesis (heterotroph). Selain itu hewan memiliki
kemampuan untuk berpindah tempat. Klasifikasi hewan dibedakan menjadi
hewan yang bertulang belkang (vertebrata) serta hewan yang tidak memiliki
ruas tulang belakang (invertebrate) Hal ini diperkuat oleh pendapat Dewi
(2016) Anggota kingdom animalia memiliki ciri sel bersel banyak tidak
berklorofil memperoleh makanan dari organisme lain atau heterotrof, tidak
berdinding sel dan memiliki kemampuan untuk berpindah tempat titik
kingdom animalia dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan ada tidaknya
tulang belakang yaitu avertebrata dan vertebrata. Avertebrata merupakan
kelompok hewan yang tidak memiliki tulang belakang sedangkan vertebrata
merupakan hewan yang memiliki tulang belakang. 
V.2.1 Invertebrata
Invetebrata berasal dari kata ‘in’ yang berarti tidak dan ‘vertebrae’
yang berarti ruas tulang belakang. Sehingga verbrata didefinisikan
sebagai hewan yang tidak memiliki ruas-ruas tulang belakang. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Ali (2020) Invertebrata berasal dari kata “In”
yang bermakna tidak dan “vertebrae” yang bermakna ruas-ruas tulang
belakang. Apabila vertebrae disatukan membentuk suatu bentuk yang
bersifat satu kesatuan maka kesatuan ini dinamakan dengan Columna
vertebralis yang bermakna tulang belakang. Hewan yang termasuk ke
dalam kelompok Invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki ruas-
ruas tulang belakang. Hewan yang tidak memiliki ruas-ruas tulang
belakang atau Invertebrata, termasuk ke dalam 29 filum.
1. Aurelia aurita
Aurelia Aurita atau yang dikenal sebagai ubur-ubur
merupakan salah satu hewan laut yang dikelompokkan sebagai
filum Cnidaria, Kelas Scyphozoa yang memiliki tubuh seperti
mangkok dan bentuk dominanya adalah medusa. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Larasari (2015) ubur-ubur (Aurelia aurita)
merupakan salah satu hewan laut filum Cnidaria atau Coelentera.
Kelas Scyphozoa yaitu merupakan hewan yang memiliki bentuk
tubuh seperti mangkuk, soliter, memiliki bentuk dominan berupa
medusa, hidup menempel pada dasar perairan laut, medusa
scyphozoa dikenal dengan ubur-ubur. Contoh dari scyphozoa
adalah Aurelia aurita, Chrysaora colorata, dan Cyanea.
Aurelia aurita memiliki bentuk seperti mangkok atau paying
dan apabila disentuh secra langsung dapat menyebabkan gatal-
gatal. Aurelia aurita atau disebut juga ubur-ubur inu memiliki sel
(penyengat) pada tentakelnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Sulistyowibowo (2013) Ubur–ubur (Aurelia aurita) termasuk
sejenis binatang laut dalam kelas Scyphozoa, berbentuk payung
berumbai, berbau amis dan gatal apabila tersentuh. Hal ini juga
diperkuat oleh pendapat Hasanah (2015) Ubur-ubur memiliki sel
penyengat (nematosis) yang terdapat pada tentakelnya, bahkan ada
jenis yang dapat menyebabkan hemolisis karena racun dari sel
nematosisnya (Physalia utriculus). Aurelia aurita memakan
plankton kecil yang ada dilaut seperti protozoa, nematoda dan
krustasea. Hal ini diperkuat oleh pendapat Larasari (2015) Aurelia
memakan plankton kecil seperti larva moluska, krustasea,
tunikata, kopepoda, rotifera, nematoda, polikhaeta, protozoa,
diatom dan telur-telur
Struktur tubuh Aurelia aurita terdiri dari epidermis,
mesogloeea, gastrodermis, gonad, tentakel, oral arm, mulut,
subumbrella, kanal cincin, kanal radial, dan exumbrella. Epidermis
berfungsi sebagai pelindung. Gastrodermis merupakan perbatasan
dengan gastrosol yang berfungsi menampung makanan dan
pengolahan makanan oleh enzim yang dikeluarkan dari sel
gastrodermis. Pada Aurelia aurita terdapat kanal-kanal radial yang
bercabang sepanjang payung yang membentuk lingkaran seperti
cincin sehingga disebut kanal cincin. Pada bagian mosoglea
terdapat sel amubosit untuk mengambil makanan yang telah
dicerna keanosit, sel skleroblas untuk membentuk spikula dan sel
arkheosit untuk reproduktif. Gonad merupakan sel kelamin.
Tentakel berfungsi untuk menangkap mangsa dan memasukan ke
mulut. Morfologi Aurelia aurita yang berbentuk payung disebut
exumbrella, sedangkan jika didalam berbentuk cekungan yang
disebut subumbrella. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sawaldi
(2011) Ektoderm (epidermis) berfungsi sebagai pelindung sedang
endoderm berfungsi untuk pencernaan. Sel-sel gastrodermis
berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol adalah
pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke
dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang
dikeluarkan oleh sel-sel gastrodermis. rongga gastrovaskuler
dibagi oleh septa menjadi empat bagian yang sama sehingga
terdapat empat kantong mulut. Dari sini muncul saluran-saluran
atau kanal-kanal radial yang banyak dan bercabang, terdapat
disepanjang payung dan berakhir pada tepi payung membentuk
lingkaran yang disebut kanal cincin. Di dalam mesoglea terdapat
beberapa jenis sel, yaitu sel amubosit, sel skleroblas, dan sel
arkheosit. Sel amubosit berfungsi untuk mengambil makanan yang
telah dicerna di dalam koanosit. Sel skleroblas berfungsi
membentuk duri (spikula) atau spongin. Sedangkan sel arkheosit
berfungsi sebagai sel reproduktif. Sel kelamin atau gonad terdapat
dikedua sisi septa, memanjang menuju masingmasing kantong
mulut. Jumlah gonad delapan buah, yaitu pada setiap kantong
mulut terdapat sepasang gonad. Tentakle berfungsi untuk
menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut.
Pada permukaan tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit
(knidosista) atau knidoblas. Setiap knidosit mengandung kapsul
penyengat yang disebut nematokis (nematosista). Mulut berfungsi
untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena
cnidarian tidak memiliki anus. Bentuk payung sebelah luar atau
sebagai atap disebut exumbrella, sebaliknya sebelah dalam yaitu
cekungannya disebut subumbrella.
Gastrodermis pada Aurelia aurita terdapat organ reproduksi.
Perkembangbiakan dimulai dengan dikeluarkanya sperma dari
ubur-ubur jantan di dalam air, lalu sprema tersebut masuk kemulut
betina lalu terjadi fertilisasi yang menghasilkan blastula, blastula
berkembang menjadi planula. Planula keluar dari tubuh induknya
dan menempel pada karang hingga menjadi scyphistoma yang
dapat memperbanyak diri menjadi medusa. Medusa berenang
bebas. Medusa menjadi polip kemudian membentuk epifera.
Epifera inilah akan menjadi medusa dewasa. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Larasari (2015) Ubur-ubur bereproduksi secara
seksual dan aseksual. Organ reproduksi terletak dalam
gastrodermis. Dalam proses reproduksinya, ubur-ubur jantan
mengeluarkan sperma ke air, sperma masuk ke dalam mulut betina
dan terjadi fertilisasi. Pembelahan menghasilkan blastula berlekuk,
kemudian menjadi larva planula. Planula keluar dari tubuh betina
ke air. Setelah berenang bebas, planula menempelkan tubuhnya
pada karang di dasar laut dan tumbuh menjadi larva polip yang
disebut scyphistoma. Scyphistoma dapat memperbanyak diri
dengan reproduksi aseksual atau budding. Medusa terbentuk dari
pembelahan transversal ujung oral scyphistoma, disebut
strobilisasi, kemudian terbentuk setumpuk medusa muda yang
disebut epifera. Kemudian medusa muda melepaskan diri dan
berenang bebas. Setelah strobilisasi selesai, scyphistoma akan
tumbuh menjadi polip lagi untuk kemudian membentuk epifera
pada tahun berikutnya seperti pada Epifera yang terbentuk pada
musim dingin akan menjadi medusa dewasa yang bereproduksi
secara seksual pada musim semi atau musim panas berikutnya
Kebanyakan ubur-ubur hidup pada habitat pantai, terutama
perairan tropis. Namun, ubur-ubur juga dapat ditemui diperairan
seluruh dunia karena kemampuan ubur-ubur untuk bertahan pada
suhu dan salinitas air. Hal ini diperkuat oleh pendapat Larasari
(2015) ubur-ubur dapat ditemui si seluruh lautan dunia. Hal ini
disebabkan kemampuan ubur-ubur yang dapat bertahan dalam
berbagai macam suhu dan salinitas. Kebanyakan ubur-ubur hidup
didaerah pantai terutama perairan tropis.
