Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Agronomi

PEMBIAKAN SPORA

Nama : Munawar
NIM : G061221023
Kelas : Dasar-Dasar Agronomi A
Kelompok : 22 (Dua Puluh Dua)
Asisten : Aliyya Salsabila

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan tropis antara
dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik) yang memiliki tingkat keberagaman kehidupan yang sangat
tinggi khususnya untuk tumbuhan. Indonesia memiliki luas hutan yang begitu
besar, sehinga Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan
keanekaragaman tumbuh-tumbuhan terbesar ketiga di dunia. Setiap tanaman
memiliki cara perkembangbiakan yang berbeda-beda. Reproduksi tumbuhan
adalah suatu proses dimana tumbuhan memperoleh organisme baru yang sesuai
dengan induknya. Tujuan adanya suatu reproduksi (berkembang biak) untuk
memperbanyak keturunan sehingga tidak punah (Paranita et al., 2017).
Spora merupakan alat perbanyakan yang terdiri atas satu atau beberapa sel
yang dihasilkan dengan berbagai cara pada tumbuhan rendah. Ciri khas tumbuhan
paku terletak pada karakter morfologi spora. Spora sebagai salah satu penentu
jenis tumbuhan paku. Spora merupakan tahap perkembangbiakan generatif
tumbuhan paku, spora terdapat dibawah permukaan daun (Marzuki, 2021).
Tumbuhan paku merupakan salah satu divisi tumbuhan Cryptogamae yang
setiap spesiesnya telah jelas mempunyai kormus karena memiliki akar, batang,
dan daun sejati. Spora merupakan salah satu penentu penamaan jenis tumbuhan
paku. Spora merupakan tahap perkembangbiakan generatif tumbuhan paku yang
terletak dalam sporangium. Karakter morfologi spora yang dapat diamati untuk
menentukan jenis tumbuhan paku yaitu bentuk, ukuran, tipe/jenis (apertura) dan
tipe ornamentasi yang terletak pada suatu bagian eksin (Paranita et al., 2017).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan percobaan dalam pembiakan
spora agar semua praktikan memiliki keterampilan dalam mengembangbiakkan
tanaman paku-pakuan dan mengetahui jenis spora.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini untuk memberi keterampilan mahasiswa dalam
mengembangbiakkan tanaman kelompok paku-pakuan termasuk jenis suplir yang
banyak dipelihara sebagai tanaman hias.
Kegunaan praktikum pembiakan spora ini diharapkan dapat berguna dalam
memberikan pengetahuan dan pelaksanaan cara mengembangbiakkan spora di
tanaman kelompok paku-pakuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paku Sejati


Filicinae berasal dari kata filix yang berarti tumbuhan paku sejati.
Tumbuhan paku ini mempunyai daun yang berukuran besar dan duduk daunnya
menyirip, tumbuhan paku kelas ini ada yang hidup di air dan yang hidup di darat.
Tumbuhan paku yang hidup di darat sporangiumnya terbentuk dalam sorus,
sedangkan yang hidup di air sporangiumnya terbentuk dalam sporokarpium.
Tumbuhan tanaman paku yang hidup secara teresterial dan epifit memiliki
perbedaan bentuk dan ukuran, paku epifit tumbuh dengan menempel pada batang
inang, memiliki batang yang pendek dan ukuran yang lebih kecil dibandingkan
dengan paku teresterial (Karimah, 2021).
Kelas Filicinae dikenal sebagai paku sejati karena memiliki daun
sempurna. Ditinjau dari lingkungan hidupnya tanaman paku sejati dibedakan
menjadi tiga golongan paku yaitu paku tanah, paku air, dan paku epifit. Semua
family filicinae mempunyai daun–daun besar (makrofil), bertangkai, mempunyai
banyak tulang daun. Daun yang masih muda menggulung pada bagian ujungnya,
dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium, spora yang dihasilkan dalam
sporangium yang tersusun membentuk sorus terletak pada bagian bawah daun.
Dari segi ekologi, tumbuhan ini termasuk higrofit, banyak tumbuh di tempat-
tempat yang teduh dan lembab, sehingga di tempat-tempat yang terbuka dapat
mengalami kerusakan akibat penyinaran yang terlalu intensif (Lestari, 2018).
Paku sejati memiliki banyak kandungan nutrisi didalamnya seperti kalori,
potasium, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan serat. Kandungan vitamin
A pada tanaman pakis bermanfaat untuk kesehatan mata terutama bagi lansia.
Sedangkan untuk vitamin C baik untuk meningkatkan imun tubuh, zat besi untuk
meningkatkan sel darah merah dalam tubuh (Lestari, 2018).
