Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT (KOMPOS)

Nama : Resni Ani Yusup


NIM : G021221041
Kelas : Dasar-Dasar Agronomi D
Kelompok : 14
Asisten : 1. Sulaeman Kadir
2. Masrinda Oktavia

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai
petani. Hal ini dilihat dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian. Kondisi tanah di Indonesia sangat berpotensi dijadikan sebagai
lahan pertanian karena mempunyai kandungan unsur hara yang baik sehingga dapat
membantu pertumbuhan tanaman. Selain kesuburan tanah, faktor pendukung yang
perlu mendapat perhatian dan berperan dalam menghasilkan tanaman yang subur
dengan kualitas yang baik salah satunya adalah pupuk (Roidah dan Syamsu, 2013).
Pupuk Organik, yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau
manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk cair
maupun padat yang antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,
dapat meningkatkan daya menahan air, kimia tanah, biologi. Sedangkan Pupuk
anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu
bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea
berkadar N 45-46% artinya setiap 100% kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen
pada pupuk anorganik (Darrany, 2019).
Pupuk organik mempunyai fungsi antara lain memperbaiki struktur tanah,
karena bahan organik dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang baik serta
memperbaiki ukuran pori tanah sehingga daya pegang air tanah meningkat dan
pergerakan udara di dalam tanah menjadi lebih baik. Fungsi biologi pupuk kompos
adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba di dalam tanah. Dengan
ketersediaan bahan organik yang cukup, aktivitas organisme tanah yang juga
mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan
makro tanah menjadi lebih baik pada struktur tanah pertanian (Hayati et al, 2012).
Berdasarkan uraian diatas maka, perlu dilakukan praktikum pembuatan
kompos.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
membuat kompos, untuk mengetahui manfaat dan pengaruh dari penggunaan
kompos bagi tumbuhan, dan memanfaatkan limbah sayuran serta mengurangi
pupuk kimia.
Kegunaan diharapkan setiap peserta praktikan dapat memahami pembuatan
pupuk organik dari limbah pertanian.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Kompos


Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat
dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun
hewan). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara aerob maupun anaerob
yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Pengomposan merupakan
salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar
kita. Dari sisi kepentingan lingkungan, pengomposan dapat mengurangi volume
sampah di lingkungan kita, karena sebagian besar sampah tersebut adalah sampah
organik di lingkungan kita (Darrany, 2019).
Pupuk kompos merupakan salah satu pupuk organik yang sangat bermanfaat
bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas dan kuantitas, Penggunaan pupuk
kompos dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan juga
dapat mencegah degradasi lahan. Pupuk kompos juga berperan besar terhadap
perbaikan secara fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk kompos
merupakan salah satu pupuk organik yang dibuat dengan cara menguraikan sisasisa
tanaman dan hewan dengan bantuan organisme hidup. Pupuk kompos mudah dibuat
dan teknologinya sederhana (Rama, 2015).
Fungsi kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi kompos pada tanah akan
meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi gembur. Sementara sifat
kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos adalah meningkatkan
kapasitas tukar kation pada tanah dan dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam
menyimpan air. Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat
meningkatkan populasi mikroorganisme dalam tanah (Yulianto et al,2009).
2.2 Jenis-Jenis Kompos
Pupuk bokashi adalah pupuk yang dibuat dengan memfermentasikan bahan-
bahan organik. Pembuatan pupuk bokashi menggunakan mikroorganisme efektif-4
(EM4). Pupuk bokashi dibuat dengan menggunakan limbah pertanain dan ternak
seperti kotoran sapi maupun ayam. Pembuatan pupuk bokashi menggunakan
mikroorganisme efektif. Bakteri yang digunakan dalam pembuatan pupuk akan
bekerja dengan proses fermentasi (Birnadi, 2014).
Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah dengan sisa media
atau pakan dalam budidaya cacing tanah, termasuk pupuk organik yang ramah
lingkungan dan mengandung unsur hara tinggi. Bahan sekresi cacing mengandung
senyawa organik dengan partikel yang relatif seragam, kaya unsur hara makro dan
mikro yang tersedia bagi tanaman, vitamin, enzim dan mikroorganisme.
Vermikompos mengandung beberapa enzim yaitu enzim amilase, lipase, selulase
dan kitinase yang berperan dalam memecah bahan organik dalam tanah yang
berperan untuk melepaskan nutrisi dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman
serta dapat memingkatkan kadar enzim penting lainnya. (Setyawan, 2019).
Kompos secara anaerob ialah modifikasi biologis pada struktur kimia dan
biologi bahan organik tanpa bantuan udara atau oksigen sedikitpun. Proses ini
merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu. Namun, pada proses
pembuatan kompos secara anaerob perlu tambahan panas dari luar supaya
temperatur sebesar 30°C. Pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Dekomposisi
secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi
bahan organik tanpa kehadiran oksigen pada suhu (Naml, 2020).
2.3 Kandungan Bahan
2.3.1 EM4
EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat digunakan sebagai starter
untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme. Pupuk hayati yang
sudah tersedia di pasaran adalah mikroorganisme efektif-4. EM-4 merupakan pupuk
hayati yang memanfaatkan mikroorganisme efektif untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, menghancurkan bahan organik dalam waktu singkat dan
bersifat racun terhadap hama. EM-4 digunakan untuk mempercepat proses
pengomposan pada pupuk organik. Keunggulan dari larutan EM-4 lainnya adalah
dapat menghilangkan bau yang timbul selama proses pengomposan (Naml, 2020).
Larutan EM-4 mengandung mikroorganisme fermentasi yang jumlahnya
sangat banyak, sekitar 80 genus dan mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam fermentasi bahan organik. Manfaat EM4 antara lain
mempercepat pembuatan pupuk organik dari sampah organik atau kotoran hewan,
menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, dan menjaga kestabilan
pada produksi tanaman (Naml, 2020)
Manfaat EM4 di bidang pertanian ini, EM4 digunakan untuk pengomposan
modern. EM4 diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat
meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas dan kuantitas produksi tanaman.
Kompos yang dihasilkan dengan cara ini ramah lingkungan berbeda dengan kompos
anorganik yang berasal dari zat-zat kimia. Kompos ini mengandung zat-zat yang
tidak dimiliki oleh pupuk anorganik (Ardiningtyas, 2013).
2.3.2 Eceng Gondok
Eceng gondok ( Eichhornia crassipes) merupakan tumbuhan gulma di
wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam. Eceng gondok memiliki
kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang
dapatmerusak lingkungan perairan. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat
cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara
vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari (Sundriani, 2017)
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan
ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok
dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Pertumbuhan
eceng gondok tersebut akan semakin baik apabila hidup pada air yang dipenuhi
limbah pertanian atau pabrik. Oleh karena itu banyaknya eceng gondok di suatu
wilayah merupakan indikator tercemarnya suatu wilayah (Swastasi, 2017).
Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam
hal yang ada di sekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng
gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung
makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup di tanah asam dan
tanah yang basah. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena
terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik eceng
gondok memiliki kandungan unsur hara N sebesar 1,86%, P sebesar 1,2%, K
sebesar 0,7%, rasio C/N sebesar 6,18%, bahan organik sebesar 25,16% dan C
organik 19,61% yang terkandung didalamnya (Sundriani, 2017).
2.3.3 Limbah Sayuran
Limbah sayur adalah limbah padat organik terdiri dari kumpulan berbagai
macam sayuran setelah disortir karena sudah tidak layak jual. Limbah sayur pada
umumnya didominasi oleh kubis dan sawi. Limbah pasar sayur memiliki potensi
cukup besar untuk dimanfaatkan melihat cukup banyaknya jumlah sawi dan kubis
terbuang di lingkungan sekitar kita (Mulyanto, 2009).
