Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Agronomi

PEMBIAKAN SPORA

Nama : Moh. Naufal Iskandar, H.W


NIM : G021221004
Kelas : Dasar Dasar Agronomi D
Kelompok : 14
Asisten : 1. Sulaeman Kadir
2. Masrinda Oktavia

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spora merupakan sel reproduksi yang akan berkembang menjadi individu baru
tanpa adanya fusi atau peleburan gamet. Pada umumnya spora berbentuk bulat
dengan struktur seperti kapsul yang terdiri dari selubung dan isi. Spora dapat di
temukan pada tumbuhan, bakteri, alga dan jamur. Spora juga diartikan sebagai inti
sel yang berubah fungsi menjadi alat perkembang biakan vegetatif. Tumbuhan yang
sangat umum dengan spora adalah tunbuhan paku (Leki,2022 ).
Tumbuhan paku bereproduksi secara aseksual dengan spora, yang tumbuh
melalui penyebarannya di udara ke tanah ketika sporangium pecah. Spora yang
nantinya akan tumbuh akan menghasilkan prothalium, dan berubah menjadi zigot.
Ditahap ini, terjadi proses generatif atau seksual. Siklus pergiliran keturunan ini
disebut metagenesis. Tumbuhan paku memiliki pembuluh sejati dengan bentuk
daun yang sangat beragam dan menarik ( Nurchayati, 2016).
Tanaman berspora berjenis suplir atau pakis contohnya, umumnya
dipelihara sebagai tanaman hias. Tanaman ini memiliki lebih dari 200 spesies yang
berbeda dan tumbuh diberbagai tempat. Selain sebagai tanaman hoas, spesies-
spesies dari suplir dipilih karena manfaatnya untuk menyerap racun diudara
sehingga area yang banyak terdapat suplir cenderung lebih sehat udaranya. Suplir
juga cocok ditanam didalam rumah karena dapat mengurangi efek radiasi dari
penggunaan alat-alat elektronik. Walaupun tidak signifikan, tanaman ini tetap
memiliki nilai positif dan manfaat untuk ditanam (Nurchayati,2016).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum mengenai
pembiakan spora.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini untuk memberi keterampilan mahasiswa dalam
mengembangbiakkan tanaman kelompok paku-pakuan termasuk jenis suplir
yang banyak dipelihara sebagai tanaman hias.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paku Sejati