Dinegara-negara tertentu, ubur-ubur dimanfaatkan sebagai
produk olahan pangan karena memiliki asam amino yang baik
untuk tubuh. Diindonesia sendiri, pemanfaatan ubur-ubur kurang
optimal, sehingga ubur-ubur di Indonesia lebih banyak diekspor.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Nurjanah (2013) Di beberapa
negara yaitu Cina dan Jepang, ubur-ubur banyak dikonsumsi
manusia dalam bentuk asinan ubur-ubur. Di Indonesia, umumnya
ubur-ubur belum dimanfaatkan secara optimal sehingga lebih
banyak diekspor ke luar negeri, hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya informasi mengenai kandungan gizi ubur-ubur. Hal ini
juga diperkuat oleh pendapat Sulistywibowo (2013) Binatang laut
ini memiliki asam amino yang bagus sehingga memiliki potensi
bahan baku tetapi belum banyak dimanfaatkan. Ubur–ubur juga
dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bernilai tinggi.
2. Siput
Siput merupakan hewan yang termasuk pada Fillum Mollusca,
Kelas Gastropoda. Siput masuk pada kelas gastropoda karena siput
menggunakan perutnya untuk bergerak berpindah tempat. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Ahmad (2018) Gastropoda berasal dari
bahasa Latin gaster berati perut dan podos berarti kaki.
Gastropoda merupakan kelas mollusca yang terbesar dan populer.
Umumnya lebih dikenal dengan sebutan siput atau keong. Keong
sering disebut univulvalia karena cangkangnya yang tunggal.
Cangkang ini berputar, seperti juga dengan semua organ dalam
tubuh hewan tersebut.
Siput berjalan dengan menggunakan perutnya. Selain itu, siput
memiliki kepala yang terdapat tangkai dengan diatasnya mata. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Ahmad (2018) Gastropoda adalah
kelas terbesar dalam filum mollusca yang memiliki kemampuan
berjalan dengan menggunakan perut. Hewan ini mempunyai
kepala yang jelas dengan dua mata yang sering kali terdapat di
atas tangkai. Siput memiliki struktur tubuh yang lunak, simetri
bilateral, dan tubuhnya tertutup oleh cangkang. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Ahmad (2018) Gastropoda adalah kelompok hewan
invertebrata yang mempunyai tubuh yang lunak, simetri bilateral,
tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan kaki ventral.
Morfologi siput memiliki cangkang yang berfungsi sebagai
rumah tempat berlindung. Memiliki kaki yang lebar untuk
merayap. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ahmad (2018) tubuh
gastropoda sangat bervariasi, memiliki cangkang yang berulir
berfungsi sebagai rumah (rangka luar) dan dilengkapi dengan
tentakel dan mata, serta kaki lebar berotot yang digunakan untuk
merayap. Tentakel pada siput berfungsi sebagai indra perasa
seperti mengenali suhu, sebagai petunjuk jalan dan petunjuk
makanan. Pada kepala terdapat dua tangkai mata dan dua tangkai
yang lain. Dua tangkai yang lain berfungsi untuk membedakan
keadaan gelap atau terang. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Venette (2013) Anatomi Bekicot 8 tentakel sebagai indera peraba
dan perasa yang bergerak dengan perut, tentakel berguna untuk
merasakan perubahan suhu tubuhnya, sebagai petunjuk jalan dan
sebagai petunjuk adanya makanan. Hewan ini mempunyai kepala
yang jelas dengan dua mata yang sering kali terdapat di atas
tangkai. dua tanduk yang lain mempunyai dua bintik hitam yang
berfungsi sebagai mata untuk membedakan keadaan gelap terang.
Siput berkembang biak secara ovipar atau bertelur dengan
fertilisasi ekstternal maupun internal dengan alat reproduksi yang
terpisah. Awalnya yaitu sel kelamin jantan yang masak ditebar
terlebih dahulu sebelum sel kelamin betina masak.- Hal ini
diperkuat oleh pendapat Ahmad (2018) Alat reproduksi mollusca
umumnya terpisah, beberapa jenis hermafrodit, sedikit yang
protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih
dahulu sebelum sel kelamin betina masak, gonad dua atau satu,
dengan saluran, fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan
ovipar, pembelahan telur tertentu (determinate).
Habitat siput bayak ditemui dengan menempel pada bebatuan
karena banyak memiliki cadangan makanan. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Tyas (2015) habitat gastropoda banyak ditemukan pada
bebatuan sehingga dapat menempel pada bebatuan dan memiliki
substrat yang berlumpur dan berpasir sehingga memiliki cadangan
makanan yang cukup bagi gastropoda. Selain itu siput juga banyak
ditemukan pada saat pasang surut. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Goltenboth (2012) Zona eulitoral adalah zona antara, artinya
terendam saat pasang dan kering saat surut. Salah satu satwa yang
ditemukan di zona eulitoral adalah gastropoda, atau lebih dikenal
sebagai siput oleh masyarakat luas
Siput dimanfaatkan oleh beberapa orang sebagai bahan
pangan. Selain itu pada cangkang siput dapat dijadikan atau dibuat
sebagai kerajinan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Widyastuti
(2016) Siput dan kerang laut selain dijadikan sebagai salah satu
bahan pangan yang digemari oleh semua kalangan masyarakat,
cangkangnya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, di
antaranya untuk bahan kerajinan dan bahan pembuatan kapur sirih.
Siput dengan jenis tertentu juga dapat dimanfaatkan lendirnya,
sebagai obat tradisional untuk mempercepat pengeringan dan
penutupan lupa. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ulayya (2018)
Indonesia merupakan negara tropis yang ditemukan banyak
spesies bekicot, salah satunya adalah Achatina fulica (siput tanah).
Keberadaan A. fulica kurang dimanfaatkan namun lendirnya dapat
dimanfaatkan untuk mempercepat pengeringan dan penutupan
luka
3. Udang
Udang merupakan hewan yang digolongkan filum Arthopoda,
sub filum Crustacea. Udang digolongkan masuk kelas Arthopoda
karena memiliki tubuh bersegmen dan digolongkan pada sub filum
Crustacea karena tubuh luarnya terdiri dari lapisan yang keras.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Syafrudi (2016) Udang
(Crustaceae) merupakan salah satu hewan yang termasuk dalam
filum Arthopoda. Hal ini diperkuat oleh pendapat Herlina (2017)
udang windu tergolong sebagai spesies dari sub filum crustacea
dan filum arthropoda. Digolongkan ke dalam hewan crustacea
karena mereka memiliki lapisan keras yang disebut carapace yang
membungkus tubuhnya. Sedangkan penggolongan udang windu ke
dalam filum arthropoda karena mereka memiliki tubuh yang
tersegmentasi atau terbagi menjadi segmen-segmen serta sendi-
sendi.
Udang termasuk pad subfilum crustacean yang memiliki
eksoskleton yang kuat terbuat dari kitin, semiliki sepasang
antenna, kepala bersatu dengan badan membentuk sefalotoraks,
memiliki peredaran darah yang dipompa melalui 7 buah arteri,
serta memiliki indra perasa yang sangat kuat. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Syafrudi (2016) Sebagian besar crustacea hidup
akuatis, dan bernapas dengan insang. Eksoskeleton keras, terdiri
dari kitin yang berlendir dan mempunyai antena sepasang. Kepala
terbentuk sebagai persatuan segmen-segmen, kadang-kadang
bersatu dengan dada membentuk sefalotoraks (cephalus: kepala,
thorax: dada). Sistem Sirkulasi crustacea Jantung ada di sebelah
dorsal. Darah memasuki jantung melalui 3 pasang ostium. Darah
itu dipompa ke luar melalui 7 buah arteri, yang mengeluarkan
isinya ke dalam ruang-ruang terbuka yang disebut sinus. Sinus-
sinus itu mengalirkan darah ke dalam kapiler-kapiler insang, dan
dari kapiler-kapiler itu darah memasuki jantung melalui
perikardium. Sistem Indera perasa sentuhan dan perasa kimia pada
hewan ini sangat kuat, dan organ-organnya terdapat pada alat-alat
tambahan anterior.
Bagian tubuh udang memiliki antenula yang berfungsi untuk
mendeteksi makanan yang ada disekitarnya, sebagai
keseimbangan dan indra perasa. Sedangkan antenna hanya
berfungsi untuk menyentuh dan merasa. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Yuwono (2011) antenula berfungsi untuk mendeteksi
keberadaan pakan disekitarnya sehingga dengan ini crustacean
dapat mengenali pakannya, keseimbangan, menyentuh dan
merasa. Antena berfungsi untuk menyentuh dan merasa. Udang
memiliki mata majemuk yang berfungsi agar dapat mendeteksi
gerakan secara cepat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Yuwono
(2011) mata udang adalah mata majemuk yang bertangkai terletak
pada rostrum yang dapat mendeteksi gerakan dengan cepat. Tubuh
udang terdiri dari kepala hingga dadfa yang disebut cepholotorax
dan ekor (abdomen). Bagian abdomen terdapat kaki renang
(pleopod), ekor (telson), dan ekor yang berbentuk kipas (uropod)
untuk mengayuh. Hal ini diperkuat oleh pendapat Safrudin (2016)
Tubuh udang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan yang
disebut kepala-dada (cephlothorax), dan bagian belakang yang
disebut ekor (abdomen). Bagian abdomen terdiri dari lima ruas,
terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) yang melekat pada
segmen pertama sampai segmen ke lima. Segmen ke enam adalah
bagian ekor (telson), berbentuk kipas (uropod) dan diantaranya
terdapat bagian yang runcing, yang disebut dengan telson. Bagian
uropoda merupakan ruas terakhir dari ruas badan, yang kaki
renangnya berfungsi sebagai pengayuh atau biasa disebut ekor
kipas.
