Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum DosenPembimbing

Pengolahan Limbah Dra. Silvia Reni Yenti, M.Si

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DARI LIMBAH


AMPAS TEBU

Disusun Oleh :

Kelompok : II (Dua)

Nama : Eko Yurio Saputra (1607036603)


Hanifah Azzahra (1607036613)
Herpany Rangga wijaya (1607036660)
Lorena Sitepu (1607036515)

Kelas : D3 Teknik kimia Kelas C


Tanggal Praktikum : 25 Oktober 2018
Dosen Pengampu : Dra. Silvia Reni Yenti, M. Si

LABORATORIUM DASAR PROSES DAN OPERASI PABRIK


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
ABSTRAK

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,
seperti pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik berasal dari bahan
organik yang mengandung segala macam unsur maka pupuk ini pun mengandung hampir
semua unsur baik makro maupun mikro. Tujuan percobaan ini adalah untuk
mempelajari pembuatan pupuk dari ampas tebu, mempelajari pengaruh konsentrasi
bioaktivator pada proses pengomposan, mengukur pH dan kadar air. Parameter yang di
uji pada praktikum ini yaitu kadar air, pH, dengan konsentrasi larutan EM-4 2% dan
4%. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ampas tebuh, sekam padi, dan
kotoran sapi. Perbandingan yang digunakan pada bahan yaitu 3:1:1. Percobaan
dilakukan dengan mencampur bahan sekam padi, ampas tebu, dan kotoran sapi lalu
disiram dengan menggunakan larutan EM-4 2% dan 4%. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa setelah 14 hari pengomposan kadar air dan pH yang diperoleh yaitu
berturut-turut 45.6% pH 5 dan 48.5% pH 6..

Kata Kunci: Bioaktivator, Kompos, Kotoran Hewan, Pupuk Padat, Sekam Padi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pupuk merupakan substansi/bahan yang mengandung satu atau lebih zat yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkmbangan tanaman. Pupuk mengandung
zat-zat yang dibutuhkan tanaman untuk memberikan nutrisi tanaman. Penggunaan
pupuk organik merupaan salah satu alternatif untuk mengurangi pemakaian pupuk
anorganik. Adanya bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia ,
dan biologi tanah. Pupuk organik mulai banyak digunakan oleh masyarakat. Hal
ini karena adanya pertanian organik yang semkain berkembang, masyarakat mulai
beralih menggunakan produk pertanian organik. Berkembangnya petanian organik
maka kebutuhan akan pupuk organik semakin meningkat, pupuk organik
merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan
jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Salah satu bahan pembuatan
pupuk organic adalah limbah organik yang mengandung protein, yaitu limbah
ternak limbah ternak ini mengandung nutrisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Pupuk organik padat biasanya terbuat dari campuran limbah ternak dan
limbah pertanian. Pupuk organik padat biasanya diaplikasikan langsung pada
tanah agar dapat menutrisi tanah agar tumbuhan dapat berkembang dengan baik.
Ampas tebu merupakan limbah padat prosuk stasiun gilingan pabrik gula
diproduksi dalam jumlah 32% tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat
dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagain besar dipakai
langsung oleh pabrik gula sebagai bahan ketel untuk memproduksi energy
keperluan proses. Namun penumpukan limbah ampas tebu ini akan dapat
mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Selain itu, limbah peternakan
sangat biak unutk kompos organik yang saat ini sedang digalakkan, agar limbah
yang mengganggu menyebabkan polusi udara serta tidak ramah linkungan seta
membuat pandangan dan bau yang kuran gsedap teratasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan pengenalan terhadap
teknologi untuk mengatasi limbah-limbah tesebut. Maka dapat dilakukan
percobaan dengan judul Pembuatan Pupuk Organik Padat Dari Limbah
Ampas Tebu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.2.1 Pupuk OrganikPadat
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,
seperti pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan. Sumber bahan organik dapat
berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, tongkol jagung,
ampas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian, dan limbah kota (sampah). Sumber bahan untuk pupuk organik
sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang
sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap
lahan dan tanaman dapat bervariasi (Amurwarahaja, 2006).
Pupuk organik merupakan salah satu pendukung terwujudnya pertanian
organik. Secara umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian
organik dalam arti sempit dan pertanian organik dalam arti luas. Dalam
pengertian sempit, pertanian organik merupakan pola pertanian yang bebas dari
bahan-bahan kimia, mulai dari perlakuan benih, penggunaan pupuk dan pestisida,
sampai perlakuan hasil panen. Sedangkan pengertian pertanian organik dalam arti
luas adalah kombinasi penggunaan produk organik (seperti pupuk organik dengan
pestisida nabati) dengan bahan kimia pada batas-batas tertentu. Dengan demikian
pertanian organik dalam arti luas merupakan pendekatan pertanian berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan melalui pemupukan yang seimbang
(Amurwarahaja, 2006).
Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan
hasil akhir berbentuk padat. Pemakaian pupuk organik pada umumnya dengan
cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam air
(Wellang, 2015).
Menurut Outerbridge pada tahun 1991 manfaat dari pupuk organik padat
yaitu sebagai berikut