Sebanyak 60% limbah yang berasal dari kegiatan perdagangan di pasar
berupa limbah sayur dan 20% nya berupa sampah buah-buahan.. Limbah sayur
berpotensi sebagai pengawet maupun sebagai starter fermentasi karena memiliki
kandungan asam tinggi dan mikrobia yang menguntungkan dalam pembuatan
pupuk organik atau kompos (Mulyanto, 2009).
Bahan organik seperti sayur sawi mengandung unsur-unsur yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dalam proses pembuatan pupuk kompos. Bahan
tersebut mempunyai kandungan air yang begitu tinggi, karhohidrat, protein, dan
lemak. Bahan tersebut juga mengandung serat, fosfor, besi, kalium, kalsium,
vitamin A, vitamin C, dan vitamin K. Semua unsur tersebut mempunyai fungsi
yang bisa membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman
sehingga sangat bagus dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos organik
cair. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini juga kaya akan nutrisi yang
dibutuhkan tanaman (Latifah, 2012).
2.3.4 Dedak
Dedak padi merupakan hasil ikutan proses penggilingan padi menjadi beras
sehingga ketersediaannya berfluktuasi sepanjang tahun sesuai dengan musim panen
padi. Pada musim panen padi jumlahnya melimpah dan harganya relatif murah,
sebaliknya pada musim yang lain seperti musim hujan jumlahnya berkurang dan
harganya tinggi. Proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling
sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%, yang terdiri dari sekam
23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein dedak berkisar antara 12- 14%,
lemak sekitar 7-9% (Rusyidi, 2022).
Dedak padi setelah diekstraksi akan menghasilkan minyak nabati yang
memiliki umur simpan yang sangat baik jika dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya karena adanya kandungan antioksida alami didalamnya. aroma khas seperti
kacang dan ketika diekstrak memiliki kestabilan yang tinggi. Namun karakteristik
yang paling terkenal adalah memiliki kandungan komponen fungsional yang tinggi
seperti gamma oryzanol, tokotrienol yang menandakan senyawa ini memiliki
aktivitas menangkap radikal bebas (Mewoh, 2021).
Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan
kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi .Dedak padi adalah
hasil samping pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak
padi merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan
beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan
gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh dan penggunaannya tidak
bersaing dengan manusia (Rusyidi, 2022).
2.3.5 Daun Kirinyuh
Kirinyuh (Chromolaena odorata L.) dalam bahasa Inggris disebut siam
weed, merupakan spesies berbunga semak dalam keluarga bunga matahari.
Tumbuhan ini berasal dari Amerika Utara, Florida, Texas termasuk Meksiko dan
Karibia telah dikenal luas. Kirinyuh memiliki kemampuan mendominasi area
dengan sangat cepat. Hal ini didukung karena jumlah biji yang dihasilkan oleh
bunga sangat melimpah. Tumbuhan ini banyak digunakan sebagai obat tradisional
di Negara Indonesia (Karim, 2016)
Kirinyuh mengandung tanin, saponin, anthraquinon, terpenoid, cardiac
glycosides, fenol, dan alkaloid, sehingga dapat digunakan sebagai antiinflamasi,
anthelmintik, antioksidan, analgesik, antipiretik, antipasmodik, antimalaria,
antibakteri, dan menyembuhkan luka dengan danya aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gangren dari ekstrak etanol daun kirinyuh (Ernawati dan Jannah, 2021)
Kirinyuh merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai pupuk
organik. Keuntungan tanaman kirinyuh, yaitu memiliki kandungan unsur hara yang
tinggi yang dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga dapat
meminimalisir penggunaan pupuk anorganik. Kelebihan gulma pada kirinyuh
adalah dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dan tumbuh lebih baik apabila
mendapat cahaya matahari yang cukup (Prawangsyah, 2019).