Paku sejati umumnya dikenal sebagai tumbuhan paku atau pakis yang
sebenarnya. Pterophyta merupakan bagian dari pteridophita, mereka disebut paku
sejati karena mereka memiliki akar, batang, dan daun sejati. Paku sejati merupakan
salah satu dari empat pembagian tumbuhan paku, tumbuhan paku lainnya yaitu
paku kawat, paku purba, dan paku ekor kuda. Paku sejati lebih umum dikenal
karena biasa dijadikan tanaman hias (Raksun, 2018).
Daun dari paku sejati memiliki daun berbentuk menyirip dan daunnya makrofil.
Tumbuhan ini banyak tumbuh di tempat lembab dan teduh, sehingga di tempat
terbuka dapat mengalami kerusakan diakibatkan sinar matahari. Tumbuhan ini
merupakan suatu divisi tumbuhan berpembuluh dan berkormus yang paling
sederhana. Artinya tubuhnya dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu akar,
batang dan daun yang masing-masingnya punya pembuluh angkut (Raksun, 2018).
Tumbuhan paku sejati memiliki batang yang berada di dalam tanah atau rizom.
Daun berukuran besarnya (makrofil) berupa lembaran dan daun mudanya
menggulung. Tumbuhan paku ada yang memiliki sporofil atau daun penghasil spora
dan tropofil atau daun yang tidak menghasilkan spora. Tumbuhan ini tidak
menghasilkan bunga dan buah melainkan mereka menghasilkan spora untuk
berkembang biak atau reproduksi (Hartono, 2021).
2.2 Pengertian Spora
Berdasarkan ilmu biologi, spora diartikan dengan unit reproduksi seksual
maupun aseksual yang terdapat pada bakteri, alga, fungi dan sebagian tumbuhan
seperti lumut dan tumbuhan paku. Spora merupakan perkembangbiakan tumbuhan
dengan cara vegetatif. Tumbuhan yang memiliki spora antara lain seperti tunbuhan
paku, tunbuhan lumut, tunbuhan suplir, tumbuhan jamur, tumbuhan rane, tumbuhan
azolla, tumbuhan paku air, tumbuhan pakis dan tumbuhan ganggang (Sari, 2017).
Spora memiliki peran sebagai alat yang menjadi persebaran dari tumbuhan
induk. Spora memiliki kemiripan dengan biji, meskipun mereka berbeda jika
ditinjau dari sisi anatomi dan evolusi. Spora biasanya berbentuk seperti bulat kapsul
dengan didalamnya berisikan selubung. Spora pada tumbuhan paku terbentuk di
bagian daun. Tepatnya ada di sporangium yang berkumpul didalam sorus atau
kumpulan dari sporangium (Sari, 2017).
Sorus biasanya terletak dibagian tepi bawah daun yang berupa bintik-bintik
kecoklatan. Daun yang menghasilkan spora disebut dengan daun fertil. Spora
berasal dari satu atau beberapa sel induk yang aktif membelah diri secara berulang-
ulang. Apabila suatu sporangium hancur, maka spora-spora didalamnya akan
bertebaran dan jika spora itu jatuh ditempat lembab, maka spora tersebut akan
tumbuh menjadi sel baru ( Lestari, 2015).
2.3 Pembiakan Spora
Berdasarkan definisi, spora merupakan inti sel yang mengalami perubahan
menjadi alat yang berfungsi sebagai alat reproduksi. Spora juga berdungsi sebagai
pengganti atau bahan regenerasi sel yang rusak dengan jaringan sel baru pada
tumbuhan. Spora merupakan alat perkembangbiakan vegetatif alami, inti dari spora
mengandung DNA dan RNA tumbuhan. Awal mula dari siklus berkembang biak
spora adalah pecahnya sporangium( Nurchayati, 2016).
Pembiakan spora didefinisikan dengan pecahnya sporangium. Begitu
sporangium pecah, spora-spora bertebaran ke tempat-tempat berbeda, jika spora
mendarat ditempat yang kondusif dan lembab, spora tersebut akan menjadi tanaman
baru. Sesaat spora mendarat, spora tersebut akan berubah menjadi protalium.
Protalium merupakan tahapan pertumbuhan gametofit dari tumbuhan paku.
Protalium inilah yang menjadi cikal bakal dan menghasilkan gamet jantan dan
gamet betina atau spermatozoa dan ovum (Nurchayati, 2016).
Sel gamet jantan dan sel gamet betina tersebut nantinya akan bersatu dan
menghasilkan zigot. Kemudian zigot inilah yang nantinya berkembang menjadi
sporofit tumbuhan paku. Fase sporofit ini dimana tumbuhan paku berkembang biak
secara aseksual. Zigot tersebut kemudian akan tumbuh menjadi tumbuhan paku
dewasa. Kemudian siklus tersebut akan terulang dimana tumbuhan paku dewasa
akan menghasilkan spora kembali didalam sporangium (Sari, 2017).
2.4 Media Tanam
Media tanam cocopeat termasuk dalam media tanam hodroponik yang bersifat
organik karena terbuat dari material dasar serabut kelapa. Serabut kelapa harus di
haluskan dan digiling terlebih dahulu hingga halus. Media tamam ini dipilih sebagai
pengganti tanah karena menahan air dan unsur hara dengan baik dan juga
mempunyai pH yang stabil sehingga relatif baik untuk kebanyakan tanaman. Media
ini juga memiliki pori-pori yang membuat pertukaran udara lancar dan masuknya
sinar matahari. Media ini mengandung enzim yang berasal dari jamur yang
berfungsi untuk mengurangi penyakit ditanah. Cocopeat tidak memiliki unsur hara
seperti tanah sehingga harus diberikan pupuk (Bui, 2015).
Arang sekam merupakan media tanam yang terbuat dari pembakaran parsial
sekam padi. Bahan baku arang sekam mudah didapat di tempat-tempat
penggilingan beras. Arang sekam dapat menjaga kondisi tanah tetap gembur dengan
sifat porositasnya yang tinggi dan ringan. Arang sekam juga bisa memacu
perkembangan mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman. Sifat dari arang
sekam dapat mempertahankan kelembaban dan mengatur pH dari suatu tanah dan
meningkatkan daya serap airnya. Selain arang, media tanam yang umum lainnya
adalah tanah atau humus (Bui, 2015).
Tanah merupakan media tanam yang paling umum, baik tanaman semusim
maupun tahunan. Komposisi tanah terdiri dari udara air, bahan mineral, dan bahan
organik lainnya. Tanah berasal dari pelapukan fisis maupun kimiawi dari batu-
batuan yang kemudian butiran-butiran mineralnya membentuk bagian yang padat
dari tanah. Fungsi tanah sebagai media tanam yaitu penyedia air, unsur hara dan
udara sebagai tunjangan mekanik akar dan suhu tanah. Tanah yang baik memiliki