Udang memiliki alat kelamin terpisah. Tahap fertilisasi
dimulai saat testes melepaskan sperma, dan oviduk melepaskan
ovum masing-masing pada kaki. Masing-masing terlur akan
bertaut pada kaki betina hingga masa embrional selesai.Hal ini
diperkuat oleh pendapat Syafrudin (2016) Kelamin terpisah
(diesius). Baik testes maupun ovarium bilobat. Testes melepaskan
sperma ke dalam duktus spermatikus terus ke pori-pori yang
terdapat di dasar pasangan kaki untuk berjalan yang kelima.
Oviduk melepaskan telur dari ovarium ke lubang-lubang pada
dasar pasangan kaki untuk berjalan. Stadium embrional
diselesaikan ketika telur masih bertaut dengan “swimmeret-
swimmeret” hewan betina. Bahkan larva telah menetas pun tetap
tertaut padanya untuk beberapa lama.
Habitat udang banyak ditemui dilaut, ikan air tawae, dan daerah
lembab di darat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Safrudin (2016)
Crustacea (cangkang yang keras) mencakup udang, kepiting,
lobster, udang karang, remis dan kerabat mereka. Sebagian besar
spesies hidup di laut, tetapi banyak yang hidup di air tawar, dan
beberapa seperti sow bug, menempati daerah lembap di darat.
Udang mengandung senyawa aktif seperti asam lemak. Asam
lemak bermanfaat dalam perkembangan otak anak dan ibu hamil.
Oleh karena itu beberapa udang digunakan untuk dikonsumsi. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Ngginak (2013) Pada udang
terkandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi manusia.
Senyawa aktif memiliki peran penting untuk kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Senyawa aktif
seperti asam lemak (omega-3 dan omega-6) pada udang dan ikan
bermanfaat untuk perkembangan otak anak, untuk bayi, untuk ibu
hamil.
4. Cacing
Cacing tanah merupakan hewan yang digolongkan masuk
pada kelompok Filum Annelida, Filum Oligochaeta. Cacing
digolongkan pada ordo Chaeta karena memiliki tubuh yang
bersegmen. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sapto (2017) Cacing
tanah termasuk invertebrata, phylum Annelida, ordo Oligochaeta.
Cacing tanah tersebut memakan sisa tanaman yang membusuk dan
menghasilkan sisa pencernaan (feses) yang merupakan sumber
bahan organik tanah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Yuwafi
(2017) oligochaeta meliputi cacing tanah dan beberapa spesies
yang hidup di air tawar. Oligochaeta tubuhnya juga jelas
bersegmen-segmen; jumlah setae sedikit (oligos:sedikit;
chaeta:rambut kaku)
Cacing memiliki tubuh simetri bilateral dan tubuhnya
bersegmen. Hal ini diperkuat oleh pendapat Rahmah(2017)
Annelida berbentuk simetris bilateral, silindris (gilik), dan
tubuhnya terbagi menjadi ruas-ruas (segmen) yang sama besar dari
ujung anterior hingga posterior.
Bagian tubuh cacing bersegmen, kecuali pada 2 segmen
pertama. Masing-masing segmen berbentuk seperti cincin. Pada
cacing dewasa tubuhnya akan membentuk kitellumsebagai tabung
peranakan dan membentuk tempat untuk mengeluarkan kokon.
Cacing tanah memiliki prostomium pada bagian mulut dan
memiliki peristomium pada bagian depan cacing yang berfungsi
untuk mrmbuat lubang pada tanah. Cacing memiliki lubang alat
kelamin jantan (male pore) dan alat kelamin betina (female pore).
Hal ini diperkuat oleh pendapat Yuwafi (2017) Secara morfologi,
tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk
cincin, dan setiap segmen memiliki seta kecuali pada 2 segmen
pertama. Secara sistematik, cacing tanah bertubuh tanpa rangka
yang tersusun atas segmen-segmen fraksi luar dan fraksi dalam
yang saling berhubungan secara integral, diselaputi oleh epidermis
berupa kutikula berpigmen tipis.Apabila cacing dewasa bagian
epidermis pada posisi tertentu akan membengkak membentuk
klitellum (tabung peranakan Rahim), tempat mengeluarkan kokon
(selubung bulat), telur akan berkembang didalamnya dan apabila
menetas langsung berupa cacing dewasa. Cacing tanah memiliki
mulut pada ujung anterior (tidak bersegmen) yang disebut
prostomium. Bagian atas cacing atau disebut sebagai peristomium
adalah bagian ujung depan cacing sampai batas lambung cacing
untuk membuat lubang pada tanah. Periproct sebagai organ
pembuangan cast atau kotoran. Lubang jantan (male pore)
umumnya terdapat pada segmen ke-15, sedangkan lubang betina
(female pore).
Cacing memperbanyak keturunanya dengan cara bertelur.
Spermatozoa akan disimpan dahulu dalam kantung spermathecae
karena organ betina baru siap beberapa hari setelah spermatozoa
jadi. Setlah itu menjadi telur, telur tersebut disimpan dalam kokon
yang mempunyai kekebalan tinggi mecegah infeksi dan
kekeringan. Terlur tersebut lalu dikeluarkan melalui saluran
klitelium. Hal ini diperkuat oleh pendapat Handayanto (2017)
Kopulasi dapat berlangsung bila organ reproduksi telah terbentuk
sempurna. Tanda kedewasaan cacing ditunjukkan dengan telah
terbentuk klitelum. Spermatozoa disimpan terlebih dahulu dalam
kantung spermathecae, karena organ betina baru siap beberapa
hari atau beberapa minggu kemudian. Untuk perkembang
biakannya, cacing tidak beranak tetapi bertelur. Telur yang
dihasilkan disimpan dalam kokon yang dikeluarkan lewat
klitelum. Ukuran kokon bervariasi antara 1-25 mm tergantung dari
ukuran induknya. Dalam setiap kokon berisi 1 hingga 10 embrio,
yang akan menetas beberapa hari setelah dikeluarkan. Kokon
dibungkus lapisan khitin tebal, berisi gelatin merupakan makanan
bagi embrio. Kokon mempunyai kekebalan tinggi terhadap
kekeringan dan infeksi.
Cacing banyak dijumpai pada habitat tanah yang lembab.
Misalnya cacing tanah yang memerlukan tanah lembab karena
membutuhkan air sebagai penyusun tubuhnya dan memudahkan
untuk bergerak. Selain itu cacing dapat dijumpai pada habitat air
tawar maupun air laut. Hal ini diperkuat oleh pendapat Azhari
(2018) Cacing-cacing yang termasuk dalam filum Annelida ini,
tubuhnya bersegmen-segmen. Mereka hidup di dalam tanah yang
lembab, dalam laut, dan dalam air tawar. Pada umumnya Annelida
hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat
komensal pada hewan-hewan aquatik, dan ada juga yang bersifat
parasit pada vertebrata. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat
Firmasyah (2014) kadar air tanah mempengaruhi habitat cacing
tanah, karena cacing tanah banyak memerlukan air sebagai
penyusun utama berat tubuhnya, bergerak, dan melunakkan
partikel tana
Dalam lingkungan, cacing berfungsi sebagai dekomposisi atau
menguraikan bahan organic yang dilakukan bersama mikroba
tanah lainya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hardjowigeno
(2010) Cacing tanah memakan serasah daun dan materi tumbuhan
yang mati lainnya, dengan demikian materi tersebut terurai dan
hancur. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Hasbuna (2018)
Peranan cacing tanah sangat penting dalam proses dekomposisi
bahan organic tanah. Bersama-sama mikroba tanah lainnya
terutama bakteri, cacing tanah ikut berperan dalam siklus
biogeokimia

V.2.2 Vertebrata
Vertebrata merupakan kelompok hewan yang memiliki ruas-ruas
tulang belakang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ali (2020)
pemberian nama hewan yang termasuk ke dalam Vertebrata,
didasarkan pada ciri khusus yang dimiliki kelompok hewan tersebut,
yaitu memiliki ruas-ruas tulang belakang. Ruas tulang belakang
dinamakan dengan vertebrae sehingga hewan yang memiliki ruas-ruas
tulang belakang dinamakan dengan Vertebrata.
1. Burung
Burung merupakan kelompok hewan yang termasuk Filum
Chordata padaa Kelas Aves. Hal ini diperkuat oleh pendapat Rini
(2018) burung termasuk pada kelas Aves, subfilum Vertebrata dan
filum Chordata.
Burung digolongkan sebagai kelompok hewan berdarah panas
(homoithermal) sehingga burung memiliki kemampuan untuk
mengatur suhu dirinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Rini
(2018) burung termasuk golongan binatang berdarah panas atau
hemoithermal, sehingga burung memiliki kemampuan diri untuk
mengatur bedanya guna penyesuaian dengan lingkunganya. Selain
itu, burung bergerak dengan jalan menggunakan kedua kakinya
atau terbang dengan sayapnya. Burung termasuk hewan
endotermik yang dapat mengatur pans tubuhnya sendiri. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Nurwatha (2013) burung adalah
vertebrata yang berbulu, bersayap, berkaki dua, endotermik, dan
bertelur. Hal ini diperkuat oleh pendapat Campbell (2016) burung
adalah hewan endotermik yaitu menggunakan panas metabolis
snediri untuk mempertahankan suhu tubuh.