2.3.6 Daun Gamal
Habitat tumbuhan gamal berada pada hutan hujan tropis dengan batas
ketinggian 1.300 mdpl. Tanaman gamal dapat tumbuh pada tanah kering yang
kurang subur maupun tanah yang sedikit asam. Menurut penelitian, dalam 2 daun
gamal mengandung 20-30% BK protein, 15% serat kasar, dan tingkat kecernaan
mencapai 18-24%. Pada musim kemarau, kandungan protein daun gamal mencapai
18-24%. Pertumbuhan tanaman gamal dapat optimal pada daerah dengan yang
memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun. Tanaman gamal akan menghasilkan
produksi yang tinggi (Julianti, 2020)
Daun gamal mengandung etilen. Senyawa ini memiliki potensi dalam
mempercepat proses kematangan buah dan bebas dari bahan-bahan kimia.
Masyarakat umumnya memanfaatan daun gamal hanya sebagai pakan ternak. Dari
hasil penelitian menyatakan bahwa semakin lama perlakuan umur pemotongan
tanaman gamal, maka produksi nutrisinya semakin tinggi. Dari hal tersebut maka
daun gamal dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan dan diteliti sebagai bahan
pupuk organik (Qoniah, 2019).
Kandungan nutrisi daun gamal yaitu kadar air 78,24%, abu 7,7%, protein
kasar 25,7%,serat kasar 23,9%, lemak kasar 1,97% , 60,39% dengan kecernaan
bahan kering sebesar 48- 77%. Kandungan protein yang tinggi pada daun ganal
dapat dijadikan sebagai suplemen bahan pakan. Disamping kelebihan tersebut, daun
gamal juga memiliki kelemahan yakni palatabilitasnya yang rendah akibat bau
spesifik yang berasal dari zat anti nutrisi (Royani dan Herawati, 2020)
2.4 Faktor Keberhasilan Pembuatan Kompos
Menurut hasil penelitian Pendebesia (2013), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan yaitu sebagai berikut : a. Rasio C/N
Salah satu aspek yang paling penting dari keseimbangan hara total adalah
rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N). Dalam metabolisme hidup suatu
mikroorganisme mereka juga memanfaatkan sekitar 30 bagian dari karbon untuk
masing-masing bagian dari nitrogen. Sekitar 20 bagian karbon di oksidasi menjadi
CO₂ dan 10 bagian digunakan untuk mensintesis protoplasma.

b. Ukuran partikel
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. c.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. d. Temperatur
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan
cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60 oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC
akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan
tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma
2.5 Faktor Kegagalan Pembuatan Kompos
Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos (Pendebesia, 2013)
Kelembapan mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba
akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%.
Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap (Pendebesia, 2013).
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara
jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan
penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio
tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan yang
memiliki C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki karbon
dan nitrogen (C/N rasio) antara 12-15 (Rahmadanti, et al., 2019).
2.6 Manfaat Kompos di Bidang Pertanian
Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk
organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian seperti
pupuk organik yang mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Pupuk
organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap
air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah yang berpasir, memperbaiki drainase
dan membantu proses pelapukan dalam tanah, tanaman yang menggunakan pupuk
organik lebih tahan terhadap penyakit tanaman (Sahwan, 2009).
Kompos meningkatkan laju infiltrasi air di tanah sehingga dapat
memodifikasi warna tanah dan meningkatkan kapasitas penyerapan panas.
Pertumbuhan akan semakin baik jika retensi panas lebih baik. Kompos juga berguna
dalam mencegah erosi tanah pada tanah-tanah dengan kemiringan tinggi. Kompos
mempengaruhi ketersediaan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman melalui beberapa
sebab. Air, oksigen dan karbondioksida serta kandungannya yang besar akan asam
organik dan asam anorganik yang larut (Wahyono, 2010).