:
1. Menambah Kesuburan Tanaman
Pupuk organik termasuk pupuk majemuk karena mengandung unsur hara
makro (N,P,K) dan unsur mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn, dan Co) yang dapat
memperbaiki struktur kesuburan tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki
porositas tanah. Pada tanah berstruktur jelek seperti tanah liat dengan penambahan
bahan organik akan mengurangi kelengketan sehingga mudah diolah. sementara
pada tanah berpasir, penambahan pupuk organik dapat meningkatkan daya pegang
tanah terhadap air dan hara (lengas).
2. Memperbaiki Kondisi Kimia Tanah
Pada tanah asam, ion-ion yang dibutuhkan tanaman cenderung dalam
kondisi terikat. Dengan adanya pupuk organik akan terjadi sistem pengikatan dan
pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanamanà
Kapasitas Tukar Kation (KTK).
3. Memperbaiki Kondisi Biologi Tanah
Pupuk organik merangsang mikroorganisme tanah yang menguntungkan
seperti rhizobium, mikoriza, dan bakteri pengurai fosfat atau kalium, konsentrasi
O2 dan CO2 dalam hubungannya dengan aktifitas biologi tanah.
4. Memperbaiki Kondisi Fisik Tanah
Kemampuan mengikat air oleh pupuk organik dapat menjadikan porositas
tanah lebih baik sehingga dapat mendukung respirasi dan pertumbuhan akar
tanaman.
5. Pemakaiannya Aman Bagi Manusia
Pemakaian pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil panen
sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia.
6. Tidak Mencemari Lingkungan
Pupuk organik tidak mencemari lingkungan. Sementara pupuk kimia
terserap oleh tanaman sekitar 30-60%, sisanya terserap dalam tanah atau hilang
tercuci oleh air. Lahan pertanian yang berdekatan dengan pemukiman seperti
lahan sawah yang aliran airnya juga dipakai untuk kebutuhan sehari-hari akan
membahayakan kesehatan untuk jangka panjang.
Pupuk organik padat merupakan pupuk tertua karena sebelum abad ke-19
sudah dikenal oleh petani. Jika ingin menaikkan produksi tanaman, petani
menambahkan sisa tanaman atau kotoran hewan kedalam tanah.Pupuk organik
padat yang turun - temurun telah dipakai petani di Indonesia adalah pupuk organik
konvensional. Pupuk tersebut diperoleh dari sebagian besar kotoran hewan ternak
sejenis mamalia (sapi, kambing, babi dan kuda), unggas (ayam), dan sebagian dari
kompos. Pupuk organik konvensional yang berasal dari pupuk kandang yang
dipakai selama ini hanya melalui proses pengumpulan kotoran hewan ternak,
kemudian ditumpuk selama 1–3 bulan untuk proses pematangan, bahkan,
terkadang proses pematangan dilakukan di dalam kandang dengan cara dibiarkan
selama 1–2 bulan sebelum dipakai. Begitu pula dengan kompos yang berasal dari
sampah-sampah atau limbah-limbah padat hanya melalui pengomposan selama 1–
3 bulan tanpa ada proses tambahan sebelum diberikan kepada tanaman. Pupuk
organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan hasil akhir
berbentuk padat (Azwar, 1990).

2.2.1 .Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi
.Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam
padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut
kelapa.Bahan dariternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya
kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air
yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma
air, eceng gondok, dan Azolla (Azwar, 1990).
Adapunbeberapa kegunaan darikompos yaitusebagaiberikut (Azwar,
1990):
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.
Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan
menurunnya temperatur kompos (di bawah 40oC).
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan yaitu sebagai berikut (Purwendri 2006):
a. Rasio C/N
Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai
sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio
C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan
nitrogen untuk sintesis protein.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila
aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen
untuk proses pengomposan.
e. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan
berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
f. Temperatur atau Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan
energi berupa kalor atau panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi
oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar
antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.
h. Kandungan Hara
Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses
pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan.
Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos.
i. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
j. Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun.