Morfologi bentuk tubuh burung yaitu memiliki paruh yang
bervariasi bentuknya. Paruh berfungsi untuk mengambil makanan,
membantu dalam menyusun sarang, sebagai perlindungan diri, dan
menggaruk tubuhnya. Burung memiliki ekor yang berupa sayapan
untuk keseimbangan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Iskandar
(2017) paruh burung memiliki bentuk yang bemacam- macam
tergantung jenis makanan yang dimakan. Fungsi paruh selain
untuk mematuk makanan, juga biasa digunakan untuk menggaruk-
garuk bulu, mencari bahan dan penyusun sarang, dan sebagai
perlindungan diri. Ekor burung berfungsi untuk menjaga
keseimbangan dan mengatur kendali saat terbang. Sayap pada
burung digunakan untuk terbang. Kaki burung berfungsi untuk
berjalan, bertengger, dan berenang. Pada tungaki kaki terdapat
tarsometatarsus yang berbentuk sisik kering. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Rina (2018) burung mempunyai kemampuan terbang
karena sayapnya mempunyai kemampuan modifikasi anggota
gerak anterior, dan kaki yang berfungsi untuk berjalan, bertengger
atau berenang. Pada tungkai kaki burung mempunyai empat jari
atau kurang, tarsometatarsus tertutup oleh kulit yang mengalami
penandukan dan umumnya berbentuk sisik. Bulu pada sayap
dibedakan menjadi bulu sayap primer dan bulu sayap sekunder.
Bulu sayap primer untuk meredam saura saat terbang. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Saraswati (2018) Tulang pada sayap
merupakan tempat perlekatan bulu. Bulu untuk terbang pada sayap
secara kolektif dikenal sebagai remiges, dan dipisahkan menjadi
primary dan secondary. Remiges sekunder melekat pada ulna,
yaitu tulang di tengah sayap, dan yang diperlukan untuk
membantu mengangkat tubuh. Bulu sayap primer seperti sisir yang
efektif untuk meredam suara di atas dipermukaan sayap dan
memungkinkan burung untuk terbang tanpa suara. Pada bagian
kepala selain ada paruh juga terdapat mata dan leher. Sendi pada
leher burung membantu pergerakan rotasi kepala ke segala arah.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Saraswati (2018) Mata burung
menempati sebagian besar tengkorak. Sendi di tengah tulang
belakang leher berkontribusi pada rotasi kepala
Burung memperbanyak keturunanya dengan cara bertelur. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Iskandar (2017) burung mampu
menghasilkan keturunan dengan cara bertelur. Burung betina
maupun jantan memiliki organ reproduksi yang bernama kloaka.
Kloaka juga merupakan tempat mengeluarkan sperma dan telur.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Kurniawan (2017) Sistem
reproduksi burung baik jantan maupun betina memiliki alat
reproduksi yang sama yaitu kloaka. Kloaka merupakan organ seks
burung (testis dan ovarium) yang berupa ruang internal dan
berakhir pada sebuah bukaan yang berfungsi mengeluarkaan
sperma dan telur. Kloaka pada burung juga berfungsi sebagai
tempat keluarnya limbah ekskresi dan pecernaan.
Habitat tumbuhnya burung dapat di belahan bumi mana saja
baik tropis, gurun yang memiliki iklim tinggi maupun kutub yang
memiliki iklim dingin yang ekstrim. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Kurniawan (2017) aves merupakan kelas vertebrata
dengan jumlah taksa terbanyak kedua setelah pisces dengan
persebaran yang luas meliputi, hutan tropis, gurun, hingga kutub
utara dan selatan. Burung hidup dan berkembang biak pada
sebagian besar habitat terestial pada tujuh benua, beberapa hidup
dihabitat yang ekstrim, seperti koloni Petrel Salju yang bersarang
di kedalaman benua Antartika. Namun pada umumnya burung
memerlukan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat untuk
membuat sarang serta berlindung. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Rini (2018) tumbuhan dimanfaatkan oleh burung sebagai habitat
untuk bersarang, berlindung, mencari makan, berkembang biak,
dan aktivitas lainya.
Burung memiliki beragam manfaat, salah satunya dalam
bidang ekologis. Burung dapat membantu penyerbukan tpada
tumbuhan. Fungsi ekologis juga ditandai dengan burung sebagai
pemangsa alami dalam pencegahan hama pada pertanian. Selain
itu sebagai sebagai indicator yang menunjukan perubahan
lingkungan.Hal ini diperkuat oleh pendapat Iskandar (2017)
terdapat berbagai manfaat burung yang berperan dalam lingkup
ekologis. Diantarnya berepran membantu penyerbukan pada jenis-
jenis tumbuhan, menyebarkan biji-bijian, pemangsa dan
pengendali hama pertanian, serta bermanfaat sebagai bioindikator
perubahan lingkungan.
2. Kucing
Kucing merupakan hewan vertebrata yang dikelompokkan
pada kelas mamalia. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kartono
(2010) Jenis mamalia yang hanya ditemukan di areal tanaman
sawit sebanyak lima jenis, yakni: kucing kuwuk (P. bengalensis),
kucing tandang (P. planiceps), lutung merah (P. rubicunda),
kijang muncak (M.muntjak), dan tikus belukar (R.tiomanicus).
Kucing digolongkan pada kelas mamalia karena kucing memiliki
rambut dan kemampuan dalam melahirkan dan menyusui anaknya.
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Akmal (2019) Mamalia
adalah hewan atau binatang bertulang belakang (vertebrata) yang
berdarah panas, dapat dibedakan dengan memiliki rambut, dan
sistem reproduksinya dengan melahirkan anaknya. Kelompok ini
merupakan hewan yang menyusui anaknya, dan memiliki ciri-ciri
lainnya yang membedakan dengan kelompok hewan lainnya.
Mamalia memiliki susunan gigi yang bervariasi, artinya sudah
dibedakan dengan adanya gigi seri (incisors), gigi taring (canine),
dan gigi geraham (molar), terkecuali pada sebagian besar mamalia
laut yang bergigi seragam (satu bentuk)
Ciri-ciri kucing yaitu memiliki panjang tubuh 76 cm, berat
tubuh pada kucing jantan 3-4 kg dan pada betina memiliki berat 2-
3 kg. kucing memiliki suara-suara tertentu. Pada umumnya dapat
hidup selama 13-17 tahun. Hewan kucing memiliki ciri-ciri antara
lain panjang tubuh 76 cm, tinggi tubuh 25-28 cm, berat tubuh
jantan 3-4 kg dan betina 2-3 kg dapat hidup berkisar selama 13-17
tahun. Kucing yang telah mengalami domestikasi dikenal dengan
nama ilmiah Felis catus atau Felis domesticus. Kucing
menggunakan variasi vokalisasi dan tipe bahasa tubuh untuk
komunikasi, meliputi: meowing, purring, hissing, growling,
squeking, chriping, clicking, dan grunting.
Struktur tubuh kucing meliputi kepala, telinga, mata, hidung,
kumis, bahu, kaki depan, kaki belakang, jari kaki, perut, ekor,
panggul, punggung dan leher. Pada kepata terdapat mata, yang
berfungsi untuk melihat. Namun mata kucing memiliki
keistimewaan yang mampu bercahaya pada saat ditempat yang
gelap. Pada kucing memiliki kumis unruk mendeteksi mangsa
disekitarnya serta ekor sebagai alat keseimbangan. Pada telinga
sebagai lat pendengaran memiliki tiga bagian, yang meliputi
telinga bagian luar, tengah dan dalam. Pada bagian dalam
terdapatsalah satu organ telinga yang berfungsi sebagai
keseimbangan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Adam (2011)
Kekhususan pada mata kucing lainnya adalah kucing mempunyai
mata yang dapat bercahaya di tempat yang gelap, hal ini
disebabkan oleh tapetum lucidum (sel-sel lapisan khusus yang
terletak di belakang retina). Kumis untuk mendeteksi mangsa.
Ekor sebagai keseimbangan tubuh. Telinga merupakan organ yang
fungsinya untuk mendengar; dan secara umum dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu telinga bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.
Bagian telinga luar meliputi daun telinga (aurikula/pinna) dan
saluran auditori luar. Sedangkan, bagian telinga tengah terdiri dari
membrane tympani / selaput gendang, ruang tympani dan tulang
pendengar (ossicula auditus) yang disertai otot dan ligament dan
secara primer digunakan sebagai pengantar suara. Bagian telinga
tengah berhubungan dengan nasofaring melalui buluh auditori
(tuba auditiva). Telinga bagian dalam meliputi labirin berselaput
yang berada didalam os petrosa, yang berguna selain membantu
pendengaran juga untuk keseimbangan.
Kucing merupakan hewan yang bereproduksi secara
melahirkan (vivipar) dimana fertilisasi terjadi didalam. Setelah
terjadi pembuahan dengan pertemuan sperma jantan dan betina,
maka akan terbentuk zigot, zigot menjadi embrio, dan janin yang
dihubungkan plasenta. Hal ini diperkuat oleh pendapat Aida
(2015) Tipe vivipar, memungkinkan perkembangan telur yang
telah terfertilisasi secara internal kemudian berkembang menajdi
zigot, embrio terjadi di dalam tubuh induk betina. Embrio yang
berkembang memperoleh nutrisi dari induk betina melalui
peredarah darah induk dengan perantara plasenta. Embrio tersebut
berkembang di dalam tubuh betina hingga siap lahir. Hewan-
hewan yang termasuk ke dalam vivipara diantaranya adalah
sebagian besar mamal, beberapa ikan bertulang kartilago, dan
beberapa reptil.
