Dasar-Dasar Agronomi
b. Ukuran partikel
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. c.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. d. Temperatur
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan
cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60 oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC
akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan
tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma
2.5 Faktor Kegagalan Pembuatan Kompos
Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos (Pendebesia, 2013)
Kelembapan mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba
akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%.
Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap (Pendebesia, 2013).
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara
jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan
penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio
tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan yang
memiliki C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki karbon
dan nitrogen (C/N rasio) antara 12-15 (Rahmadanti, et al., 2019).
2.6 Manfaat Kompos di Bidang Pertanian
Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk
organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian seperti
pupuk organik yang mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Pupuk
organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap
air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah yang berpasir, memperbaiki drainase
dan membantu proses pelapukan dalam tanah, tanaman yang menggunakan pupuk
organik lebih tahan terhadap penyakit tanaman (Sahwan, 2009).
Kompos meningkatkan laju infiltrasi air di tanah sehingga dapat
memodifikasi warna tanah dan meningkatkan kapasitas penyerapan panas.
Pertumbuhan akan semakin baik jika retensi panas lebih baik. Kompos juga berguna
dalam mencegah erosi tanah pada tanah-tanah dengan kemiringan tinggi. Kompos
mempengaruhi ketersediaan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman melalui beberapa
sebab. Air, oksigen dan karbondioksida serta kandungannya yang besar akan asam
organik dan asam anorganik yang larut (Wahyono, 2010).
Unsur organik dapat bereaksi dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn yang
bersifat racun dan membentuk senyawa yang kompleks, sehingga senyawa Al, Fe,
dan Mn yang bersifat racun di dalam tanah dapat berkurang serta memperbaiki
kondisi fisika, kimia, dan biologi tanah, pupuk organik dapat melancarkan sistem
pengikatan dan pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan
dalam tanah. Kemampuan kompos dalam mengikat air dan meningkatkan porositas
tanah yang dapat memperbaiki respirasi tanah sehingga dapat mendukung
pertumbuhan pada tanaman (Wahyono, 2010).
BAB III
METODOLOGI
2. Aroma
Biasanya kompos yang sudah matang beraroma seperti tanah dan harum,
meskipun kompos dari sampah kota. Bila kompos tercium aroma yang tajam
seperti tapai berarti terjadi fermentasi anaerob. Apabila kompos masih
beraroma seperti bahan mentahnya, berarti kompos belum matang.
3. Suhu
Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35°C-45°C dengan
tingkat kelembaban 30-40%.
4. Tekstur
Ciri-ciri kompos yang sudah jadi apabila dipegang atau dikepal akan
menggumpal, selain itu jika ditekan akan hancur dengan mudah, artinya tekstur
dari pupuk kompos yang sudah jadi adalah lembut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperolah hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos Hari ke-2, ke-4, dan ke-6.
Pengamatan Ke- Parameter Pengamatan