sifat gembur dan mudah menyerap air (Mariana, 2017).
2.4 Sterilisasi Media Tanam
Sterilisasi media tanam dilakukan agar supaya tanah terbebas dari kontaminasi
mikroorganisme yang merugikan dan mengandung penyakit bagi tanaman.
Sterilisasi media tanam bisa dilakukan dengan metode fisik dan metode kimia.
Secara fisik, sterilisasi tanah bisa dilakukan dengan cara penguapan, pengovenan,
dan pembakaran. Sedangkan metode kimia dengan cara pemberian bahan kimia
Basamid yang mengandung bahan aktif dazomet (Susilo, 2017).
Metode fisik pertama yaitu dengan cara dipanggang dioven pada temperatur
70oC selama dua jam perhari selama tiga hari berturut-turut. Selanjutnya ada
penguapan dengan dikukus dengan waktu dua jam selama tiga hari berturut-turut.
Kemudian ada pembakaran didalam wadah lalu ditutup. Metode secara fisik ini
digunakan pada volume tanah yang tidak terlalu banyak. Untuk tanah dengan
jumlah yang lebih banyak akan menggunakan metode kimia (Susilo, 2017).
Metode kimia lebih cocok untuk jumlah besar karena tidak membutuhkan
wadah. Metode ini bisa langsung diterapkan di bedengan atau model media tanam
lainnya. Metode ini dilakukan dengan penaburan basamid, pupuk kandang dan TSP.
Bahan tersebut dicampur ditanah secara berskala selama 7-14 hari, setelah itu tanah
di diami selama 14-20 hari, setelah itu penanaman bibit dilakukan dengan jarak
tanam dan disiram sesuai kebutuhan (Soffyan, 2017).
2.5 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan
Faktor yang menjadi penunjang tumbuhnya berspora salah satunya adalah
temperatur. Suhu untuk tumbuhan paku hidup secara optimal berada di kisaran 21-
27oC. Faktor ini disesuaikan dengan ujuran daun masing-masing. Tumbuhan paku
berdaun kecil lebih cocok dengan suhu antara 13-18oC sedangkan yang berdaun
ukuran besar membutuhkan suhu lebih tinggi di sekitar 15-21oC. Hal ini sangat
berkaitan dengan topografi daerah, karena ketinggian suatu tempat berpengaruh
dengan kondisi iklim dan cuacanya (Armi, 2017).
Topografi berbanding lurus dengan curah hujan dan temperatur tempat. Selain
itu, faktor intensitas cahaya juga berpengaruh dengan kualitas tumbuhnya. Cahaya
yang dibutuhkan oleh paku dewasa lebih banyak dibandingkan dengan paku yang
lebih muda. Kondisi naungan yang rapat dapat menyebabkan daun menggulung dan
mengkerut dengan kurus. Kondisi ini menghambat produksi sorus dan
menyebabkan tumbuhan kuning dan bahkan mati (Armi, 2017).
Jika cahayanya tercukupi, maka tumbuhnya akan lebih besar, sehat dan
produksi sorusnya berjalan dengan baik. Jika mendapati cahaya dengan berlebihan
juga akan menyebabkan tumbuhan kuning. Faktor lainnya yang sangat penting
adalah kelembaban udara. Tumbuhan paku cenderung tumbuh di tempat yang
lembab. Jika kelembabannya kurang, tumbuhan paku akan tumbuh dengan tidak
sehat ataupun bisa mati (Leki, 2022).
Tumbuhan paku yang mati atau tidak tumbuh juga sering didapatkan pada
area tumbuh yang kurang lembab. Tunbuhan paku tidak akan tumbuh sejak awal
jika tingkat kelembabannya tidak sesuai. Faktor yang menyebabkan tumbuhan paku
menggulung dan kering daunnya adalah tingkat naungan cahaya yang didapatkan.
Intensitas cahaya yang kurang pada tumbuhan paku dapat menghambat
pertumbuhan sorus dan bahkan mati ( Leki, 2022).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilaksanakan di Pre-nursery Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, hari Kamis, 29 September 2022, pada jam 16.00 WITA sampai
selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: wadah plastik yang
memiliki tutup, pinset, alat penyiram/hand sprayer.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: spora suplir/paku-pakuan
jenis paku sejati, cocopeat, tanah, dan sekam, plastik bening, air AC.
3.3 Prosedur Kerja
1. Mengambil spora dari tanaman yang sehat dengan cara mengusap pinggir
daun yang sudah dewasa atau potong daun yang masih memiliki spora dan
masukkan dalam plastik bening dan kering anginkan sampai penutup spora
pecah dan berhmburan seperti tepung.
2. Mengisi wadah plastik dengan media tanam cocopeat, tanah, dan
kombinasi tanah-sekam 1:1.
3. Menaburkan spora secara merata lalu lembabkan dengan cara
menyemprotkan/percikan akuades, air AC, atau air hujan.
4. Menutup rapat wadah yang telah ditaburi spora
5. Memberi label dan menuliskan nama spesies spora pada penutup wadah.
6. Menyimpan wadah pada tempat yang terlindung/teduh namun tidak gelap.
7. Menjaga kelembapan media dengan menyeprotkan air (tergantung
kondisi).
8. Usahakan tidak terlalu sering membuka wadah agar terhindar dari
kekringan dan kelembapan terjamin.
9. Setelah beberapa saat wadah pesemaian mulai ditumbuhi benang-benang
berwarna hijau dan terus berkembang dan berubah bentuk menjadi daun-
daun kecil yang pipih bentuknya seperti hati.
3.4 Parameter Pengamatan
Adapun parameter pengamatan pada pembiakan spora meliputi:
1. Kecepatan tumbuh benang-benang hijau
Pengamatan kecepatan tumbuh benang hijau dilakukan dengan mengamati
lama hari benih spora berkecambah setelah penanaman. Praktikan
diharapkan mencatat lama hari prothallus (calon tanaman pakis/suplir)
berkecambah setelah disemai. Ciri-ciri prothallus yang berkecambah adalah
memiliki daun sekitar dua helai (bibit pakis/suplir). Pengamatan dilakukan
setiap hari sampai benih spora berkecambah.
2. Jumlah prothallus yang tumbuh (tergantung kondisi)
Pengamatan jumlah prothallus yang tumbuh dilakukan dengan menghitung
dan memastikan banyaknya prothallus (calon tanaman spora) yang tumbuh
pada media tanam jika spora telah berkecambah (parameter 1). Jika kondisi
memungkinkan, disarankan jumlah Prothallus yang tumbuh dihitung pada
mikroskop untuk memastikan jumlah Prothallus yang akurat.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus (HST)