Unsur organik dapat bereaksi dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn yang
bersifat racun dan membentuk senyawa yang kompleks, sehingga senyawa Al, Fe,
dan Mn yang bersifat racun di dalam tanah dapat berkurang serta memperbaiki
kondisi fisika, kimia, dan biologi tanah, pupuk organik dapat melancarkan sistem
pengikatan dan pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan
dalam tanah. Kemampuan kompos dalam mengikat air dan meningkatkan porositas
tanah yang dapat memperbaiki respirasi tanah sehingga dapat mendukung
pertumbuhan pada tanaman (Wahyono, 2010).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Plant Nursey, Experimental Farm, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, hari Kamis, 8 September 2022 WITA
sampai Selesai. 3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: parang, sekop, ember, tali
rafiah, karung goni, spanduk bekas, dan trashbag.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: pupuk kendang ayam
karung, cacahan eceng gondok, cacahan limbah sayuran daun, EM4, gula pasir,
dedak, daun kirinyuh, dan daun gamal.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur praktikum ini yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Memotong limbah sayur, eceng gondok, daun kirinyuh menjadi ukuran yang
lebih kecil menggunakan pisau/parang
3. Mencapurkan bahan-bahan yang ada di atas karung/spanduk bekas dan
menambahkan dedak dan pupuk kendang ayam dan mengaduknya menggunakan
sekop.
4. Siapkan ember berisi air, masukkan gula pasir dan EM4, lalu siram campuran
bahan dengan larutan gula dan EM4.
5. Setelah bahan tercampur dengan baik dan cukup jenuh, masukkan semua bahan
kedalam karung lalu ikat ujung karung dengan rapat agar bakteri pengurai
mampu bekerja dengan baik.
3.3 Parameter Pengamatan
1. Warna
Bila sudah matang berwarna coklat kehitam-hitaman. Bila kompos masih
berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos
belum matang

2. Aroma
Biasanya kompos yang sudah matang beraroma seperti tanah dan harum,
meskipun kompos dari sampah kota. Bila kompos tercium aroma yang tajam
seperti tapai berarti terjadi fermentasi anaerob. Apabila kompos masih
beraroma seperti bahan mentahnya, berarti kompos belum matang.
3. Suhu
Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35°C-45°C dengan
tingkat kelembaban 30-40%.
4. Tekstur
Ciri-ciri kompos yang sudah jadi apabila dipegang atau dikepal akan
menggumpal, selain itu jika ditekan akan hancur dengan mudah, artinya tekstur
dari pupuk kompos yang sudah jadi adalah lembut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperolah hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos Hari ke-2, ke-4, dan ke-6.
Pengamatan Ke- Parameter Pengamatan

Warna Aroma Suhu Tekstur

1 Hijau Fermentasi Panas Kasar


Kecoklatan
2 Hijau Fermentasi Panas Kasar
Kecoklatan
3 Hijau Fermentasi Panas Kasar
Kecoklatan
4 Gagal Gagal Gagal Gagal
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022
4.2 Pembahasan
Mengetahui tingkat kematangan suatu kompos dapat dilihat berdasarkan
warnanya yang berubah menjadi coklat kehitaman serta tidak mengeluarkan aroma
yang tidak sedap. Berdasarkan hasil praktikum kami, dapat dikatakan bahwa
kompos yang kami buat gagal. Terlihat mulai dari pengamatan satu hingga ketiga,
warna pada kompos tidak berubah menjadi coklat kehitaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arini et al., (2019) bahwa, warna kompos yang telah matang adalah
coklat kehitaman (gelap) menyerupai tanah. Apabila warna kompos masih sama
seperti aslinya atau tidak mengalami perubahan artinya kompos tersebut gagal.
Pada proses pembuatan kompos limbah cacahan yang digunakan kurang
tercacah, atau ukuran cacahan yang kurang lebih kecil, sehingga menyebabkan
tekstur yang lebih kasar dan tidak langsung terurai mejadi partikel-partikel yang
lebih kecil serta dedaunan yang kami gunakan dedaunan yang basah dan masih
segar atau berwarna hijau sehingga menyebakan warna pada pengomposan dari
hasil pengamatan tetap berwarna hijau. Apabila dibandingkan dengan dedaunan
kering, maka proses dekomposisi akan terjadi lebih cepat dibanding bila
menggunakan dedaunan basah. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmatika (2014)
bahwa, proses pembuatan kompos harus didukung oleh substrat yang digunakan
seperti dedaunan kering agar dapat mempercepat proses dekomposisi pembuatan
kompos.
Pengamatan suhu pada pengomposan yaitu panas. Mulai dari pengamatan
pertama dan pengamatan selanjutnya suhu pada kompos tidak berubah sama sekali
yakni bersuhu panas. Tingkat suhu kematangan kompos yaitu lembab atau bersuhu
air tanah ≤30˚C. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian et al., (2021) bahwa,
kompos dikatakan matang apabila suhu kompos sama dengan air tanah yaitu 28˚C-
30˚C. Terlihat suhu pada kompos kami lebih dari 30˚C, sehingga dapat dikatakan
bahwa kompos yang kami buat memiliki suhu yang tidak masuk dalam kriteria
keberhasilan kompos.
Indikator penilaian sehingga kompos dapat dikatakan gagal adalah masih
mengeluarkan bau yang tidak sedap dan kompos terlihat masih basah karena
kandungan airnya yang tinggi juga warnanya yang tidak berubah menjadi coklat
kehitaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniwati (2014) bahwa, ciri-ciri suatu
kompos yang baik yaitu yang sudah mengalami proses pelapukan dengan ciri-ciri
warna yang berbeda dengan warna pembentuknya, tidak berbau, memiliki kadar air
yang rendah atau kering, dan mempunyai suhu ruang. Kompos kami tidak masuk
dalam kriteria yang seharusnya, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kompos yang
kami buat gagal.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiningtyas, T.R. 2013. Pengaruh Penggunaan Effective Mikroorganism (EM4)


dan Molase Terhadap Kualitas Kompos Dalam Pengomposan Sampah
Organik. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri:
Semarang.
Arini, Y.S., Okalia, D., Pramana, A., Wahyudi. 2019. Karakteristik Tekstur dan
Warna Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Kombinasi
Kotoran Sapi Menggunakan Mikoroorganisme Selulotik (Mos). Jurnal
Sagu, 18(2): 27-33.
Birnadi, S. 2014. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pupuk Organik Bokashi
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Jurnal
Kultivar Wilis Istek, 8(1): 29-46.
Darrany, D. 2019. Analisis Kadar Fosfo pada Pupuk Azzola Microphylla dengan
Penambahan Berbagai Konsentrasi EM4 sebagai Sumber Belajar Biologi.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah: Malang.
Latifah, R.N., Winarsih, Rahayu, Y.S. 2012. Pemanfaatan Sampah Organik sebagai
Bahan Pupuk Cair untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah. Jurnal Lentera
Bio, 1(2): 139-144.
Ernawati dan Jannah, N. 2021. Aktivitas Antimikroba Perasan Daun Kirinyuh
(Chromolaena dorata L) terhadap Candida Albicans dan Pseudomonas
Aeruginosa. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 17(2): 137-144.
Hayati, E., Mhamud, T., Fazil, dan Riza. 2013. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan
Varietas terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tana. Jurnal Floratek, 21(1):
173–181.
Julianti, 2020. Pemanfaatan Tepung Daun Gamal Termentasi Mikroorganisme
Lokal Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Mas. Skripsi. Program
Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah:
Makassar.
Karim, Lalu, M., Fathur. 2016. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kirinyuh
(Chromoalena odorata(L).) Terhadap Panjang Luka Sayat Pada Tikus Putih
(Rattus norvegitus) sebagai In Vitro sebagai Buku Konteks Pelajaran.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhamadiyah: Malang.