2.2.3 EM4 (Effective Microorganisme)


Teknologi EM (Effective Mikroorganisme) dapat digunakan dalam bidang
pertanian, peternakan, perikanan, lingkungan, kesehatan dan industri. Meski
sudah banyak kalangan masyarakat yang menggunakan tapi tidak banyak yang
tahu tentang EM, komposisi kandungan, fungsi dan jenis-jenis EM.EM
merupakan campuran dari mikroorganisme bermanfaat yang terdiri dari lima
kelompok, 10 Genius 80 Spesies dan setelah di lahan menjadi 125 Spesies. EM
berupa larutan coklat dengan pH 3,5-4,0. Terdiri dari mikroorganisme aerob dan
anaerob (Outerbridge, 1991).
Fungsi EM untuk mengaktifkan bakteri pelarut, meningkatkan kandungan
humus tanahlactobonillus sehingga mampu memfermentasikan bahan organik
menjadi asam amino. Bila disemprotkan di daun mampu meningkatkan jumlah
klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan mengurangi
buah busuk. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara, menghasilkan
senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau limbah, menggemburkan
tanah, meningkatkan daya dukung lahan, meningkatkan cita rasa produksi pangan,
perpanjang daya simpan produksi pertanian, meningkatkan kualitas daging,
meningkatkan kualitas air dan mengurangi molaritas Benur (Outerbridge, 1991).
Jenis-jenis EM yang ada seperti EM1 yang berupa media padat berbentuk
butiran yang mengandung 90% actinomicetes. Berfungsi untuk mempercepat
proses pembentukan kompos dalam tanah. EM2 terdiri dari 80 species yang
disusun berdasarkan perbandingan tertentu. Berbentuk kultur dalam kaldu ikan
dengan pH 8,5. dalam tanah mengeluarkan antibiotik untuk menekan patogen.
EM3 terdiri dari 95% bakteri fotosintetik dengan pH 8,5 dalam kaldu ikan yang
berfungsi membantu tugas EM2. Sakarida dan asam amino disintesa oleh bakteri
fotosintetik sehingga secara langsung dapat diserap tanaman. EM4 terdiri dari
95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan
panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim.
EM5 berupa pestisida organik (Yuniwati, 2012).

2.2.4 Kotoran Ternak


Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak kotoran ternak
yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan
secara optimal, sebagian di antaranya terbuang begitu saja, sehingga sering
merusak lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap
(Purwendri, 2006).
Tabel 2.1 Kandungan unsur hara pupuk kandang yang berasal dari beberapa
ternak
Unsur hara (kg/ton)
Jenis Ternak
N P K
Sapi perah 22,0 2,6 13,7
Sapi potong 26,2 4,5 13,0
Domba 50,6 6,7 39,7
Unggas 65,8 13,7 12,8

Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa
unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel 1.1
Disamping menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan
sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat
dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif
untuk mempertahankan produksi tanaman (Purwendri, 2006).

2.2.5 Ampas Tebu


Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula,
diproduksi dalam jumlah 32 % tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat
dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai
langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi energi
keperluan proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton pertahun (97,4 % produksi ampas).
Sisanya (sekitar 0,3 juta ton per tahun) terhampar di lahan pabrik sehingga dapat
menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap disekitar pabrik
gula.Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila
ditumpuk akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu
tumpukan mencapai 94 oC akan terjadi kebakaran spontan (Amurwaraharja,
2006).