18
16
16
15
Kecepatan Tumbuh Benang-Benang

14 12

12

10
Halus (HST)

4
Cocopeat Tanah Tanah + Sekam

Media Tanam

Sumber: Data Primer, 2022.


4.1.2 Jumlah Prothallus yang Tumbuh

18
16
16
15
14 12
Jumlah Prothallus yang Tumbuh

12

10

4
Cocopeat Tanah Tanah + Sekam

Sumber: Data Primer, 202 Media Tanam


4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dari ketiga media tanam tidak
menunjukkan perubahan sejak awal. Proses perbanyakan tanaman dengan spora
harusnya menunjukkan tanda-tanda keberhasilan seperti benang-benang halus
dan tumbuhnya prothallus. Tanda-tanda ini sesuai dengan pendapat Nurchayati
(2016) yang mengatakan, awal dari pertumbuhan ditandai dengan
adanya thallus. Maka, dapat dikatakan spora tidak tumbuh karena tidak
menunjukkan tanda keberhasilan.
Spora yang ditanam di ketiga media tanam disiram setiap pagi dan sore
dengan air AC. Namun kelembaban dari spora sepertinya belum optimal dan
terjaga kadarnya. Penggunaan air AC ditujukan untuk menjaga
kelembabannya. Berdasarkan pendapat Susilo (2017), faktor-faktor yang bisa
mendorong penyebaran tunbuhan paku yaitu kelembaban yang cukup, cahaya
dan air yang cukup. Namun awal dari tumbuhnya lebih dirangsang oleh tingkat
kelembabannya
BAB V