Mewoh, J.R. 2021. Potensi Dedak sebagai Bahan Dasar Kosmetik. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin:
Makassar
Mulyanto, A. 2009. Potensi Limbah Pasar Sayur menjadi Starter
Fermentasi. Jurnal Kesehatan Unimus, 2(1): 6-13.
Naml, M.S.A. 2020. Kajian Pengaruh EM4 Terhadap Kualitas Kimia Pupuk
Organik sebagai Sumber Belajar Biologi. Skripsi. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah: Malang.
Pandebesie, E.S., dan Rayuanti, D. 2013 Pengaruh Penambahan Sekam pada Proses
Pengomposan Sampah Domestik. Jurnal Lingkungan Tropis, 6(1): 31-40.
Prawangsyah, D. 2019. Efektivitas Pemberian Pupuk Organik Cair Daun Lamtoro
dan Kompos Daun Kirinyuh Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt). Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Medan Area: Medan.
Qoniah, U. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk cair Daun Gamal (Gliricidia Sepium)
Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Selada (Lactuca Sativa
L) dengan Media Hidropoik. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Universitas Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Rahmadanti, M.S., Okalia, D., Pramana, A., Wahyudi. 2019. Uji Karakteristik
Kompos (Ph, Tekstur, Bau) pada Berbagai Kombinasi Tandan Kosong
Kelapa Sawit (Tkks) dan Kotoran Sapi Menggunakan Mikroorganisme
Selulotik (Mos). Jurnal Ilmiah Teknosains, V(2): 105-112.
Rahmatika, W. 2010. Pengelolaan Sampah Dengan Menjadikannya Kompos.
Jurnal Sains Primordia, 6(2): 38-42.
Rama, H. 2015. Teknologi Pembuatan Pupuk Kompos dari Sampah Rumah Tangga
di Wilayah Kerja PKK Kabupaten Gorontalo Utara. Tesis. Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo: Gorontalo
Rusyidi, A.M. 2022. Evaluasi Kualitas Dedak Padi sebagai Bahan Pakan yang
Terkontaminasi Sekam Padi. Tesis. Program Studi Magister Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin: Makassar
Sahwan, F.L. 2009. Pengolahan Sampah menjadi Kompos di Kelurahan Tuah
Madani Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4(3): 519-524.
Setyawan, H.B. 2019. Pengaruh Pupuk Vermikompas Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Beberapa Varietas Jagung (Zea Mays). Jurnal Bioindustri, 2(1):
374384.
Siagian, S.W., Yuriandala, Y., Maziya, F.B. 2021. Analisis Suhu, Ph dan Kuantitas
Kompos Hasil Pengomposan Reaktor Aerob Termodifikasi dari Sampah
Sisa Makanan dan Sampah Buah. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan,
13(2): 166-176.
Sundriani, N. 2017. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eicchornia Crassipes) sebagai
Pakan Cacing Tanah. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Pasundan: Bandung.
Swastasi, R.I.B. 2017. Analisis Kandungan Serat Eceng Gondok untuk Kebutuhan
Pakan Ternak di Waduk Cirata Kabupaten Purwakarta. Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Pasundan: Bandung
Wahyono, S. 2010. Tinjauan Manfaat Kompos dan Aplikasinya pada Berbagai
Bidang Pertanian. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 6(1): 29-38.
Yulianto, A.B, Ariesta, A, Anggoro, P.D., Heryadi, , Bahruddin, M, Santoso, G.
2009. Pengolahan Sampah Terpadu Konversi Sampah menjadi Kompos
Berkualitas Tinggi. Jakarta.: Yayasan Danamon Peduli.
Yuniawati , M., Iskarima F., Padulemba A. 2012. Optimasi kondisi proses
pembuatan kompos dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan
EM4. Jurnal Teknologi 5(2):172-181.
Roidah dan Syamsu, I. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan
Tanah. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(1):. 30–42

Anda mungkin juga menyukai