2.2.6 Sekam Padi


Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses
pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami
berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan
sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan
padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama
semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit,
sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan.
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa
atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak
dan energi atau bahan bakar (Azwar, 1990).
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%
dari bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya
pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan
Bakar Minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya
rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya. Dari proses penggilingan
padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras
giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang
tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Ditinjau data komposisi
kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat di
bawah.
Adapun komposisi kimia sekam padi menurut Suharno pada tahun 1979
adalah sebagai berikut:
• Kadar air : 9,02%
• Protein kasar : 3,03%
• Lemak : 1,18%
• Serat kasar : 35,68%
• Abu : 17,17%
• Karbohidrat dasar : 33,71
• Karbon (zat arang) : 1,33%
• Hidrogen : 1,54%
• Oksigen : 33,64%
• Silika : 16,98%
Dengan komposisi kandungan kimia seperti di atas, sekam dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya:sebagai bahan baku pada
industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia,sebagai bahan baku pada
industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan
untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan
campuran pada industri bata merah (Suharno, 1979).
Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam
perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak
voluminous. Bentuk tsersebut adalah arang sekam maupun briket arang sekam.
Arang sekam dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang
tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket arang sekam
mempunyai manfaat yang lebih luas lagi yaitu di samping sebagai bahan bakar
ramah lingkungan, sebagai media tumbuh tanaman hortikultura khususnya
tanaman bunga (Suharno, 1979).

2.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan percobaan dari pembuatan pupuk padat yaitu sebagai
berikut:
1. Pembuatan pupuk padat dari ampas tebu.
2. Mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses pengomposan.
3. Mengukur pH dan mengukur kadar air.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat
Adapun alat-alat yang diggunakan dalam pembuatan pupuk padat adalah
Gelas ukur 10 ml, Labu ukur 100 ml, Timbangan, Corong, Cawan, Termometer,
Polybag.

3.2Bahan
Dan Bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk padat adalah ampas
tebuh, Sekam padi dan Kotoran ternak

3.3 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan pupuk padat adalah:
3.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu
1. Ampas tebuh dijemur dibawah sinar matahari perlakuan ini bertujuan untuk
mempermudah proses pengarangan.
2. Ampas tebuh yang telah dikeringkan lalu dipotong kecil-kecil dengan
ukuran 2cm - 3cm
3. Kemudian dibakar/ dikarbonisasi baik secara aerob maupun anaerob.
3.3.2 Proses Pembuatan Larutan EM-4 2 %
1. Larutan EM-4 100% dipipet dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 5
dan 20 ml.
2. Larutan EM-4 100% kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml.
3. Aquades ditambahkan kedalam labu ukur yang berisi larutan EM-4 100%
sampai tanda batas, kemudian homogenkan.
3.3.3 Pembuatan Kompos
1. Siapkan wadah untuk tempat melakukan proses pengomposan (polybag).
2. Arang ampas tebuh sebanyak 500gr dicampur dengan sekam padi sebanyak
166.67 gr dan kotoran sapi 166.67 gr kemudian aduk secara merata.
3. Kemudian siram EM-4 2%melalui botol plastik yang sudah diberikan cela
agar larutan bisa menyiram campuran bahan tersebut.
4. Campurkan semua bahan kembali agar campuran merata.
5. Kompos ditutup menggunakan plastic hitam
6. Selama 4 hari kompos di balik dimana bagian atas menjadi bagian bawah
menggunakan sekop kecil
7. Setelah 1 minggu lakukan pengujian pada kompos, dimana pengujian yang
dilakukan adalah kadar air dan pH.

3.3.4 Analisa Kadar Air (AOAC,2005)


1. Cawan dibersihkan lalu dikeringkan di dalam oven selama 15 menit dan
dinginkan delam desikator. Kemudian timbang berat cawan kosongnya
dicatat sebagai W.
2. Sampel pupuk organik padat ditimbang sebanyak 10 gr didalam cawan yang
telah dikeringkan, sebagai berat W1.
3. Sampel pupuk yang didalam cawan dipanaskan didalam oven dengan
temperatur 105oC selama 2 jam kemudian dimasukkan kedalam desikator
selama 15 menit, lalu ditimbang.
4. Lakukan sampai diperoleh berat yang konstan, sebagai berat W2.
5. Kemudian hitung kadar air pupuk organik padat dengan rumus:
𝑊1−𝑊2
Kadar air = 𝑥100%
𝑊1−𝑊

Keterangan :
W : Berat Cawan Kosong
W1 : Berat Cawan Kosong+sample
W2 : Berat Konstan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Berikut hasil percobaan pengolahan pupuk padat dari limbah ampas tebu
dengan lama fermentasi 14 hari sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data hasil pengomposan pupuk padat
Konsentrasi pH pupuk padat Kadar air (%)pupukpadat
EM-4 2 % 5 45.8%
EM-4 4% 6 48.6%