2.2 Pengertian Spora
Spora merupakan salah satu penentu tumbuhnya penanaman jenis
tumbuhan paku. Spora adalah tahap perkembangbiakan generaif terhadap
pertumbuhan tanaman paku. Tumbuhan paku hidup diatas tanah dengan cara
hidup bergerombol atau berkumpul dan mempunyai akar serabut yang ujung
akarnya dilindungi. Suplir merupakan salah satu tumbuhan yang berkembang biak
dengan spora, penyebaran tumbuhan ini dilakukan melalui spora yang terleak
dalam kotak sporangium, dengan demikian spora dapat menemukan tempat yang
cocok untuk suatu proses pertumbuhannya (Margareta et al., 2014).
Spora merupakan awal perkembangan dari fase gametofit dari tumbuhan
paku dan merupakan hasil dari perkembangan fase sporofitnya. Spora tersusun
atas bagian luar yang tebal disebut eksin, dan bagian dalam yang tipis disebut
intin. Tipe spora pada tumbuhan paku dibagi menjadi 2 tipe yaitu monotele dan
trilete. Pembagian bentuk spora tersebut berdasarkan ada tidaknya struktur tipis
yang menyerupai aperture yaitu bekas luka spora tertad (Mazooji et al., 2015).
Sorus merupakan bagian dari alat perkembangbiakan tumbuhan paku yang
memiliki peranan penting untuk melindungi kotak-kotak spora tumbuhan paku
sampai spora itu siap untuk dilepaskan. Karakteristik sorus beranekaragam yang
bisa berperan dalam pencahayaan sorus paku-pakuan. Apabila sporangium masak
maka sporangium akan pecah menjadi serbuk spora dimana sudah siap menjadi
media perkawinan dalam bunga (Mazooji et al., 2015).
2.3 Pembiakan Spora
Spora merupakan cara perkembangbiakan vegetatif. Spora adalah inti sel
yang berubah fungsi menjadi alat perkembangbiakan. Contoh tumbuhan yang
berkembangbiak dengan cara ini adalah tumbuhan paku, lumut, jamur, ganggang,
dan tumbuhan paku ait. Spora pada tumbuhan paku dibentuk dari daun. Letaknya
ada dikotak spora atau sprongium yang berkumpul didalam sorus. Spora berupa
tanaman kecil yang terdiri dari benang-benang (Rosida, 2018).
Tumbuhan paku mengalami sebuah pergiliran keturunan yang disebut juga
dengan proses gametogenesis. Gametogenesis dalam reproduksinya dapat
dibedakan lagi atas fase gametofit dan sporofit yang saling independen. Pada
sebuah fase gametofit tumbuhan paku memiliki usia yang sedikit lebih relatif
pendek jika dibandingkan dengan fase sporofit (Nurcahyati, 2016).
Spora dapat berkembangbiakan secara seksual dan aseksual.
Perkembangbiakan secara seksual terjadi melalui proses pembuahan gamet betina
oleh sperma. Secara aseksual terjadi melalui pembentukan spora pada
monosporangia, selanjutnya dinyatakan bahwa spora akan lepas pada fase
karposporofit yang pada proses pelepasannya dan tumbuh menjadi individu baru
yang dipengaruhi oleh sebuah faktor ekologi. Karpospora termasuk dalam tipe
sopra yang lebih mudah digunakan sebagai sumber bibit karena kantong sporanya
dapat dilihat langsung dengan mata (Hasim et al., 2019)
2.4 Media Tanam (sekam bakar, tanah)
Tanah merupakan suatu material yang didalamnya mengandung butiran
mineral padat yang tersedimentasi. Tanah adalah bahan yang berasal dari hasil
pelapukan batuan dan bahan organik selama puluhan tahun serta berisi zat cair
dan gas mengisi ruang-ruang pada partikel padat. Tekstur tanah adalah keadaan
tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi
kandungan fraksi, pasir, debu yang terkandung pada tanah (Roni, 2015).
Organisme yang hidup dalam tanah ada yang bermanfaat tetapi menganggu,
dan ada yang tidak bermanfaat tetapi juga tidak menganggu. Sebagian besar
mikroba memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan
dalam menghancurkan limbah organik, merangsang pertumbuhan dan mengubah
senyawa beracun menjadi bermanfaat bagi tanaman (Roni, 2015).
Sekam tanah sebagai media tumbuh dipercaya dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara, memperbaiki struktur tanah, kemampuan tanah menahan
air, meningkatkan drainase dan aerasi tanah. Sekam tanah mengandung unsur hara
N 0,3%, P2O5 15%, K2O 31%, dan beberapa unsur hara lainnya dengan pH 6,8.
Didalam tanah, arang sekam bekerja dengan memperbaiki struktur fisik, kimia
dan biologi tanah. Sekam tanah dapat meningkatkan kemampuan tanah sehingga
tanah menjadi gembur serta meningkatkan kualitas tanah (Sofyan et al., 2014).