Habitat kucing dapat tumbuh dan berkembang di habitat man
saja mulai pada saerah panas, tandus maupun dingin. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Sari (2018) Kemampuan kucing
beradaptasi di suatu daerah dengan sangat baik. Kucing mampu
bertahan hidup dalam berbagai habitat (mulai dari daerah panas
hingga daerah dingin, dari daerah tandus hingga hutan belantara).
Kucing biasanya dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan
karena kucing memiliki daya Tarik sendiri, misalnya rambutnya
yang memiliki warna-warna tertentu. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Mariandayani (2012) Sebagai hewan kesayangan, kucing
mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh, mata dan
warna rambut yang beraneka ragam. Dengan kelebihan-kelebihan
tersebut, maka kucing dapat dikembangkan dan dibudidayakan.
Kucing yang dipelihara sekarang merupakan kucing domestik
dengan nama Felis catus atau Felis dometicus.
3.
4. Katak
Katak merupakan hewan yang vertebrata yang termasuk dalam
Ordo Anura dan termasuk kelas Amfibia. Katak termasuk ke
dalam kelas amfibi karena memiliki kemampuan hidup didarat dan
di air, sedangkan Anura merupakan kelompok amfibi yang
membutuhkan air dalam siklus hidupnya. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Ario (2010) Amphibi adalah definisi bagi sekelompok
hewan yang semasa hidupnya di darat dan di air. Amphibi yang
hidup di dunia terdiri dari tiga Ordo yang pertama adalah Caudata
atau Salamander, Cecilia atau Gymnopiona dan Anura. Hal ini
juga diperkuat oleh pendapat Yudha (2013) Anura adalah
kelompok hewan amfibi yang memerlukan air dalam siklus
hidupnya, mereka sering kali ditemukan di dalam dan di sekitar
sungai. Anggota ordo Anura secara umum dikenal dengan sebutan
katak atau kodok.
Katak merupakan kelompok ordo Anura, dimana Ordo Anura
ini ditandai dengan bentuk tubuh yang berjongkok dengan tungkai
kaki depan lebih pendek dari pada tungkai kaki belakang. Selain
itu nemiliki kepala dan badannya yang bersatu serta memiliki
selaput pada kakinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hidayah
(2018) ciri umum yang dimiliki ordo Anura antara lain, tungkai
depan lebih kecil dan lebih pendek daripada tungkai belakang,
kepala dan badan bersatu. Ukuran tubuh pendek, lebar dan kaku.
Posisi berjongkok dan tidak memiliki ekor saat dewasa. Umumnya
diantara ruas-ruas jarinya memiliki selaput. Ciri-ciri katak sendiri
yaitu memiliki kulit yabg licin, halus, lembab, dan basah.
Memiliki kaki brlakang yang cenderung lebih panjang
dibandingkan kaki depan. Sistem pernafasan pada katak pada saat
dewasa menggunakan paru-paru dengan bantuan kulitnya,
sedangkan pada saat berudu bernafasan menggunakan insang.
Katak memiliki sistem peredaran darah yaitu peredaran darah
ganda dengab dimilikinya 3 jantung. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Mardinata (2017) katak memiliki kulit licin dan halus,
tubuh ramping, dan kaki yang lebih kurus dan panjang. Warna
katak bervariasi dari hijau, coklat, hitam, merah oranye, kuning
dan putih. Hal ini diperkuat oleh pendapat Khatimah (2018) pada
saat masa larva bernafas menggunakan insang dan menggunakan
paru-paru dibantu kulit ketika dewasa. Oleh karenanya, kulit harus
senantiasa lembab dan basah. Sedangkan peredaran amfibi ialah
sistem peredaran ganda dengan fisologi jantung 3 bilik.
Struktur tubuh katak terdiri dari kepala, mata, punggung, kaki
yang berselaput meliputu kaku depan dan belakang, perut, timpani
dan nostril. Pada baguan kepala terdapat mata sebagai penglihatan
dan terdapat timpani sebagai oenerima suara yang nantinya akan
diteruskan ke saluran eustachius dalam sistem pendengaran. Pada
katak yang mudak kering, sehingga katak selalu membasahi
dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar herderian untuk
mengatasi kekeringan mara akibat evaporasi. Katak memiliki kaki
belakang yang lebih panjang dari pada kaki depan yang berfungsi
untuk membantu katak untuk melompat. Kaki katak yang
berselaput untuk memudahkan katak dalam berenang. Sedangkan
nostril merupakan organ yang berfungsi untuk mengambil udara
yang nantinga akan diteruskan pada nostril interna yang terletak di
belakang lubang eksterna. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Hidayah (2018) selaput yang dimiliki Bangsa Anura digunakan
untuk berenang, jadi ada tidaknya selaput sangat sesuai dengan
habitat yang ditempatinya. Katak yang mudah dikenal dengan
mempunyai kaki yang berkembang baik, kaki belakang lebih
panjang daripada kaki depan, yang berfungsi untuk melompat.
Proses respirasi pada amfibi dilakukan dengan mengambil udala
melalui nares (nostril) eksterna menembus plat ke nares (nostril)
interna yang terletak di belakang lubang eksterna. Di bagian
samping kepala kodok terdapat mebrana timpani berfungsi sebagai
penerima suara dan kemudian diteruskan oleh saluran eustachi.
Saluran eustachi ini terhubung dengan rongga mulut dan telinga
pada kodok. Pada mata amfibi terdapat kornea mudah kering.
Amfibi selalu membasahi kornea dengan cairan yang dihasilkan
oleh kelenjar herderian untuk mengatasi kekeringan akibat
evaporasi.
Katak merupakan hewan amfibi yang melalukan fertilisasi
diluar tubuh. Pada katak jantan atau betina akan membawa
terlurnya dipunggung atau dimulut bahkan didalam lambung. Hal
ini karena telur amgibi tidak memiliki cangkang sehingga cepat
kering. Setelah fertilisasi eksternal, akan dihasilkan telur yang
nantinya akan menetas menjadi berudu. Berudu bernafas dengan
menggunakan insangnya. Berudu akan berkembang memiliki ekor
dan kaki hingga tumbuh menjadi katak muda. Katak muda akan
berkembang menjadi katak dewasa yang ditandai dengan ekornya
yang menghilang. Pada katak dewasa, sudah bernafas dengan
menggunakan paru-paru dan kulitnya. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Campbell (2016) Sebagian besar amfibi fertilisasi secara
eksternal yang artinya pembuahan sel telur terjadi diluar tubuh.
Amfibi biasanya bertelur di dalam air atau dilingkungan darat
yang lembab. Telur Amfibi tidak bercangkang dan cepat kering
saat berada diudara. Pada tiap jenis amfibi, jantan atau betina ada
yang membawa telur di punggung, di dalam mulut, atau bahkan
didalam lambung. Ada pula spesies ovovivipar dan vivipara yang
menyimpan telurnya di dalam saluran reproduksi betina tempat
embrio sehingga dapat berkembang tanpa mengalami kekeringan.
Daur hidup katak berawal dari telur. Telur menetas menjadi
berudu atau kecebong. Berudu tumbuh menjadi berudu berkaki,
katak muda berekor, katak muda tidak berekor, akhirnya menjadi
katak dewasa. Katak mengalami tahapan larva yang disebut
kecebong. Selama mengalami perubaha bentuk, katak mengalami
perubahan alat pernafasan. Ketika dalam bentuk berudu atau
kecebong, hidupnya di air dan bernafas menggunakan insang.
Setelah berubah menjadi katak dewasa, hidupnya banyak didarat
dan bernafas menggunakan paru –paru dan kulit.
Katak banyak dijumpai di area persawahan. Hal itu karena
habitat persawahan memiliki sungai sebagai irigasi yang memiliki
aliran air tidak bergerak cepat, memiliki batu yang dapat
dimanfaatkan katak untuk tempat bertelur. Selain itu, pada area
persawahan memiliki tumpukan rerumputan yang dapat
dimanfaatkan katak sebagai tempat berlindung. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Saputra (2014) habitat Area persawahan ini terdapat
saluran air atau sungai, tegalan, genangan air dan rerumputan.
Lingkungan tersebut merupakan habitat yang disukai katak
sebagai tempat berlindung, mencari makan dan bereproduksi. Hal
ini juga diperkuat oleh pendapaf Zepelin (2017) kondisi ideal
untuk habitat katak yaitu terdapat air dengan aliran air yang tidak
bergerak cepat dan banyak batu atau batang di tempat tersebut
sebagai tempat betelur. Selain air, katak membutuhkan habitat
yang menyediakan makanan dan tempat berlindung. Berudu
membutuhkan alga, gulma dan tanaman kecil untuk dimakan,
sementara tumpukan serasah dan rerumputan digunakan katak
untuk berlindung dan bersembunyi dari musuh ketika mencari
makan.
Manfaat hewan amfibi seperti katak dapat ditinjau dari segi
ekonomi yaitu katak dapat dijadikan bahan pangan yang memiliki
sumber protein yang tinggi, dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional dan terkadang diperjual belikan yang nantinya
dijadikan hewan peliharaan. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Hocking (2013) Peranan reptil dan amfibi dari segi ekonomis
dapat ditinjau dari pemanfaatannya untuk kepentingan konsumsi.