4.2 Pembahasan
Pada proses pembuatan pupuk padat, bahan utama yang digunakan adalah
arang ampas tebu, sekam, kotoran ternak dan EM-4. Bahan utama arang ampas
tebu yang sudah bercampur mempunyai tekstur lembut dan mudah memadat.
Aerasi pada bahan ampas tebu rendah sehingga perlu ditambahkan sekam atau
bahan organik lain yang menambah porositas bahan. Selain itu kandungan
nitrogen pada tebu juga rendah sehingga perlu ditambah kotoran ternak untuk
menambah unsur N pada pupuk yang akan dibuat.
Kemudian campuran bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam wadah
polybag kemudian dicampur dengan EM-4 2% dan 4 % untuk proses
pengomposan. Tujuan penambahan EM-4 ini adalah untuk mempercepat
dekomposisi bahan kompos. Pengomposan merupakan proses fermentasi atau
dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah
organik lainnya. Proses pengomposan dilakukan selama 14 hari.
Berdasarkan pada Tabel 3.1 hasil pengujian pH pada pupuk organik padat
setelah 14 hari pada variasi konsentrasi EM-4 2% dan 4% berturut-turut 5 dan 6.
Faktor pH sangat menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh
tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH netral,
karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. pH
merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang
terlibat dalam proses pengomposan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan
konsumsi oksigen akan naik dan dapat menyebabkan unsur nitrogen dalam
kompos berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya, dalam keadaan asam akan
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Berdasarkan SNI 19-7030-
2004yang ditetapkan pH pupuk padat memilik rentang pH sebesar 6,8 sampai
7,49. Hal ini menunjukan bahwa pH yang diperoleh pada variasi EM-4 4% sudah
memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Namun pada veriasi EM-4 2% tidak
memenuhi standar karena pH dihasilkan terlalu asam. pH yang terlalu rendah akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada pupuk sehingga pupuk yang
dihasil tidak terlalu subur.
Sedangkan kadar air yang diperoleh dari pupuk organic padat dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kadar air yang diperoleh pada variasi EM-4
2% adalah 45.8 % dan EM-4 4% sebesar 48.6% . kadar air yang diperoleh dari
percobaan mendekati batas kadar air yang ditentukan oleh SNI yaitu 50%. Kadar
air yang diperoleh dipengaruhi oleh lamanya waktu pengomposan, sehingga
mikroorganisme yang bekerja mendekomposisikan pupuk organik dapat bekerja
secara sempurna. Rendah nya kadar air disebabkan karena pengaruh jumlah
bioaktivator yang berfungsi membantu proses pengomposan baik secara alamiah
maupun rekayasa. Selain itu juga disebabkan karena suhu pada kompos selalu
terjaga, sehingga bakteri atau mikroorganisme dapat bekerja dengan baik pada
saat penguraian sehingga kadar airnya pun juga dapat berkurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Pembuatan pupuk padat dilakukan dengan pencampuran arang ampas tebu,
kotoran ternak, serta sekam padi,
2. Kadar air pupuk padat yang diperoleh setelah 14 hari pengomposan untuk
variasi EM-4 2% sebesar 45.8% dan variasi EM-4 4% sebesar 48.6%.
Maka semakin banyak konsentrasi bioaktivator, semakin bagus
pengomposan pupuk yang terjadi.
3. Nilai pH untuk variasi EM-4 2 % dan EM-4 4% berturut-turut adalah 5 dan
6.

4.2 Saran
1. Gunakan pH meter jika menguji pH pupuk padat sehingga hasil yang
didapat lebih teliti dan akurat.
2. Sebaiknya teliti dalam pengukuran suhu pupuk padat agar diperoleh data
yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official Methods Of Analysis. Association of Official Analytical


Chemists. Benjamin Franklin Station. Washington.

Amurwaraharja, I.P. 2006. Analisa Teknologi Pengolahan Sampah. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Azwar, Asrul. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara


Sumberwidya. Jakarta.

Outerbridge, Thomas. 1991. Limbah Padat Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.


Jakarta.

Purwendri, S, dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah Untuk Pupuk dan


Pestisida Organik Seri Agritekno. PenebarSwadaya. Jakarta.

Suharno. 1979. Optimasi Lahan Sanitary Landfill Suatu Konsep. Jurnal Teknik
Penyehatan Edisi Mei.

Yuniawati. 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah


Organik Dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM-4. Institut Sains
& Teknologi AKPRIND. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai