Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Agronomi

PEMBIAKAN SPORA

Nama : Gita Lestari


NIM : G011 21 1261
Kelas : Dasar-Dasar Agronomi D
Kelompok : 13 (Tiga belas)
Asisten : Muhammad Agung Nugraha

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reproduksi aseksual atau vegetatif biasa terjadi pada tumbuhan dan hewan
secara sederhana. Keuntungan utama dari reproduksi vegetatif adalah tidak
memerlukannya penyerbukan. Reproduksi vegetatif ini juga memungkinkan
tumbuhan untuk meneruskan seluruh warisan genetisnya secara utuh kepada
keturunannya, jika tumbuhan berada di lingkungan yang stabil. Reproduksi
vegetatif terbagi menjadi 4 bentuk, yaitu pembelahan kembar, kuncup,
perkembangbiakan vegetatif dan pembentukan spora (Rosidah dan Amalia, 2018).
Tumbuhan paku adalah tumbuhan berpembuluh primitif, dan sudah
melakukan banyak evolusi yang ditandai dengan tingkat hidup di kondisi kering
pada dinding sporanya. Tumbuhan paku hidup dengan adanya beberapa faktor
yang mendukung pertumbuhannya yang utama adalah suhu. Tumbuhan paku
hanya hidup pada tempat yang lembab dengan suhu antara 13°C-21°C. Faktor
pendukung pertumbuhan tumbuhan paku selanjutnya yaitu pH tanah, udara,
kelembaban tanah, dan kelembaban udara (Karimah, 2021).
Tumbuhan paku tergolong dalam jenis tumbuhan yang bersifat kosmopolit
atau mudah ditemukan di beberapa habitat. Keanekeragaman tumbuhan ini
mencapai ± 10.000 jenis yang tersebar di berbagai penjuru dunia, khususnya di
kawasan negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang
memiliki tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan paku yang tinggi. Tumbuhan
paku sebagian besar hidup di kawasan yang memiliki tingkat kelembaban yang
tinggi, misalnya di hutan dataran tinggi. Hal ini berkaitan dengan adaptasi dari
tumbuhan paku epifit maupun testerial yang membutuhkan keberadaan air untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya (Pranita et al, 2017).
Spora adalah sel yang amat kecil dan terdiri oleh dinding selulosa yang
keras. Spora memiliki inti sel yang berubah fungsi menjadi alat
perkembangbiakan. Spora berbentuk seperti biji sangat kecil sehingga sulit terlihat
oleh mata telanjang. Spora hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat yaitu
mikroskop. Contoh tumbuhan spora adalah tumbuhan paku (Siregar, 2018).
1.2. Tujuan dan kegunaan
Pelaksanaan praktikum pembiakan spora yang dilakukan kali ini ditujukan
untuk member keterampilan pada mahasiswa dalam cara mengembangbiakkan
tanaman kelompok paku-pakuan, termasuk jenis suplir yang umumnya banyak
dipelihara sebagai tanaman hias.
Melalui praktikum pembiakan spora ini diharapakan dapat berguna dalam
memberikan pengetahuan dan pelaksanaan cara mengembangbiakkan spora di
tanaman kelompok paku-pakuan.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Klasifikasi Tanaman