Amfibi merupakan salah satu satwa yang mulai banyak
diekspolitasi untuk dikonsumsi. Kaki katak dikonsumsi disebagian
besar dunia. Amfibi di Indonesia sering dimanfaatkan sebagai obat
tradisional untuk berbagai jenis penyakit, seperti penyakit kulit
dan jantung. Dua spesies yang paling sering dikonsumsi adalah
Limnonectes macrodon dan Fejervarya cancrivora karena
memiliki bentuk tubuh besar dan sering dijadikan sumber protein
tinggi. Selain dikonsumsi amfibi juga diperjualbelikan sebagai
hewan peliharaan.
5. Ikan nila
Ikan nila digolongkan pada hewan dengan kelas Osteichtyes
karena ikan nila memiliki tulang belakang yang keras. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Abdullah (2014) ikan nila memiliki
bentuk tubuh yang pipih kearah vertical. Ikan ini termasuk ke
dalam kelas osteichthyes. Ikan terbagi menjadi tiga kelas yaitu
kelas Agnatha, (ikan yang tidak memiliki rahang), Chondrichtyes
(ikan bertulang rawan), dan kelas Osteichtyes (ikan bertulang
keras).
Ikan nila merupakan ikan pemakan segalanya (omnivore).
Selain itu nila memiliki kemampuan untuk mempertahankan
osmotic untuk mengatur konsentrasi cairan tubuh. Sehingga
disebut dengan kemampuan osmoregulator. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Arifin (2013) ikan nila adalah hewan yang memenuhi
kebutuhanya dengan cara memakan hewan dan tumbuhan
(omnivore), memakan plankton sampai penmmakan tumbuhan
sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai
pengendali gulma air. Jenis ikan nila termasuk euryhalin, sehingga
memiliki konsentrasi cairan tubuh yang mampu bertindak sebagai
osmoregulator, memiliki kemampuan untuk mempertahankan
kemantapan osmotik millieu interieurnya, dengan cara mengatur
osmolaritas.
Bagian tubuh ikan nial meliputi earflap, lateral line, sping
dorsal fin, soft dorsal fin, caudal fin, anal fin, pectoral fin, pelvic
vin, gillcover, cheek, maxile dan mandibule. Dari bagian tersebut
yang merupakan anggota gerak yaitu pectoral fin (sirip dada) yang
berfungsi untuk menambah dorongan kearah depan serta menjaga
keseimbangan ikan,pelvic fin (sirip perut), sping dorsal fin (sirip
punggung) dan anal fin (sirip anal) berfungsi memelihara
stabilitas, memperthankankan posisi tubuh serta menambah
kecepatan berenang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Akmal
(2018) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tulang anggota gerak
(ossa appendicularis) ikan terdiri atas sepasang sirip dada (pinna
pectoralis), sepasang sirip perut (pinna pelvis), sirip punggung
(pinna dorsalis), sirip anal (pinna analis), dan sirip ekor (pinna
caudalis). Hal ini diperkuat oleh pendapat Aiello (2018) Ikan
menggunakan sirip dada untuk menambah dorongan ke arah depan
dan menjaga keseimbangan ketika ikan bergerak pada kecepatan
tinggi . sirip dada juga berperan sebagai alat bantu navigasi dan
mekanosensor untuk melewati rintangan yang terdapat didalam
lingkungan hidupnya. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat
Flammang (2013) Sirip punggung dan sirip anal ikan berfungsi
memelihara stabilitas, mempertahankan posisi tubuh, dan
menambah gaya dorong yang berasal dari pergerakan otot di
pangkal sirip punggung dan anal. Sedangkan lateral line yang
terletak pada sisi ikan berfungsi penting dalam sensori. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Aiello (2018) Linea lateralis merupakan
salah satu bagian tubuh ikan yang dapat dilihat secara langsung
sebagai garis yang gelap di sepanjang kedua sisi tubuh ikan mulai
dari posterior operculum sampai pangkal ekor (peduncle). Linea
lateralis sangat penting keberadaannya sebagai organ sensori.
Daur hidup ikan melalui reproduksi secara eksternal yaitu ikan
jantan mengeluarkan sperma secara bebas di air atau betina yang
melepaskan telurnya. Telur yang dikeluarkan biasanya dalam
jumlah yang banyak sekaligus. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Khairuman (2013) reproduksi secara eksternal sperma dilepaskan
ke perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau
menempatkan telur-telurnya. Telur-telur yang dilepaskan dengan
cara seperti ini cenderung berukuran kecil sehingga mudah untuk
mengapung dan dikeluarkan dari dalam tubuh induknya dalam
jumlah yang cukup banyak.
Habitat ikan nila yaitu dapat hidup pada kondisi air payau atau
air tawar misalnya pada sungai, danau, rawa, sawah, waduk dan
tambak. Namun kondisi suhu habitat sangat peril diperhatikan
karena ikan bisa mati apabila suhunua terlalu sangat rendah atau
sangat tinggi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Khairuman (2013)
Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya,
sehingga bias dipelihara di dataran rendah yang berair payau
hingga dataran tinggi yang berairan tawar. Habitat hidup ikan ini
cukup beragam, bias hidup di sungai, danau, waduk, rawa, sawah
atau tambak.Nila dapat tumbuhan secara normal pada kisaran suhu
14-38°C. Pertumbuhan nila biasanya akan terganggu jika suhu
habitatnya lebih rendah dari 14°C atau pada suhu di ata 38°C. Nila
akanmengalami kematian jika suhu habitatnya 6°C atau 42°C
Ikan nila bermanfaat dalam jual-beli karena sangat laku
dipasaran serta memiliki nilai ekspor dengan harga yang tinggi.
Banyaknya permintaan ikan nila karena ikan nila memiliki
kandungan gizi karena mengandung asam amino esensial sehingga
baik untuk dikonsumsi. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Khairuman (2013) ikan nila selain potensial untuk pasar domestic,
juga potensiap untuk pasar ekspor yang menawarkan nilai jual
jauh lebih tinggi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ningrum (2019)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu ikan air tawar
yang banyak dibudidayakan diseluruh pelosok tanah indonesia dan
menjadi ikan konsumsi masyarakat yang cukup popular. Nilai gizi
ikan sangatlah baik karena mempunyai nilai cerna dan nilai
biologis yang lebih tinggi dibanding daging hewan lain. Ikan
mengandung protein dengan asam amino esensial sempurna.
Selain itu, ikan nila dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma
air. Hal ini diperkuat oleh pendapat Arifin (2013) ikan ini
diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.
6. Ular
Ular dikelompokkan sebagai kelompok hewan Kelas Reptilia
dengan Ordo Squamata. Ular dimasukkan pada ordo ini karena
reptile dengan tubuhnya yang berupa sisik. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Purwosanto (2016) Ordo Squamata terdiri atas kelompok
ular, kadal dan kadal cacing. Anggota ordo ini merupakan yang
terbanyak dalam kelas Reptilia. Kelompok ular dan kadal
memiliki keunikan bentuk dan corak sisik yang indah. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Octaviani (2018) Ular memiliki sisik
seperti kadal dan digolongkan ke dalam Kelas Reptilia bersisik
yang sama yaitu Ordo Squamata. Semua ular tidak memiliki kaki
sebagai alat pergerakan hal ini yang menyebabkan ular di bedakan
dari reptil lainnya, reptil yang paling banyak berkembang di dunia
merupakan ular.
Ular tidak memiliki kaki sehingga berjalan dengan meliak-
liukkan perutnya, memiliki tubuh yang panjang dan bersisik dan
ular tidak memiliki kelopak mata. Ular memiliki lidah yang
bercabang pada ujungnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Heriyanto (2017) Ular termasuk reptil yang tidak berkaki dan
bertubuh panjang serta memiliki sisik di kulitnya. Ular tidak
memiliki kelopak mata dan selaput gendang pendengaran.
Lidahnya bercabang panjang dan bisa dijulurkan ke luar mulut
yang berfungsi untuk mengenali dan melacak mangsanya. Ular
bergerak dengan cara meliuk ke kiri- kanan. Beberapa jenis ular
ada yang aktif di siang hari atau malam hari. Ular mengalami
pergantian kulit, merupakan hewan berdarah dingin, dan
bereproduksi secara ovipar namun aada juga yang ovovivipar. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Octaviani (2018) Ular dapat
ditemukan aktif pada siang hari (diurnal) dan beberapa spesiesnya
aktif pada malam hari (nokturnal). Permukaan tubuh ular ditutupi
oleh kulit yang bersisik, dan mengalami pergantian kulit (exdisis)
secara keseluruhan. Ular merupakan hewan berdarah dingin
(poikiloterm), umumnya bereproduksi dengan cara bertelur
(ovipar) dan beberapa spesies bertelur-beranak (ovovivipar).
Saluran ekskresi pada ular berakhir pada kloaka
Bagian tubuh ular yaitu meliputi ujung lidah yang bercabang
yang sering dikeluar masukan yang berfungsi untuk mengenali
mangsa disekitarnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Heriyanto
(2017) Lidahnya bercabang panjang dan bisa dijulurkan ke luar
mulut yang berfungsi untuk mengenali dan melacak mangsanya.