Keunggulan Sekam tanah dapat mengikat air dan unsur hara akan
berdampak positif dalam penggunaanya. Pupuk kandang yang mudah hilang
dapat diikat oleh sekam tanah. Pemanfaatan unsur hara tanaman menjadi lebih
mudah, sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat (Cendana, 2016).
2.5 Sterilisasi Media Tanam (Berisi tentang fungsi sterilisasi media
tanam)
Strelisasi media merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam
sebuah pembudidayaan pembiakan tanaman khususnya dalam pembiakan spora.
Media yang sudah dibuat biasanya masih mengandung banyak mikroba,
khususnya jamur-jamur liar. Kegagalan panen dapat disebabkan juga karena
proses sterilisasi media yang tidak sempurna dan kurangnya ketelitian pada saat
sterilisasi dan kemudian menyebabkan kegagalan pada spora (Morein et al., 2020)
Sterilisasi mengacu pada metode apapun yang menghilangkan, membunuh,
atau menonaktifkan semua bentuk kehidupan khususnya mikroorganisme seperti
jamur, bakteri, virus, spora, dan organisme eukariotik uniseluler, serta agen
biologis lainnya seperti prion di permukaan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain panas, bahan kimia, iradiasi, tekanan tinggi, dan Setelah
media disterilisasi, maka media tersebut dapat disebut steril (Morein et al., 2020).
Sterilisasi media tumbuh dalam produksi dilakukan dengan tujuan untuk
meminimalkan gangguan oleh mikroorganisme yang tidak dikehendaki
(kontaminan), agar tidak mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi suatu
kualitas inokulan. Sterilisasi media dapat dilakukan dengan cara mekanik yang
tidak tahan panas, seperti misalnya ekstrak tanaman, media sintetik tertentu,
ataupun antibiotik dengan cara penyaringan (Dewi et al., 2017).
2.6 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan
Faktor utama keberhasilan dalam suatu pembiakan spora ditentukan oleh
spora yang akan dibiakkan itu sendiri. Keberhasilan pembiakan spora harus
melalui berbagai syarat yang harus diperhatikan secara baik, lengkap, cermat, dan
juga terencana. Selain itu, perlu diperhatikan pula berbagai kelengkapan alat
sebelum melakukan pembiakan seperti media, peralatan, dan perlakuan-perlakuan
yang nantinya akan diberikan (Khusnul, 2019).
Faktor lain yang perlu diperhatikan saat ingin melakukan pembiakan spora
adalah adanya thallus. Keberhasilan tumbuhnya spora menjadi thallus sangat
dipengaruhi oleh salinitas perairan setempat dimana spora jatuh dan kemudian
melekat. Jika jatuh di tempat yang sesuai spora akan berkecambah membentuk
protalium dan siklus hidup berulang kembali (Hasim, 2019) .
Suhu merupakan salah satu faktor kegagalan suatu pertumbuhan spora.
Suhu yang tepat (optimal), spora dapat memperbanyak diri dan tumbuh sangat
cepat, sedangkan pada suhu yang yang lebih rendah atau lebih tinggi, masih dapat
memperbanyak diri. Tetapi dalam jumlah yang kecil dan tidak secepat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada suhu optimalnya. Suhu optimal
mencerminkan bahwa lingkungan spora tersebut normal (Rica, 2019).
Kelembaban merupakan salah satu faktor kegagalan dalam pembiakan
spora. Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan spora karena spora
membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pertumbuhan spora yang baik
membutuhkan kelembaban diatas 85%. Udara yang sangat kering dapat
menyebabkan spora mati, tetapi kadar kelembaban minimum yang diperlukan
untuk mendukung pertumbuhan spora bukan merupakan nilai pasti (Rica, 2019)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Plant Nursery, Experimental Farm, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini dilakukan pada hari
Jum’at, 17 Maret 2023, pukul 16.20 WITA – Selesai
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum pembiakan spora adalah wadah plastik
(steril) yang memiliki penutup 3 pcs, pinset, alat penyiram/handsprayer..
Bahan yang digunakan adalah spora suplir/paku-pakuan, jenis paku sejati yang
telah matang berwarna coklat kehitaman), tanah, sekam bakar, plastik bening,
aquades dan label.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan sterilisasi media tanah dengan cara menyangrai tanah selama 20
menit dengan api sedang.
2. Mengambil spora dari tanaman yang sehat dengan cara mengusap pinggir
daun yang sudah dewasa atau potong daun yang masih memiliki spora dan
masukkan dalam plastik bening dan kering anginkan (shake) sampai penutup
spora pecah dan berhamburan seperti tepung.
3. Mengisi masing-masing setengah dari wadah plastik dengan perlakuan media
sekam bakar, tanah, dan kombinasi tanah-sekam 1:1. Media tanam harus
dalam keadaan steril.