Setiap jenis tumbuhan telah dikelompokkan atau diklasifikasikan secara
ilmiah ke dalam suatu tingkatan (taksa) mengikuti hierarki untuk memudahkan
dalam mempelajari tumbuhan (dan juga makhluk hidup lainnya). Gagasan dari
sistem klasifikasi pada tumbuhan adalah mengelompokkan tumbuhan dalam suatu
sistem agar memudahkan dalam penggunaan dan mempelajarinya.
Pengelompokan dilakukan dengan menganalisis bukti ilmiah secara multidisiplin,
yakni pengamatan ciri morfologi, sitologi, anatomi, metabolit, molekuler hingga
penelusuran pustaka tersebut (Istithoah, 2018).
Klasifikasi merupakan susunan tingkatan taksonomi makhluk hidup yang
digunakan untuk mempermudah pengelompokkan makhluk hidup. Klasifikasi
tanaman adalah pengelompokkan atau pembentukkan kelompok-kelompok dari
semua tanaman yang ada dimuka bumi, disusun berdasarkan takson-takson secara
teratur mengikuti suatu hirarki. Untuk melakukan pengklasifikasian ini, biasanya
seseorang melakukannya dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari tujuan
pengklasifikasiannya yang akan dilakukan (Zid dan Hardi, 2021).
Klasifikasi bertujuan untuk mempermudah mengenal objek yang
beranekaragam dengan cara mencari persamaan dan perbedaan ciri serta sifat pada
objek tersebut. Klasifikasi berguna untuk menunjukan hubungan kekerabatan
diantara makhluk hidup. Keuntungan mengklasifikasikan makhluk hidup adalah
mempermudah dalam mencari keterangan tentang makhluk hidup yang akan kita
pelajari. Selain itu klasifikasi juga memudahkan dalam memberi nama ilmiah
kepada individu atau populasi individu (Sartika, 2020).
2.2 Spora
Spora adalah alat perbanyakan yang terdiri atas satu atau beberapa sel yang
dihasilkan dengan berbagai cara pada tumbuhan rendah. Tumbuhan yang
menggunakan spora sebagai alat perkembangbiakkannya adalah tumbuhan non
vaskuler seperti alga, jamur, lumut, dan paku. Spora merupakan bagian penting
dari tumbuhan paku karena berfungsi sebagai alat perkembangbiakkan dalam
proses regenerasi (proses penggantian sel yang telah rusak dengan pembentukan
jaringan sel baru) dan juga merupakan awal perkembangan dari fase gametofit
dari tumbuhan paku dan merupakan hasil dari perkembangan fase sporofitnya
yang tersusun atas bagian luar yang tebal disebut eksin, dan bagian dalam yang
tipis disebut intin (Lukitasari, 2019).
Spora adalah satu atau beberapa sel (haploid atau diploid) yang terbungkus
oleh lapisan pelindung. Tumbuhan spora adalah tumbuhan yang memiliki spora
sebagai alat perkembangbiakan. Fungsi spora adalah sebagai alat persebaran
(disperse) yang mirip dengan biji, meskipun berbeda dari segi anatomi dan
evolusinya. Spora berbeda dengan gamet, gamet adalah sel reproduksi yang harus
berfusi untuk melahirkan individu baru. Spora juga merupakan agen reproduksi
aseksual sedangkan gamet sesksual (Krisnawati dan Adirianto, 2019).
Cara perkembangbiakan dengan spora, merupakan cara perkambangbiakan
secara vegetatif alami. Salah satu contoh cara perkembanganbiakan dengan Spora
pada tanaman paku pakuan. Pakis termasuk termasuk tumbuhan paku-pakuan
berkembang biak dengan spora. Spora termasuk tumbuhan paku-pakuan
berkembang biak dengan spora. Spora terdapat pada bagian belakang
daun tumbuhan paku-pakuan (Heza, 2021).
2.2.1 Pembiakan Spora
Perkembangbiakan dengan spora banyak terjadi pada jamur, ganggang atau
alga, lumut serta paku-pakuan. Spora yang jatuh di tempat yang cocok akan
tumbuh menjadi tumbuhan baru. Pada tumbuhan paku, spora terdapat pada bagian
daun. Daun yang menghasilkan spora disebut daun tertil atau daun sporofil.
Sedangkan daun yang tidak dapat menghasilkan spora disebut daun steril atau
daun tropofil. Daun tropofil hanya bertugas melakukan fotosintesis yang terjadi
pada tanaman spora (Winarsih, 2020).
Tumbuhan paku umumnya berperawakan herba, semak, atau perdu, hanya
sedikit saja yang berbentuk pohon. Adanya spora di dalam kantung-kantung spora
yang berkelompok, yang merupakan ciri khas tumbuhan paku, biasanya spora
yang masih muda berwarna hijau, tersebar atau berkelompok kecil-kecil di seluruh
permukaan bawah atau sepanjang tepi daun. Alat perkembangbiakan tumbuhan
paku yang utama adalah spora (Amin, 2019).
Perkembangbiakan secara seksual terjadi melalui proses pembuahan gamet
betina oleh sperma. Sebaliknya secara aseksual terjadi melalui pembentukan spora
pada monosporangia. Pemanfaatan spora untuk sumber bibit merupakan salah satu
cara yang memungkinkan untuk peningkatan produksi dan perbaikan teknik
budidayanya. Spora tipe karpospora lebih mudah digunakan sebagai sumber bibit
karena kantong sporanya dapat dilihat dengan mata telanjang (Hasim et al, 2019).
2.2.2 Sterilisasi Media
Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
bibit. Saat ini banyak alternatif media pengganti tanah yang telah dikenal dan
banyak digunakan oleh masyarakat, contohnya pasir, arang sekam padi dan
cocopeat. Media tanam yang baik adalah media yang mampu menunjang
pertumbuhan bibit, pertumbuhan mikroba dan pertumbuhan fungi yang berguna
bagi perkembangan bibit. Media tanam yang akan digunakan harus disterilkan
terlebih dahulu agar dapat membantu proses pertumbuhan pada bibit yang akan
digunakan dalam media tanam (Febriani, 2017).
Proses sterilisasi digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroba yang tidak diinginkan pada bahan pembawa. Teknik sterilisasi media
yang umumnya digunakan adalah sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar gamma.
Sterilisasi tanah menggunakan autoklaf dapat meningkatkan kelarutan Fe, Mn, Zn.
Peningkatan logam-logam berat dalam jumlah besar ini akan berpengaruh negatif
terhadap pada viabilitas mikroba dalam bahan pembawa dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman (Nurrobifahmi, 2017).
Sterilisasi media tanam dapat dilakukan dengan beberapa cara salah
satunya adalah dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi media tanam dilakukan
untuk menghilangkan mikroba yang tidak diinginkan dalm media tanam.
Kombinasi media tanam organik dan tanah serta perlakuan media tanam diduga
dapat memberikan pengaruh terhadap hasil tanaman (Permatasari, 2021).
2.2.3 Faktor Keberhasilan Pembiakan Spora
Faktor yang mempengaruhi penempelan hingga tumbuhnya spora menjadi
thallus seperti pH, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, kekerasan substrat,
kemampuan polarisasi spora terhadap substrat. Dengan demikian dapat dikatakan
perlakuan substrat dari pasir adalah memenuhi kriteria untuk proses penempelan
spora hingga menjadi thallus muda lebih optimal dibandingkan proses
penempelan spora pada perlakuan substrat lumpur dan pasir berlumpur (Wawu,
2018).
Keberhasilan tumbuhnya spora menjadi thallus sangat dipengaruhi oleh
salinitas perairan setempat dimana spora jatuh dan melekat. Salinitas merupakan
nilai kelarutan yang diakibatkan oleh presipitasi dan evaporasi dari air tawar.
Perbedaan salinitas perairan dipercaya mempengaruhi osmoregulasi sehingga
berpengaruh pada tumbuhan spora (Hasim et al, 2019).
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan spora salah satunya
ketersediaan oksigen pada media bibit. Porositas berpengaruh terhadap
ketersediaan oksigen untuk pertumbuhan spora. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan spora yaitu suhu, kelembaban, kadar air, oksigen, pH
dan kontaminan. Pertumbuhan spora juga tidak terlepas dari nutrisi atau unsur
hara yang terdapat dalam media. Lingkungan yang stabil dapat menjadi tolak ukur
keberhasilan tumbuh kembangnya spora (Pratama, 2020).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Parameter Pengamatan
Jenis
Kecepatantumbuhbenang- Jumlahprotallus yang tumbuh
Tanaman
benanghijau (HST) (tergantungkondisi)