Pada bagian ventral terdapat bagian yang besar dan lonjong untuk
mencengkram cabang. Pada kulit tubuh yang berupa sisik
berfungsi untuk mempertahankan kelembapan tubuh
hewan.dibagian ujung terdapat bagian anal yang berfungsi untuk
melindungi lubang kloaka (lubang pengeluaran reprduksi atau
kotoran). Hal ini diperkuat oleh pendapat Jumanta (2019) Sisik
ventral (perut), yang besar dan lonjong beberapa spesies arboreal
dapat menggunakan tepinya untuk mencengkeram cabang. Kulit
dan sisik ular membantu mempertahankan kelembapan dalam
tubuh hewan. Di ujung sisik perut ular terdapat lempeng anal yang
melindungi lubang kloaka (lubang kotoran dan bahan reproduksi)
di bagian bawah dekat ekor. Terkadang ular memiliki sisik yang
membesar, baik tunggal maupun berpsangan, dibawah ekor
disebut subcaudal.
Reproduksi ular yaitu dengan cara bertelur (ovipar), namun
beberapa spesies ada yang bertelur dan beranak (ovovivipar). Hal
ini diperkuat oleh pendapat Octaviani (2018) Ular merupakan
hewan berdarah dingin (poikiloterm), umumnya bereproduksi
dengan cara bertelur (ovipar) dan beberapa spesies bertelur-
beranak (ovovivipar). Proses perkawinan pada ular untuk
menghasilkan telur dipengaruhi oleh musim kawin karena
berpengaruh pada keberhasilan perkembangbiakan hewan,
misalnya pada ular kobra. Hal ini diperkuat oleh pendapat Marida
(2019) musim menjadi salah satu hal yang menujang keberhasilan
perkembangbiakan hewan. Oada ular kobra bertelur sekitar bulan
April hingga Juli.Ular bertelur sekitar 20–50 butir, yang
diletakkannya di dalam sebuah sarang penetasan terbuat dari
timbunan serasah dedaunan. Sarang ini terdiri dari dua ruangan, di
mana ruang yang bawah digunakan untuk meletakkan telur dan
ruang yang atas dihuni oleh induk betina yang menjaga telurtelur
itu hingga menetas. Saat mendekati musim kawin, sperma matang
terlebih dahulu, lalu sperma melepaskan ovum dan terjadi ovulasi.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Natusch (2019) Pada saat
mendekati musim kawin, sperma utama mulai matang menjadi
sperma ke dua. Proses ini dikenal dengan nama vitellogenesis, dan
menghasilkan sperma dari warna rapuh dan putih menjadi lunak,
berpembulu darah dan kuning, (karena terjadi pewarnaan kuning
telur). Seiring dengan kematangan sperma, infundibulum
mengelilingi ovum dan sperma ke dua melepaskan ovumnya. Ova
menuju saluran sel telur. Proses ini dikenal dengan nama ovulasi.
Habitat ular dapat ditemui dimana saja, misalnya pada
lingkungan aquatic, semiaquatic, terestial dan aboreal. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Marlon (2014)Ular merupakan kelompok
hewan melata yang ditemukan hampir diberbagai macam habitat.
Sub ordo serpents ini merupakan hewan yang hidup di habitat
semi aquatik, aquatic, terestrial, dan arboreal dan aquatik.
Manfaat Ular sangat terlihap pada ekosistem. Ular merupakan
pembasmi dan pemangsa alami hama perkebunan maupun
pertanian misalnya tikus. Hal ini diperkuat oleh pendapat Anggun
(2015) merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi
kepentingan manusia maupun bagi suatu ekosistem. Ular berperan
dalam keseimbangan ekosistem, mengontrol populasi hama
perkebunan seperti serangga, tikus, dan mamalia kecil di kebun
dan sawah yang dapat menganggu tanaman, seperti ular tanah
(Agkistrodon rhodostoma) dan ular pelangi (Xenopeltis unicolor).
VI. Kesimpulan
VI.1 Dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa tumbuhan yang ada
dilingkungan sekitar, mahasiswa mengetahui perbedaan sifat morfologi
tumbuhan lumut, paku-pakuan, tumbuhan berbiji terbuka, tumbuhan dikotil
dan monokotil. Tumbuhan lumut atau yang disebut juga Bryophyta memiliki
morfologi yang masih sulit dibedakan antara akar, daun dan batang, akarnya
disebut rhizoid serta pada daun muda tidak menggulung. Tumbuhan paku-
pakuan memiliki akar serabut dan pada daun muda menggulung. Tumbuhan
berbiji terbuka atau disebut pteridophyta merupakan tumbuhan berpembuluh
yang pada bijinya tidak tertutup bakal buah. Sedangkan dikotil dan
monokotil merupakan kelompok tumbuhan yang bijinya tertutup oleh bakal
buah. Pada tumbuhan dikotil memiliki akar tunggang, batang bercabang,
tulang daun sejajar atau melengkung. Sedangkan monokotil memiliki akar
serabut, batangnya tidak bercabang serta tulang daun menyirip atau menjari.
Pada pengamatan Bryum sp termasuk kelompok tumbuhan lumut, Adiantum
termasuk kelompok paku-pakuan, Pinus termasuk tumbuhan biji terbuka,
Hibiscus rosa-sinensis termasuk dikotil dan Musa paradisiasa termasuk
monokotil.
VI.2 Dengan melakukan pengamatan terhadap hewan yang ada disekitar,
mahasiswa mengetahui keanekaragaman hewan berdasarkan perbedaan sifat
morfologi hewan. Secara morfologi hewan terbagi menjadi dua, yaitu hewan
yang memiliki ruas tulang belakang atau yang disebut vertebrata dan hewan
yang tidak memiliki ruas tulang belakang atau yang disebut avertebrata.
Hewan yang ditemui dikelompokkan pada avertebrata seperti cacing, ubur-
ubur, udang dan siput. Sedangkan hewan yang dikelompokan sebagai
vertebbrata meliputi burung, ikan nila, kucing, ular dan katak.
Daftar Pustaka

Adam, K. 2011. Opthalmology in approach to common eye conditions. Journal


Veterinary Opthalmology. 1(3) : 13-18
Ahmad. 2018. Identifikasi Filum Mollusca (Gastropoda) Di Perairan Palipi Soreang
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. [skripsi]. UIN Alauddin. Makassar.
Aiello BR, Hardy AR, Cherian C, Olsen AM, Ahn SE, Hale ME, Westneat MW. 2018.
The relationship between pectoral fin ray stiffness and swimming behavior in
Labridae: insights into design, performance and ecology. Journal of Experimental
Biology. 221(1): jeb 163360.
Akmal, Y., Nisa, C., & Novelina, S. (2014a). Anatomi Organ Reproduksi Jantan
Trenggiling (Manis javanica). Acta Veterinaria Indonesiana, 2(2), 74–81.
Akmal, Yusrizal.dkk. 2018. Morfologi tulang anggota gerak (ossa appendicularis) ikan
keureling, Tor tambroides (Bleeker, 1854). Jurnal Iktiologi Indonesia. 18(3): 261-
274.
Ali., Mursawal, Asri., Zulfikar. 2020. Dasar Penetapan Hierarki Taksonomi Hewan.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Arifin, M Yusuf. 2016. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis. Sp)
Strain Merah Dan Strain Hitam Yang Dipelihara Pada Media Bersalinitas. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16 (1): 159-166.
Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Jakarta: Consevation International Indonesia.
Azhari, Nizar dan Nofisulastri. 2018. Identifikasi Jenis Annelida Pada Habitat Sungai
Jangkok Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Biologi. 6(2):130-137.
Burhanuddin, Andi Iqbal. 2018. Vertebrata Laut. Yogyakarta: Dee Publish.
Corryanti dan Rahmawati, Rika. 2015. Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus
merkusii). Cepu: Puslitbang Perum Perhutani.
Dewi, Mia Roosmalisa. 2016. Pengaruh Model Pembelajran Kolaboratif Berbasis
Lesson Study terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Ipa Biologi
Siswa. [Skripsi]. Universitas Jember. Jember.
Firmansyah, M. dkk. 2014. Karakterisasi Populasi Dan Potensi Cacing Tanah Untuk
Pakan Ternak Dari Tepi Sungai Kahayan Dan Barito. Berita Biologi. 13(3)333-
341.
Flammang BE, Lauder GV. 2013. Pectoral fins aid in navigation of a complex
environment by bluegill sunfish under sensory deprivation conditions. Journal of
Experimental Biology.216: 3084-3089.
Goltenboth, F., Timotius, K.H., Milan, P.P. & Margraf, J. 2012. Ekologi Asia
Tenggara: Kepulauan Indonesia. Jakarta:Salemba Teknika.
Hajar, S. 2011. Studi variasi morfologi dan anatomi daun serta jumlah kromosom
Hibiscus ros-sinensis L. di kampus Universitas Indonesia. [skripsi]. Universitas
Indonesia. Depok.
Handayanto, E dan Hairiah, K.A. 2017. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah
Sehat. Yogyakarta: Pustaka Adiputra.
Hardjowigeno. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hasanah, V, A. 2015. Pengaruh Induksi Racun Ubur-ubur Physalia utriculus Terhadap
Fungsi Oksigenasi dari Mencit pada Mencit Jantan. [skripsi]. Universitas Jember.
Jember.
Hasanuddin dan Mulyadi. 2014. Botani Tumbuhan Rendah. Aceh: Syiah Kuala
University Press.
