Dampak Konversi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit
Salah satu penyebab hilangnya biodiveritas di daratan adalah pembabatan hutan secara ilegal yang dilanjutkan konversi ke perkebunan kelapa sawit misalnya yang terjadi di Kalimantan. Budidaya kelapa sawit modern umumnya bersifat monokultur. Dari sudut pandang ekologi, budidaya monokultur kelapa sawit bisa menjadi hambatan terhadap migrasi spesies dan menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap penyakit tanaman. Konversi hutan alam meningkatkan fragmentasi habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati. Efek abiotik meliputi kerentanan terhadap angin, pengeringan dan terjadinya kebakaran. Selain itu, perkebunan kelapa sawit mengandung lebih sedikit biomassa dan memiliki umur lebih pendek dari hutan alam, lebih sedikit menyimpan karbon. Pengeringan lahan gambut untuk dikonversi menjadi perkebunan juga bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan lahan menjadi kebun kelapa sawit adalah terjadinya pencemaran air, berkurangnya populasi satwa, serta berkurangnya kuantitas air tanah atau kekeringan. Bertambahnya luasan perkebunan kelapa sawit, maka semakin banyak penggunaan pupuk-pupuk serta obat-obatan untuk memberikan kesuburan pada pohon kelapa sawit, hal ini mengakibatkan air dari kegiatan pemupukan terbuang ke sungai maupun kolam yang berdampak pada pencemaran air sungai. Oleh karena itu, penggunaan pupuk dan pestisida dengan jumlah yang banyak akan menyebabkan kerusakan lingkungan serta mengancam keanekaragaman hayati. Perubahan fungsi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit juga menunjukkan terjadinya perubahan sifat kimia tanah diantaranya, pH, C-organik, Kapasitas tukar kation, N total dan bahan organik. Alih fungsi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit mengakibatkan terjadinya degradasi bahan organik tanah. Hal ini dikarenakan pada tanah hutan banyak terdapat akumulasi seresah dan sisa tanaman yang menumpuk di atas permukaan tanah, penutupan permukaan tanah oleh kanopi tanaman dan banyak terdapat makroorganisme tanah (cacing) dan mikroorganisme tanah (dekomposer), yang membantu mengurai seresah yang terdapat pada tanah hutan. Proses produksi minyak sawit cenderung mengurangi air tawar dan kualitas tanah, dan mempengaruhi masyarakat setempat yang bergantung pada produk-produk ekosistem (seperti makanan dan obat-obatan) dan jasa ekosistem (seperti regulasi hidrologi siklus dan tanah perlindungan) yang disediakan oleh hutan. Perkebunan kelapa sawit dapat mengganggu persediaan air tanah untuk tanaman lain di luar kebun kelapa sawit, sebab pengurasan air tanah oleh perkebunan sawit sangat banyak. Hal ini akan berdampak besar terhadap keseimbangan air karena kebutuhan air untuk kelapa sawit sangat besar. Adanya perkebunan kelapa sawit akses mendapatkan air menjadi sulit untuk masyarakat.