Pakis Haji - -

Sumber: Data Primer setelah Diolah, 2022


4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel pengamantan terdapat dua jenis parameter pengamatan
yaitu kecepatan tumbuh benang-benang hijau (HST) dan jumlah protallus yang
tumbuh (tergantung kondisi). Pertumbuhan benang benang hijau yang ada pada
perkembangbiakan spora merupakan hal yang dapat menjelaskan kualitas dari
spora yang ditanam. Munculnya bennag benang halus menandakan bahwa telah
terjadi pembelahan sel pada spora. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartini
(2016), yang menyatakan bahwa perkecambahan spora diawali dengan
terjadinya pembelahan sel yang ditandai dengan munculnya bentukan seperti
benang benang yang sangat halus.
Parameter kedua yaitu jumlah protallus yang tumbuh pada proses
pertumbuhan tumbuhan paku. Munculnya protallus merupakan bentuk fase yang
menendakan bahwa tumbuhan paku telah mampu menghasilkan organ
reproduksi yang biasa disebut gametofit. Gametofit ini nantinya akan berbentuk
seperti lembaran berwarna hijau dan akan membentuk alat kelamin (gametofit)
yang menghasilkan gamet (sel kelamin). Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaini
(2016), yang menyatakan bahwa protallus merupakan bentuk fase siklus
kehidupan dari tumbuhan paku dan lumut yang akan menghasilkan organ
reproduksi (gametofit).
Pada tabel didapatkan hasil tidak ada benang benang halus yang tumbuh
begitupun dengan jumlah protallus yang tumbuh. Hal ini menendakan bahwa
perkembang biakan tumbuhan paku secara vegetative ini telah gagal.
Kegagalan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang paling berpengaruh
ialah jenis tanah yang digunakan. Jenis tanah yang digunakan ialah jenis tanah
berpasir, dimana jenis tanah ini sangat sulit ditumbuhi tanaman. Selain itu
tumbuhan paku biasanya juga tumbuh didaerah yang lembab seperti tanah
bergambut. Tanah berpasir dikenal sebagai tanah yang tidak cocok digunakan
sebagai media tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Eva (2020), yang
menyatakan bahwa kemampuan tanah berpasir dalam menyerap air dan unsur
hara menjadi alasan mengapa jenis tanah berpasir tidak cocok digunakan sebagai
media tanam tanpa diberi tambahan jenis tanah yang dianggap baik bagi
pertumbuhan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan prktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa tumbuhan paku merupakan salah satu jenis tanaman paku yang sangat
populer dibelakangan ini, terutama bagi warga masyarakat yang menyukai
dengan tanaman penghias suatu ruangan. Suplir dikenal sebagai jenis tanaman
yang bisa menghiasi suatu ruangan dengan penampilan dan bentuk yang
menarik. Keberhasil suatu tumbuhanpaku dapat dilihat dari banyaknya benang
benang halus dan jumlah protallus yang tumbuh. Kedua hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor agar dapat tumbuh dengan baik diantaranya yaitu media
tanam yang sesuai serta cara perawatan atau perkembangbiakannya.
5.2 Saran
Diharapkan dalam praktikum-praktikum selanjutnya, materi-materi yang
dipelajari akan lebih menarik dan dibawakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Istithoah, A. 2018. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sma Pada Materi
Klasifikasi Makhluk Hidup Melalui Penggunaan Media Realia. Doctoral
Dissertation, Fkip Unpas.
Zid, M., dan Hardi, O. S. 2021. Biogeografi. Bumi Aksara.
Sartika, P. N. 2020. Pemanfaatan Instagram TV (IgTv) Sebagai Online Teaching
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Pada Klasifikasi
Makhluk Hidup. Doctoral dissertation, FKIP Unpas.
Heza, A. Y. Y. 2021. Modul Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Rendah
(Pteridophyta). Doctoral Dissertation, Uin Raden Intan Lampung.
Eva. 2020. Pertumbuhan dan Hasil Pakchoy pada Tanah Berpasir . Jurnal
Penelitian Agronomi., 22(2): 72-78.
Hartini. 2016. Perkecambahan Spora dan Siklus Hidup Paku Kidang pada
Berbagai Media Tumbuh. Jurnal BIodiversitas,7(1): 85-89.

Isnaini. 2016. Akliimatisi Dini Massa Protalus Tumbuhan Paku Bahan


Obat. Jurnal Krebogor,19(2):29-38

Amin, N., Jumisah, J. 2019. Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Terutung Kute
Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara. BIOTIK: Jurnal
Ilmiah Biologi Teknologi dan Kependidikan, 7 (1): 18-27

Siregar, P. S. 2018. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Deepublish.

Rosidah, A., Amalia, D. I. R. 2018. Perkembangan Seksual dan Aseksual.


Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Karimah, I. D. 2021. Karakteristik Morfologi Spora Tumbuhan Paku


(pteridophyta) Pada Kelas Filicinae (Paku Sejati) di Gunung Tenggamus,
Lampung. Skripsi.

Wawu, A., Dahoklory, N., Tuboku, R. 2018. Pengaruh Substrat Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Sargasum Sp Hasil Produksi Spora.
Jurnal Aquatik, 1(1): 43-49.

Pratama, R. A. 2020. Kombinasi Lama Perebusan Kentang dan Konsentrasi


Dextrose Pada Pertumbuhan Spora Jamur Tiram Putih Secara In Vitro.
Journal Tabaro Agriculture Science, 4(1): 9-18.

Hasim, H., M., Indak, B. B. 2018. Spora Growth Gracillaria sp In Diferrent


Salinities. Jurnal Sumber Daya Akuatik Indopasifik, 3(2): 81-88.

Nurrobifahmi, N., Lahan, S. D., Setiadi, Y., Ishak, I., Isotop, P. A., Lebak, R. B.
T. N. N. 2017. Pengaruh Metode Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60
Terhadap Bahan Pembawa dan Viabilitas Spora Gigaspora Margarita.
Permatasari, S. D. I., dan Gofar, N. 2021. Pengaruh Sterilisasi Media dan
Berbagai Kombinasi Media Tanam Organik Terhadap Hasil Microgreens
Tanaman Lobak (Raphanus sativus L.) Doctoral dissertation. Sriwijaya
University.

Winarsih, S. 2020. Ensiklopedia Sains: Perkembangbiakkan Makhluk Hidup,


Air, Hidup Sehat, Gaya dan Gerak, Tata Surya. Alprin.

Anda mungkin juga menyukai