Hasanuddin. 2018. Botani Tumbuhan Tinggi. Aceh: Syiah Kuala University Press.
Hasanuddin. dkk. 2017. Anatomi Tumbuhan. Aceh:Syiah Kuala University Press.
Heriyanto, Bambang dan Ristianto. 2017. Binatang Penular Penyakit di Sekitar
Lingkungan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Herlina.dkk. 2017. Kelimpahan, komposisi ukuran, dan pola pertumbuhan Udang
Windu (Penaeus monodon) di Sungai Kambu Sulawesi Tenggara. Jurnal
Manajemen Sumber Daya Perairan.2(3): 197-20.
Hidayah, Amiliyatul. 2018. Keanekaragaman Herpetofauna di Kawasan Wisata Alam
Coban Putri Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Batu Jawa Timur. [skripsi].
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Hocking, D. J. 2014. Amphibian Contributions to Ecosystem Services. Herpetological
Conservation and Biology. 9(1):1-17.
Imaniar, Relita. 2017. Identifikasi Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Kawasan Air
Terjun Kapas Biru Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang Tahun 2017
Serta Pemanfaatnya sebagai Booklet. [skripsi]. Universitas Jember. Jember.
Iskandar, Johan. 2017. Ornotologi dan Etnoornitologi. Yogyakarta:Plantaxia.
Kartono, Agus Priyono. 2015. Keragaman Dan Kelimpahan Mamalia Di Perkebunan
Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur. Media Konservasi. 20(2):85-
92.
Khairuman dan Amri, Khairul. 2013. Budi daya Ikan nila. Jakarta Selatan:PT
AgroMedia Pustaka.
Khatimah, Ainul. 2018. Keanekaragaman Herpetofauna di Kawasan Wisata River
Tubing Ledok Amprong Desa Wringanom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
Malang. [skripsi]. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Kurniawan, Nia., dan Aditya, ariftianto. 2017. Ornitologi: Sejarah Biologi, dan
Konservasi. Malang: UB Press.
Larasati, Dewi Mukti. 2015. Pengaruh Induksi Racun Ubur-Ubur (Physalia utriculus)
Terhadap Perubahan Bahan Gambaran Morfologi Eritrosit Tikus Wistar (in vivo)
dan Eritrosit Manusia (in vivo). [skripsi].Universitas Jember.Jember.
Lianingsih, Fitri dan Ningsih, Sri Lestari. Super Modul Biologi. Jakarta: Kompas
Gramedia.
Lukitasari, Marheny. 2018. Mengenal, Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Deskripsi,
Klasifikasi, Potensi dan Cara Mempelajarinya. Magetan: CV. AE Media Grafika.
Maisyaroh, Wiwin. 2014. Pemanfaatan Tumbuhan Liar dalam Pengendalian Hayati.
Malang: UB Press.
Mardinata, Roly. 2017. Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) di Tipe Habitat
Berbeda Resort Balik Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. [skripsi].
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mariyandayani, Harini Nurcahya. 2012. Keragaman Kucing Domestik (Felis
domesticus) berdasarkan Morfogenetik. Jurnal Peternakan Sriwijaya (JPS).
1(1):10-19.
Marlon, R. 2014. Panduan Visual dan Identifikasi Lapangan : 107+ Ular Indonesia.
Jakarta: Indonesia Printer.
Nasution, Jubaidah. dkk. 2018. Inventarisasi Tumbuhan Paku Di Kampus I Universitas
Medan Area. Jurnal Klorofil. 1(2):105-110.
Natusch. dkk. 2019. Monitoring hasil panenan perdagangan ular. Swiss : IUCN.
Ngginak, James. dkk. 2013. Komponen Senyawa Aktif pada Udang Serta Aplikasinya
dalam Pangan. Sains Medika. 5(2):128-145.
Ningrum, Mi Ninda., Santoso, Hari., Syauqi, Ahmad. 2019. Analisa Kadar Protein Ikan
Nila (Oreochromis Niloticus) yang Diawetkan Dengan Biji Picung Muda
(Pangium edule Reinw). Sains Alami. 2(1):37-43.
Nurchayati, N. 2010.Hubungan Kekerabatan Beberapa Spesies Tumbuhan Paku
Familia Polypodiaceae Ditinjau Dari Karakter Morfologi Sporofit Dan
Gametofit. 7(19):9-18.
Octaviani, Devi. 2018. Inventarisasi Jenis Ular Di Bukit Lawang Kecamatan Bahorok
Kabupaten Langkat. [skripsi]. Universitas Medan Area. Medan.
Purwosanto, Mochammad Fendi. dkk. 2016. Status Konservasi Reptilia Anggota Ordo
Squamata yang Diperdagangkan di Surabaya. Sains dan Matematika. 5(1):16-22.
Rahmah, Annisa. 2017. Big Book Biology SMA. Jakarta: Cmedia.
Rahman, Haliza Abdul dan Hashim, Rohaslinery. 2010. Pemeliharaan Alam Sekitar di
Malaysia. Malaysia: USM Press.
Rini, Rully Puspa. 2018. Kelimpahan Jenis Burung Diurnal Di Hutan Kota Malabar
dan Tanaman Kunag-Kunang Kota Malang. [skripsi]. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Rossalia, Dewi.dkk. 2018. Master Biologi. Jakarta: Cmedia.
Sallata, M Kudeng. 2013. Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Dan
Keberadaannya Di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Info Teknis Eboni.
10(2):85-98.
Sapto. 2011. Mendulang Emas Hitam Melalui Budu Daya Cacing Tanah. Yogyakarta:
Lily Publisher.
Saputra D. Tri RS & Ari HY. 2014. Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya
cancrivora) di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat. Protobiont. 3(2): 81-
86.
Saraswati.dkk. 2018. Diskripsi Morfologi Skeleton Celepuk Jawa (Otus angelina)
Betina. Buletin Anatomi dan fisiologi. 3(1):110-115.
Sari, Citra. 2018. Deteksi Antibodi Avian Influenza Subtipe H5 Pada Kucing Jalanan
(Felis silvestris catus) Di Beberapa Pasar Dan Perumahan Di Surabaya Dengan
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Hi Test). [Skripsi]. Universitas Airlangga. Surabaya.
Sariamanah, Wa Ode Sitti.dkk. 2016. Karakterisasi Morfologi Tanaman Pisang (Musa
Paradisiaca L.)Di Kelurahan Tobimeitakecamatan Abeli Kota Kendari. J Ampibi.
1(3):32-41.
Sawaldi. 2011. Pembelajaran Biologi Dengan Quantum Learning Melalui Komputer
Dan Modul Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Kemampuan Memori Siswa. [Tesis].
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Silalahi, Marina. 2019. Hibiscus rosa-sinensis L. dan Bioaktivitasnya. Jurnal
EduMatSains. 3(2):133-146.
Sulistyowibowo, Wahyu.dkk. Analisis Asam Amino Dan Mineral Essensial Pada Ubur
– Ubur (Aurelia aurita). JKK. 2(2):101-106.
Sumarto, Saroyo dan Koneri, Rono. 2016. Ekologi Hewan. Manado: CV Patra Media
Grafindo.
Sutriana. 2018. Analisis Keragaman Morfologi Dan Anatomi Pisang Tanduk (Musa
paradisiaca) Di Kabupaten Enrekang. [skripsi]. Makasssar. UIN Alauddin
Makassar. Makasssar.
Syafrudin. 2016. Identifikasi Jenis Udang (Crustacea) Di Daerah Aliran Sungai (Das)
Kahayan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. [skripsi]. Institut
Agama Islam Negeri Palangkaraya. Palangkaraya.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2011. Morfologi Tumbuhan. Yogayakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tyas, Mustika Wahyuning. 2015. Identifikasi Gastropoda Di Sub Das Anak Sungai
Gandong Desa Kerik Takeran. Florea. 2(2):52-57.
Ulayya, Hanidya Fidela. 2018. Pemanfaatan lendir bekicot afrika (Achatina fulica)
sebagai obat luka bakar berbasis nanoemulsi. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(2): 91-94.
Urry, Lisa dkk. 2016. Campbell Biology. USA: Pearson Education, Inc.
Widyastuti, Andriani dan Aji, Ludi Parwadani. 2016. Beberapa Aspek Reproduksi Siput
Lambis lambis di Pesisir Perairan Yenusi, Biak. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 1(3): 1–9.
Yudha, Doman Satria. Dkk. Keanekaragaman Jenis Katak dan Kodok di Sepanjang
Sungai Code Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkala Ilmiah Biologi.
12(1):19-25.
Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Tanaman Pisang. Lampung: AURA.
Yuwafi, Hamdan. 2016. Kepadatan Cacing Tanah di Perkebunan Kopi PTPN XII
Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang .[skripsi]. Universitas Islam
Negeri. Malang.
Yuwono, E. 2011. Fisiologi Hewan Air. Jakarta: CV Agung Seta.
Zahara, Mutia. 2019. Jenis-Jenis Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Di Stasiun Penelitian
Soraya Kawasan Ekosistem Leuser Sebagai Referensi Mata Kuliah Botani
Tumbuhan Rendah. [skripsi]. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Banda Aceh.
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 21 November2020
Mengetahui,
Asisten, Praktikan,

Novita Prima Ardelia Anita Andini


NIM.24020117120084 NIM.2402022012006

Anda mungkin juga menyukai