Penutup

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang dilakukan, perbanyakan
tumbuhan paku di ketiga media tanam yang digunakan telah gagal. Hal
tersebut disebabkan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi awal
tunbuhnya spora. Kelembaban dan suhu tidak optimal sejak awal sehingga
percobaan kali ini gagal.
5.2. Saran
Sebaiknya pada percobaan di lain kali, kondisi ruangan dan
kelembabannya lebih diperhatikan dan di kondisikan, agar nantinya
tumbuhan paku dapat tunbuh bakan bersiklus jika lingkungannya kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

Armi., Jailani., Mursiadi. 2017. Identifikasi Tumbuhan Paku Sebagai Bahan Ajar
Botani Tumbuhan Rendah Di Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Pendidikan Sains, 5(1): 22-31

Bui, F., Lelang, M. 2015. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Ukuran Polybag
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat. Portal Jurnal Unimor, 1(1): 1-
7

Hartono, A., Tanjung, I. 2021. Identifikasi Tumbuhan Paku di Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 6(2): 87-94

Leki, P., Makaborang, Y. 2022. Keanekaragaman Tumbuhan Paku Di Daerah Aliran


Sungai Pepuwatu Desa Prai Paha Kabupaten Sumba Timur Sebagai
Sumber Belajar Biologi. Bioedukasi, 13(1): 42-58

Lestari, W. 2015. Suplir, Tanaman Paku Dengan Banyak Potensi. Warta Kebun Raya,
11(1): 3-7

Mariana, M. 2017. Pengaruh Media Tanam terhadap Pertumbuhan Stek Batang Nilam.
Agrica Ekstensia, 11(1): 1-8

Nurchayati, N. 2016. Identifikasi Profil Karakteristik Morfologi Spora dan Prothalium


Tumbuhan Paku. Bioedukasi, 14(2): 25-30

Raksun, A., Mertha, I., Putri, N. 2018. Identifikasi Tumbuhan Paku Sejati di Kawasan
Hutan Wisata Aik Nyet Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Biologi
Tropis, 18(1): 104-108

Sari, M., Mahanal, S. 2017. Karakteristik Spora Tumbuhan Paku Asplenium Kawasan
Hutan Raya R.Soerjo. Teori, Penelitian dan Pengenbangan, 2(4): 454-
458
Susilo, B., Yuliana, N., Wiguna, E. 2017. Pengaruh Teknik Sterilisasi dan komposisi
Medium terhadap Pertumbuhan Tunas Eksplan Sirsak Ratu.
Bioedukasi, 11(1): 1-5

Soffyan, E., Dewi, T. 2017. Efek Sterilisasi dan Komposisi Media Produksi Indokulan
Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Kolonisasi Akar, Panjang Akar
dan Bobot Kering Akar Sorgum. Jurnal Agro, 4(1): 24-31
LAMPIRA
N

1. Lampiran Tabel
Tabel Lampiran 1. Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus (HST)

Kecepatan Tumbuh Benang-


Media Tanam
Benang
Halus
(HST)
Cocopeat -
Tanah -
Tanah + Sekam -

Tabel Lampiran 2. Jumlah Prothallus yang Tumbuh

Jumlah
Media Tanam
Proth
allus
yang
Tum
buh

Cocopeat -
Tanah -
Tanah + Sekam -
2. Lampiran Gambar

Gambar 1: Mengisi wadah pelastik dengan Gambar 2:


Memisahkan sporaMedia tanam. dengan
tumbuhan paku.

Gambar 3: Mengering anginkan sampai Gambar 4:


Menaburkan sporaPenutup spora pecah pada media
tanam dan
disemprotkan dengan air A

Anda mungkin juga menyukai