4. Taburkan spora secara merata lalu lembabkan dengan cara menyemprotkan
akuades.
5. Tutp rapat wadah yang telah ditaburi spora.
6. Memberi label dan menulskan nama spesies spora pada penutup wadah.
7. Simpan wadaah pada tempat terlindung/teduh namun tidak gelap.
8. Jaga kelembaban media dengan cara meneyemprotkan air (tergantung
kondisi).
9. Usahakan agar tidak terlalu sering membuka wadah agar terhindar dari
kekeringan dan kelembaban tetap terjamin.
10. Setelah beberapa saat wadah pesemaian mulai penuh di tumbuhi benang-
benang berwarna hijau dan terus berrkembang dan berubah bentuk menjadi
daun-daun kecil yang pipih bentuknya seperti hati.
3.4 Parameter Pengamatan
Adapun parameter pengamatan pada pembiakan spora meliputi:
1. Kecepatan tumbuh benang-benang hijau
Pengamatan kecepatan tumbuh benang hijau dilakukan dengan mengamati
lama hari benih spora berkecambah setelah penanaman. Praktikan diharapkan
mencatat lama hari prothallus (calon tanaman pakis/suplir) berkecambah
setelah disemai. Ciri-ciri prothallus yang berkecambah adalah memiliki daun
sekitar dua helai (bibit pakis/suplir). Pengamatan dilakukan setiap hari sampai
benih spora berkecambah.
2. Jumlah prothallus yang tumbuh (tergantung kondisi)
Pengamatan jumlah prothallus yang tumbuh dilakukan dengan menghitung
dan memastikan banyaknya prothallus (calon tanaman spora) yang tumbuh
pada media tanam jika spora telah berkecambah (parameter 1). Jika kondisi
memungkinkan, disarankan jumlah Prothallus yang tumbuh dihitung pada
mikroskop untuk memastikan jumlah Prothallus yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Cendana, S. 2016. Pengaruh Takaran Arang Sekam dan Pupuk Kandang Sapi
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau. Jurnal Pertanian
Konservasi Lahan Kering. 1(4): 118-120.
Hasim, H., Mulis, M., dan Indak, B. B. 2019. Pertumbuhan Spora Gracilaria sp
pada Salinitas yang Berbeda. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik.
3(2): 81-88.
Karimah, I. D. 2021. Karakteristik Morfologi Spora Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) pada Kelas Filicinae (Paku Sejati) di Gunung Tanggumus,
Lampung. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Khusnul. 2019. Teknik Budidaya Jamur Tiram. Jakarta: Jakad Media Publishing.
Lestari, S. 2018. Indentifikasi Tumbuhan Paku Sejati (Filicinae) Epifit di Gunung
Pesagi Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Fakultas Tarbiyah. Universitas
Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Margareta R., Mualimaturrochmah, dan Amin, R., 2019. Kekayaan Spesies
Ptreidophyta di Gunung Ungaran. Jurnal Social Sciences. 1(2): 391-96.
Marzuki, I., Vinolina, N. S., Harahap, R., Arsi, A., Ramdan, E. P., Simarmata, M.
W., dan Wati, C. 2021. Budidaya Tanaman Sehat Secara Organik. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Mazooji, A., dan Salimpour, F. 2015. Morfologi Spora 34 Spesies Monilophyta
dari Bagian Utara Iran. Jurnal Ilmiah. 6(1): 89-95.
Morein, N., Dunders, G., dan Kumars M. 2020. Mikrobiologi Medis II: Sterilisasi,
Diagnosis Laboratorium, dan Respon Imun. Cambridge: Cambridge
Standford Books.
Nurcahyati, N. 2016. Identifikasi Profil Karakteristik Morfologi Spora dan
Prothalium Tumbuhan Paku Familia Polypodiaceae. Jurnal Biedukasi.
14(2): 25-30.
Pranita, H. S. Mahanal, S., dan Sari, M. S. 2017. Karakteristik Spora Tumbuhan
Paku Asplenium Kawasan Hutan Raya R. Soerjo. Jurnal Pendidikan. 2(4):
454-458.
Rica, F. N. 2019. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Spora. Jurnal
Penelitian Konservasi Alam.5(5): 461-472.
Roni, N. G.K. 2015. Tanah sebagai Media Tumbuh. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Udayana: Bali.
Rosida, A., dan Amalia, D. I. R. 2018. Perkembangan Seksual dan Aseksual.
Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Sofyan, S. E., Melya, R., dan Duryat. 2014. Pemanfaatan Limbah Teh, Sekam
Padi, dan Arang Sekam sebagai Media Tumbuh Bibit Trembesi. Jurnal
Sylva Lestari. 2(2): 61-70.

Anda mungkin juga menyukai